pagi ini terlihat seorang gadis cantik yang mengenakan hijab, berkulit seputih salju dan mata yang berwarna coklat sedang bersiap untuk menuju kampus. saat ini gadis tersebut tengah berdiri di hotel bus dekat pantai asuhan Kasih Bunda, tempat dimana ia dibesarkan sampai sekarang.
Anisa putri itulah nama gadis tersebut, anisa ditemukan oleh bu Asih selaku pemilik panti asuhan kasih bunda. Pada hari itu bu Ayu yang baru saja pulang dari minimarket untuk membeli keperluan anak-anak panti tiba-tiba saja melihat sebuah stroller bayi di pinggir jalan. Apalagi bu Asih mendengarkan tangisan bayi yang begitu pilu dan menyayat hati, bagaimana tidak di tengah cuaca malam yang dingin karena baru saja hujan lebat seorang bayi perempuan yang berkulit putih bersih sudah tampak sangat pucat dan menggigil kedinginan, bahkan bibirnya sudah men biru. Tanpa berpikir panjang buk Asih langsung membawa bayi tersebut ke rumah sakit terdekat dan bayi malang itu langsung ditangani dengan baik. Bayi itu akhirnya selamat dan sekarang sudah berumur 19 tahun. Bu Asih begitu menyayangi bayi tersebut sehingga tidak membiarkan Anisa diadopsi oleh siapapun. ketika ada orang yang ingin mengadopsi anisa Bu Asih pasti langsung mengatakan bahwa Anisa adalah putri kandungnya. bu Asih memberikan nama Anisa karena gadis itu saat ditemukan memakai kalung bertuliskan Anisa PF. Bu Asih menyimpan kalung itu dengan baik karena yakin jika kalung itu nantinya akan menjadi identitas Anisa untuk menemukan keluarga kandungnya.
Bayi cantik itu sempat dirawat di rumah sakit selama satu minggu karena menderita hipotermi yang cukup parah, untung saja bu Asih cepat menemukannya jika saja tidak makanya nyawa bayi itu sudah tidak ada lagi.
Hari ini bayi cantik itu sudah boleh pulang dan semua penghuni panti benar-benar menyambutnya dengan penuh sukacita.
"Ya ampun Bu asih, bayi ini cantik sekali. Dan kulitnya juga sangat bersih. Saya yakin dia pasti adalah bayi orang kaya."ucap Marni salah satu petugas di panti asuhan tersebut.
"Saya rasa juga begitu Marni, soalnya stroller yang saya temukan bersama gadis ini bukanlah stroller biasa, saya bisa mentraksir harga stroller itu puluhan juta."
"Tapi kenapa bayinya dibuang ya Bu kalau mereka kaya?."
"Saya yakin orang tuanya pasti mempunyai alasan yang kuat sehingga mereka melakukan semua ini, apalagi sepertinya merk sama sekali tidak berniat untuk menelantarkannya."
"kenapa Ibu bisa bicara seperti itu?."
"Saya menemukan kalung ini bersama dengan bayi ini dan ternyata bayi cantik ini bernama Annisa PF."
Marni pun mengambil kalung tersebut kemudian menulis stiknya dengan seksama. Kalung itu berhiasan berlian di setiap hurufnya. Dan bisa Marni pastikan jika kalung tersebut pasti memiliki harga yang fantastis.
"Kita harus menyimpan kalung ini baik-baik, karena ini satu-satunya identitas yang dimiliki oleh bayi ini, siapa tahu saja nanti orang tuanya akan mencarinya."
"Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu simpan saja di kota kayu yang ada di lemari ibu."
"baik bu saya akan menyimpannya baik-baik."ucap Marni.
Entah kenapa pertama kali Asih melihat bayi itu ia langsung terpesona dan rasa sayangnya seperti tercurah untuk bayi mungil itu.
"Nisa mulai sekarang kamu akan menjadi anak ibu, Ibu tidak akan membiarkan orang lain mengadopsi kamu, karena Ibu yakin suatu saat nanti orang tua kamu akan mencari kamu. Hanya Allah dan orang tua kamulah yang tahu apa alasannya kamu dititipkan di sini. Tapi bagi ibu kamu adalah anugerah yang dikirimkan oleh Allah untuk ibu. Sehat-sehat selalu nak jadilah anak yang sholehah."ucap asih kembali menatap bayi cantik yang ada di dalam pangkuannya.
