Terlihat seorang perempuan yang sedang menatap area lapangan dengan keadaan linglung. Entahlah ini sangat tiba-tiba. Dia tidak dapat menghindar dengan cepat, sehingga bola voli mengenai dirinya.
Ya, dia adalah Allena, perempuan berambut pendek, yang saat ini sedang menonton pertandingan voli di lapangan sekolahnya.
Tepat Allena akan mengirim satu pesan teks untuk kekasihnya, dia malah menerima hantaman keras tepat di wajahnya- ingat, wajah depan, bukan di atas kepala! dan itu sangat sakit dan perih.
Benar saja, darah mulai keluar dari hidung, ditambah wajah memerah bekas bola mendarat tadi.
"Len, Lo enggak apa-apa?" tanya sahabat Allena, yang panik melihat wajah sahabatnya.
"Len! Please jawab, jangan diam gini dong, Gue panik nih" Dengan satu tamparan kecil yang tidak kuat di pipi Allena, sehingga kesadaran Allena pun kembali.
"It's okay, Dewi. gue enggak apa-apa, tapi ini sedikit pusing. semoga gue masih cantik dengan bekas bola di wajah gue."
Allena dengan terburu-buru mengambil HP-nya di kantong blazer sekolah dan membuka kamera untuk melihat keadaan wajahnya sekarang.
"Aduh, buset, merah banget! Dewi, tisu dong nih darah keluar terus, untung gue enggak sampai pingsan".
Ucapnya sambil melihat ke ponsel nya yang di pegang. tidak lama kemudian selembar tisu tiba-tiba sudah di depannya, Alena langsung mengambil tisu tersebut, tanpa melihat siapa orang yang memberikan tisu tersebut.
"Oke, Terima kasih." katanya seraya membersihkan darah yang keluar dari hidungnya dengan hati-hati.
Sementara itu, si pemberi tisu hanya berdiri diam memperhatikan Alena yang sedang sibuk sendiri.
“Len, kita ke UKS saja, yuk,”
Suara Dewi memecahkan suasana yang sedikit canggung. Bagaimana tidak canggung? Di depan mereka ada sesosok pria tampan, yang tidak boleh dilewatkan sebagai salah satu karya Pencipta.
“Eh, Kak Kenzo. Terima kasih ya, tisunya,” bukan Alena, tetapi Dewi yang bersuara.
Tiba-tiba,
“Hey, *Whats up*! Kalian kangen aku tidak? Pasti kangen, dong! Ya kali cowok tampan seperti gue tidak dikangenin, apalagi dikangenin oleh dua bidadari cantik ini!”
Ucap sesosok pria yang baru saja datang dengan gaya tengilnya. Ia langsung merangkul akrab si pemberi tisu, tetapi rangkulannya langsung dilepas oleh si pemberi tisu.
“Hey Kenzo, pria tampan di sekolah, tapi tidak setampan gue. Kalian mengapa pada berkumpul?”
“Lagi bagi-bagi sembako, Ka? Eh, Ayang Lena, kenapa mukamu? Merah seperti nilai di buku rapor gue.”
Dan ya, pemilik selembar tisu tadi bernama Kenzo atau Lee Kenzo. Memang dia keturunan Korea-Korea sedikit. Sedangkan si pria pemilik suara bagaikan kicauan burung di pagi hari adalah Jevan Mahendra, pria yang dikenal mood booster. Ada saja tingkah orang ini. Dia juga dikenal sebagai si Tengilnya Jurusan IPA, Playboy cap kuda.
“Sini biar Abang Jevan antar ke UKS, Neng,”
Jevan langsung menarik pelan tangan Alena, meninggalkan lapangan voli tersebut.
“Woy, sialan, malah ditinggal lagi!”
Tanpa pikir panjang, Dewi mengejar Alena dan Jevan yang menuju ke UKS.
Sedangkan Kenzo hanya menghela napasnya pelan dan mengambil ponsel, lalu melihat satu pesan teks di sana. Tidak lama, sebuah senyum kecil terukir di sudut bibirnya.
Kenzo langsung pergi dari situ, dengan ponsel masih di genggamannya.
“Aduh, capeknya! Kalian berdua jalan atau terbang? Kok cepat banget?” Ucap Dewi yang sedikit terengah-engah. Kedua tangannya bertumpu di lututnya sambil menormalkan napasnya.
