"Tidak!!! Sudah kuputuskan, pokoknya tidak! Jika kalian memaksa, Aku akan pergi dari negara ini!" Seruku dengan suara lantang dan tegas, namun tetap berusaha tenang dan menantap semua yang ada dalam ruang keluarga dengan tatapan dingin.
"tapi, Kamu ga bisa hidup terus - terusan dengan angan-angan dan impian yang ga akan pernah menjadi nyata itu! Kamu harus move on, tinggalkan masa lalumu, dan mulailah menata hidupmu kembali,," Mommy menatapku dan mulai tampak butiran air mata menetes saat ia menghentikan kata-katanya. Daddy yang ada disampingnya dengan cepat merangkulnya dan Mommy pun menangis sejadi-jadinya dipelukan daddy.
"Aku sudah putuskan, tidak! Dan tak ada yang bisa merubah apa yang sudah kuputuskan! This is my life. I know what good for Me and what should I do! Please Mom, Dad.. Leave Me alone, I am not a little child anymore that you must taking care of" Kataku kemudian, sambil berdiri, mengambil tasku, dan pergi meninggalkan ruangan yang hampir membuat kesabaranku habis.
"Vina, tunggu sebentar, biar Kakek mengantarmu keluar!" dan tanpa menunggu jawabanku, Kakek sudah berdiri, menyusul dan menyejajari langkahku. Kakek memang sudah tua, tapi beliau bukan orang tua lemah. Badannya sangat sehat, bahkan lebih sehat dari laki-laki zaman sekarang, yang masih muda sudah loyo, kebanyakan duduk dan main Smartphone. Walaupun di usia 75 tahun, tapi fisiknya masih terlihat seperti usia 60 tahun. Gaya hidupnya yang sehat membuatnya lebih muda dari usianya.
Mom and Dad hanya diam. Mommy masih menangis dan Daddy masih mencoba menenangkannya. Aku bukan tak peduli, tapi inilah Aku. Aku menjadi seperti Aku yang sekarang bukan karena sifat dasarku yang seperti ini. Keadaan yang membuatku menjadi seperti ini.
"hati-hati bawa mobilnya, ini sudah malam. Jangan lupa untuk makan, makanan yang sehat setiap harinya!" suara Kakek mengingatkanku kembali, kalau aku tidak sedang jalan seorang diri. Ada Kakek disampingku. Hmm... Orangtua ini.. Memang dari sejak Aku kecil, Kakek ga pernah berhenti mengkhawatirkanku. Dia selalu ada, bahkan disaat semua orang meninggalkanku dan ga percaya denganku.
"Kakek, Aku bukan ABG lagi yang suka ugal-ugalan dan labil, Kakek ga usah khawatir. Kapan-kapan Aku akan mengunjungi Kakek lagi, Kakek istirahat ya, see you soon, Kek.." Aku memeluk Kakek dan menciumnya sebagai tanda perpisahan.
"hmm.. Cucu Kakek memang sudah besar! Cantik, mandiri, dan sangat berhasil! I am proud of you, Vi! Kakek bisa meninggalkan dunia dengan tenang melihatmu begini.." ucapan Kakek saat Aku melepaskan pelukan, membuatku sedikit cemberut, tak ingin rasanya harus kehilangan lelaki tua ini. Walau bagaimanapun, dialah yang menemani hidupku, hampir seluruh waktuku kuhabiskan dengannya saat Aku masih kecil.
"jangan bilang begitu, Kek.. You will live longer.. And I still want to see you for more than 20 years, "
"what for, Vi? I don't want to live longer.. Everything done for me.. Kakek senang melihatmu sudah tumbuh menjadi wanita muda dewasa, dan berhasil!"
"tapi Vi masih mau liat kakek.. Jadi jangan bilang begitu lagi, Kek.."
"buat apa Vi, Kakek berlama-lama hidup?"
"ya, I love you, kek.. Please don't say like that again.. "
"hmmm.. Buat apa Vi? Buat apa kakek hidup lebih lama tapi hidup Kakek sepi?"
"ada Vi, Kek.. "
"Kau sibuk dengan hidupmu, dan tak ada banyak waktu lagi untuk menemani lelaki tua renta seperti Kakek!", kali ini Kakek tersenyum.
"come on, Kek.. "
"Vi, kalau memang Kau ingin bahagiakan Kakekmu di masa tuanya, Kakek ingin sekali sebelum mati, bisa menggendong buyut Kakek, ini impian terbesar Kakek.. Sejak Nenekmu meninggal, ga ada yang Kakek tunggu selain bertemu dengan anakmu,,"
"Kek, please.. Don't push me like other.."
"No, I don't. I am just telling you if you want to make me happy.. But all back to you, Vi.. Ini hanya harapan lelaki tua, ga perlu kau dengar serius celotehnya yang tak berguna!" Seru Kakek sambil meninggalkanku berjalan masuk kembali ke dalam rumah, dan sukses membuatku ga enak hati.. Ya, Kakek ga pernah minta apa-apa padaku, ga pernah memaksa apapun, bahkan Dia selalu memberiku limpahan kasih sayang, menghiburku dikala Aku sendiri dan sedih, bahkan satu-satunya yang mau mendengarkanku. tapi kali ini, Dia meminta sesuatu yang sulit! Sama seperti apa yang keluargaku minta..
"Sana, berangkat, kenapa malah bengong? Sudah makin larut malam ini! Atau Kau mau menginap disini?" Tanya Kakek membuyarkan lamunanku
"noo, bye, see you soon!" Seruku sambil ngeloyor masuk ke mobil, bisa-bisanya Kakek terlihat tak ada masalah setelah membuat perasaanku semakin ga enak karena ga bisa memenuhi keinginnnya. Huffffh... Mobilku pun melaju dikeheningan malam kota jakarta. Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam. Aku sebetulnya berencana hanya menghadiri undangan Mommy untuk makan malam keluarga bersama Kakek, Aunt Fathin dan Uncle Farhan adik Daddy.
