NovelToon NovelToon

Gadis Ekstrovert & Dokter Introvert

Bab 1

********

( Hy.. perkenalkan namaku Suina Putri, aku gadis yang tumbuh besar dengan kasih sayang ayahku.

Ibuku sudah lama pergi untuk selamanya, sejak aku berumur 6 bulan. sejak saat itu, aku tumbuh besar di bawah sang ayah.

Sebagai anak satu satunya, tentu saja aku sangat dekat dengan ayahku dan juga bibiku.

Selama ini aku berusaha untuk tidak merepotkannya, karena aku tau, ayahku pasti merasa sangat kesulitan membesarkanku seorang diri.

Maka dari itu, aku sudah terbiasa hidup mandiri. dan melakukan apa saja sendiri tanpa merepotkan ayah.

Setelah lulus kuliah, aku memutuskan untuk bekerja sebagai Desainer grafis. pekerjaan itu merupakan hobiku setiap hari, sehingga ketika berkesempatan untuk bekerja di bidang tersebut.

Tentu saja membuatku sangat senang.

Dua bulan bekerja di bidang desain, aku memutuskan untuk pindah dan hidup di kota terpisah dengan ayahku.

Walaupun berat, ayahku tetap selalu mendukung apapun keputusan yang aku ambil. )

###

"Bibi Yan, cepetan dong!" seru seorang gadis cantik pada wanita paruh bayah di seberang sana.

"Iya, sabar dong. Bibi lagi siap-siap nih. " balas bibi Yan sambil merapikan pakaiannya.

"Kita gak boleh telat lho, Bibi. Harus segera cek rumah itu, karena banyak yang harus di rubah nanti." ujar gadis itu, semakin tidak sabar.

"He-eh, sudah, sudah. Bibi siap kok. Yuk, kita berangkat!" jawab Bibi Yan, mengambil tasnya di atas ranjang.

Setelah selesai bersiap-siap, keduanya pun keluar dari hotel untuk menuju rumah yang baru dibeli oleh gadis itu. Dalam perjalanan menuju tempat itu, Suina tampak tak sabar ingin segera melihat rumah barunya.

Dalam hatinya, ia merasa amat gembira. Setelah berjuang keras, akhirnya bisa membeli rumah sendiri.

Dalam perjalanan, Suina terus berpikir tentang segala rincian yang telah ia perjuangkan untuk bisa mencapai titik ini dalam hidupnya.

Serta rencana kedepannya yang harus ia capai lagi.

Beberapa menit di dalam taxi, akhirnya mereka tiba di sana.

Dengan penuh semangat, Suina keluar dari taxi kemudian berlari menuju rumah itu.

Sementara bibinya terlihat kebingungan, begitu melihat rumah yang di beli Suina.

"Gimana, Bibi? Bagus nggak?" tanya Suina penuh harap saat keduanya berdiri di depan pagar rumah yang baru dibelinya.

Bibi Yan, dengan kerutan di dahinya, meneliti bangunan di depan matanya.

"Kamu yakin ini alamatnya, Suina? Jangan-jangan kita nyasar." Tanya bibinya ragu.

" Nggak kok, Bi! Lihat deh, nomornya persis seperti di alamat ini." Jawab Suina sambil menunjuk plakat rumah dengan antusias.

Namun Bibi Yan masih belum yakin.

"Tapi, kenapa kamu memilih rumah seperti ini? Rasanya... aneh." Tanya bibi Yan herhan.

Suina tersenyum, berusaha meyakinkannya.

"Kenapa aneh? Menurutku ini unik, Bi. Punya karakter." Jawab Suina yang sangat menyukai rumuh itu.

Bibi Yan mendesah, tidak puas.

"Hah! Unik? Unik dari mananya? Ini lebih ke angker, Suina. Lihat saja, semua tanaman liar itu merajalela, sepertinya rumah ini tidak pernah di tempati lagi bertahun-tahun." Jawab bibi Yan.

Suina menggenggam tangan bibinya, penuh semangat kemudian mengajaknya masuk kedalam.

"Yuk, kita cek ke dalam. Suina yakin bibi akan menyukainya begitu kita bersihkan rumah ini. " Ajak Suina penuh semangat.

Begitu ia membuka kunci pagar, sebuah fitting lampu hampir jatuh ke mengenai kepalanya.

"Aduh, Aa!! Hampir aja nih lampunya jatuh. Serem amat!" jerit Suina kaget.

"Suina, kamu yakin mau tinggal di rumah tua gini?" tanya Bibi Yan dengan nada khawatir.

"Tenang aja, Bi. Itu cuma masalah fitting lampu, bukan hal serius kok," jawab Suina, sambil menenangkan.

"Yuk, Bi, jangan takut. Ayo masuk lagi," ajak Suina seraya menarik tangan Bibi Yan.

Begitu mereka berdua masuk, Suina berkeliling sambil berkata.

"Wah, lihat deh, Bi. Ini rumah indah banget. Suina beruntung dapetin ini dengan harga murah." Ujarnya puas.

"Bicara apaan kamu, Suina? Indah apanya, ini rumah kok kayak berhantu. Murah? Pantes aja, murah. Kalau Ayahmu tahu kamu beli rumah kayak gini, bisa-bisa dia pingsan," sahut Bibi Yan, masih tak percaya dengan pilihan keponakannya itu.

"Berhantu apanya, Bi? Bagus ini, serius deh." Jawab Suina terus berusaha meyakinkan.

"Bibi tuh, merinding tau." keluh Bibi Yan, merinding.

"Lihat tuh, pohon-pohonnya tumbuh subur, Bi. Memang sih, banyak tumbuhan liar, tapi kalau kita bersihkan, pasti bagus," ucap Suina berusaha menunjukkan sisi positif dari rumah tersebut.

Gadis itu terus masuk kedalam untuk melihat lihat isi rumahnya.

Suina benar benar sangat puas dengan rumah itu, walaupun banyak sekali tumbuhan liar yang tubuh subur karena sudah lama tidak berpenghuni.

" Suina! tungguin bibi! " teriak bibinya sambil berlari menyusul gadis itu masuk kedalam.

Keduanya terus menyusuri setiap sudut rumah itu, berharap kedepannya akan lebih nyaman untuk di tinggali.

"Bikin capek juga, ya, merapiin rumah segede ini," keluh Suina sambil memandangi setiap sudut rumah.

"Bikin merinding lebih tepatnya!" sergah Bibi Yana sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Kok kayak ada yang nggak beres, deh. Mending cari rumah lain, Suina." Ujar bibinya

" Bibi nggak yakin dengan rumah ini, kalau Apartemen kira-kira gimana? Banyak yang bagus loh sekarang, dan deket kemana-mana." usulnya sembari menatap Suina.

"Eeeeh, tapi kan Suina udah beli rumah ini, bi. Lagian, Suina yakin kok rumah ini aman. Banyak tetangga juga yang di samping dan depan. Nggak ada yang perlu ditakutin deh, tenang aja!" Jawab Suina menenangkan Bibi Yana dengan senyuman.

Ketika sedang asyik berdebat tentang rumah itu, tiba tiba ada seorang pria yang menyapa mereka.

" Selamat pagi! " sapa pria itu.

" Pa-pagi. " jawab Suina kaget.

" Apa kalian baru di sini? " tanya pria itu penasaran.

" Iya, apa kamu juga tinggal di komplek sini? " jawab bibi Yan sambil bertanya.

" Iya, saya tinggal di ujung sana. " jawab pria itu sambil tersenyum manis.

Sementara Suina hanya memperhatikan keduanya sambil melihat lihat setiap sudut halaman rumah itu.

" Kebetulan saya punya Caffe di dekat sini, jika kalian punya waktu. boleh mampir kesana, saya traktir sebagai penyambutan tentangga baru. " tawar pria itu.

" Sekarang aja. " jawab bibi Yan yang langsung bersemangat.

" Yuk Suina. " lanjutnya lagi sambil menarik tangan gadis itu.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di Caffe pria itu.

Bibi Yan benar benar terlihat sangat senang.

" Tadi protes nggak mau tinggal di sini, kok sekarang kayak bersemangat gitu? " tanya Suina heran.

" Itu kan tadi. " jawab bibinya sambil memperhatikan pria yang sedang membuatkan mereka minum.

" Mmm... kayaknnya ada apa apa nih. " ucap Suina menebak.