“Oh, Tuhan! Maaf Abang tampan ini ya, Neng Dewi. Abang Tampan ini lupa dengan keberadaan bidadari satunya lagi,”
Jawab Jevan sambil menggaruk kecil tengkuk yang tidak gatal itu.
“Dih, amit-amit gue dengarnya!” Dewi yang bergidik ngeri melihat tingkah Jevan.
Malah dibalas cengengesan saja oleh Jevan.
Sedangkan Alena Hanya menatap bingung ke arah mereka berdua, dan akhirnya Jevan kembali melihat ke arah Alena dengan senyum kecil.
"Tuh Wajah, masih sakit?" tanya Jevan sambil memperhatikan lebih jelas seberapa parah bekas bola tadi.
Alena hanya menatap balik Jevan dan menganggukkan kepala dengan senyuman kecilnya.
Jevan berjalan ke arah petugas di UKS.
"Permisi, boleh periksa teman saya? Wajahnya merah akibat terkena bola tadi."
"Oh iya, bisa. Sebentar, ya."
Petugas kesehatan pun berjalan ke arah Alena dan Dewi yang sedang mengobrol ringan.
"Permisi, siapa yang harus saya periksa?" katanya sambil tersenyum ramah.
"Oh, dia, Buk," kata Dewi sambil menunjuk ke Alena.
"Oke, mari saya periksa, ya."
Mereka pun berjalan ke tempat pemeriksaan dan mengambil tempat duduk masing-masing, sedangkan Alena sudah duduk di atas brankar dan petugas mulai melihat wajah Alena.
"Jika dilihat, ini tidak apa-apa, hanya merah saja, dan mungkin tidak akan meninggalkan bekas memar. Cukup dikompres dengan es serta oleskan salep," jelas petugas UKS tersebut.
"Buk, saya masih cantik, kan?" Pertanyaan tiba-tiba dari Alena yang hanya dibalas senyuman oleh petugas UKS.
"Sssstt..."
Rintih kecil Alena yang merasakan dingin di area wajahnya sehingga mengalihkan pandangannya untuk melihat siapa pemilik tangan yang sedang mengompres wajahnya tersebut.
"Kenapa? Iya, gue tahu kalau gue itu tampan, iya kan?" kata Jevan sambil menyugar rambutnya ke belakang.
Sedang Alena hanya menghela napas jengah melihat kepercayaan diri laki-laki di depannya ini. Tetapi, Alena akui bahwa Jevan juga memiliki wajah yang tampan, yang bisa bersaing dengan Kenzo. Hanya saja, tipe wajah Jevan lebih ceria dan tengil, sedangkan Kenzo tipe wajah kalem.
"Jevan, kayaknya lo harus pergi dari sini, gue bosan dengarin kebacotan lo dari tadi."
Dewi langsung menarik kerah blazernya Jevan sambil menyeretnya keluar, sedangkan Jevan teriak tidak terima karena diseret begitu saja oleh Dewi.
"Yak! Lepasin, enggak? Buset, gue bisa mati ini!" Jevan berusaha melepaskan tangan Dewi dari kerah blazernya.
Bruukkk!!!
Jevan yang baru saja mengalami kejadian tersebut sangat syok, sedangkan Dewi langsung masuk lagi ke ruangan UKS dengan perasaan jengkel.
"Buset, tuh cewek tenaganya kuat juga."
Jevan langsung merapikan blazer-nya dan akan pergi, tetapi dia sempat menatap ke arah pintu UKS. Setelah itu, dia melangkah pergi, tapi tidak lupa sepanjang jalan Jevan masih sempat menggoda para siswi di koridor kelas.
*Ruangan UKS*
"Sumpah, Len, gue enek menghadapi manusia model seperti Jevan, menguras energi banget."
Alena tidak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Dewi karena sedang mengetik sesuatu di ponsel-nya itu sambil tersenyum. Dewi yang melihat hal itu mengerutkan keningnya, bingung.
"Len, lo ngapain senyum-senyum gitu?"
"Oh, gue tahu, pasti lagi berbicara dengan cowok lo, kan?"
Alena yang mendengarkan itu hanya menganggukkan kepalanya saja dan langsung turun dari brankar.
"Kantin, yuk! Lapar gue," ajak Alena.
"Oke, gas!"
Akhirnya mereka berdua pergi ke kantin, tapi saat di depan kantin Kenzo mendatangi mereka berdua.