Asih merawat Anisa dengan penuh kasih sayang hingga tidak terasa Annisa pun memasuki masa sekolah. Dan siapa sangka ternyata Anisa memiliki kepintaran di atas rata-rata, bisa dikatakan Anisa memiliki otak yang jenius karena ketika ia berumur 7 tahun ia sudah mampu mengerjakan soal kelas 5 SD. Namun asih menekankan kepada Anisa untuk tidak terlalu memperlihatkan kelebihannya itu, asih takut jika kelebihan yang dimiliki oleh Anisa akan dimanfaatkan oleh seseorang yang berniat jahat dan akan membahayakan Annisa. Saat bersekolah Anisa sering terpilih untuk ikut lomba antar sekolah dan olimpiade tingkat nasional, dan saat kelas 7 ia memenangkan 5 medali emas dalam olimpiade sains,Fisika dan Kimia. Anisa juga memenangkan medali emas saat olimpiade taekwondo. Karena prestasinya tersebut maka Anisa selalu mendapatkan beasiswa bahkan sampai saat ini ia mendapatkan beasiswa full dari kampus ternama di kotanya, yaitu universitas cakrawala. Di mana Anisa menimba ilmu dengan jurusan manajemen bisnis. Bahkan Anisa juga mendapatkan uang bulanan dari kampus tempatnya kuliah. Dan itu cukup membuatnya senang karena tidak terlalu membebani asih. Dan karena prestasi Anisa jugalah banyak orang-orang yang datang ke panti asuhannya dan mendaftar sebagai donatur tetap.
...****************...
Saat memasuki kampus Annisa menjadi pusat perhatian seluruh mahasiswa di sana. Walaupun tampilannya yang sederhana dengan outfit celana jeans dipadukan dengan baju kemeja over size berwarna biru tua dan hijab yang senada, plus sepatu sneakers yang ia miliki satu-satunya yang sudah tampak terlihat usang namun tak mengurangi pesona seorang Anisa sang murid beasiswa. Ditambah lagi Anisa sering mewakili kampus untuk mengikuti lomba-lomba olimpiade dan membawa piala kemenangan membuat hampir semua mahasiswa mengenal dan menghormatinya, namun ada juga yang merasa iri dan menghina Annisa karena miskin dan berasal dari panti asuhan.
"Nisaaaaaa." terdengar suara seorang gadis memanggil Nisa dengan sangat lantang di halaman kampus. Anisa pun sontak menoleh ke belakang kemudian senyuman manis pun tercetak di bibirnya yang berwarna pink alami.
"Sarah."bisa nggak sih lo nggak teriak-teriak seperti itu."pinta Anisa di mana sahabatnya itu selalu saja memanggilnya seperti itu membuatnya sedikit merasa malu karena menarik perhatian mahasiswa yang ada di parkiran.
Sarah Natalie adalah satu-satunya sahabat yang dimiliki oleh Rania dari SMP. Walaupun Sarah berasal dari keluarga berada di mana orang tuanya merupakan agen properti yang cukup sukses namun ia sama sekali tidak malu berteman dengan Anisa. Begitupun dengan orang tua Sarah yang sangat menyayangi Anisa, karena bagi mereka status hanyalah sesuatu yang tertulis di atas kertas.
"Lo udah siap belum buat ulangan hari ini?."tanya Sarah sembari merangkul dengan Anisa.
"Harusnya gue yang nanya itu sama lo, Pasti lo nggak belajar kan, gue yakin pasti semalaman lo nonton drakor."
"Lo emang sahabat the best gue deh lo tahu aja apa yang gue lakuin."
"Gue kenal Lo udah lama jadi kalau lo ibarat buku udah gue baca tamat 3 kali."
"Lagian ngapain sih gue capek-capek belajar, kan tinggal nyontek sama lo. mubazir tahu punya teman jenius tapi nggak dimanfaatin."