" Ngomong ngomong semua pria di sini kok cakep cakep amat ya, bibi belum melihat yang di bawa rata rata. " ucap bibinya yang terpesona dengan mereka.

" Tuh kan! benar Suina bilang, pasti ada apa apanya. ingat umur bibi Yan. " jawab Suina mengejek.

" Umur hanya angka Suina, mungkin aja salah satu dari mereka akan menjadi suami bibi. " jawab bibi Yan tertawa.

Suina pun ikut tertawa mendengarnya.

" Bibi ada ada saja. " ucap Suina.

Pria itu pun datang sambil membawakan minuman dan juga kue untuk mereka.

" Silahkan. " ucap pria itu menyajikannya di atas meja.

" Wahh.. kelihatannya enak banget. " ucap Suina yang sudah tidak sabar ingin mencicipinya.

Mereka pun duduk sambil berbicang bincang, Suina banyak menanyakan tentang lingkungan tempat ia akan tinggal pada pria itu.

Karena ia belum mengetahui apa saja peraturan yang ada di sini.

***

Keesokan harinya, Suina dan bibi Yan mulai membersihkan rumah itu.

Mereka benar benar bekerja keras, karena hampir seluruh area dari rumah itu harus di bersihkan.

" Suina! kamu ingat pesan bibi kan? sebelum kita pindah kesini? " ucapnya mengingatkan gadis itu lagi.

" Pesan apa? " tanya Suina lupa.

" Berhenti memberi makan anjing atau kucing liar, dan jangan pernah membawa mereka untuk pulang. bibi mau hidup tenang di rumah ini, tanpa ada gangguan dari hewan hewan itu lagi, faham? " jawab bibinya.

" Iyaa.. Suina akan ingat. " jawab Suina patuh.

" Awas aja sampai kamu bawa hewan hewan itu pulang kesini, bibi akan mengirim mereka jauh dari lingkungan ini. " ucap bibinya mengingatkan.

" Iya bibiku yang cantik, bibi tenang saja. Suina nggak akan membawa mereka pulang lagi. " jawab Suina memastikan.

Karena Suina sering kali membawa hewan hewan itu pulang kerumah, ia merasa kasihan melihat mereka yang hidup terlantar di jalan tanpa ada yang mengurus.

Semua itu ia lakukan, karena mengingat dirinya juga tidak merasakan kasih sayang dari sang ibu sedari kecil.

Sehingga membuatnya sering merasa ibah setiap kali melihat hewan hewan jalanan itu.

Hingga menjelang pukul 4 sore, akhirnya mereka berhasil menuntaskan pekerjaan membersihkan halaman rumah.

Suina, dengan keringat bercucuran di wajahnya, menghela nafas lega saat merapikan kantong-kantong sampah di halaman depan.

Ia merasa kelelahan yang amat sangat, namun juga bersyukur karena tugas ini selesai dengan lancar.

" Huh, lelah juga ternyata, tapi rumah terasa lebih segar dan indah sekarang. " Gumam Suina senang .

Sementara itu, di sudut lain, bibi Yan tengah sibuk memasak di dapur, menyiapkan makanan seadanya untuk merayakan bersama usai penat bekerja.

Aroma wangi makanan yang bibi Yan sajikan telah menembus hidung Suina dan membuat perutnya berkeroncongan.

"  Hmmm., wangi banget, sepertinya enak. Jadi nggak sabar menikmati hidangan lezat yang disiapkan bibi Yan. Tidak sia-sia aku bekerja keras hari ini. " gumam Suina, berharap bahwa setelah semuanya selesai, dia dan bibi Yan dapat bersantai sambil menikmati hasil jerih payah mereka.

Kemudian ia masuk kedalam, menemui bibinya yang sedang menyiapkan makanan di dapur.

"Bibi, butuh bantuan nggak nih?" tanya Suina dengan gaya centilnya.

"Stop! Jangan dekati dapur," teriak Bibi Yan, menghentikan langkah Suina.

"Kenapa sih, Bibi? Suina cuma pengen bantu aja," ujar Suina, tampak bingung.

"Bantuin apa, coba? Kamu itu kalo masak suka ngacauin aja," balas Bibi Yan, sambil menyilangkan tangan.

"Tapi, Suina bisa kok motong sayur, Bibi," Suina mencoba meyakinkan.

"Baiklah kalau kamu tetap pengen bantuin, coba potongin bawang bombai ini," ujar Bibi Yan sambil memberikan sebilah pisau dan bawang kepada Suina.

"Em!" Suina mengangguk girang.

"Ingat, potong kecil-kecil. Hati-hati jangan sampai jari kamu yang kepotong," ingat Bibi Yan sambil kembali mengaduk panci di atas kompor.

"Iya, Bibi Yan yang cantik!" sahut Suina sembari mulai memotong bawang dengan hati-hati.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya masakan mereka selesai.

"Suina, bantuin bibi beli telur yuk, bentar aja." Bibi Yan memanggil dari dapur.

"Hah? Bukannya makanan udah siap semua di meja, Bi?" Tanya Suina mendongak, bingung.

"Iya, tapi kan kamu paling demen nasgor sama telur. Sekalian beli buat kamu." Jawab Bibi Yan menatap Suina dengan senyuman.

" Buruan sana ke mini market, beliin sebentar." Lanjut Bibi Yan sambil menyiapkan minuman, tak memperdulikan muka masam Suina.

"Iya! iya.. Suina beliin." Jawab Suina beranjak dengan langkah gontai, keluar menuju mini market terdekat.

Suina menyusuri jalanan menuju mini market terdekat, sambil memperhatikan lingkungan komplek yang ia lewati.

Sesampainya di sana, Suina langsung melihat seekor anjing yang tengah berada di depan mini market.

"Eh, kamu nggak boleh masuk ya?" tanya Suina seraya mengulurkan tangan untuk mengelus anjing tersebut.

Namun, seketika itu juga anjing itu menggonggong keras, seolah-olah memperingatkannya.

"Aw, galak amat sih kamu!" Ucap Suina mengundurkan diri karena terkejut.

"Ya sudah, ya sudah! Aku nggak akan ganggu lagi deh. Daaah!" lanjutnya, sambil bergegas masuk ke dalam.

Begitu gadis itu membuka pintu mini market, ia langsung menabrak seorang pria yang hendak keluar.

"Aaa!! Maaf, maaf banget!" jerit Suina yang tanpa sengaja mendorong seorang pria hingga semua belanjaan yang di bawanya berhamburan ke lantai.

"Aduuh!" Pria itu mengerang ketika sebuah botol air mineral mendarat di keningnya.

"Sori banget, sori.. aku nggak sengaja! Biar aku bantu!" Ucap Suina cepat-cepat meraih tangan pria itu, membantunya berdiri.

" Nggak usah, saya nggak papa kok. Cuma kaget aja." Jawab Pria itu mengusap keningnya sambil tersenyum kecut.

"Ya ampun, kening kamu! Ada lebamnya nih. Serius, nggak apa-apa?" Kekhawatiran terpancar dari wajah Suina.

"Ahh, nggak apa-apa. Lain kali hati-hati ya." Jawab Pria itu berusaha menenangkan Suina sambil mengambil beberapa barang yang jatuh itu dan membereskan kembali belanjaannya.

Dalam sekejap, pikiran Suina langsung tertuju pada pasta gigi yang mungkin bisa menjadi solusi untuk luka memar pria itu.

Ia berlari secepat kilat menuju rak tempat pasta gigi berada, detik berikutnya, ia kembali dengan tergesa-gesa, untuk mengoleskannya.

" Eh! eh! eh! kamu mau apa? " tanya pria itu yang langsung menahan tanganya.

" Bantuin kamu, biar luka memarnya tidak terlalu parah. " jawab Suina yang terus ingin mengoleskannya.

" Eeehh!! pasta gigi tidak bisa mengatasi luka memar. " ucap pria itu yang terus menghindar.

" Bisa kok, percaya sama aku. " jawab Suina kekeh.

" Nggak! nggak! nggak! " jawab pria itu menjauh.

Melihat Suina yang terus memaksa, dengan cepat seorang kariawan toko  menghampiri mereka.

"Mbak! Mbak! Mbak!" seru karyawan mini market itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri Suina.

Namun Suina, dengan tekad yang membara, tetap mencoba untuk mengoleskan pasta giginya ke kening pria di depannya.

" Nggak usah mbak, dia seorang dokter. Jadi tahu apa yang boleh dan yang nggak boleh. " jelas karyawan itu mencoba meredakan situasi.