Tak terpikir sama sekali kalau mereka akan membahas masalah ini lagi. Pernihakan! Satu-satunya yang ga ingin ku bahas dan kulakukan. Aku ga nyangka mereka akan membahas malam ini. Padahal 5 tahun lalu, Aku sempat kabur setelah Mommy memaksaku menikah dengan lelaki muda pilihannya. Aku melarikan diri ke Prancis, dan menggagalkan pertunangan itu. Sejak saat itu, mereka membujukku kembali dan berjanji untuk melupakan masalah ini. Mereka juga berjanji, ga akan pernah membahas ini lagi.
Tapi malam ini, mereka menjebakku. Dengan menghadirkan keluarga lain di acara ini. Keluarga rekan bisnis Daddy, Om Gunawan dan Tante Gina, dengan maksud menjodohkan anak mereka, Dimas yang juga hadir di acara makan malam ini.
Tapi bukan Vina namaku, kalau Aku ga berhasil menggagalkan rencana ini. Aku memang ga bisa sabar untuk masalah seperti ini..
--- flash back ke acara makan malam ---
"Vina, apa kabarnya? Sudah lama tante ga lihat kamu, makin cantik saja! Dengar-dengar, perusahaanmu juga semakin maju, bahkan sekarang, sudah menjadi perusahaan terbesar kedua di negara ini, kamu memang hebat, masih muda, cantik, berprestasi, sungguh luar biasa!" seru Tante Gina menyapaku, lebih tepatnya berusaha membuka pembicaraan denganku.
"Thank you, tapi jangan pernah tante berpikir kalau Aku akan mau dijodohkan dengan anak tante, maaf ya tan.. Tapi Dimas bukan tipe ku, dan Aku ga akan pernah menerima perjodohan atau apapun yang kalian rencanakan, jangan pernah bermimpi!" jawabku menimpali sapaannya sekenanya.
"Vina!"
"Easy Mom," Seruku juga, sekenanya. Sambil masih fokus ke makananku, disaat semua orang di meja makan itu sudah berhenti memasukkan makanan ke dalam mulut mereka, dan memperhatikan hanya fokus kepadaku.
"Jaga ucapanmu, Kamu ga pantes bilang begitu ke Tante Gina! Cepat minta maaf ke Tante Gina, Om Gunawan dan Dimas! Kamu sudah salah memperkirakan jamuan ini. Kami tidak merencanakan apapun, ini hanya acara dinner biasa, Mommy undang keluarga Om Gunawan, sekalian ingin merayakan kepulangan Dimas dari England, dan memperkenalkannya ke Kamu, supaya Dimas ada teman, karena sesampainya di indonesia, Dia ga ada kawan, Kamu bisa membantu Dia untuk.."
"Wait Mom, what did you say? Merayakan kepulangan Dimas? Memang Dia siapa? Anggota keluarga ini?" Tanyaku sambil melempar senyuman sinis, dengan jari Telunjuk tepat mengarah ke muka Dimas yang menatapku dengan tatapan sedikit shock. Yah, mungkin Dia bingung, atau baru pertama kali melihat ada wanita kelas atas tega mempermalukan keluarganya dengan merendahkan tamu di acara dinner seperti ini.
"Vina, jaga ucapanmu! Where is your manner? Memang.. "
"I am busy Mom, lot of thing I must handle, and I am not a tour guide! I don't want to make a friend with Him either. Please leave Me alone, if He need friend, suruh aja cari teman sd - smp - sma nya di instagram atau facebook. He will meet them" kataku santai, lagi-lagi memotong ucapan Mommy dan masih sambil menyantap makananku.
"Vina!!" Seru Mommy
"Sudah tidak apa, Ibu shanti, mungkin memang tidak seharusnya saya, istri dan anak saya berada meja makan ini, mohon maaf atas ketidaknyamanannya, kami rasa sebaiknya kami pulang," Om Gunawan mencoba menghentikan perselisihan tidak menyenangkan ini dan menghindar dengan memutuskan membawa keluarganya pulang. pilihan bijak menurutku, tapi tidak untuk Mom and Dad.
"Gun, maafkan anakku atas kondisi ini!" Dad mencoba meminta maaf atas keadaan sekarang
"Tidak apa, Pak Andi, Saya paham dan maklum atas kondisi ini. Mohon kerjasamanya, semoga kondisi ini tidak akan mempengaruhi investasi bapak diperusahaan kami," Pinta Om Gunawan sambil menyalami tangan Daddy.
"Tenang saja, besok kontrak kerjasama akan tiba di meja kerja kantormu," Dad tersenyum dan menjabat tangan Om Gunawan, yang kini membuatku paham, Daddy mencoba menjodohkanku dengan Dimas melalui iming-iming kontrak kerjasama perusahaan. Heh, classic.
"Vina, berdiri dan minta maaf!" seru Mommy kemudian.
"I am still enjoying my dinner Mom! They want to leave and that does not my mistake, that's their choice," Kataku sekenanya lagi,
"Tidak apa Jeng Shanti, kami pamit dulu, permisi.." Tante Gina menyalami Mommy, Kakek, Aunt Fathin dan Uncle Farhan, kemudian pamit pergi. Dia juga berusaha untuk menyapa dan bersalaman denganku, tapi dengan tanganku Aku mengisyaratkan mereka langsung pergi saja tanpa perlu basa basi. Mulutku juga tak bisa bicara karena baru saja memasukkan banyak sekali makanan.
Aku tahu mereka semua kesal kepadaku. Tapi tak ada yang mereka bisa lakukan kepadaku. Vina Ariescha, the richest woman number 3 in the world, the richest woman number one in this country. Memang Aku masih muda, usiaku masih 28 tahun, tapi dengan semua yang kumiliki, dari hasil kerja kerasku dalam 7 tahun terakhir tanpa bantuan keluarga besarku, membuat keluargaku sendiri tak berani menentangku.