"Dasar teman nggak tahu diri lo."
"Tapi lo sayang kan?." ucap Sarah bergelayut menjadi lengan Annisa dan mereka pun melangkah menuju kelas yang sebentar lagi akan dimulai.
Semua mata kuliah hari ini telah selesai dan sudah saatnya Anisa pulang, awalnya Sarah menawarkan Annisa untuk pulang bareng tetapi Anisa menolak karena ia memilih untuk pulang naik bus saja. Anisa tidak mau merepotkan Sarah karena jarak rumah mereka yang berlawanan arah. Apalagi tanpa sepengetahuan Sarah Annisa bekerja di sebuah cafe sebagai pegawai part time.
Annisa duduk sendirian di halte menunggu bus yang biasa lewat di depan cafe tempat ia bekerja paruh waktu. Sudah lebih setengah jam Anisa menunggu bus di halte tersebut namun bus yang biasanya sudah lewat 15 menit yang lalu tak kunjung datang membuat Anisa merasa gelisah takut jika dirinya akan telat datang ke cafe.
"bosnya mana sih, biasanya 15 menit lalu udah lewat deh."gumam Annisa sembari melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.
Karena waktu kerjanya sudah mepet akhirnya Anisa memilih untuk memesan ojek online saja, padahal Annisa sudah berusaha untuk sehemat mungkin agar ia bisa membantu asih membeli keperluan adik-adik yang ada di panti.
sesampainya di cafe ternyata Anisa terlambat sekitar 2 menit, Wulan si paling senior di cafe tersebut menatap Anisa dengan tatapan sinis dan itu bukanlah sesuatu hal yang asing karena sadari awal Anisa sudah tahu bahwa Wulan sama sekali tidak menyukainya. Apalagi setelah Anisa bekerja di sana ia menjadi kesayangan pemilik cafe, bukan karena parasnya yang cantik tetapi Anisa selalu mendapatkan pujian dari pelanggan karena memberikan pelayanan yang sangat memuaskan. Anisa terkena ramah dan murah senyum kepada para pelanggarnya. Dan tak heran juga ketika gajian sang pemilik cafe sering memberikan Anisa bonus tanpa sepengetahuan karyawan yang lain.
"maaf Kak saya terlambat." ucap Anissa sebelum masuk ke ruang ganti.
"enak banget ya lo jam segini baru datang!! Emangnya lo pikir cafe ini punya bokap lo. Gue aja yang staf senior di sini sudah datang 30 menit yang lalu, sedangkan lo pegawai part time saja lelet banget datangnya."sarkas bulan sembari melipat tangannya di dada.
"Maaf kak tadi saya ada kuliah sampai siang, dan kebetulan bus yang biasa saya tumpangi hari ini sepertinya tidak narik. Jadinya Saya sedikit terlambat." jawab Anisa yang tetap berusaha untuk sopan.
"Ngeles aja lo!! Miskin ya miskin aja, nggak usah sok-sokan mau kuliah segala. Mentang-mentang Bu Sinta sayang sama lo, lo jadi ngelunjak kayak gini!!." ucap bulan yang membuat Anisa sedikit tersinggung karena sudah menghinanya.
Anisa tidak bisa menjawab apa-apa ia hanya pasrah mendengarkan caci maki yang keluar dari mulut Wulan, karena sebenarnya memang benar apa yang dikatakan oleh Wulan jika dia hanyalah gadis miskin. Apalagi ia juga merasa salah karena sudah terlambat walaupun hanya dua menit."
Kemudian salah seorang staff cafe yang juga sudah cukup lama bekerja di sana mendekatkan Anisa,
"Nis, lo barusan dipanggil bu Sinta, sebaiknya lo buruan ke sana deh."ucap ana yang sebenarnya juga tidak suka dengan sikap ulan yang terlalu senioritas.
"Iya mbak, saya akan segera ke sana saya mau ganti baju dulu terima kasih ya Mbak."ucap Anisa sopan kemudian pergi begitu saja membuat Wulan merasa kesal, tapi kemudian senyuman terbit di bibirnya karena ia berpikir pasti kali ini Anisa akan dimarahi oleh bu Sinta yang terkenal tegas dan disiplin pada karyawannya.