"Hah? Serius?" Suina terkejut, tangannya masih menggantung dengan tube pasta gigi.

"Maaf, Dok," sahut karyawan itu, merasa bersalah telah terlibat dalam situasi yang aneh ini.

"Ah, tidak apa-apa. Saya harus pergi sekarang," balas pria tersebut dengan senyum simpul sebelum beranjak pergi.

"Eh, tunggu!" teriak Suina, ingin mencegahnya pergi.

"Eh, Mbak! Mbak! Mbak!" karyawan itu kembali menahan Suina.

"Pasta giginya tolong dibayar dulu." Lanjutnya lagi.

"Oh! Maaf ya," jawab Suina sambil bergegas ke kasir untuk membayar.

Sejam kemudian ia tiba di rumah.

"Halo, Bibi Yan!" teriak Suina begitu melangkah masuk rumah, namun tangannya kosong.

Bibi Yan yang sudah menunggu di dekat pintu langsung bertanya.

"Loh, kok ga bawa telur?" Tanya bibi Yan heran .

"Oh, Tuhan!" seru Suina sambil menepuk keningnya.

"Suina lupa!" Lanjutnya sambil terkekeh.

"Gak apa-apa, gak usah kembali lagi. Makan aja yang ada, nunggu kamu bolak-balik ke mini market kelamaan," sahut Bibi Yan dengan nada pasrah tapi penuh kasih.

Suina hanya bisa menghela napas dan meminta maaf.

"Ya sudah deh, maaf Bibi Yan." Ucap Suina sebelum dia duduk lesu di meja makan.

Keduanya pun mulai menikmati makan siang mereka yang tertunda.

Keesokan harinya sekitar pukul 8 pagi, Suina keluar dari kamarnya dengan berpakaian rapi.

Bibinya yang sedang merapikan ruang tengah, kebingungan melihat gadis itu yang sudah rapi pagi pagi sekali.

" Eeehh! mau kemana? " tanya bibi Yan menghampirinya.

Bukanya menjawab, Suina malah menyengir sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Nggak boleh, Suina!" seru Bibi Yan sambil mengibaskan tangannya, menunjukkan larangan yang keras.

"Ih, Bibi! Suina cuma pengen ketemu Nenek aja," Jawab Suina sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tapi Suina, kamu tahu kan gimana sifat Kakek?" Ucap Bibi Yan melirik dengan raut cemas.

"Bibi gak mau kalau nanti kamu kenapa-napa." Lanjutnya lagi.

"Bibi, tenang aja. Suina bisa jaga diri kok," jawab Suina mencoba meyakinkannya.

"Jadi, ini alasan kamu pindah kesini?" tanya Bibi Yan, mulai memahami.

"Hihi, iya, Bibi," Suina terkekeh ringan.

"Ya udah, Suina pergi dulu ya, bye!" Suina segera mencium pipi Bibi Yan, lalu berlari keluar dengan cepat.

"Suina! Suina!!" teriak Bibi Yan dari balik pintu, masih dengan rasa cemas yang mendalam.

Namun gadis itu tetap berlari sambil melambaikan tanganya tersenyum lebar.

" Dasar anak nakal. " ucap bibi Yan kesal.

Suina berjalan menyusuri jalanan yang asing baginya, hatinya berkecamuk mencari tempat di mana kakek dan neneknya tinggal.

Alasan dia pindah ke kota ini sebenarnya sederhana, ingin dekat dengan mereka dan memperbaiki hubungan yang renggang.

Selama ini, hubungan kakek dan neneknya dengan sang ayah memang tidak harmonis.

Pasalnya, mereka tidak merestui pernikahan ayah Suina dengan ibunya yang merupakan gadis biasa-biasa saja bahkan jauh dari harapan kakeknya.

Seiring dengan berjalannya waktu, seharusnya waktu bisa memperbaiki hubungan mereka.

Namun, ternyata itu tidak berlaku untuk kakeknya. ia masih tidak mau mengakui Suina sebagai cucunya, meskipun telah menjadi anak ayahnya selama bertahun-tahun.

Suina bertekad untuk mencoba merajut kembali tali kekeluargaan yang terputus, bahkan jika itu berarti menghadapi penolakan dari keluarga sendiri.

"Di mana ya tempatnya?" Suina bergumam seraya mengamati sekitar, ponsel tergenggam erat di tangan, alamat toko terpampang di layar. Langkah kakinya menelusuri jalanan yang ramai.

"Eh, itu kayaknya!" serunya tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah toko sembako di sudut jalan.

Suina mempercepat langkahnya, sambil tersenyum senang mengembang di wajahnya saat ia mendekati toko itu.

"Iya, benar! Ini dia tempatnya!" Suina berbicara sendiri dengan nada gembira.

Kemudian ia mulai melihat lihat sekitar toko itu, namun tidak ada satupun orang yang ada di sana.

" Kok tutup sih? " gumam Sunia menyayangkan.

Melihat Suina yang kebingungan, tiba tiba seseorang menghampirinya.

"Neng mau beli sembako ya?" tanya bapak-bapak yang menghampirinya dengan rasa ingin tahu.

"Toko ini lagi tutup ya, Pak?" Suina mencoba memastikan.

"Iya, neng. Pemiliknya lagi keluar kota, besok baru balik. Tapi kalau neng mau beli sembako, di ujung sana masih ada satu toko buka, lho," sarannya dengan ramah.

"Oh, nggak Pak, saya bukan mau beli sembako. Saya ini cucunya si pemilik toko," jelas Suina, sambil tersenyum manis.

"Ooh... begitu toh. " Ucap bapak itu yang awalnya tidak sadar.

"Cu-cucu? " Lanjutnya yang langsung tercengang.

" Iya pak. " Jawab Suina.

Sementara bapak bapak itu masih terkaget kaget mendengar ucapannya. karena setahu orang orang yang ada di sekitar tempat itu, kedua lansia itu tidak mempunyai seorang cucu apalagi sudah sebesar ini.

Karena tidak bisa menemui kakek dan neneknya hari ini, Suina memutuskan untuk pulang dan akan kembali esok hari.

###NEXT###

Bab 2

*********

Keesokan harinya, sekitar pukul 7 pagi Suina tengah membersihkan halaman depan sekedar untuk merapikan rumput rumputnya.

Sementara bibi Yan sedang membersihkan area dalam rumah.

" Hati-hati! tangan malah tangan kamu yang kepotong gunting itu!" seru bibi Yan yang melihat Suina terus mengayun-ayun guntingnya di atas rumput yang panjang.

" Siapa bibi Yan, Suina akan hati-hati kok! " Jawab Suina sambil memberikan hormat.

" Iya, jangan sampai kena gunting." sahut Bibi Yan dengan nada khawatir.

"Tenang, Bibi! Suina udah pro kok potong rumputnya dengan gunting ini. " jawab Suina penuh percaya diri sambil terus merapikan rumput yang tumbuh panjang.

"Nah, kalo udah selesai, jangan lupa buang semua sampahnya, ya. Jangan sampai menumpuk dan bikin halaman kita jadi semrawut," ingat Bibi Yan lagi.

"Iya, Bibi! pasti Suina beresin. Nggak ada sampah yang nangkring deh! " Balas Suina dengan semangat, menghentikan sejenak aktivitasnya untuk mengangguk pada Bibi Yan.

Setelah memotong semua rumput yang terlihat panjang, gadis itu langsung memasukkannya kedalam kantong sampah sesuai perintah bibinya.

" Huuff... Capek juga. " Gumam Suina dengan bercucuran keringat di wajahnya.

Setelah memasukkan semua sampah itu, ia langsung membawanya ketempat sampah yang berada tidak jauh di depan rumahnya.

" Beratnya. " Gumamnya sambil menyeret dua kantong sampah berukuran besar itu.

Setibanya di tempat pembuangan sampah, Suina langsung ingin memasukkannya kedalam satu persatu.

" Hah! Kok penuh sih? Apa hari ini semua orang pada buang sampah ya? " Gumam Suina bingung.

Kemudian ia mulai melihat lihat area sekitar, untuk mencari tempat sampah lain.

Gadis itu kembali menyeret kedua kantong sampahnya menuju tempat pembuangan sampah yang lain.

" Nah itu ada satu lagi. " Gumam Suina menemukannya.

Sebelum memasukkannya, Suina memeriksanya terlebih dulu.

" Akhirnya ada yang kosong. " Gumamnya senang.

