“Kaito, bangunkan Imotou (adik perempuan dalam bahasa jepang), kita bisa terlambat untuk berangkat” perintah Yamamoto– pria berusia 16 tahun yang memiliki 2 orang adik bernama Kaito– pria berusia 15 tahun, dan Akari– gadis berusia 13 tahun.
Mereka anak yatim piatu, Ibu mereka harus meninggal setelah melakukan penyegelan kekuatan di tubuh adik mereka– Akari ketika baru lahir, dan ayah mereka Tsukikage ke-4.
Dan mereka sekarang tinggal di kediaman Suyhifang, rumah kakek dan nenek mereka yang sudah lama meninggal.
Sesampainya di kamar Akari...
“Imotou, oi.. okite!” panggil Kaito sambil mengetuk pintu kamar Akari berkali-kali, “Aku sudah bangun Niisan, apa yang sedang kamu lakukan di luar kamarku?” tanya sebuah suara dari belakang Kaito. Itu Akari, “Nantemo nantemo, nantemo.. kamu mengejutkanku seperti itu” jawab Kaito dengan nada kesal yang lucu.
“Seharusnya aku yang mengatakan itu, Yara” balas Akari sambil menyebutkan nama perempuan yang dekat denganya, lalu masuk ke kamarnya begitu tenang.
“Lihat saja pembalasanku” pikir Kaito kesal, “Oi, membalaskan apa?” tanya Akari dari dalam kamarnya, “Nani?, aku sungguh lupa dengan itu” pikirnya lagi lalu turun.
Bau masakan tercium, “Hmm, Niisan memasak apa?” tanya Kaito menghampiri kakaknya itu yang sedang memasak, “Chāhan” jawab Yamamoto.
“Baunya harum, ada yang sedang memasak enak?” tanya sebuah suara dari tangga, itu Akari, “Sudah siap.. sebentar lagi Gyuro-sensei akan datang menjemput” jawab Yamamoto sambil menyajikan masakannya, “Ayo makan” ajak Yamamoto, “HAI” jawab kedua adiknya serentak.
”Dōzo omeshiagarikudasai” seru mereka senang, “Akari, kamu baru saja selesai dari Akademi minggu lalu.. dan pastinya kalian sudah dibagikan kelompok, siapa saja anggotamu?” tanya Kaito sambil melahap makanannya dengan sigap.
“Itu sama saja seperti dulu, teman-temanku saja yang teracak anggotanya.. kelompokku tetap dengan nama kelompok 5, dan anggotanya ada 3. Aku, Asato, dan Daisuke” jawab Akari menjelaskan panjang lebar.
“Tapi Daisuke kan baru–”, “Tidak perlu di sebutkan.. aku sudah tahu” jawab Akari sambil berdiri, ia membereskan piring makannya lalu meletakkannya di Shinku. Akari berjalan menuju kamarnya untuk beres-beres barangnya.
Sementara kedua kakaknya...
“Dia semakin dingin sejak Otoosan gugur di perang 8 tahun lalu.. dia dingin apalagi setelah dia tahu kalau Okaasan meninggal karenanya, dia jadi lebih dingin dan tidak memperdulikan siapapun” tukas Yamamoto khawatir dengan sikap Akari.
“Benar.. aku sudah bingung untuk membuatnya berubah” balas Kaito setuju.
Setelah itu...
“Hoi, Akari-chan” panggil seorang gadis dari luar rumah mereka, “Misae-chan, sebentar.. Imotou ayo” panggil Yamamoto sambil menggunakan Kutsu yang biasa ia gunakan.
“Hai.. Misae-chan, dan.. Asato sialan” wajah Akari berubah ketika melihat Asato berada dibelakang Akari, “Hoi, jangan pernah memanggilku sialan dasar Kuntilanak” jawab Asato dengan nada kesal.
“Hoi, biarpun aku mempunyai rambut panjang hitam sepanjang lutut itu masih mending di banding rambut milikmu yang berwarna putih seperti sudah ubanan saja” balas Akari, wajah mereka begitu dekat.
Dan, pertengkaran dimulai...
“Disaat seperti ini kita memerlukan Gyuro-sensei untuk menenangkan mereka yang bertinju ini” gumam Kaito disamping Misae sambil tepuk jidat, “Yosh.. aku setuju dengan pendapatmu sensei” Misae ikut tepuk jidat. Misae adalah sahabat Akari dari kecil, dia pengguna Elemen Tumbuhan, Asato adalah sahabat Akari yang tidak pernah akur. Ibaratkan seperti Anjing dan Kucing, “Oioioi, sudahlah.. jangan bersikap seperti ini” Daisuke– sahabat Akari yang jenius, datang memisahkan mereka.