Mom and Dad mengantar mereka bertiga meninggalkan ruang makan, sambil pastinya, masih terus meminta maaf atas kelakuanku tadi. Untuk Dimas, dia hanya melirikku dan tersenyum kecut sebelum akhirnya membelakangiku mengikuti orangtuanya dan meninggalkan ruang makan. Well. I don't care and don't wanna know.
Akhirnya, di ruang makan, hanya menyisakan Kakek yang menatapku tanpa ekspresi. Tapi, Aku tahu, Dia juga malu dan marah. Tante Fathin dan Uncle Farhan hanya diam, menghela napas, dan berpamitan dengan Kakek menuju ruang keluarga. Mungkin selera makannya sudah hilang, atau hanya Aku saja yang masih berselara makan?
"Vina, habiskan makananmu, dan Kita ngobrol santai diruang keluarga." Pinta Kakek, yang hanya Aku jawab dengan anggukan, karena mulutku penuh makanan.
Malam ini, Aku akui, Aku makan tidak seperti biasanya. Aku banyak memasukkan makanan ke mulutuku, mengunyah cepat seperti orang ga ketemu makanan seminggu, dan ga berhenti. Mau bagaimana lagi, Aku cukup kesal hari ini dengan semua drama yang mereka buat. Dan ga ada yang bisa kulakukan selain memakan makanan untuk meredam emosiku saat ini.
Diruang keluarga, Mom sudah terlihat ga sabar dan gusar, Dia tampak sangat malu atas apa yang Aku lakukan pada keluarga sahabatnya,
"Kamu mempermalukan keluarga kita didepan Keluarga Gunawan!" Seru Mommy setelah Aku memasuki ruangan, bahkan sebelum Aku sempat duduk di sofa.
"Then what you did, Mom? I told you already, please leave it alone. Please don't ever think to look for husband for me! I said no, and I will not change it until I decide it by my own decision!" Saat ini, Aku masih berusaha bersikap wajar. Tanpa mencoba menunjukkan emosi di wajahku.
"Apa salahnya, Vi? Dimas anak yang baik, Dia dari keluarga baik-baik, pendidikannya baik, walaupun perusahaan Ayahnya tidak sebesar perusahaan kita, Dia pas untuk mu, you can make a friend with him, know each other, than decide to love him or not. I think it is fair," Daddy berusaha mencoba mendukung Mommy untuk meyakinkanku, dan hanya Aku jawab dengan senyuman.
"Vina sudah bilang 5 Tahun lalu, Aku kembali ke jakarta, asal kalian berhenti menjodohkanku! tapi apa sekarang, Kalian mencederai kesepakatan yang Kita buat, dan Aku bisa menuntutnya secara legal.."
"Vina!!" Mom memotongku sebelum Aku sempat melanjutkan kata-kataku.
"Kami melakukan ini demi kebaikanmu.. "
"Tidak!!! Sudah kuputuskan, pokoknya tidak! Jika kalian memaksa, Aku akan pergi dari negara ini! dan jangan pernah berharap dapat bertemu denganku lagi!" seruku dengan suara lantang dan tegas, namun tetap berusaha tenang dan menantap semua yang ada dalam ruang keluarga dengan tatapan dingin.
"tapi, Kamu ga bisa hidup terus - terusan dengn angan-angan dan impian yang ga akan pernah menjadi nyata itu! Kamu harus move on, tinggalkan masa lalumu, dan mulailah menata hidupmu kembali.." Mommy menatapku dan mulai tampak butiran air mata menetes saat ia menghentikan kata-katanya. Daddy yang ada disampingnya dengan cepat merangkulnya dan Mommy pun menangis sejadi-jadinya.
"Tiiiiiiin!!!" Klakson mobil di belakang membuyarkan lamunanku..
"****!" Aku melamun sampai lupa kalau Aku sedang menyetir dan lampu jalan sudah hijau! Aku pun menancap gas dan sesegera mungkin meninggalkan persimpangan lampu merah.
10 menit kemudian, Aku sudah sampai di apartemenku, yang merupakan apartemen terbesar dan termewah di Jakarta. Mencari parkiran mobil, dan menurunkan barang-barangku. Membawanya masuk ke dalam apartemen.
Baru sampai di pintu apartemen, sebelum Aku menempelkan kartu pas untuk membuka pintu antara parkiran basemen dan apartemen..
"Vivi" suara panggilan namaku, suara itu.. Suara yang sudah lama ingin sekali Aku dengar.. Suara yang sangat kurindukan.. 10 tahun sudah berlalu, tapi suara itu.. Suara itu belum berubah.. memanggilku dari arah belakang.
Suara itu... Masih sama, dan kini ada rasa sakit didadaku.. Suara itu.. mampu membuka luka yang telah lama Aku kubur dalam hatiku.. Rasa itu... telah Kembali..
hai reader yang baik hati... terima kasih ya, sudah mampir ke novel pertamaku 🤩🤩🤩
untuk kalian yang suka dengan bab ini.. tolong bantu support Author dengan memberikam (like) 👍 dan comment yang membangun untuk author, ya!!!
terima kasih, happy reading 😘😘😘
visualisasi
vina ariescha
penthouse vina
Kuberanikan diri membalikkan badan, mataku langsung menuju ke arah suara, tapi, suka cita ketika mendengar suara itu pun akhirnya hilang setelah 100% aku menyadari kondisinya.
"Vivi.. Kamu tinggal disini?", tanya pria itu masih dengan menatapku.
Tapi, belum ada jawaban yang dapat kuucapkan, seolah suaraku nyangkut ditenggorokan, terasa kering di tenggorokanku, sakit di dadaku, seakan membuatku ingin menangis, tapi untungnya logikaku masih jalan.. Vina ariescha saat ini bukanlah Vina yang lemah!