Kemudian ia mulai memasukkannya satu persatu kedalam drom sampah itu.,

"Huuff.. kenapa kantong sampah ini berat banget sih!" keluh Suina sambil mengusap keringat di dahinya.

"Akhirnya kelar juga," ujarnya seraya menghela napas lega.

Tapi, begitu berbalik, ia nyaris saja menabrak seseorang.

"Sori! Sori banget!" serunya, segera mundur beberapa langkah.

"Eh, tunggu deh!" mata Suina melebar saat ia menyadari orang yang hampir ia tabrak itu.

"Kamu... kamu yang di minimarket itu kan? Yang waktu itu!? " Ucap Suina mengingat-ingat wajah pria di depannya.

Namun pria itu hanya tersenyum tipis, sambil memegang sebuah kantong sampah.

"Permisi mbak," ucapannya yang langsung membuang kantong sampah itu kemudian berlalu tanpa menjawab pertanyaan Suina.

" Iih!! Dasar pria aneh. " Gumam Suina heran.

Matahari mulai bersinar cerah, seolah memberi sinyal kepada Suina untuk segera pulang.

Dengan langkah pasti, ia melanjutkan perjalanan pulangnya yang terhenti sejenak.

Di tengah jalan, tiba-tiba ia menyadari ada sosok yang mencuri perhatiannya.

Seekor kucing berukuran cukup besar terlihat sedang bersantai di bayah pohon yang ada di trotoar.

"Eh, kok kucingnya besar banget sih? Apa ini kucing betina yang sedang hamil?" gumam Suina sambil memperhatikan kucing itu.

Pikirannya mulai membayangkan bagaimana indahnya kehidupan kucing dengan banyak anak-anak kecil yang melompat-lompatan di sekitar mereka.

"Gemes banget! Ada yang punya nggak sih? " Gumam Suina mendekatinya sambil melihat lihat sekitarnya.

" Tapi kok bulunya kotor banget? Kayak nggak keurus gitu? " Ucap Suina heran.

" Seharusnya kamu punya tempat yang lebih hangat dan nyaman daripada jalan ini, yah! " Lanjutnya lagi yang ingin sekali membawa kucing itu untuk di rawatnya.

" Gemas banget. " Gumamnya yang terus menghampiri kucing itu.

Alih alih mendapatkan sambutan hangat, kucing itu justru terlihat ingin mencengkeramnya.

" Iiihh.. aku cuma pengen ngelus kamu aja. " Ucap Suina yang langsung menjauh.

Namun kucing itu malah semakin ingin mencengkeramnya.

"Aaa... Bibi Yan!!" Teriak Suina seraya ia lari lintang-pukang dengan kucing yang mengejarnya tepat di belakang.

"Bibi Yan!!" Sambungnya lagi sembari menerobos masuk ke dalam rumah.

Bibi Yan, yang mendengar teriakan, langsung menyusul ke pintu.

"Ada apa? Ada apa? " Tanyanya dengan nada khawatir.

"Ada kucing ngejer Suina," seru Suina, dengan nafas yang tersengal-sengal sembunyi di belakang bibinya.

"Tuh kan, sudah berapa kali Bibi bilang jangan ganggu-ganggu hewan itu lagi. Kenapa sih kamu tidak bisa menepati janjimu wahai gadis nakal? " cecar Bibi Yan, dengan pandangannya yang tajam menatap Suina.

"Suina nggak ganggu, Bibi! Cuma pengen ngelus doang, eh tiba-tiba dia malah kejar," jelas Suina, sambil mengatur nafasnya.

"Kalau nggak kamu yang ganggu, kenapa tiba-tiba dia ngejar kamu? Aneh," gumam Bibi Yan, bingung.

Suina menggeleng kecil, "Mana Suina tahu, Bibi..." Jawab Suina .

"Ya sudah, masuk sana. Nanti kucing itu masuk kesini lagi. " ujar Bibi Yan, masih belum sepenuhnya percaya tapi melunak.

" Awas kamu mengulanginya lagi, kalau tidak. Bibi akan pulang nggak mau tinggal di sini lagi. " Lanjutnya mengancam.

"Iya, Bibi." Jawab Suina menunduk dan segera berlari kecil menuju kamarnya, sambil terkekeh.

" Setelah bersih bersih, turun makan! " Ucap bibi Yan berteriak dari dapur.

" Iya bibi cantik! " Jawab Suina dari atas.

Pukul 10 kurang beberapa menit, Suina merasa ada sesuatu yang menggugah hatinya untuk segera kembali mengunjungi toko sembako milik kakek dan neneknya.

Dengan cepat ia langsung bersiap siap kemudian keluar.

Sesampainya di sana, Suina menyaksikan bahwa toko tersebut sudah buka sesuai ucapan bapak bapak tempo hari.

"Semoga hari ini menjadi momen indah antara aku dan mereka," gumam Suina harap-harap cemas.

Dengan langkah yang pasti, Suina segera masuk ke dalam toko untuk segera menemui kakek dan neneknya yang ia rindukan.

"Assalamualaikum," ucap Suina seraya melangkah masuk ke toko.

"Waalaikumusalam," sahut kakeknya dari balik meja kasir.

Tatapan matanya melembut saat melihat Suina.

"Ada yang bisa kakek bantu, Neng?" Tanya kakeknya itu.

Alih-alih menjawab, Suina hanya menatap kakeknya dengan raut wajah yang memancarkan kerinduan yang mendalam.

Kakeknya mengernyitkan dahi, bingung melihat reaksi cucunya itu.

"Neng, kenapa diam? Ada apa?" Tanya kakeknya lagi.

"Kakek... Suina kangen kek. Ini aku, Suina, cucu kakek." Jawab Suina dengan nada suara bergetar.

Mendengar itu, kakeknya langsung bangkit dari kursinya dengan cepat dan menatap Suina dengan pandangan tajam yang menusuk hingga ke jiwa.

" Aku tidak punya cucu. " Jawab kakeknya itu.

"Kakek, tolong dengarkan Suina..." Suina merentangkan tangan ke arah kakeknya, matanya berbinar penuh harapan.

" Aku tidak punya cucu!" sang kakek memotong dengan nada tegas, yang langsung membuat suasana menjadi tegang.

" Tapi kek, Suina tetap cucu kakek " suara Suina bergetar, penuh penekanan, namun tetap menggantung penuh harap.

"Pergi! Aku tak mengakui kamu sebagai cucuku!" sang kakek menunjuk ke arah pintu dengan ekspresi datar, suaranya dingin membekukan suasana sekitar.

" Aku bilang keluar kelinci kecil. " Lanjutnya lagi, sambil menarik Suina keluar.

Keluar dari toko itu, Suina dipandangi oleh para tetangga yang mulai berkumpul, tertarik dengan keributan yang terjadi didalam.

"Kakek! " Suina mencoba sekali lagi, suaranya hampir tidak terdengar.

"Apa lagi?!" respon sang kakek, tetap dengan nada tajam dan pandangan yang tidak memberi ruang bagi perundingan.

"Dengarkan penjelasan Suina, sekali ini saja." Permintaan itu keluar lembut dari bibir Suina, matanya tak lepas dari sosok kakek yang telah lama dikenalnya.

" Nggak! " Jawab kakeknya kekeh.

" Dan jangan panggil aku sebagai kakekmu. Aku tidak punya putra jadi tidak punya cucu juga. " Lanjutnya lagi menegaskan.

" Kakek kok gitu sih? Biar bagaimanapun Suina tetap cucu kakek. Suina sudah berdiri di sini, datang jauh jauh hanya untuk bertemu kakek dan nenek. " Tanya Suina heran.

" Ada apa sih? Kok ribut ribut? " Tanya neneknya keluar karena penasaran.

" Nenek! Ini Suina nek, cucu nenek. " Jawab Suina yang hendak memeluknya, namun langsung di halanginya kakeknya.

" Eehh... Kamu bukan cucu aku. Pergi sana. " Usir kakeknya lagi.

" Kamu juga buk, kamu harus ingat. Jangan pernah membukakan pintu untuk gadis kelinci ini, dan jangan pernah bicara dengannya, paham? " Ucap kakeknya mengingatkan neneknya itu.

" Kakek iih.. " ucap Suina dengan nada manjanya.

" Pergi Sana! " Usir kakeknya lagi.

" Iya! Iya.. Suina pergi. " Jawab Suina sedih.