“Fiuhh.. arigatou Daisuke, kalau tidak kita tidak akan berangkat karena mereka” kata Yamamoto sambil merangkul Daisuke.
“Sudahlah, kalian harus berdamai” saran Daisuke tersenyum dengan tingkah kedua sahabatnya itu, “HMM” mereka memasang wajah seperti anak kecil.
Dan mereka berangkat...
“Akari-chan” panggil Azumi– adik sepupu Daisuke, ia menghampiri Akari lalu memeluknya, “A-azumi-sama, tolong pelukanmu” Azumi melepaskannya, “Akari-chan.. aku sudah 50 kali berkata pada mu jangan panggil aku dengan sebutan Sama itu” Azumi menasihatinya dengan wajah kesal yang tidak biasa.
”Yo, Akari” panggil seseorang. Itu Tsuzori Anata — anak laki-laki berusia 13 tahun setara Akari, dia wakil ketua kelas mereka dulu ketika di Akademi.
“Tsuzori-kun, tumben sekali kamu datang cepat pagi- pagi begini?” tanya Akari ketika melihat Tsuzori.
“Aku berlomba dengan Asato-kun, itulah kenapa aku pertama sampai, yo Asato-kun.. aku menang. Ini kemenanganku yang ke 41, dan kau masih 40” jawab Tsuzori sambil berseru pada Asato yang tidak jauh di belakang Akari.
“Astaga, orang sepertimu dikalahkan oleh orang dengan badan lebih kecil. Memalukan sekali bukan” ledek Akari berlalu, lalu naik kapal berpenumpang yang akan mereka gunakan untuk berangkat.
“NANI?!, KUNTILANAK KEPANG SATU TIDAK PERLU BANYAK BICARA” teriak Asato pada Akari ketika mendengar ucapan Akari.
“ANAK MUDA YANG SUDAH PUNYA UBAN TIDAK PERLU SOMBONG!!” teriak Akari membalas teriakan itu.
“Hei, sudahlah dia temanmu..” jawab seseorang dari dalam tubuhnya, “Cihh.. kau selalu membelanya, Akira” balas Akari bergumam pelan.
“Kau terlalu dingin” Akira masih menjawab dari dalam tubuhnya, “Sudah kalian tidak boleh ribut hanya karena anak itu” jawab Yamara— Singa Putih ekor 10 yang bersemayam di dalam tubuh Akari sejak lahir, sambil menyudahi perdebatan itu.
“Baiklah, aku mengalah” gumam Akari pelan.
Kapal itu berangkat, “Ahk, aku sungguh bingung kartuku tidak ada yang berguna” seru Asato malas sambil menidurkan tubuhnya, “Ayolah, ini masih panjang.. jangan menyerah!!” balas Tsuzori sambil menyemangati Asato.
“Gunakan ini” balas Akari yang sedang berjalan melewati kumpulan anak laki-laki itu lalu memberitahu Asato, “Aku mengira kartuku tidak ada ternyata masih ada” kata Asato bergembira mendapat bocoran.
“Kalau sudah begini aku menyerah.. kartuku sudah tidak berguna” jawab Daisuke terkekeh, Tsuzori ikut menyerah.
“Wahh.. tidak kusangka Akari pandai bermain kartu” Tsuzori memuji Akari yang sedang menggambar dengan suara seperti ingin membuat gosip.
“Ya, dia juga pandai bermain Catur. Di Akademi dulu dia juga terkenal pintar dan berprestasi. Nilai tes ujian tulisan saja selalu bagus. Aku iri dengan otaknya” kata Asato membenarkan fakta tentang Akari.
“Dia juga mahir menggunakan Pedang” tambah Daisuke sambil mengambil sesuatu dari tasnya.
“Luka di wajahnya itu akibat apa?. Aku tidak pernah tahu” tanya Tsuzori penuh penasaran ketika melihat luka berbentuk 'X' di pipi kanan Akari, “Itu akibat luka senjata pedang kutukan saat perang pertama, itu luka permanen dan tidak bisa hilang” jawab Asato menunduk.
Ia mengingat- ingat masa lalunya yang penuh dengan bayangan- bayangan mengerikan yang suram, “Andai saja aku bisa menyelamatkan Surinato dari penculikan, kamu pasti tidak akan mendapat luka permanen itu” batin Asato menatap Akari yang sedang menggambar.