Selama di ruang ganti perasaan Anisa benar-benar bercampur aduk, antara cemas dan was-was kenapa pemilik cafe tiba-tiba memanggilnya. Apakah Bu Sinta marah karena ia datang terlambat. Anisa meremas ujung seragamnya karena merasa gugup. Iya sangat berharap jika dia tidak kena pecat, karena akan sulit baginya untuk mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan jadwal kuliahnya yang tak menentu.
Anisa menarik nafas dalam saat berdiri di depan pintu ruangan Bu Sinta,
"Bismillah."
Tok
Tok
Tok
"Assalamualaikum, maaf Bu, apa Ibu memanggil saya?." ucap Anisa dengan sopan.
"Wa'alaikumussalam, kamu udah datang ya, ayo masuk nak." ucap Bu Sinta dengan Ramah.
"Maaf bu saya minta maaf karena saya sering telat, tapi saya mohon ya Bu jangan pecat saya, karena jadwal kuliah saya yang tak menentu membuat saya sering datang terlambat. Apalagi saya datang ke sini menggunakan bus."ucap Anisa tertunduk menekuk wajahnya.
"Kamu ngomong apa sih nak, memangnya siapa yang bilang kalau saya mau piket kamu?, saya maklum kok nak dengan keterlambatan kamu, bukankah sedari dari awal kamu sudah mengatakan kepada saya bahwa jadwal kuliah Kamu yang tak menentu, tapi kamu akan mengusahakan datang tepat waktu." ucap Shinta tersenyum ramah.
"lalu kenapa ibu panggil saya?."
"begini Anisa Ibu panggil kamu karena Ibu mau ngasih gaji kamu bulan ini, bukankah bulan ini kamu belum terima gaji?."
"Astaghfirullahaladzim, maaf bu saya lupa."
"Ini gaji kamu bulan ini, dan itu sudah saya tambahkan juga dengan bonus kamu bulan ini."ucap cinta sembari menyodorkan sebuah amplop kepada Anisa.
"kok banyak banget sih Bu?."tanya Anisa yang merasa amplopnya sekarang cukup tebal.
"Ambil saja nah itu sudah rezeki kamu, karena semenjak kamu bekerja di sini cafe Ibu jadi jauh lebih ramai, bahkan banyak dari pelanggan yang memuji pelayanan tamu yang ramah dan membuat mereka kembali datang ke sini."
"Ini beneran kan Bu?" tanya Anisa tidak percaya.
"Ini beneran nak ini rezeki kamu dan adik-adik kamu."
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Bu, Ibu sudah baik banget sama saya."
"Sama-sama nak yang penting kamu kerjanya yang rajin dan semangat ya, nggak usah dengerin omongan orang-orang yang nggak suka sama kamu." ucap Shinta di mana Sinta sering mendengar dari karyawan yang lain bahwa Anisa sering dihina oleh Wulan.
"Baik bu saya akan bekerja sebaik mungkin, kalau begitu saya permisi dulu ya Bu nanti yang lain komplain karena hari ini cafe sangat rame."pamit Rania sopan yang membuat Sinta tersenyum manis.
"Silakan nak, kamu kerjanya hati-hati ya Dan kalau ada apa-apa kamu langsung bilang aja sama ibu."
"Baik bu, assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."jawab Shinta,"seandainya saja saya punya anak laki-laki seumuran kamu, pasti saya sudah menjodohkan putra saya dengan kamu Anisa. Kamu begitu baik dan sopan semoga kamu selalu dalam lindungan Allah."ucap Sinta setelah kepergian Annisa.
Sedangkan di depan pintu ruangan Shinta Anisa tersenyum senang ketika melihat isi amplop yang ia terima bulan ini sangat banyak. Jadinya iya bisa membantu memberi keperluan adik-adiknya untuk sekolah.
"Alhamdulillah ya Allah terima kasih untuk rezeki yang engkau berikan hari ini." ucap Anisa penuh syukur.