" Bagus, pergi sana. " Ucap kakeknya yang tidak luluh sedikit pun.

" Tapi.. Suina akan kembali lagi besok. Dan begitu seterusnya. " Ucap Suina dengan gemesnya.

" Jangan harap aku akan membukakanmu pintu. " Jawab kakeknya yang langsung masuk kedalam tidak perduli.

Suina langsung tertawa melihat kakeknya yang sangat kesal seperti itu.

" Suina di lawan, kakek lihat saja nanti. Pasti kakek akan luluh dengan Suina. " Gumam Suina percaya diri.

Kemudian dengan langkah girangnya, gadis itu pergi meninggalkan toko kakeknya.

***

Baru beberapa meter melangkah, tiba tiba perhatian Suina teralih kesalah satu gerobak bakso.

"Eh, kayaknya aku kenal deh," gumam Suina, mata berbinar sambil memperhatikan pembeli yang sedang duduk di meja menunggu pesanannya.

Sambil tersenyum, Suina mendekati gerobak bakso.

"Mang, bakso komplit satu, sama es jeruk, ya. Plus bawang goreng ekstra, dong mang." Pinta Suina dengan semangat.

Penjual bakso itu menanggapi dengan senyum ramah.

"Siap, Neng! Silakan duduk dulu, sebentar lagi jadi." Jawab pedagang itu mempersilahkan.

Suina pun duduk di meja yang sama dengan seorang pria duduk, sambil memperhatikannya.

" Haus banget dok? " tanya Suina tersenyum, karena melihat pria itu terus saja meneguk sebotol air.

Lagi lagi tidak ada respon dari pria itu, ia hanya serius meneguk air yang di pegangnya.

" Ini dia pesanannya. " ucap penjual itu sambil meletakan pesanan mereka.

" Wah.. terima kasih mang. " jawab Suina yang sudah tidak sabar ingin menikmatinya.

" Dokter datang jauh jauh kesini untuk makan bakso ya? " tanya Suina basa basi.

Pria itu hanya diam saja fokus dengan makanannya tidak memperdulikan Suina.

" Aneh banget. " batin Suina heran.

Ia pun mulai menambahkan beberapa bumbu di baksonya, untuk menemukan cita rasa yang pas untuknya.

Pria itu memperhatikan semua bumbu bumbu yang Suina masukkan.

" Dokter juga mau nambain bumbunya? " tanya Suina.

" Terlalu pedas tidak baik untuk perutmu. " jawab pria itu yang akhirnya membuka suara.

" Nggak kok, ini nggak terlalu pedas. " jawab Suina.

" Dokter sendiri tidak menambahkan bumbu apapun, memangnya kek gitu enak? " tanya Suina penasaran.

" Apa dokter mau aku bantu buat tambahin bumbunya? " lanjut Suina menawarkan.

Tanpa menjawab, pria itu langsung menyodorkan mangkok baksonya pada Suina.

Suina pun langsung tersenyum, kemudian mulai menambahkan beberapa bumbu.

Pria itu memperhatikan semua bumbu yang Suina masukkan kedalam makanannya.

"Jangan terlalu pedas," pintanya lembut.

"Tenang aja, Dok, ini versi mild kok." Suina berkata sambil sibuk mencampur bumbu.

Ia merasakan lagi, lalu mengangguk-angguk puas.

"Mmm... pas!" Lanjutnya selesai.

"Sudah siap nih, Dok. Silakan dicoba. Oh ya, enggak usah bilang terima kasih," sambung Suina sambil melempar senyum manis.

Pria itu memandang ke arahnya, sedikit terkejut.

"Udah bisa bikin enak gini, nikmatin aja cukup kok, Dok. Silakan!" Lanjut Suina kemudian mulai menyantap hidangannya dengan lahap, menunjukkan contoh.

Karena penasaran dengan rasanya, pria itu pun mulai mencicipinya.

Begitu sesendok makanan itu masuk kedalam mulutnya, kedua mata pria itu langsung melebar.

" Enak kan? " tanya Suina memastikan.

" Em! " jawab pria itu mengangguk kemudian terus memakannya.

" Aku bilang juga apa, pasti enak. " ucap Suina puas.

Keduanya pun lanjut menikmati makanan mereka masing masing.

Tidak butuh lama bagi Suina untuk menghabiskan makanannya.

"Aku udah kelar, nih." Ucap Suina sambil menepuk-nepuk perutnya.

"Loh, serius kamu udah habis? Gila cepet banget!" Ucap pria itu menatapnya dengan mata terbelalak.

"Hehe, emang aku makannya kayak kilat!" Jawab Suina tertawa renyah, kemudian berdiri dari kursinya.

"Eh, terima kasih ya dok, udah makan siang bareng dan bolehin duduk di sini. Aku cabut dulu. " Ucapnya sambil mengangkat tasnya.

" Em! " Jawab Pria itu mengangguk pelan.

" Oh ya, ngomong ngomong! Nama aku Suina. Oh iya, maaf juga ya soal yang di mini market kemarin. Hehehe." Ucap Suina teringat kejadian itu.

" Gak papa, itu udah lewat. " Jawab pria itu membalas dengan senyum ramah.

"Bye-bye!" Lanjut Suina pergi sambil melambaikan tangan tersenyum lebar dan berlalu dengan langkah ceria.

Suina pergi dengan girangnya meninggalkan pria itu yang masih terheran heran denganya.

" Mang berapa semuanya? " tanya pria itu yang hendak membayar makanannya.

" Sudah di bayar sama teman mas tadi. " jawab penjual itu.

Ia pun langsung tersenyum mendengarnya.

Sementara di toko tadi, kakeknya masih terlihat kesal dengan kedatangan Suina.

"Dasar gadis kelinci itu, benar-benar nggak bergeming pas aku suruh pergi," keluh kakek sambil mendengus kesal.

"Gadis keras kepala!" timpalnya lagi dengan tangan terlipat.

"Eh, Pah... sampai kapan sih mau keras hati terus sama mereka?" sang istri cemas, melirik suaminya dengan raut wajah heran.

"Ah, itu urusanku!" bentak kakek dengan suara keras.

"Tapi, itu cucu kita, loh. Cucu kita, Pa!" istri mencoba menjelaskan, suaranya lembut namun penuh kekesalan.

"Sudah kubilang, aku nggak punya cucu. Jangan anggap gadis kelinci itu dengan cucu," jawab kakek dengan nada tegas dan kekeh.

"Kita nggak punya anak, kok bisa-bisanya ibu bilang itu cucu kita?" kakek tetap dengan pendiriannya, menggeleng tegas.

"Ih, bapak ini, bisa nggak ngomong yang baik-baik? Ngomongnya nggak baik, nggak pantas," sang istri mengingatkan, nada suaranya mencerminkan kekecewaan yang mendalam.

" Nggak! nggak buk, berhanti membahas kelinci itu. dia bukan cucu kita. " jawabnya tidak perduli.

" Ibu sudah lupa? bagaimana anak itu menentang kita hanya demi menikahi perempuan itu? " ucapnya mengingatkan istrinya itu lagi.

" Jadi ibu harus ingat, jika gadis kelinci itu kembali lagi kesini. jangan pernah bicara ataupun berinteraksi denganya. ibu faham? " lanjutnya lagi, kemudian berlalu pergi kembali ketoko.

" Huff.. dasar keras kepala. " gumamnya heran dengan pemikiran suaminya itu.

Sementara di rumah, Suina sudah tiba sambil membawa beberapa buah yang ia beli dalam perjalanan pulang.

" Suina! " panggil ayahnya yang tiba tiba sudah duduk di ruang tamu.

" Eh ayah! kapan ayah datang? " jawab Suina yang langsung berlari kepelukan ayahnya itu.

" Sudah sejam yang lalu. " jawab sang ayah yang merindukan putri kecilnya itu.

" Lebay! " ucap bibi Yang yang sedang merapikan pakaian di ruang tengah.

" Bibi cemburu ya? " jawab Suina mengejek.

" Kamu dari mana aja? " tanya ayahnya penasaran.

" Oh! Suina tadi pergi beli buah. " jawab Suina berbohong, karena tidak ingin ayahnya itu marah. kemudian ia memberikan kode pada bibi Yan agar tidak memberi tahu kepada ayahnya kemana ia pergi tadi.

Seketika bibi Yan faham dengan maksud tatapan gadis itu.

" Iya, aku sengaja nyuruh dia buat beli buah. biar makan makanan sehat mulai sekarang. " jawab bibinya.