“Sudahlah, Asato-kun.. Akari pasti bisa menerima apapun, lihat saja dia selalu tersenyum” jawab seorang gadis. Itu Tsukinara— gadis berusia 16 tahun yang mendapat pangkat Dewa 1.
Tsukinara adalah anggota tim 10, yang berisi remaja berusia 16 tahun keatas.
“Tsukinara-nee-chan, aku tidak yakin dengan apa yang Nee-chan katakan” balas Asato menundukkan kepalanya.
“Apa yang membuatmu tidak yakin?” tanya Tsukinara sambil duduk di depan Asato dengan kedua kakinya sebagai tumpuan, “Misae..” jawab Asato sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
“Kamu masih menyimpan copyannya ya, punyaku aku tempel dibuku” seru Daisuke sambil mengeluarkan buku tulisnya.
Itu foto mereka saat lulus Akademi, ada Akari yang sengaja mereka letakkan di tengah, Misae di samping kanan Akari sambil merangkulnya. Di samping kiri Akari ada Azumi berpose dua jari. Asato duduk di bawah Akari yang berdiri begitu juga dengan Daisuke. Kedua kakak Akari, dan masih ada 20 orang lagi di foto itu.
“Momen lucu ketika aku digendong Hideyoshi, saat itu aku meminta dengan paksa” tambah Tsuzori mengingat momen lucunya dengan Hideyoshi— laki-laki yang berusia 1 tahun lebih tua dari mereka.
“ASATO-KUN” teriak para gadis sambil berhamburan memeluk dirinya. Asato terkenal di Akademi karena wajah tampan dengan rambut putih dan mata kuning emas yang indah, “H-hei, tolong.. astaga siapa yang memberitahu kalian?” tanya Asato kebingungan dengan gerombolan para gadis, “Akari-chan memberitahu kami, kalau Asato-kun ada disini” jawab seorang gadis bernama Kirana Reomato— keluarga utama dari klan Reomato.
“Akari, ya?” gumam Asato sambil mengeram kedua tangannya. Ia selalu mengomeli Akari yang dingin dan jahil. Kalaupun Akari diomeli oleh sahabatnya itu, gadis itu hanya akan diam dan tidak mengacuhkannya.
“Akari Suyhifang” panggil Asato dengan nada lembut penuh amarah, “Nani? ada apa?” tanya Akari muncul dari sebuah ruangan. Akari bingung ketika melihat gerombolan gadis di belakang Asato.
Ia masih ingat barusan ia memberitahu keberadaann Asato tadi, dan wajahnya tampak khawatir bukan main, “Apa yang sudah kau katakan pada gerombolan ini?” tanya Asato dengan wajah kejam sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Akari sambil memegang kera baju Akari.
“Asato-kun tidak perlu memarahi Akari-san. Kami mendapat misi gabungan dari Kaito-nii-chan dan Yamamoto-nii-chan.. mengenai wawancara Akari-san dan Asato-kun” jawab Kirana menenangkan Asato yang marah.
Mendengar nama kedua kakak laki-laki yang tidak asing bagi mereka wajah mereka berubah, “EHH?!!” jawab mereka terkejut.
Akari dan Asato menatap Kaito dan Yamamoto yang kebetulan lewat.
“NIISAN!!” panggil mereka berdua serentak dengan nada senang yang seram, “Ya?, ada ap—” wajah Yamamoto dan Kaito berubah menjadi takut ketika melihat wajah Asato dan Akari yang seram terutama ketika melihat Akari marah dengan rambutnya yang terbang, “Nani?!” Asato menggenggam kera baju Kaito, dan Akari menggenggam kera baju Yamamoto.
“ANATA WA KARERA NI NAN TO IIMASHITA KA?!!” tanya Asato dan Akari serentak sambil menunjuk ke gerombolan para gadis yang terdiri dari 9 orang itu.
“I-imotou tenanglah” jawab Yamamoto terkekeh dengan perasaan gugup. Yamamoto dan Kaito semakin khawatir ketika kedua adik itu menjatuhkan mereka dalam keadaan masih mengeram kera baju mereka dengan erat layaknya preman.
“I-itu hanya misi biasa yang kami berikan pada mereka tadi saat di ruang rapat misi” tambah Kaito. Akari dan Asato melepas genggaman kuat itu.