Sesampainya di meja kasir semua orang sangat penasaran kenapa Anisa dipanggil oleh Sinta, begitupun dengan Wulan yang berharap jika Anisa dimarahi oleh Sinta karena sering terlambat. Namun tidak ada gurat kesedihan di wajah Anisa yang terlihat oleh Wulan.
"Kenapa kamu dipanggil Bu Sinta, Nis?." tanya ana yang cukup akrab dengan Anisa.
"nggak ada apa-apa kok Mbak, Bu Sinta cuma mau ngasih gaji aku bulan ini."
"Oh jadi kamu belum gajian ya?."
"Belum Mbak malahan aku lupa kalau udah gajian." ucap Anisa yang membuat ulang tersenyum menyeringai.
"Alah... gaya lo pakai acara lupa segala, mana ada sih orang miskin lupa sama uang."
"Wulan jaga ya omongan kamu, saya lihat kamu semakin hari semakin keterlaluan."ucap Sari yang juga senior di sana.
"Udah Mbak nggak apa-apa, makasih atas perhatiannya Aku mau lanjut kerja dulu ya mbak."ucapkan tak berani menatap wajah Wulan yang sudah menetapnya dengan tatapan penuh dendam.
"Gue yakin pasti itu anak kena SP, tapi dia malu aja buat bilang ama kita." ucap Wulan yang masih terus berusaha untuk memprovokasi yang lain agar ikut-ikutan membenci Anisa.
Semua orang menggelengkan kepalanya melihat tingkah Wulan yang semakin hari semakin menjadi-jadi, Dan hampir setiap hari Wulan selalu menghina Anisa.
...****************...
Tak terasa hari sudah menunjukkan pukul 21.00 wib dan cafe pun sudah tampak sepi. Anisa sudah bersiap-siap untuk pulang setelah membersihkan dan merapikan meja yang sudah kosong. Seperti biasa Anisa pasti menunggu bos untuk pulang supaya lebih hemat karena ada bos terakhir pukul 21.10 wib.
Sesampainya di panti, Annisa melihat asih Tengah berbicara dengan Marni, dan pembicaraan itu tampak serius.
"Tapi Bu bagaimana jika panti asuhan ini benar-benar disita tanpa ganti rugi?."ucap Marni dengan raut wajah khawatir.
"Ya harus bagaimana lagi Marni, Kita terpaksa harus mencari tempat baru karena walau bagaimanapun tanah tempat pantai ini dibangun adalah milik negara, dan jika negara memintanya maka kita bisa berbuat apa." ucap asih yang terdengar pilu membayangkan nasib anak-anak panti.
"Tapi kita pindah ke mana Bu, pasti kita juga butuh biaya yang banyak kalau untuk membeli tempat yang baru."
Deg....
Anisa benar-benar kaget dengan apa yang baru saja didengarnya, kenapa panti asuhan tempat ia dibesarkan akan disita oleh negara.
"ibu, ada apa ini?."tanya Annisa yang membuat asih dan Marni terkejut tidak menyadari jika Anisa sudah pulang.
"Eh kamu sudah pulang nak?."
"Sudah Bu, Aku baru saja sampai dan tanpa sengaja aku mendengar percakapan ibu dengan Bu Marni. Apa maksudnya bu, kenapa panti asuhan kita disita oleh negara?."
"Panti ini diambil alih oleh PJKA nak, dan kita harus mencari tempat baru."
"Apa tidak ada ganti ruginya Bu?."
"Ibu sudah tanya anak, dan sepertinya tidak ada."
"Astagfirullah, lalu kita mau pindah ke mana Bu?."
"Ibu belum tahu nak, sebaiknya kamu istirahat saja dulu besok saja kita pikirkan ya. Kamu pasti capek habis bekerja."
"oh iya Bu ini gaji aku bulan ini semoga bisa membantu memenuhi kebutuhan adik-adik di panti."
"Ya Allah banyak sekali, kenapa kamu ngasih semuanya ke ibu. Sebaiknya kamu ambil sebagian buat membeli kebutuhan kamu. Ibu lihat sepatu kamu udah usang."
"Nggak apa-apa kok Bu sepatu aku masih kuat kok dan masih bisa dipakai, kebutuhan adik-adik jauh lebih penting."