" Wah.. bagus dong. ayah senang dengarnya. " jawab ayahnya.

" Oh ya, ngomong ngomong. kenapa ayah datang nggak ngasih kabar dulu? " tanya Suina penasaran.

" Sengaja, ayah pengen kasih kejutan untuk putri kesayangan ayah. " jawab ayahnya.

Suina pun tersenyum senang mendengarnya.

" Ya udah, yuk makan. tadi ayah beli makanan dalam perjalanan kesini. " ajaknya.

" Suina udah makan tadi, makan bakso. jadi sekarang masih kenyang banget. " jawab Suina sambil mengelus perutnya.

" Kamu makan bakso dengan siapa? " tanya bibi Yan penasaran, karena melihat Suina tersenyum senang mencaritakannya.

" Oh, itu loh. tadi Suina nggak sengaja ketemu dengan dokter yang nggak sengaja Suina tabrak di mini market, kebetulan dia lagi di sana jadi sekalian kita makan bareng. " jawab Suina.

" Haa.. " ucap bibi Yan kaget.

Begitupun dengan ayahnya.

" Suina kebetulan ketemu dia di sana, jadi sekalian minta maaf. " jawab Suina.

" Suina! ada satu hal yang harus kamu tau. " ucap bibi Yan yang sangat antusias.

" Apa itu bibi Yan? " tanya Suina penasaran.

" Kalau pertemuan sudah beberapa kali, itu bukan kebetulan Suina. " jawab bibi Yan.

" Tapi takdir! " lanjutnya lagi heboh.

" Jangan ngomong yang aneh aneh, Yan! " ucap ayahnya memotong.

" Iih abang! Suina sudah dewasa. jadi sudah sepatutnya bertemu dengan jodohnya, abang nggak usah cemas seperti itu dong. " jawab bibi Yan.

" Aku bukannya cemas pada gadis ini, tapi pada pria itu. " jawabnya.

" Iih ayah! " ucap Suina kesal.

Bibi Yan pun langsung tertawa mendengarnya.

" Ngomong ngomong, gimana di sini? kamu betah? " tanya ayahnya penasaran.

" Betah dong, di sini nyaman dan juga dekat dengan tempat perbelanjaan. " jawab Suina.

" Syukur deh kalau kamu betah, ayah sempat cemas saat kamu memutuskan untuk pindah kekota ini dan mulai hidup mandiri. " ucap ayahnya lega.

" Ayah tenang aja, Suina betah kok di sini. jadi ayah nggan perlu khawatir, lagian ada bibi Yan juga yang nemenin Suina. " jawab Suina.

" Ayah doain semoga apa yang kamu cita citakan terwujud, dan itu baik untuk kamu. " ucap ayahnya.

" Amiiinn... terima kasih ya ayah, karena selalu mendukung keputusan Suina. " jawab Suina senang.

" Iya sayang, tapi ingat. kamu harus jaga diri, jangan sembarangan kenal dengan pria asing. ayah cuma cemas dengan pria itu yang tidak akan tahan dengan sifat kanak kanakmu itu. " ucap ayahnya mengejek lagi.

" Iih ayah! Suina udah dewasa tau. " jawab Suina sambil memanyunkan bibirnya.

Sementara bibi yang terus terawa mendengar perdebatan ayah dan anak itu.

###NEXT###

Bab 3

*******

Di rumah sakit, pria itu baru selesai dengan kegiatan operasinya.

Begitu ia keluar dari ruang operasi, para suster yang melihatnya mulai berbisik bisik karena terpesona dengan ketampanan dokter muda itu.

" Dia benar benar sangat tampan. " ucap mereka yang mulai bergosip.

" Sudah tampan, muda, pintar plus masih lajang. aku benar benar ingin menjadi pasiennya biar bisa di rawat oleh dokter tampan itu. " ucap mereka sambil terkekeh membayangkan.

" Benar banget, yang akan menjadi istrinya. pasti beruntung banget. " lanjut mereka.

" Ehem! ehem! sepertinya kalian punya waktu luang ya? sampai bergosip seperti itu? " tanya suster senior yang langsung menghampiri mereka.

" Maaf sus Mia. " jawab mereka kemudian langsung melanjutkan pekerjaan masing masing.

" Huuff.. dasar gadis gadis. " gumam suster Mia heran.

" Sus Mia! " panggil seseorang tiba tiba.

" Iya! " jawabnya yang langsung menoleh.

" Eh dokter Edo, ada yang bisa saya bantu dok? " tanya sus Mia.

" Bisa ikut saja sebentar, kita periksa pasien di unit UGD. " pinta Edo.

" Baik dok. " jawab sus Mia.

Keduanya pun langsung menuju unit UGD di lantai satu rumah sakit.

Jam makan siang pun tiba, beberapa dokter dan juga suster sedang duduk di kanting rumah sakit sambil mengobrol.

Edo duduk di salah satu meja sambil sibuk dengan IPADnya.

Tiba tiba seorang gadis dengan berpenampilan seksi datang menghampirinya.

Gadis itu duduk di meja yang sama dengan Edo.

" Dokter Edo! " sapa gadis itu dengan centilnya.

Edo hanya mengangguk singkat, kemudian  lanjut sibuk dengan IPADnya.

Sementara para dokter dan suster yang ada di meja sebelah, terlihat mulai berbisik bisik karena penasaran siapa gadis yang tengah duduk dengan Edo.

" Dok, tadi pas lewat rumah sakit, ibu saya pingsan tepat di depan gerbang. Makasih banyak ya, Dok. Kalau bukan karena tangan dingin Dokter Edo, mungkin kondisi ibu bisa tambah buruk, " ucap gadis itu, suaranya bergetar penuh haru.

" Itu sudah kewajiban saya sebagai dokter membantu, Mbak," balas Dokter Edo, sambil tersenyum ramah.

Dari kejauhan, beberapa suster dan dokter lainnya mulai berbisik-bisik.

" Itu siapa, sih? Kayaknya dia lagi deket-deketin Dokter Edo deh!" Tanya sus Mia penasaran.

"Ah, biarin aja. Dokter Edo kan profesional, nggak mungkin lah tergoda," timpal dokter Iyan dengan nada yakin.

"Serius, Dok? Nggak mungkin kan?" tanya suster Mia lagi dengan rasa ingin tahu.

"Kita lihat aja nanti," jawab dokter Iyan, masih dengan nada penuh keyakinan.

Mata mereka tak lepas dari interaksi gadis itu dengan Dokter Edo. Sambil melirik, gadis itu semakin berani mencoba dekat dengan Edo.

"Eh, Dok, kebetulan nanti malam Dokter Edo ada waktu nggak? Kalau dokter punya waktu luang, saya ingin mengajak dokter makan malam bersama, sebagai tanda terima kasih karena sudah menolong ibu saya. " Tanya gadis itu sambil tersenyum manis mencoba mencari celah di hati Edo.

Tiba tiba ponsel Edo berdering dan langsung memotong ucapan gadis itu.

" Maaf! Saya harus pergi sekarang, ada panggilan darurat. " ucap Edo sambil cepat-cepat menutup iPadnya dan bersiap untuk pergi.

Tidak sempat mendengar jawaban atas pertanyaan, gadis itu hanya bisa termenung.

Dokter lain di ruangan itu tersenyum penuh kemenangan.

"Nah, kan! Udah saya bilang, Dr. Edo itu gak mungkin gampang tergoda." Ucap dokter Iyan puas.

Mereka pun langsung beranjak dari tempat duduk, kemudian mengikuti Edo dari belakang.

"Eh, panggilan darurat ya, Dok?" tanya salah satu temannya dengan nada penasaran.

"Em, aku harus cek sampel di LAB sekarang. " jawab Edo, mencoba terlihat sibuk.

"Hah? Saya barusan dari LAB, loh. Nggak ada sampel yang harus diperiksa siang ini dok." ucap Sus Mia dengan ekspresi bingung.

Edo tampak kaget, tapi berusaha bersikap santai.

" Apa iya ada? Atau mungkin saya salah denger tadi." Gumam sus Mia heran.

"Lho, tapi nada dering tadi apaan dong?" desak Iyan penasaran.

"Jangan-jangan itu alarm jam aja, hahaha!" tebak Sus Mia, mencoba menebak.

Keduanya pun langsung tertawa.

" Dasar! dokter jantung tapi nggak punya hati," celetuk teman-temannya mengejek, sembari tertawa.