“Nantemo nantemo misi yang kalian berikan selalu melibatkan aku dan si bodoh ini” balas Akari sambil bangkit berdiri dan memasukkan kedua tangannya kedalam kantung jaket yang ia gunakan.
Ia membuat ekspresi marah seperti bos, “Oi, kau lebih bodoh dan satu lagi.. panggil aku Asato!!” jawab Asato dengan ekspresi marah pada Akari, “Aku tidak akan memanggilmu dengan panggilan Asato itu. Lebih baik memanggilmu si besar mulut” jawab Akari menatap Asato dengan wajah marah yang tidak kalah, dan mulai lagi.
“Sudahlah teman-teman.. kita sebentar lagi akan sampai di Midogakure. Lebih baik persiapkan diri kalian agar bisa mengalahkan anak-anak yang ikut ujian nanti” tukas Daisuke— sahabat mereka sambil memisahkan mereka sambil terkekeh.
“Huh, kalau bukan karena Daisuke menyuruh untuk berdamai itu tidak akan mungkin terjadi” gumam Akari pelan.
“Sudahlah, Akari.. gomenasai” jawab Asato mengulurkan tanganya pada Akari sebagai tanda perdamian mereka.
“Hai, gomenasai” jawab Akari tersenyum sambil menjabat Asato. Mereka berdamai. Suara lonceng kapal menandakan mereka sudah sampai.
Mereka mengambil barang masing-masing lalu berjalan mengikuti kapten mereka masing-masing. Akari, Asato, dan Daisuke berjalan di belakang Akito— pria jenius yang tampan berusia 25 tahun.
Setelah sampai di penginapan...
“Baiklah, kalian satu kamar dengan tim kalian” seru Gyuro pada mereka, “HAI!” jawab mereka serentak.
Setelah itu...
“Akari, kudengar kau sudah pandai meniru gerakan dan jurus yang digunakan oleh lawanmu, ya?” tanya Daisuke, “Begitulah, tapi aku masih dalam tahap pelatihan” jawab Akari, “Tapi itu keren, ujian nanti kuharap kau bisa mengalahkan musuh pertamamu yang bernama Shinji Fujisawa” Asato ikut memuji.
“Fujisawa?, dia sama seperti Misae” gumam Akari, “Benar tapi dia klan Fujisawa dari negri Midogakure, dia Dōbutsu seperti dirimu. Hanya saja dia Dōbutsu ekor 3. Kekuatanmu pasti jauh lebih besar di banding dia bukan?” tanya Asato.
“Memang benar dia ekor 3, tapi kalau dia mahir mungkin sulit dikalahkan” jawab Akari, “Oi!” panggil Asato, “Semangat saja, kita akan saling berjuang karena dari semua tim.. anggota tim kitalah yang berhasil menyelesaikan 100 misi dalam waktu 2 bulan” tambah Asato.
Mereka saling tersenyum, dan bel menandakan mereka menuju lapangan ujian Midoruranku. Semua berkumpul, teman-teman Akari menyaksikan.
“Baiklah, pertarungan pertama, Matsumoto Asato dengan Kumonaru Hidetsu” Asato masuk ke arena dengan wajah tenang, “Hajimeru junbi o shi nasai” dan mulai.
Kumonaru adalah seorang gadis elemen petir. Asato mulai mengamati Kumonaru saat Kumonaru terus menyerangnya “Dia pengguna elemen petir. Satu-satunya yang dapat mengalahkan petir adalah angin” batin Asato sambil mengamati pergerakan Kumonaru, dia terus mengelak.
“Dia menyebarkan petir di bawah, langkah satu hancurkan bagian bawah” batin Asato, matanya terus mengamati pergerakan Kumonaru. Asato menggenggam tangan kanannya dengan kuat, “Saidai hitto-sū” ucapnya lalu daerah bawah sekitar mereka hancur, “Sudah kuduga, Asato akan memantau lawannya dengan baik.. kerjasama tim yang selalu kami gunakan” batin Daisuke tersenyum.
Penonton terkejut, pada awal mereka mengira Asato mengelak karena ia takut, namun Asato melakukan itu untuk menemukan celah, Kumonaru kembali melawan ia mulai menerbangkan bola-bola petir, “Atas, dia melempar bola-bola itu dengan arah mata angin putaran jarum jam.. langkah kedua melesetkan serangan secara keseluruhan” batin Asato setelah ia mengamati pergerakan Kumonaru.
“Harikēn” gumam Asato sambil berputar. Angin topan melesetkan serangan Kumonaru, tiba-tiba salah satu serangan Kumonaru mengenai perutnya. Ia merasa sakit yang luar biasa.