"Papa, ayo kita masuk, panas disini, Pa!", suara bocah dipelukan seorang wanita cantik, menggoyangkan lengan pria itu membuatku tersadar..
Huffff..
"Iya sayang, ayuk kita masuk, sini Papa gendong, kasihan Mama berat memangkumu sejak dimobil tadi!", pria itu menimpali ajakan bocah kecil itu sembari mengangkat, memindahkannya dari gendongan wanita itu ke pelukannya
Oh no... Why i should see this drama, keluhku dalam hati, sembari memalingkan wajahku, fokus ke pintu masuk, berjalan menjauhi keluarga kecil itu tanpa menjawab pertanyaan pria itu. "klik" pas kartuku sudah ditempel ke pintu, dan otomatis pintu terbuka, Aku melaju ke dalam, pas sekali, lift terbuka, sepasang kekasih keluar dari lift, Aku pun bergegas masuk ke dalam lift, dan menutupnya, memencet nomor lantai yang kutuju, secepat mungkin. Tak ingin Aku berada dalam lift yang sama dengan keluarga kecil itu.
Pintu lift terbuka, hanya ada apartemenku dilantai ini, Aku tinggal di penthouse, seluruh lantai teratas apartemen ini telah kubeli, dan kujadikan satu hunian super mewah, meliputi satu kamar tidur, dapur yang cukup besar, living room, gym, theatre, dan ruang baca sebagai tempat tinggalku.
Bukannya Aku tak punya cukup uang untuk membeli rumah. Tapi tinggal di apartemen, Menurutku lebih simple daripada harus tinggal dirumah, dengan halaman yang luas, Dengan banyak pelayan, dan sangat sepi. Karena aku hanya tinggal sendiri. Rumah tak cocok untuk wanita sepertiku, yang hidup sendiri tanpa pasangan dan Aku juga tak berniat tinggal bersama keluarga Mom and Dad.
"klik" pintu apartemenku terbuka, lampu menyala secara otomatis, Aku masuk kedalam apartemenku, mataku menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Kuletakkan tas tanganku di sofa, Aku melangkah ke arah dapur, mengambil gelas, menuju kulkas, dan mengambil air putih dingin untuk menghilangkan dahagaku.. Ehmm.. Mungkin bukan dahaga, tapi keterkejutanku. Menghilangkan semua kekesalan dalam dadaku.. Itu yang kuharapkan setelah meminum air dingin ini. Semoga hatiku yang memanas, kembali normal dan segar.
Aku pun beranjak ke kamarku, menuju kamar mandi, untuk menyegarkan badanku dibawah shower. Biasanya, Aku memilih berendam air hangat dalam bath tub. tetapi malam ini berbeda, Aku memilih shower air dingin walaupun Aku tak suka mandi dengan air dingin.
15 menit aku menyegarkan badanku di bawah pancuran shower, menyikat gigi, membersihkan sisa make up dan memberikan cream penyegar diwajahku. Aku menuju ruang ganti, mencari piyama tidur, dan merebahkan badanku diatas kasur.
Tak ada yang ingin kupikirkan lagi, Aku hanya ingin tidur, sudah.. Itu saja.
Tapi..
Tik tok tik tok..
Suara jam dikamarku terdengar masih jelas ditelingaku. Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi, namun mataku belum juga tertidur
"f*ck!! Arrrgggggh!", keluhku sambil berguling-guling ditempat tidur. Sudah kucoba berbagai cara, mulai dengan mengosongkan pikiran, menghitung domba, mematikan lampu, mendengarkan musik pengantar tidur, tapi semua tak ada yang dapat membuatku tidur. Akhirnya Aku menyerah, kembali ke posisi duduk, menyenderkan punggungku disenderan tempat tidur, menekuk kedua lututku, sehingga tanganku bisa memeluk kedua kakiku, dan Aku menunduk, menaruh kepalaku diatas lutut, tak terasa, butiran air mengalir dari dua sudut mataku. Hanya butiran air mata, tanpa ada tangis sesegukan. Seperti yang selalu terjadi setiap malam 10 tahun lalu.
Flash back on
Vina Ariescha, 10 tahun yang lalu, sangatlah berbeda dengan Vina Ariescha saat ini.
Gadis 18 tahun yang cantik, lugu, dan masih polos. Dia bersekolah tingkat akhir di SMA terbaik di jakarta. Hidupnya bisa dibilang menjadi impian semua gadis sebayanya. Orangtua berkecukupan, memiliki tubuh yang cantik, tinggi semampai, kulit putih halus, rambut hitam panjang, mambuatnya menjadi incaran hampir semua anak laki-laki disekolah.
Hidupnya sangatlah sempurna, dikelas, selalu mendapatkan nilai tertinggi, selain itu, sangat aktif dikegiatan ekstrakulikuler. saat itu, Aku, Vina Ariescha.. Memilih ekstrakulikuler PMR dan Sains Club. Siapa yang tidak mau berdekatan denganku? Hampir semua orang disekolah berusaha untuk dekat denganku. Perempuan maupun laki-laki. Karena Aku tidak pernah memilah milih teman. Bagiku, bersikap sama terhadap semua orang adalah yang memang seharusnya dilakukan.. karena tak ada perbedaan diantara manusia dihadapan tuhan, apapun status sosialnya, kepintaran, Kecantikan, dan lainnya. Sehingga semua orang ramah terhadapku, penjual dikantin sekolah, guru, maupun teman-temanku.
"Vin, senin depan kita ujian nasional. Gimana persiapan lo?", tanya Nindy, sahabat terbaikku di sekolah, gadis cantik dengan wajah kecil imut, kulit sawo matang, Tapi terlihat eksotis. Wajahnya yang asli Indonesia, membuat Ia terlihat berparas seperti gadis kraton jawa. Dengan rambut panjang yang dikepang dua, nindy terlihat Mirip seperti gadis pribumi dijaman VOC.