"Sudah tidak apa-apa?" tanya Kenzo saat sudah di hadapan Alena dan Dewi.
"Iya, sudah mendingan," jawab Alena dengan senyum.
"Kenzo, lo mau ke kantin juga? Kalau iya, bareng saja sama kita berdua. Kebetulan kita juga mau ke kantin," Dewi yang tiba-tiba bersuara.
Sedangkan Kenzo hanya menganggukkan kepalanya, yang bertanda dia juga mau ke kantin. Akhirnya tanpa drama lagi, mereka bertiga masuk ke kantin dan mencari meja kosong.
*Kantin*
"Ke sana saja, ada yang kosong," tunjuk Alena ke salah satu meja kosong.
Dan mereka bertiga langsung ke arah meja kosong tersebut.
"Oke, siapa yang sukarela memesan makanan?" tanya Dewi sambil melihat ke Kenzo dan Alena secara bergantian.
"Biar gue saja," jawab Kenzo yang langsung berdiri dari tempat duduk.
"Kalian mau pesan apa?" sambungnya.
"Gue nasi goreng ayam sama es teh saja," jawab Alena.
"Kalau gue, sama saja, tapi yang seafood ya. Minumannya es jeruk."
Kenzo yang mendengarkan pesanan yang disebutkan oleh Alena dan Dewi langsung melangkah pergi ke arah penjual.
"Len, bagaimana sama keadaan rumah lo?" tanya Dewi.
"Seperti biasa selalu ada teriakan dan bentakan. Makanya, pulang dari sini gue mau pindah ke apartemen kalau enggak kosan yang dekat sekolah."
"Oh, kalau butuh tenaga, bilang ya, pasti gue bantu buat beres-beres."
"Iya, nanti kalau kekurangan tenaga, baru gue hubungi lo. Soalnya, pacar gue juga bakal bantu, kok."
Dewi tidak membalas lebih lanjut dan hanya menganggukkan kepalanya.
*5 menit kemudian*
Akhirnya Kenzo dan salah satu penjaga kantin membawa pesanan mereka. Kenzo dengan nampan berisi minuman, sedangkan Mbak Kantin membawa makanan.
"Oke, ini pesanannya," ucap Mbak Kantin sambil menaruh makanan mereka bertiga.
"Terima kasih," ucap Alena dan Dewi sambil mengambil nasi goreng mereka berdua.
Sedangkan Kenzo langsung duduk, dan mereka mulai makan, dengan keadaan hening yang di mana mereka bertiga hanya fokus menikmati makanan tersebut.
Tetapi, entah angin dari mana, datang siswa yang berpakaian urakan langsung mengambil nasi goreng yang akan dimakan oleh Alena.
"Gue ambil, ya?" kata si siswa yang baru datang itu.
Sedangkan Alena langsung mengangkat kepalanya. Langsung wajahnya berubah tidak suka dengan yang baru saja dilakukan oleh siswa itu.
🌻🌻~
"Bagas, lo sehat? Atau gila? Datang-datang kayak pengemis?"
Ucap Dewi yang sangat tidak suka jika makanannya Alena diambil begitu saja.
"Tenang aja, gue sehat kok. Nanti gue ganti deh, kebetulan gue nggak bawa duit nih."
Ternyata siswa itu bernama Bagas, anomali sekolah ini. Kenapa dibilang anomali? Percayalah, tingkahnya lebih aneh dari Jevan. Memiliki wajah kalem tapi jiwa berandalan, sangat saling bertabrakan antara wajah dan jiwanya.
"Ya tapi kan enggak boleh gitu dong?"
Ucap Dewi lagi yang mulai tidak suka dengan Bagas.
"Ya elah, pelit banget. Duduk dulu napa, gue laper banget ini."
Setelah mengucapkan kata itu, dia langsung menarik kursi di samping Kenzo dan langsung menyuapkan nasi goreng.
"Lah, seafood? Jadi nggak nafsu makan. Nih gue balikin."
Bagas yang merasakan bahwa nasi goreng yang dimakannya merupakan olahan seafood langsung menyodorkan kembali piring ke arah Alena, karena Bagas sangat tidak menyukai olahan seafood, menurutnya mau di buat apapun tetap tercium bau amis,
Dewi dan Alena yang mendengarnya kaget. Dewi pun mengambil nasi gorengnya Alena dan langsung memakan sesuap. Benar saja, saat dimakan ternyata ini nasi gorengan dengan olahan seafood.