“Baiklah, serangan meleset itu terkena pada dirinya sendiri, tepatnya mengenai bagian perut. Kelemahan utama klan Hidetsu, cukup tiga pukulan itu membuat ia melemah dan tidak bisa lagi bertarung. Langkah terakhir, menyerang kelemahan” batin Asato lalu ia bergerak cepat, “Kazegafuku” gumam Asato memukul perut Kumonaru 3 kali.
Kumonaru terlempar jauh, ia pingsan, “Pertarungan pertama di ambil oleh Matsumoto Asato” seru wasit itu, “Asato-kun memang bisa diandalkan dalam keadaan apapun. Tim 5 memang terdiri dari anggota yang jenius dan ber IQ tinggi” puji Misae ikut senang dengan kemenangan Asato.
Pertarungan kedua diambil oleh Daisuke dengan Kishimoto Damiyaru— pria berusia 14 tahun yang satu klan dengan Gyuro, sebagai lawannya.Kishimoto menyerang menggunakan bayangan, “Shadoufasunā” gumam Kishimoto sambil menyebar bayangan, Daisuke mengelak, “Pengguna bayangan, kelemahan terletak pada pengguna bayangan itu langsung” batin Daisuke mengamati Kishimoto.
“Langkah pertama, kumpulkan kekuatan pada kedua telapak tangan” pikir Daisuke. Ia sengaja masuk pengikat bayangan milik Kishimoto, “Niisan” panggil Azumi, adik sepupunya yang terkejut dengan aksi Daisuke, “Azumi-sama, tenanglah.. dia baik-baik saja” jawab Akari di samping Azumi sambil menenangkan Azumi.
Azumi kembali tenang. Kishimoto terlihat senang, “Bagaimana?, kau mau menyerah?” tanya Kishimoto dengan wajah sombong. Teman-teman Akari mulai khawatir. Daisuke diam saja, “U~ōtāsutikku” gumam Daisuke mengeluarkan tongkat kayu air dengan ujung tajam. Ujungnya yang tajam tertancap ke daerah pengikat bayangan itu.
Kishimoto merasa sakit ketika mendapat tusukan itu, “Sudah kuduga dia sengaja membuat posisinya seperti itu, agar bisa mencari kelemahan penggunanya” batin Akari tersenyum.
“Hebat sekali, dia bisa tahu kelemahan pengikat bayangan itu” gosip seseorang dari belakang Akari, “Pengikat bayangan akan lumpuh ketika ia mendapat serangan yang menyakitkan tubuhnya” batin Daisuke.
Kishimoto masih berdiri dengan menahan rasa sakit. Daisuke bergerak cepat seperti kilat, “Aoi shōtotsu” tangan Daisuke mengeluarkan aura biru. Ia memukul Kishimoto sampai terlempar jauh.
“Daisuke Reomato berhasil maju ke babak selanjutnya, baiklah kita istirahat terlebih dahulu” istirahat sejenak.
Akari, Asato, dan Daisuke berkumpul, “Wah ternyata mereka satu tim..” seorang gadis membicarakan mereka dengan teman di sampingnya, gosipan itu di dengar oleh mereka, “Benar.. tidak heran mereka menang. Dari wajah saja sudah kelihatan” balas temannya.
“Kalian hebat, aku khawatir kalian akan kalah” puji Akito, kapten mereka, “Hehe, ini berkat saran yang sensei berikan.. tidak hanya itu, Daisuke lah yang mahir, apalagi dia seorang Arkeolog cilik di Hoshigakure” jawab Asato sambil terkekeh.
“Sekarang tinggal Akari, kuharap kau juga bisa seperti mereka Akari. Aku sedikit khawatir karena lawanmu bukan sembarangan, dia termasuk Dōbutsu sepertimu, jadi berhati-hatilah” saran Akito, ketika kedua gadis itu mendengar kalimat Dōbutsu mereka takut lalu pergi.
Bel tanda pertandingan dimulai lagi, “Akari Suyhifang dengan Shinji Fujisawa..” panggil wasit itu, “Mulai” teriak wasit itu.
Shinji menyerang Akari dengan kemampuan elemen tanah miliknya. Shinji memiliki tanah yang halus, Akari tenang dan terus mengelak segala serangan Shinji tanpa menggerakkan tangannya, Akari mengamati pergerakan Shinji. Ia mengamati dengan tenang.