"Aman, Kak Doni udah banyak bantuin gue, jadi guru privat pribadi, pokoknya, gue udah siap tempur, hehehe", jawabku sekenanya.
"hemm.. Enaknya lu.. Guru les ama pacar sendiri! Ati-ati, ada setan lewat entar kebablasan, malahan praktek perkembangbiakan biologi!", celotehnya sambil ketawa menyeringai dan gulungan buku LKS yang ada ditanganku pun mendarat mulus dikepalanya, yang ku harap mampu menyadarkannya dari pikiran yang enggak-enggak.
"sembarangan! Gini-gini, gue masih perawan ting ting, nek! Enak aja lo nuduh gue gituan. Ih, amit-amit!", jawabku menimpali pikiran kotor Nindy.
"hehe, yah, itu mah kan sapa yang tau.. Zaman kaya gini, Vin. Hehehe", lagi-lagi gulungan buku LKS ku mendarat sempurna di kepala Nindy, yang membuatnya cekikikan.
"Lagian elu, enak banget sih, udah mah semua orang stress buat UNAS, eh malahan asik pacaran berkedok les privat", celotehnya kemudian, masih sambil cekikikan.
"Enak aja, mana ada gitu. Gue beneran belajar, nek! Be-la-jar! Ga ada macem macem sama Kak Doni. Lagian tuh ya, emak gue duduk juga deket banget, ga mungkin lah gue macem-macem. Gue belajar di ruang keluarga, bukan ngumpet di kamar hotel, ish!", jawabku berharap sahabatku waras kembali setelah mendengar penjelasanku.
"Hehe," Nindy pun ketawa lepas, "Vi, emang emak lu ga tau kalau Kak Doni pacaran sama lu?", tanyanya lagi penasaran kali ini, agak serius menatapku, biasalah, kepo.
"Justru emak gue tau, makanya ditungguin! Nih liat," Aku menunjuk cincin perak dijari manisku, "Gue udah bukan pacaran lagi ama kak doni. Dia tunangan gue, nek!", jawabku kemudian.
"Ih, serius lu? Sejak kapan?"
"Tahun lalu, pas ultah gue ke 17, mom and dad sama Om Andri dan Tante Sarah sepakat buat ngeresmiin hubungan gue ama Kak Doni." jawabku sambil mengelus cincin di jari manisku.
"wah, gila lu, bentar lagi lu merit ma Dia dong?"
"hemm.. Nunggu Kak Doni lulus s2 nya, baru gue merit. 3 tahun lagi.", jawabku, kali ini sambil menunduk, karena sebenarnya, Aku pun ingin menikah secepatnya dengan Kak Doni. Sudah lama kami saling mengenal, sama-sama suka, dan akhirnya memutuskan untuk mengutarakan perasaan masing-masing.
Saat usiaku masih 7 tahun, itu saat pertama aku bertemu Kak Doni. Waktu itu, Daddy mengajak Mommy dan Aku berkunjung ke rumah rekan bisnisnya, untuk menghadiri jamuan Om Andri, Atas keberhasilan kerjasama perusahaan Daddy dan perusahaan Om Andri. Saat itu, aku melihat Kak Doni. Dia masih berusia 10 tahun, sedang asyik main sepeda dibelakang halaman rumahnya. Om Andri memanggilnya, dan memperkenalkan dengan Kami.
Sikapnya yang sangat perhatian, Baik, dan lucu, membuatku cepat akrab dengannya. Seperti bermain dengan kakak laki-laki. Sangat menyenangkan, apalagi aku memang merindukan seorang kakak yang bisa melindungi adiknya, menyayangi, dan menemani bermain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, rasa itu semakin berubah, rasanya berbeda. Hingga akhirnya, diusiaku yang ke 15 tahun, Kak Doni menyatakan perasaannya. bagai gayung bersambut, akupun menyatakan perasaanku yang telah kupendam lama.
Keluarga kami tak ada masalah, Mom senang sekali dengan hubungan kami, Daddy lebih senang, karena semakin memuluskan jalan usahanya, yang dengan bantuan Om Andri selama 7 tahun terakhir, telah mampu membuat perusahaan Daddy masuk kedalam 15 besar perusahaan terbesar di negara ini. Om Andri sendiri, saat itu merupakan orang terkaya di negeri ini. Perusahaan keluarga mereka merupakan perusahaan terbesar. Bahkan merupakan perusahaan dengan peringkat 5 besar didunia.
Singkat cerita, hubungan Kami sangat harmonis, tidak ada masalah, bahkan bisa dibilang hubunganku dengan Kak Doni adalah hubungan pasangan muda yang sangat harmonis. Kami pasangan muda yang bikin iri semua orang. Itu yang kurasakan saat jalan bareng nge mall sama Kak Doni. Hampir bisa dipastikan semua pasang mata melirik kepada kami. Akupun sangat bangga memilikinya. Diapun kurasa sangat bangga berjalan denganku. Dengan kecantikanku, yang bukan kaleng-kaleng.
Hingga akhirnya, Om Andri memutuskan untuk membawa hubungan ini lebih serius. Kamipun bertunangan.
"Vin.. Besok sabtu belajar bareng, yuk!", pinta Nindy. Membuyarkan lamunanku saat itu
"Lo kerumah gue aja, entar gue kenalin sekalian sama Kak Doni", kataku sekenanya
"Wiii asiiiik, selama ni gue cuman tau namanya, ga pernah liat orangnya, aseeeek! Kali aja dia punya temen jomblo bisa dikenalin ma gue, Vi!", Nindy mulai berceloteh, sahabatku yg satu ini, emang bener deh, ceplas ceplos. Tapi memang dia sahabat terbaik yang Aku punya. Dan kata-katanya, ga pernah menggangguku. Aku termasuk orang yang serius, keberadaan Nindy membuat kami balance. Seenggaknya, Aku bisa bercanda tersenyum dan curhat sama dia.