Namun Edo hanya tertawa mendengarnya, karena memang hanya alarm ponselnya yang berbunyi. untuk menghindari gadis itu.

Sore menjelang, Edo tiba di rumah. pria itu tampak sangat kelelahan karena pekerjaanya di rumah sakit sangat padat.

Ia memarkirkan mobilnya kemudian masuk kedalam.

" Huuff.. " gumam Edo yang langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah.

Tidak berselang lama, pria itu langsung terlelap kedalam mimpinya.

Ketika hari mulai beranjak gelap, Edo terbangun dengan dering ponselnya.

Dengan cepat ia bangkit kemudian melihat siapa yang menelpon.

"Iya, buk," Edo menjawab sambil langsung mengangkat telepon.

"Lagi di mana, Do?" suara ibunya terdengar khawatir dari seberang.

" Edo di rumah, bu." Jawab Edo.

"Besok kamu ada waktu nggak, Do?" tanya ibunya lagi, suaranya sedikit berharap.

Edo menghela nafas sebelum menjawab.

"Besok? Kayaknya nggak, deh, bu. Edo ada jadwal operasi" jawab Edo.

Sesaat, hening sejenak.

"Ayahmu ingin kamu datang ke rumah, Do," ucap ibunya, suaranya terdengar lembut namun serius.

Edo hanya bisa menggigit bibir bawahnya, berat untuk menjawab.

Ia pun diam sejenak begitu mendengar penuturan ibunya itu. karena ia tau persis, jika ayahnya ingin membahas sesuatu lagi setiap kali memintanya datang.

" Baik buk, Edo akan usahakan datang. " jawab Edo.

" Ya udah sayang, ibu tunggu ya. kita makan siang di rumah besok. " ucap ibunya.

" Iya buk. " jawab Edo.

Ibunya pun langsung menutup panggilannya, begitu mendapatkan jawaban yang ayahnya mau.

Edo langsung terlihat murung, membayangkan apa yang akan ayahnya minta padanya kali ini.

" Huufff.... " gumam Edo menghela nafas panjang, sambil menyadarkan kepalanya kebelang.

Edo merupakan dokter lulusan luar negeri, setelah menyelesaikan sekolahnya. ia di minta pulang oleh sang ayah dan bekerja di indonesia.

Sejak kecil kehidupannya sudah di tentukan sang ayah, sehingga ketika ia tumbuh dewasa. Edo merasa seperti tidak punya ruang untuk menikmati dan melakukan keinginannya sendiri.

Demi mempunyai waktu sendiri dan hidup tenang tanpa tekanan, Edo memilih pindah dan membeli rumah sendiri, agar bisa hidup dan menikmati waktunya dengan tenang.

Namun semua itu, masih belum membuat ayahnya mengerti.

Kehidupan Edo masih saja di atur oleh sang ayah, walaupun ia sudah beberapa kali mengatakan. ingin menentukan kehidupannya sendiri.

Namun bukannya mendapat persetujuan, justru sang ayah malah menentangnya dengan penuh amarah.

Hujan mulai membasahi pepohonan yang ada, udara malam semakin dingin. Edo duduk di teras rumahnya sambil memandangi langit yang terlihat gelap.

Tatapan kosong terlihat dari mata pria itu, seolah olah semua impiannya telah terbang pergi bersama embun yang jatuh di pagi hari.

Ketika sedang asyik melamun, tiba tiba Edo mendengar ada suara kucing dari depan pagar rumahnya.

Namun pria itu tidak menghiraukannya, ia malah semakin tenggelam dalam lamunannya.

***

Pagi menjelang, di rumah Suina. bibi Yan tengah menyiapkan sarapan pagi.

"Abang, mau jus buat nambah tenaga extra nggak nih?" tawar bibi Yan sembari membawa dua gelas jus ke meja makan.

" Boleh, lagi butuh tenaga tambahan buat ngejar beberapa pekerjaan nih," jawab Abangnya yang tengah asyik dengan laptopnya.

"Eh, Suina di mana? Kok belum kelihatan juga? " tanyanya, mengalihkan sejenak pandangan dari layar.

"Oh, dia lagi di kamarnya, mungkin lagi ngerjain pekerjaannya yang belum selesai. " jawab Bibi Yan sambil menyeka meja.

Tak lama kemudian, Suina yang mendengar suara ayahnya, keluar dari kamar dengan langkah gembira.

"Ayah, hati-hati di jalan ya!" serunya sambil memeluk sang ayah dengan erat.

"Iya, Nak. Kamu juga harus hati-hati di rumah, ya. Jangan nakal dan dengarkan Bibi," ujar Ayah sambil mengusap kepala Suina dengan lembut.

"Tentu, Ayah! Suina janji akan ingat semua pesan Ayah," jawab Suina mantap.

"Yan, tolong jaga putri kecilku ini," pesan Ayah kepada adik perempuannya itu, memberikan senyuman yang berat.

"Tenang saja, bang. Aku udah kayak ibu kedua buat dia, ngerti banget gimana caranya menangani 'si nakal' ini," sahut Bibi Yan sambil tertawa kecil mencubit gemas pipi chubby gadis itu.

" Ya udah deh, sebaiknya abang berangkat sekarang. Nanti ketinggalan pesawat," lanjut Bibi Yan sambil mengantarkan sang kakak ke pintu.

"Ya udah, ayah berangkat sekarang. Jaga diri kalian ya!" seru Ayah sebelum melangkah masuk ke dalam taksi.

"By Ayah!" teriak Suina sambil melambaikan tangan ke arah taksi yang mulai menjauh.

Setelah kepergian sang ayah, Suina pun kembali kedalam kamarnya untuk melanjutkan pekerjaanya.

Namun ia melihat sebuah amplop berada di atas meja kerjanya.

" Sepertinya dari ayah. " gumam Suina, karena penasaran ia pun langsung membukanya.

Senyum lebar langsung terukir di bibir Suina begitu melihat isi amplop itu, ternyata ayahnya meninggalkan uang saku sebelum ia pergi.

" Ternyata aku masih gadis kecil di mata ayah. " gumam Suina tertawa.

Walaupun sudah cukup umur untuk berumah tangga, namun ayahnya masih menganggap Suina putri kecilnya.

Karena melihat tingkah gadis itu yang masih seperti anak anak, jauh dengan usianya.

***

Keesokan harinya, ketika sedang sibuk dengan pekerjaanya di meja kerja.

Ponsel Edo berdering, dengan cepat pria itu mengangkatnya.

" Em! " jawab Edo sambil terus menatap layar ponselnya.

" Aku ganggu nggak? " tanya pria itu dari sembarangan.

" Em! " jawab Edo singkat.

" Sudah berminggu minggu kita nggak ketemu, rasanya sekarang aku seperti orang asing bagimu, dok. " ucap sepupunya itu heran.

Namun Edo hanya tertawa mendengarnya.

" Kenapa Rey? memangnya kamu tidak sibuk? " tanya Edo heran.

" Sibuk, tapi aku nggak sesibuk dokter satu ini. " jawab Rey.

" Ada apa? katakan cepat. " tanya Edo yang merasa terusik dalam pekerjaanya.

" Nggak ada apa apa, aku nelpon kamu hanya untuk memberi tahu tentang calon ipar perempuanku. " jawab Rey.

" Memangnya kamu sudah ketemu orangnya? " tanya Edo.

" Udah, orangnya cukup cantik. " jawab Rey.

" Oh! " ucap Edo singkat.

" Kayaknya cewek karir gitu, penampilannya benar benar elegan. nggak kayak cewek cewek biasa. " lanjutnya lagi memuji.

" Nta kalau kamu nggak bisa mengatasinya, tanya aku aja. kamu tau kan aku bisa di andalkan kan? " ucapnya tertawa.

" Em! " jawab Edo singkat.

" Em apanya? " tanya Rey bingung.

" Aku dengar kamu bakal ketemu dia, ya?" tanya Rey, penasaran.

"Em," jawab Edo singkat.

"Kapan?" Tanya Rey lagi .

"Besok, kenapa? Mau ikut?" Tawar Edo.

"Ah, nggak usah deh. Nanti dia malah salfok ke aku, bukannya sama kamu." Jawab Rey terkekeh.

" Lagian bibi Nia juga pasti nggak bakalan izin aku, takut aku rebut calon menantunya." Lanjut Rey tertawa.

"Itu aja kan, Rey?" tanya Edo seolah-olah sudah tahu.