“Jimen no kabe” ucap Shinji memukul bagian bawah, dinding tanah muncul. Dinding itu terdorong otomatis menuju Akari.
“Tanah, kelemahannya ada pada air” batin Akari, “Shīto suru” gumam Akari lalu masuk ke dalam dinding itu. Teman-temannya terkejut, Akari menghilang.
“Shisūrū, dia menggunakan itu untuk menipu lawan” batin Asato tersenyum. Tiba-tiba saja dinding itu menjadi lumpur, namun Akari masih tidak terlihat.
“Nani?!!” Shinji bingung. Akari melakukan teknik teleportasi milik kakeknya dulu. Dia berpindah dengan cepat kebelakang Shinji lalu memukulnya jauh.
Shinji terkapar, namun ia masih sanggup menghadapi Akari. Akari melepas kepangan rambutnya, membuat penonton iri dengan rambut panjang lurus berwarna hitam yang indah dan hanya dimiliki oleh klan Akari saja, Suyhifang. Disisi lain mereka juga heran.
Akari memejamkan matanya, tiba-tiba saja matanya menjadi warna putih, “Itu mata—” batin Yamamoto terkejut. Shinji kembali menyerang, “Nagai jimen no rōpu” gumam Shiniji mengikat Akari menggunakan tali yang ia bentuk dari tanah.
Teman-teman Akari kembali khawatir, “Sudah kuduga kau akan menggunakan ini” jawab Akari dengan nada senang yang misterius, “Heaburēsu” gumam Akari lalu rambutnya membalas mengikat Shinji.
Tanah milik Shinji terlepas, “Shiroi ken” Akari meninju Shinji dengan satu tinjuan membuat ia terlempar jauh. Penonton terkejut, “Itu manfaat mata putihnya, dia mampu mengendalikan rambutnya. Dia seperti Ahiru sensei kecil. Sensei kau pasti melihat putrimu ini” batin Akito senang.
Ahiru Hamari— ibu dari Akari, Kaito, dan Yamamoto. Dia adalah seorang ibu yang luar biasa dan mempertaruhkan nyawanya demi Akari saat Akari baru lahir.
Ahiru memiliki rambut biru panjang mencapai lutut kaki. Teknik Ahiru yang sering ia gunakan ialah mengendalikan rambutnya, sama seperti yang Akari lakukan sekarang.
“Akari Suyhifang maju ke babak selanjutnya” seru wasit itu turun. Teman-teman Akari begitu senang, “Imotou, itu luar biasa” batin Kaito ikut senang. Akari beristirahat.
Asato dan Daisuke menghampirinya, “Hebat.. kau bisa mengendalikan rambut panjangmu dengan baik. Andaikan rambutmu berwarna biru, itu pasti indah. Tapi warna hitam itu sepertinya cocok untukmu” puji Daisuke, “Yosh, Arigatou” jawab Akari senang, “Sejak kapan kau bisa menggunakan Shiroi me, itu bukannya sulit?” tanya Asato bingung.
“Aku sudah bisa menggunakan mata ini sejak 3 tahun lalu, namun aku tidak memperlihatkannya dengan jelas. Karena kedua saudaraku melarang” jawab Akari, “Ternyata satu tim ya” panggil seseorang.
Itu Shinji, di belakangnya ada Kumonaru dan Kishimoto, “Kimi wa—”, “Benar aku Shinji. Dari warna bola mata kuning dan rambut putih itu, sepertinya kau klan Matsumoto” tebak Shinji memotong Asato.
“Dan kau, pasti asalmu dari klan Reomato, dilihat dari rambut coklat dan mata hijau gelap itu tidak asing” nada Shinji seperti orang sombong yang menyebalkan.
“Lalu urusannya denganmu apa?” tanya Asato, “Tentu saja ingin menghinanya” jawab Shinji tersenyum sombong.
“Kau—”, “Asato” larang Akari. Asato emosi, “Kami tidak ada urusan dengan kalian, memangnya apa yang ingin kau katakan?, Shinji Fujisawa” tanya Akari tenang.
“Aku hanya ingin bertanya, apakah kau seorang Dōbutsu?” tanya Shinji dengan nada sedikit di naikkan. Akari terdiam, wajahnya berubah menjadi dingin dan pendiam.
Wajahnya itu memperlihatkan sifat dingin dan kejamnya itu, “Jangan hanya diam saja, kau harus menjawabnya” bantah Kishimoto, “Kalau benar, memangnya kenapa?” tanya Akari dengan nada dingin.