"Terserah lo, deh nek lampir!" kataku akhirnya, menghentikan obrolan kami, karena Bu Atika sudah memasuki ruang kelas. Nindy pun harus kembali ke mejanya, yang tepat disebelah mejaku.
--- Esoknya ---
Nindy sudah tiba dirumahku, kami ngobrol banyak di ruang santai keluarga sambil menunggu kedatangan Kak Doni.
"Vivi, tumben ajak teman belajar bareng," Kak Doni tiba dan langsung menyapaku.
"Kenalin kak, ini Nindy, nek lampIr yang sering Aku ceritain, biang rusuh dikelas.", Aku memperkenalkan sahabatku ke tunanganku,
"Doni", Kak Doni mengulurkan tangannya
"Nindy", Nindy pun menyambutnya.
Saat itu.. Adalah saat yang paling Aku sesalkan dalam hidupku. Andaikan Aku tak mengenalkannya ke tunanganku, Mungkin saat ini.. Akulah yang menggendong bocah mungil itu, dan berada disamping Kak Doni..
Yah..
Saat itu Aku ga curiga sama sekali dengan Nindy ataupun Kak Doni. Setelah lulus, Nindy masuk ke jurusan dan kampus yang sama dengan Kak Doni. Karena Dia sangat tertarik dengan jurusan ekonomi. Sedangkan Aku, memilih untuk melanjutkan kuliahku ke luar negeri, oxford university. Karena mendapatkan beasiswa dan tak ingin menyia-nyiakannya, selain itu, tujuan awalku adalah menunggu Kak Doni melanjutkan s2 di kampus itu, dan kami bisa satu kampus! makanya aku menolak untuk masuk universitas di Jakarta. Hanya setahun menunggu Kak Doni lulus s1, maka Dia akan terbang ke oxford university, Kami bisa satu kampus, sampai Dia menyelesaikan s2, pas dengan waktu kuliahku menyelesaikan s1.
Kami akan pulang bersama, dan menikah. Itu tujuanku.
Tapi apa daya, Tuhan berkehendak lain. Setelah 6 bulan berlalu, selepas kepergianku ke England untuk melanjutkan kuliah di Oxford University, Aku mendapatkan kabar dari Kak Doni, berupa pesan singkat whatsapp, berisi photo surat undangan pernikahan dengan Nindy. Ya, Kak Doni, menikah dengan Nindy, yang saat itu sudah hamil 3 bulan.
Betapa hancurnya hatiku saat itu. Nindy sahabatku, dan Kak Doni, lelaki yang sudah 10 tahun menjadi kakak, sahabat, dan kekasihku, mereka.. Mengkhianatiku.
Tak ada kata-kata maaf yang keluar dari mulutnya, tak ada telepon penjelasan apapun, selain surat undangan itu. Dan pesan singkat Kak Doni, "Vi, Aku harus menikahi Nindy, karena dia hamil anakku." itu saja.
Wow.. Mereka tidak memperdulikan perasaanku, Mom and Dad juga meminta penjelasan ke Om Andri, tapi tak ada jawaban. Semua kontrak kerjasama dengan perusahaan Daddy pun berhenti. Walaupun perusahaan Daddy mendapat kompensasi atas pemutusan kerjasama sepihak, tetap saja, keluarga kami mendapat imbasnya. Perusahaan Om Andri merupakan perusahaan raksasa. Pemutusan kerjasama sepihak membuat banyak rekan bisnis menyangka kesalahan ada dipihak Daddy. Mereka ikut memutuskan kerjasama, hingga perusahaan Daddy collapse, kondisi keuangan kami carut marut! untungnya saat itu aku mendapatkan kuliah di Oxford dari hasil beasiswa, sehingga biaya bukanlah masalah untuk melanjutkan sekolahku. Hanya saja, biaya hidup sudah tak dapat ditanggung lagi oleh Daddy. Aku terpaksa bekerja paruh waktu diperusahaan makan cepat saji, membantu proyek dosen, dan membuka les privat untuk mahasiswa baru, untuk menutup biaya hidupku selama di England. Apapun kulakukan, termasuk beberapa bisnis di kampus. Yah, walaupun, hatiku masih berantakan dan carut marut, tak tentu arah. Aku belajar untuk kuat disiang hari, meskipun dimalam hari, Aku akan menangis sejadi-jadinya.
Setiap malam, dalam 3 tahun pertamaku, selepas perpisahan dengan Kak Doni, Aku selalu menangis, menangis dan menangis. Di siang hari, aku sangat berbeda. Aku bagaikan singa kelaparan, Aku belajar, bekerja, mengumpulkan pundi-pundi uang dan terus berusaha untuk mendapatkan kesuksesan dan membantu keluargaku bertahan.
Perusahaan Daddy akhirnya kembali bisa bernapas, setelah 1 tahun peristiwa tersebut, Daddy mengulang semua dari awal, mengambil orderan kecil-kecil, memulihkan kepercayaan dengan pelanggan, dan mendapat lebih banyak kepercayaan dan mengembalikan citra perusahaannya yang telah hancur sebelumnya. Walaupun belum bisa kembali ke 15 besar perusahaan terbesar di negara asalku, tapi kondisi semakin membaik. Mereka mulai mengirimi uang kembali untuk akomodasiku, diakhir tahun ke-1 setelah peristiwa tersebut. Tetapi, Aku menolaknya. Kondisiku saat ini sudah jauh lebih baik, Aku memiliki pekerjaan sampingan, penghasilan, dan tak lagi ingin bergantung dengan siapapun.