"Hahaha, tapi jangan lupa undang aku ke pernikahan kalian, ya!" Ucap Rey mengejek .

"Dasar! Udah sana, aku lagi sibuk nih," keluh Edo sebelum akhirnya mematikan panggilannya, meninggalkan Rey yang masih tertawa di ujung sana.

Rey terus saja tertawa, karena berhasil membuat sepupunya itu kesal.

Edo memang sudah lama mengetahui jika akan di jodohkan, namun pria itu tidak ingin mengambil pusing. karena merasa itu bukan hal yang penting baginya.

Ayahnyalah yang kekeh menjodohkan ia dengan anak dari teman rekan kerjanya, walaupun Edo sudah beberapa kali bertemu dengan gadis itu. Tetap saja ia tidak ada ketertarikan sama sekali.

***

Di sebuah kampus, gadis yang akan di jodohkan dengan Edo. tengah sibuk dengan pekerjaanya.

Ia merupakan seorang dosen di fakultas bisnis dan juga pebisnis sukses.

" Prof Cindi! " panggil salah satu rekan kerjanya yang menghampirinya.

" Iya! " jawabnya sambil tersenyum ramah.

" Saya bawakan beberapa oleh oleh untuk prof, kebetulah dua hari yang lalu saya pulang kekampung. tapi maaf kalau bukan sesuatu yang mewah. " ucap rekan kerjanya itu.

" Nggak apa apa kok, justru saya paling suka oleh oleh dari kampung. Apalagi jajan seperti ini, jarang banget di jual di sini. " jawab Cindi yang memang tidak pernah mempermasalahkan apapun yang di berikan teman temanya, walaupun itu hal yang sederhana.

Karena ia selalu ramah dengan siapa saja, itu sebabnya rekan kerjanya sangat senang berteman dengannya. Karena Cindi tidak sombong, walaupun berasal dari keluarga terpandang.

Di kediaman Suina, gadis itu tengah sibuk dengan pekerjaanya.

Sebagai desain grafis, Suina memang sering menghabiskan waktu bekerjanya di rumah.

Gadis itu tampak terlihat sangat serius dengan komputernya.

Tiba tiba perhatiannya teralih, karena mendengar ada seseoang yang memanggilnya dari pagar depan.

Dengan cepat Suina keluar barlari menuju pagar depan.

"RIRI!" teriak Suina gembira, seraya berlari menyongsong sahabatnya yang tiba-tiba muncul di depan pagar rumahnya.

" Kamu kok tiba-tiba dateng? Mana nggak kasi kabar dulu!" Tanya Suina heran.

"Hehe, sengaja nih, biar kejutan!" balas Riri dengan senyum lebar.

Kedua gadis itu langsung berpelukan erat, melepaskan rasa rindu.

" Aku kangen banget, tau nggak sih?" ucap Suina, dengan matanya berbinar-binar.

"Nah, makanya aku bawa ini nih, makanan favorit Kamu!" Jawab Riri mengeluarkan kotak makanan dari tasnya, membuat mata Suina semakin berkilau.

"Ah, kamu emang the best deh! Yuk masuk, kita ngobrol sambil makan!" ajak Suina, sambil menggandeng tangan Riri memasuki rumah.

"Eh, bibi Yan ada nggak di rumah?" tanya Riri penasaran.

"Iya, ada di dalam. Paling lagi siapin makan siang." jawab Suina sembari membawa Riri masuk ke dalam untuk melepas kerinduan yang telah lama terpendam.

Setelah sampai di dalam, Riri langsung melihat bibi Yan yang sedang menyiapkan makan siang di meja makan.

" Selamat siang Bibi Yan?!" seru Riri sambil mendekati wanita paruh baya itu dengan ekspresi penuh kejutan.

"Wah, Riri! Kamu kapan datang?" Ucap Bibi Yan memeluknya erat, mata berbinar tak percaya.

"Baru saja, Bibi," jawab Riri sembari melepaskan pelukan.

"Bikin kaget aja kamu, yuk ah kita makan, Bibi udah siapin makanan kesukaan kamu dan Suina," ajak Bibi Yan, tersenyum lebar.

"Iya, iya, tapi izinkan Riri taruh koper dulu ya," sahut Riri, gembira namun kelihatan lelah.

"Tenang aja, Suina akan bantu Riri bawakan kopernya. Yuk ke kamar," ucap Suina yang langsung membawa kopernya naik keatas.

"Yuk," ucap Riri, mereka pun berjalan bersama menuju kamar, sembari tertawa kecil mengingat kejutan yang baru saja terjadi.

Setelah selesai makan siang, Suina pun lanjut mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai.

Sementara Riri lanjut menatap beberapa baju bajunya di lemari, karena ia akan tinggal beberapa hari di tempat Suina.

Tiba tiba Suina teringat dengan sesuatu.

Dengan cepat gadis itu mematikan komputernya, kemudian segera bersiap siap.

"Eh! Eh! Eh! Mau cabut ke mana?" tanya Riri dengan nada heran yang tinggi.

"Keluar bentar, Rir," jawab Suina sembari tergesa-gesa mengambil tas dan jaketnya.

"Suina! Suina!" Riri berteriak dari belakang, semakin bingung melihat tingkah temannya itu.

" Kamu mau ke mana? Kok buru-buru banget sih?!" Tanya Riri penasaran.

"Ada yang penting, nanti aku cerita!" sahut Suina sambil terus melaju menuju pintu.

Riri hanya bisa menggumam penasaran, bertanya-tanya kemana temannya itu akan pergi.

Sementara itu, Suina terus menyusuri jalanan menuju toko sembako milik kake dan neneknya.

Sesampainya di sana, ia melihat hanya neneknya yang sedang berada di toko.

Dengan cepat Suina masuk kedalam menemui neneknya.

" Nenek! " ucap Suina sambil tersenyum manis.

Neneknya itu langsung kaget melihat kedatangan Suina, sambil melihat lihat sekitarnya.

" Nenek jangan khawatir, kakek belum datang kok. " ucap Suina.

" Kamu ngapain kesini lagi? nanti kalau ketahuan kakek. kamu bisa di usir lagi. " tanya neneknya cemas.

" Pulanglah. " lanjut neneknya lagi.

" Suina datang kesini, karena ingin melihat nenek. " jawab Suina.

" Nggak apa apa, kalau kakek tidak ingin melihat Suina datang. tapi Suina tau, nenek pasti nggak akan marah kan kalau Suina datang? " lanjut Suina tersenyum manis.

Nenenya itu pun langsung tersentuh mendengarnya.

Walaupun dulu ia pernah marah pada putranya, namun setelah melihat Suina sang cucu yang tumbuh menjadi gadis cantik. neneknya itu langsung luluh seketika.

" Suina datang kesini, karena ingin memberi tahu nenek dan kakek. kalau sekarang Suina sudah bekerja dan tinggal di kota ini.  jadi kapan saja, Suina bisa datang kesini untuk melihat kalian. " ucap Suina.

" Nenek senang kan? kalau Suina sering datang kesini? " tanya Suina.

Neneknya langsung tersenyum sambil mengangguk mendengarnya.

" Suina bawain ini buat nenek. " ucap Suina sambil meletakan satu buah keranjang besar buah buahan yang ia beli.

" Sama ini juga, susu kedelai murni karena baik untuk kesehatan kakek dan nenek. " lanjutnya lagi sambil mengeluarkan semuanya.

" Udah! udah! kamu cepat pulang sekarang, takut tiba tiba kakekmu datang. " ucap neneknya cemas.

" Ya udah deh, tapi Suina akan datang lagi besok. " jawab Suina.

" Terima kasih ya nek, Suina senang banget. karena bisa ngobrol sama nenek walaupun hanya sebentar. " lanjutnya lagi.

Neneknya itu benar benar sangat terharu mendengarnya.

" Suina pamit dulu, salam buat kakek.  ya walaupun kakek pasti tidak akan menerima salam dari Suina. tapi Suina yakin, suatu saat nanti. pasti kakek akan luluh, karena Suina tidak akan menyerah begitu saja untuk meluluhkan hati kakek. " ucap Suina.

Dengan cepat gadis itu keluar, sambil melambaikan tanganya.

Ia benar benar merasa sangat senang hari ini.

Dalam perjalanan pulang, tidak henti hentinya. Suina bersenandung kecil, sambil sesekali mampir ketaman yang ia lewati.

###NEXT###

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!