"Eh iya, kok bisa nasi goreng lo seafood? Perasaan tadi ayam. Kenzo, lo benar kan pesannya ayam? Soalnya gue punya benar kok seafood."
Dewi langsung melihat ke arah Kenzo, yang sedang mengerutkan keningnya karena menurut dia, enggak salah kasih pesanan.
"Udah, yang penting gue nggak makan. Untung Bagas datang, kalo nggak? Bisa masuk UKS lagi dan lebih parahnya ke rumah sakit."
Kenzo yang mendengar perkataan Alena langsung semakin bersalah. Dia langsung mengambil nasi gorengnya Alena dan menukarkan dengan nasi rendangnya.
"Nih makan. Tenang, gue belum makan itu makanan, jadi bukan bekas."
Kenzo langsung memakan nasi goreng milik Alena, dan benar saja lidahnya juga merasakan beberapa potongan seafood di nasi goreng ini.
"Oke, lanjut makan aja, habis ini langsung pulang."
Ucap Alena, dan langsung melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
"Btw, Bagas, terima kasih. Untung lo datang, kalo enggak? Alena bisa sakit." Perkataan Dewi yang hanya disambut oleh senyum tipisnya Bagas.
Jika kalian bingung kok Alena bilang habis dari kantin langsung pulang?
Soalnya sekolahnya hanya mengadakan lomba olahraga dan hari ini voli, makanya mereka bisa langsung pulang jika lomba yang diikuti selesai.
"Gue balik dulu. Mau nyari lawan dulu, enggak bisa kalo gue nggak mukul seseorang. Gatal tangan gue nanti."
Bagas langsung beranjak dari tempat duduk, tetapi tangannya memegang gelas es teh milik Dewi, dan membawanya. Setelah habis dia langsung menaruhnya di meja lain yang dilewatinya.
"Bangsat, minuman gue diambil lagi. Kesialan 2x berturut-turut!" Aura membunuh keluar begitu saja, setelah es tehnya dibawa kabur oleh Bagas.
"Udah, biarin. Nanti beli lagi."
Ucap Alena yang hanya menggelengkan kepalanya.
Beberapa menit kemudian, mereka pun selesai dengan kegiatan makannya.
"Oke, pulang yuk."
Dewi langsung membereskan piring makannya, dan mulai berdiri dari tempat duduk, sambil menunggu Alena yang juga membereskan piringnya.
"Yuk, gue juga mau beres-beres di rumah."
Akhirnya mereka bertiga langsung berjalan keluar. Tenang, mereka sudah bayar kok.
Saat keluar dari gedung sekolah dan sampai di parkiran, Alena mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu.
"Kenapa? Di jemput? Atau mau gue antar?"
Tanya Dewi.
"Enggak usah, terima kasih udah nawarin. Gue dijemput."
Ucap Alena yang langsung menaruh ponselnya di saku blazernya.
"Oh oke, kalo gitu gue duluan ya. Terus Kenzo, lo gimana?"
Dewi heran soalnya Kenzo hanya diam di tempat, tanpa melangkah sedikit pun dari tempatnya.
Tapi sayang, nggak direspons, karena dia juga sibuk melihat sesuatu di ponselnya.
Dewi yang nggak direspons hanya mendengus saja, dan langsung pergi dari sana, tidak lupa melambaikan tangan ke arah Alena.
Setelah Dewi pergi, akhirnya Kenzo melihat ke arah Alena dan langsung menggenggam tangannya Alena dan membawanya ke arah mobilnya. Tapi Alena langsung melepaskan genggaman itu, karena takut dilihat orang.
Dan mereka berdua langsung masuk ke mobil, setelah meninggalkan area sekolah.
Sedangkan selama di perjalanan tidak ada percakapan antara mereka berdua, hanya suara musik yang diputar oleh Kenzo.
Tidak lama kemudian mereka sampai di rumah Alena.
"Terima kasih ya," ucap Alena yang langsung turun dari mobil.
Sedangkan Kenzo hanya tersenyum, dan menjalankan mobilnya.
Alena yang melihat itu langsung berjalan masuk ke dalam rumah, dengan wajah yang suram.
Tepat di depan pintu masuk, Alena berhenti sejenak dan menatap sebentar ke arah kakinya. Hanya beberapa detik, ia langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.