Sedikit demi sedikit, Aku menabung sisa hasil kerjaku. Aku tak banyak menghabiskan uangku untuk foya-foya, karena memang kebiasaanku tidak seperti itu sejak kecil, bahkan saat berangkat ke England, tabunganku sedari SD, termasuk uang lebaran, uang tahun baru, hadiah ulang tahun, sudah lebih dari 100k USD. Daddy memberiku 200,000 pounds untuk sewa apartemen 1 tahun di England. Tapi, aku hanya memakai kurang dari 15,000 pounds untuk tempat tinggalku. Aku tidak ingin terlihat eksklusif dikampus. karena Aku ingin memiliki banyak teman dan berinteraksi dengan mereka, jadi Aku tinggal dikawasan yang memang banyak mahasiswannya, sisa uang dari Daddy, Aku selalu menyimpannya. dan ternyata simpanan itu sangat membantu, saat perusahaan Daddy collapse, tabunganku saat itu yang sudah cukup banyak mencapai 5 milliar rupiah. bisa kuberikan ke Daddy untuk modal perusahaannya kembali, dan Aku memulai dari nol disini, di England dengan bekerja untuk Menyukupi kebutuhanku. Yah, boleh dibilang, Aku adalah investor perusahaan Daddy yang baru. Dana segar yang kuberikan, telah mampu menyelamatkan dan menjadi modal untuk membangun perusahaan kembali tanpa harus berhutang ke bank. Walaupun sangat sedikit dibanding kerugian Daddy, tapi dana itu bukanlah hutang.
Akhirnya, setelah 3,5 tahun Aku berjuang dengan kuliahku, Akupun bisa lulus. Dan saat itu, Aku membuka secara resmi perusahaan expedisiku, yang melayani pengiriman dari dan ke berbagai negara. Ini terinspirasi dari keadaan saat kuliah dulu, dimana teman-temanku mereka mengalami kesulitan karena pengiriman barang yang sangat mahal, untuk membawa kembali beberapa barang-barang penting yang mereka punya saat kuliah kenegara masing-masing. Aku memberikan Solusi untuk pengiriman ekspedisi cargo dengan harga yang sangat bagus. Bekerja sama dengan perusahaan lokal di England, dan mulai melebarkan sayapku. Yah, mungkin memang insting bisnisku sudah berjalan, karena sejak kecil, Aku melihat bagaimana Kakek berjuang untuk membesarkan perusahaan yang akhirnya dikelola oleh Daddy, dan sedikit banyak aku belajar saat melihat mereka bernegosiasi dengan Client.
Saat kuliah, apapun yang kupakai, banyak menjadi trend bagi mahasiswi. Seperti handbag yang kugunakan, pakaian, anting-anting Ataupun perhiasan lain yang kupakai sebagai aksesoris, mengundang perhatian mereka, karena terlihat berbeda dari yang ada dipasaran. Saat itulah tercetus olehku untuk membuat website dan menjual secara online dan offline. Menjadikanku sebagai modelnya sendiri, dengan bantuan teman kuliahku, Aurel, yang memiliki keahlian photographer, akupun meng-hire-nya untuk menjadi photographer product jualanku, dan mempostingnya online.
penjualan offline dan online ku berhasil. Apapun yang kujual menjadi trend, dan dengan sedikit modal, Aku menyewa kios di dekat kampusku. Menjual aksesoris handmade buatanku, tas, dan berbagai baju hasil design ku. Memang Aku tidak sekolah design, tapi hobby ku sedari kecil, adalah membuat aksesoris, menjahit, dan membuat berbagai macam pernak pernik handmade, termasuk membuat dress. Menurutku itu lebih hemat daripada membeli dress untuk acara atau jalan bersama Kak Doni ke acara-acara resmi. Banyak yang mengira dress buatanku adalah hasil perancang mahal, mengingat Kak Doni, berasal dari keluarga terkaya di negeriku.
Saat itu Aku hanya menjawab dengan senyuman setiap kali ada yang bertanya siapa yang merancang dressku. Enggan menanggapi serius, lagipula, tak pernah terlintas dalam benakku untuk menjadi designer. Saat itu, aku hanya memiliki satu goal, Kak Doni! Menikah dengan Kak Doni.
Kondisi berubah saat ekonomi keluargaku mengalami krisis. Sedikit demi sedikit kukumpulkan keuntunganku, menyewa ruko dipertokoan dekat dengan apartemen sewaan mahasiswi, lalu membuat butik dilantai 2 nya. Setelah memiliki butik kecil, Aku mulai membuat design dengan harga terjangkau kalangan mahasiswi, karena saat itu, pasarku masih sekitaran anak kampus. Yang kemudian menyebar ke dosen-dosen, dan berbagai kalangan luas. Mulailah aku membuat brand merk untuk setiap designku.
TRUST
Itulah nama brandku. Saat ini, tidak ada yang tidak mengenal nama brand ku. Setiap orang pasti bangga mengenakan busana, aksesoris, tas, dan berbagai barang dengan brand trust. Banyak pula yang membuat imitasi dari design ku. Kini, brandku tidak kalah dengan armani, gucci, dan berbagai merk terkenal lainnya. Berawal dari sebuah butik kecil, telah menjadi salah satu kerajaan bisnis terbesarku di dunia fashion.
Saat masih kuliah dulu, Aku terbiasa memasak di flatku, dan membuat makanan khas negaraku yang kaya rempah, sebagai bekal untuk kuliah. Tak jarang, aku pun membuat jajanan tradisional sekedar untuk melepas rinduku dengan masakan khas negara yang kucintai. Banyak rekanku yang penasaran dengan rasanya, dan kepincut dengan masakanku, sehingga banyak dari mereka yang memintaku membuatkan makanan yang Aku buat. Ini kujadikan salah satu pemasukanku juga, Aku membuka pre order setiap harinya. Sehingga Aku bisa mendapatkan makan gratis dari hasil menjual makanan, dan dengan semakin banyak pre order, akhirnya aku mendapatkan cukup profit, dan memperkerjakan beberapa mahasiswa mahasiswi asal negaraku yang memiliki kesulitan ekonomi sepertiku, untuk membantu menyiapkan pesanan pre order.