"Ya Allah nak terima kasih banyak Kamu bagaikan malaikat di hidup Ibu."
"ibu nggak usah ngucapin terima kasih, karena apa yang aku berikan belum sebanding dengan apa yang udah ibu berikan buat aku."
"Semua yang ibu lakukan buat kamu ikhlas nak ibu nggak mengharapkan apa-apa."
"Aku juga lakuin ini ikhlas bu."
Asih benar-benar merasa terharu dan bersyukur memiliki Anisa, Mereka pun berpelukan dengan penuh harum. Namun malam itu Anisa tidak bisa tidur karena ia terus memikirkan nasib adik-adiknya.
Sementara itu di sebuah rumah mewah sepasang suami istri paruh baya Tengah menahan amarah melihat kelakuan putra tunggalnya yang semakin hari semakin keterlaluan.
"Astaga Bima, mau jadi apa kamu. Kerjaan kamu cuma mabuk-mabukan dan berjudi. Dan kapan kamu akan menikah kalau kamu terus-terusan seperti ini." hardik Amar yang benar-benar muak melihat kelakuan putra semata wayangnya yang pulang dalam keadaan mabuk.
"Apaan sih pa aku baru pulang juga papa udah berisik, yang penting kan kerjaan kantor beres apa salahnya kalau malamnya aku bersenang-senang."
"Seperti ini yang kata kamu bersenang-senang, ini namanya Kamu merusak hidup kamu sendiri Bima."
"Pokoknya aku nggak mau menikah, buat apa menikah kalau cuman untuk bersenang-senang saja aku bisa menghabiskan waktu dengan wanita-wanita cantik di club."
Plak...
"Keterlaluan kamu, kamu benar-benar membuat Mama kecewa Bima, apa kamu tidak tahu jika yang kamu lakukan itu adalah dosa besar. Dan yang akan diminta pertanggungjawaban nanti adalah papa kamu. Apa kamu nggak kasihan sama papa kamu?."
"Mama kenapa sih pakai nampar segala, udah ah aku mau istirahat Aku capek, aku mau tidur. Selamat malam mamaku sayang."ucap Bima kemudian ingin mengecup pipi sang Mama tapi Ratna dengan cepat memalingkan wajahnya karena tidak ingin bekas minuman keras yang diminum putranya menempel di tubuhnya.
"Pokoknya kamu harus setuju dengan wanita yang akan Mama jodohkan sama kamu, kalau kamu tidak setuju maka Mama tidak akan mengakui kamu sebagai putra Mama lagi, dan kamu akan Mama coret dari ahli waris semua harta mama dan papa." ancam Ratna yang membuat langkah Bima terhenti saat di tengah-tengah tangga menuju kamarnya.
"Ya sudah terserah mama saja, tapi jangan salahkan aku jika wanita itu hidupnya tidak bahagia saat menjadi istri aku." ucap Bima pasrah karena ia tidak ingin kehilangan semua kemewahan yang sudah ia miliki sadari kecil.
Setelah kepergian Bima, Amar dan Ratna pun duduk di ruang tamu dengan wajah gelisah. Mereka khawatir jika putra satu-satunya itu akan lebih terjerumus semakin dalam kedunia sesat.
"Apa yang harus kita lakukan Mas, mau sampai kapan Bima akan hidup seperti ini, kerjaannya hanya mabuk-mabukan, berjudi dan bermain wanita setiap malam. Sedangkan usianya sudah semakin larut dan sudah semakin pantas ia untuk memiliki seorang istri. Siapa tahu saja setelah Dia memiliki istri ada seseorang yang membimbingnya ke jalan yang benar dan membuatnya semakin lebih baik."
"Tapi siapa mah, aku benar-benar nggak punya gambaran istri yang cocok untuk Bima. Kamu kan tahu sendiri anak-anak dari kolega bisnis aku nggak ada yang sesuai dengan kriteria kita. Kita kan inginnya menantu kita adalah anak yang sholehah dan rajin ibadah."
"Aku yakin Mas pasti kita bisa menemukan gadis baik itu.*
"Semoga saja."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!