Terlihat sunyi dan tenang, berbeda dengan di malam hari ketika kedua orang tuanya pulang kerja.
Alena melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Setelah sampai, Alena langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur sambil menutup mata.
Saat sedang menikmati ketenangan ini, tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk dari saku blazer.
Saat Alena melihat siapa yang menelpon, ternyata pacarnya.
"Halo? Kenapa, Ay?" Tanya Alena ke pacarnya.
"Enggak apa-apa, cuman kangen aja."
"Hahaha, kangen ya? Perasaan tadi ketemu."
Alena tertawa ketika mendengar perkataan pacarnya.
"Emangnya kamu enggak kangen gitu ke aku? Kalo enggak, parah sih kamu ini."
"Iya-iya, aku kangen juga kok," jawab Alena dengan senyum.
"Hahahaha. Btw, jadi kan hari ini? Kamu pindah ke apartemen? Aku udah booking kamar yang di sebelah kamar aku, jadi enggak ada bantahan cari ke tempat lain, oke?"
"Tapi kan, agak jauh dari sekolah. apartemen kamu," ucap lesu Alena, padahal niatnya nyari yang dekat sama sekolahnya.
"Tenang, nanti pakai mobil aku aja, beres kan? Kalo enggak, kita bareng aja, gimana? Kalo aku sih maunya bareng kamu."
"Kalo aku pakai mobil kamu, nanti kamu gimana?"
Yakali Alena mau pergi bareng pacarnya ke sekolah, bisa gawat sih.
"Ya tinggal aku pakai mobil satunya lagi, Ay. Nanti kamu pake yang di rumahku, kalo aku pake yang sekarang aku pake."
"Iyain aja deh ke donatur."
"Nah, masalah beres. Btw, Ay, kamu nggak apa-apa kan di kantin tadi? Maaf yaa, karena aku kamu hampir makan nasi goreng itu."
Ucap lesu pacarnya Alena, yang merasa bersalah.
"It's okay, untung ada Bagas, kalo enggak bisa drop aku," ucap Alena yang tidak mau membuat pacarnya ini merasa bersalah, padahal kan bukan
"Tapi tetap saja, Ay."
Ha, Alena sangat ingin melihat wajah pacarnya ini, pasti sangat menggemaskan.
"Hmm, oke aku juga salah enggak hati-hati juga. Btw, Ay, aku off dulu ya, mau beres-beres. Nanti kalo selesai aku hubungin kamu lagi buat dijemput, hehehe."
"Oke, Ay, aku juga mau ke rumah ambil mobil dulu, habis itu baru ke rumah kamu."
"Oke, hati-hati ya, Ay."
"Iya, kamu matiin aja sambungannya."
Tidak ada balasan karena Alena langsung mematikan panggilan suara tersebut, dan langsung bergegas mengganti pakaian rumahnya dan langsung mulai beres-beres barang yang akan dibawa ke apartemennya.
Hampir 2 jam lebih, akhirnya sudah selesai.
"Buset, gue capek banget," Alena langsung merebahkan badannya ke lantai guna mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan.
Ting~
Suara notifikasi masuk.
-Ay🌻❤️
•Aku udah sampai di depan rumah kamu.
Alena yang melihat pesan tersebut, langsung bangun dan buru-buru ke depan rumah, tanpa merapihkan rambutnya yang 11-12 seperti rambut singa.
Saat sampai, Alena langsung membuka pintu, dan terlihat seorang cowok tampan dengan senyum teduhnya. Alena yang melihat itu rasanya ingin meleleh.
Percayalah, walaupun hampir setiap hari melihat senyuman itu dari pacarnya, tapi Alena masih saja tidak kuat.
"Hai, Ay. Kenapa ngelamun, hmm?"
Tanya cowok itu.
"Ha? Apa?"
Kan mulai lagi Alena dengan sifat linglung nya
"Hahaha, enggak apa-apa. Yuk makan. Kebetulan aku bawa makanan, titipan dari mama."
Kata pacarnya Alena yang gemas lihat tingkahnya Alena. Dan pacarnya Alena melangkah masuk ke dalam, tidak lupa mengusap pelan kepalanya Alena, yang semakin Alena ingin menelan daun pintu yang di depannya ini.
•maaf ya, agak kurang, soalnya ini karya pertama saya🥺 saya juga agak sibuk sama kerjaan.
🌻🌻🌻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!