“Melihatmu sepertinya kau hanya Dōbutsu ekor 1, dibanding denganku aku ekor 3 pasti jauh lebih kuat” jawab Shinji sombong
“Maaf, Shiroi me memang dimiliki oleh ekor 1 bukan berarti aku pengguna ekor 1, aku ekor 10” jawab Akari membalikkan badannya.
“Nani?!!” Shinji terkejut, “Kalau aku tahu sifat lawanku seperti ini... mungkin saja aku sudah menggunakan teknik Furezu ni kōgeki suru” jawab Akari memasukkan kedua tangannya kedalam katung jaketnya.
“Asato, Daisuke.. ayo, Akito- sensei pasti sedang mencari kita” perintah Akari sambil berjalan maju. Asato dan Daisuke mengikuti Akari dari belakang.
“Cihh, aku akan membalasmu” batin Shinji kesal. Akari, Asato, dan Daisuke memasuki arena penonton.
Lalu, tiba-tiba saja mereka mendapat serangan petir dari udara, “Nani?!.. langit cerah kenapa ada petir?” tanya para penonton. Di atas ada seorang pria yang mulai menghancurkan arena ujian.
Mata putih Akari kembali beraksi, dia berlari dengan cepat, “Akari” panggil Asato. Para penonton serta peserta lain lari ketakutan.
“Dia kesini ingin mencari Shinji dan Sandaime-sama aku harus cepat ” Akari berhasil keluar, dia sudah melihat Shinji dan Sandaime ditahan oleh dua pria.
“Wah, ada seorang gadis ya?” tanya pria itu dengan nada senang yang kejam, “Apa yang kau lakukan cepat pergi Akari!!” perintah Shinji dengan nada khawatir.
“Hoi, kalau mau bertarung ajaklah temanmu” tukas Asato memukul pundaknya. Daisuke juga ikut, “Yosh.. ayo kita selesaikan” saran Akari senang, “Mata putih itu sepertinya tidak asing” gumam pria itu.
“Daisuke kau ahli air bukan?, buatlah hujan.. Asato panaskan air hujan menjadi uap, itu akan membuat kabut” bisik Akari, “Hai” jawab mereka pelan.
“Jinkō ame” gumam Daisuke, hujan turun dengan deras, “Sekarang” gumam Akari, Daisuke berhenti digantikan oleh Asato.
“Jōki mizu hītā” gumam Asato, uap muncul dan Akari menambahkannya sampai menjadi kabut,“ Kuso, aku benci dengan kabut” teriak pria yang bernama Haruko, “IKE!!” teriak Akari dari dalam kabut.
“Hiken” gumam Asato, tangannya mengeluarkan api. Ia bergerak cepat dan meninju Haruko berkali-kali, “Aoi shōtotsu” Daisuke memukul pria yang satu lagi dengan nama Naru itu berkali-kali. Tumbukkan biru milik Daisuke tidak ada yang memilikinya selain Daisuke.
Begitu juga dengan tinju api milik Asato, “Hanbun” gumam Akari. Dirinya menjadi dua lalu ia merebut Sandaime dan Shinji kembali, “Kuso mereka lepas” teriak Haruko, “Sen-kai no shōtotsu” gumam Akari lalu ia menumbuk dua pria itu dengan tumbukan bertubi-tubi.
Kedua pria itu babak belur, “T-tidak kusangka ada gadis yang sejenius ini” gumam Haruko sebelum ia akhirnya pingsan.
“A-aku setuju” jawab Naru ikut terkapar, “Bodoh sekali, anak-anak mampu mengalahkan kalian” jawab seseorang sambil menghilangkan kabut itu. Itu Sawaki Yamada, dia buronan.
“Mata putih itu sepertinya tidak asing” dia memperhatikan Akari, “Aku sungguh kecewa dengan kalian berdua, sungguh tidak bisa diandalkan” tukas pria itu.
“Baiklah, aku harus menyelesaikan ini sendirian sekarang” tambahnya, lalu menghilang. Akari meninju sesuatu di depannya, “Kuso kau bisa melihatku, aku mengira kau tidak bisa melihatku” ucap pria itu muncul kembali dan mencoba bangkit berdiri, “Itulah kenapa, jangan meremehkan anak-anak seperti kami” jawab Akari senang.
“Asato”, “Hai, Seno senpū” pusaran angin begitu banyak. Shinji terpukau dengan aksi itu, “Saidai-fū yari” tambah Daisuke, ada banyak air berbetuk tombak tajam.
“Inazuma sen” sentuhan terakhir dari Akari, “Petir?, elemen utama Suyhifang” batin Shinji, sementara serangan itu mengenai Sawaki. Dan dia pingsan lemas.
Setelah kejadian itu...
“Arigatou gozaimasta, kalau tidak ada kalian kami pasti sudah terbunuh” ucap Sandaime pada Akari, Asato, dan Daisuke.
“Dōitashimashite, itu memang harus kami lakukan tadi” jawab Akari, “Namun sebelum kamu kembali aku harus mengambil ini” tambah Akari ia mengambil kekuatan mata milik Sawaki, “Kau sudah mengambil mata milik klan Hamari” Sawaki menahan rasa sakit luar biasa. Dan kekuatan itu masuk kedalam tubuh Akari, “Pantas saja dia bisa tembus pandang seperti itu, dia menggunakan mata orang lain” gumam Asato.
“Baiklah, kami pergi dulu Sandaime-sama, sumimasen” Akari meninggalkan mereka Asato, dan Daisuke mengikutinya dari belakang, “Akari” panggil Shinji mengejarnya, Mereka berhenti, “Arigatou gozaimas, gomenasai, aku sudah berlagak sombong” kata Shinji meminta maaf, “Sudahlah, manusia memang selalu bersalah” jawab Akari tersenyum tulus.
Mereka kembali berjalan menuju penginapan yang sudah di tentukan.
Sesampainya...
“Imotou” panggil kedua kakak Akari, mereka berhamburan memeluk Akari, “Yokatta” gumam Kaito senang, “Niisan, aku tidak bisa bernafas” jawab Akari. Kakaknya melepaskan pelukan itu.
“Akari-chan” panggil dua orang gadis, itu Misae dan Azumi, “Aku khawatir sekali ketika melihatmu berlari mengejar buronan itu” kata Misae senang, “Benar, untung saja kamu baik-baik saja” tambah Azumi.
“Kamu boleh-boleh saja bertarung, tapi ingat rambut ini” Misae menarik rambutnya lalu mengepangnya kembali agar rapi, “Arigatou Misae-chan” jawab Akari terkekeh. Misae tersenyum, “Heh, kau memang selalu menjaga rambut panjangmu ini. Rambut langkah yang tidak dimiliki oleh kami” balas Misae memaklumi temannya itu.
“Aku suka sekali rambut mu, dibanding dengan biru milikku” tambah Misae, “Aku lebih suka. Melihat rambut hitamku ini aku seperti mirip hantu berambut panjang saja” jawab Akari sambil tertawa.
Temannya yang mendengar ikut tertawa.
“Kenapa rambut Akari-san bisa cepat panjang?, rambutku saja tidak sepanjang itu” tanya Azumi penasaran, “Akari seperti bagian dari klan Hamari, Hamari mempunyai pemikiran yang pintar dan jenius, mirip seperti Suyhifang. Tapi kalau Hamari ini merupakan klan yang melakukan pemanjangan rambut, dan rambut panjang itu berguna dalam bertarung” jawab Daisuke menjelaskan panjang lebar.
“Pantas saja rambut sepanjang lutut ini kamu pertahankan” kata Asato, “Aku akan memotongnya nanti” kata Akari.
“EHH?!” teman-temannya terkejut, “Memangnya kenapa?” tanya Akari bingung, “Kalau aku jadi kamu, aku akan mempertahankan rambut ini” jawab Misae masih mengepang rambut Akari.
“Karena rambut ini, aku jadi sulit untuk mencucinya. Mengeringkan rambut ini memakan waktu sekitar 30 menit” jawab Akari mengeluh, “Menyisir rambut ini juga memerlukan 2 orang, Kaito-niisan dan Yamamoto-niisan menjadi repot untuk menyisir rambutku” tambah Akari.
“Tidak apa, itu juga bermanfaat nantinya” jawab Kaito, di sampingnya Yamamoto, “Niisan” panggil Akari terkejut, “Itu tidak penting, ketika usiamu sudah 15 tahun baru kau bisa memotongnya” tambah Kaito duduk di samping Misae sambil membantu Misae mengepang rambut, “Tapi, kenapa dari tadi belum selesai Misae?” tanya Akari bingung, sudah 15 menit ia menunggu Misae selesai mengepang rambutnya, “Rambutmu mudah terpisah” jawab Misae.
“Sudahlah, aku akan membantu mengepangnya” jawab Yamamoto ikut duduk membantu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!