Setelah Aku memiliki boutique, Aku membuat lantai pertama sebagai restoran khas dengan nama resto "BUMBU", yang banyak menarik penduduk lokal di England penasaran dengan cita rasanya, dan akhirnya menjadi pelanggan setia resto ku.
Kini, restoran kecil itu sudah memiliki 200,000 cabang diseluruh dunia. Aku membuatnya sebagai franchise, yang menjadi salah satu pundi-pundi penghasilan terbesarku saat ini.
Berawal dari tiga usahaku, perusahaan expedisi, trust, dan bumbu franchise, Aku mulai mendapatkan pengakuan didunia usaha. Semua sudah menjadi perusahaan cukup besar saat Aku kembali ke negaraku.
Dari sana, Aku mulai mengembangkan usahaku yang lainnya, mengepakkan sayapku diberbagai bidang, yang tentunya, Aku bekerja bagaikan singa kelaparan yang tak pernah mengenal lelah. Otakku hanya berpikir bagaimana membuat ini dan itu. Strategi, dan berbagai macam hal yang menjadikanku seperti saat ini, Vina Ariescha, the youngest and richest woman in my country. Bahkan kekayaanku, sudah menjadi nomor 2 di negaraku.
Setelah 5 tahun perpisahanku dengan Kak Doni, Mom mulai melancarkan berbagai jurus untuk menikahkanku. Hingga saat itu. Akhirnya keluargaku memaksaku untuk bertunangan dengan Alfian, salah satu anak rekanan bisnis papa, yang merupakan teman sekelasku juga saat SMP.
Tapi bukan vina Ariescha namaku jika tidak berhasil menggagalkan rencana tersebut. Aku pergi ke Prancis, dan memutuskan hubunganku dengan semua keluarga. Aku juga mulai mempersulit bisnis keluarga Alfian, hingga akhirnya orangtuanya setuju untuk menghentikan proses tunangan ini, asal aku tidak membuat perusahaan mereka collapse.
Namun, kondisi tidak bagus juga terjadi pada keluargaku. akibat ulahku, Nenek mengalami serangan jantung dan kondisinya kritis selama 3 bulan. Walaupun berhasil sembuh dan melewati masa kritisnya, belum ada satupun anggota keluarga yang berhasil memenuhi permintaannya untuk bertemu denganku.
Sejujurnya, saat itu aku juga merindukan Nenek. Tapi aku tidak mau kembali dan menjadi lemah lantas menyetujui pertunangan untuk menikah paksa. Egoku memang sangat tinggi, dan Aku memang dingin untuk hal seperti ini. Hingga akhirnya, Mom and Dad menemuiku di Prancis, berjanji untuk tidak mencampuri urusan asmaraku lagi. Barulah Aku kembali dan menemui Nenek yang sudah kurindukan.
Sejak saat itu, tak banyak waktu kuhabiskan dengan Nenek. Setelah seminggu Aku kembali, Nenek kristis kembali. Dan akhirnya meninggalkan kami semua, menyisakan rasa bersalah yang besar dalam dihatiku.
Masih ingat dalam benakku, saat itu, kondisi Nenek sangat stabil, beliau sangat senang dengan kepulanganku, Kami sedang membahas berbagai hal termasuk kemenanganku melawan Mom and Dad untuk berhenti mencampuri urusan jodohku. Nenek dan Kakek memang sebenarnya tidak setuju dengan perjodohan ini, tapi mereka tak bisa berbuat banyak, karena Mom bilang, Aku akan bahagia dengan menikah dan bisa melupakan Kak Doni. Sudah kujelaskan berulang kali, bahwa Aku sudah bahagia dengan hidupku sekarang, dan melupakan masa lalu. Tapi bukan berarti Aku mau dipaksa menikah. Karena menurutku. Menikah itu urusan seumur hidup. Biarlah Aku sendiri yang memutuskan saat menemukan seseorang yang tepat nantinya.
Saat sedang bercengkrama,, Aunt Fathin yang saat itu baru kembali dari acara arisan sosialitanya, ikut bergabung dengan Kami. dan duduk disamping Nenek, memindahkan channel tv pas sekali wajah Kak Doni, Nindy dan anak mereka sedang di wawancara di stasiun tv tersebut.
Ada guratan sakit dihatiku, kesal dan emosi, tapi Aku masih bisa menahannya, dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Maaf Vi!", Aunt Fathin gelagapan, lalu mengganti channel sekenanya, berharap Aku tak terpengaruh dengan yang baru saja kulihat. Tapi bukan padaku masalahnya,
Entah kenapa, hal tersebut membuat Nenek mengalami sesak napas, dan sambil memegang jantungnya, wajahnya pucat, dan badannya menjadi dingin. Kami semua panik. Dan membawanya ke rumah sakit. Tapi sayang, takdir berkata lain, nyawanya sudah tak tertolong saat itu.
Pukulan sangat keras bagiku.. Begitu stresskah Nenek, sehingga memasukkan hal tersebut ke hatinya, dan memikirkanku sebegitu besar sehingga rasa sedih membunuhnya? Apa aku pembunuh? Pembunuh yang menyebabkan Nenekku meninggal? Saat itu, Aku benar-benar tak bisa memaafkan kesalahanku. Tangisanku pun tak berhenti, sakit sekali dadaku kehilangan orang yang selalu ada dihidupku, mendampingiku sejak kecil saat Mom sibuk dengan urusannya.
"ini bukan salahmu, Vi. Tenanglah, supaya Nenekmu bisa pergi dengan tenang.", suara Kakek lembut menenangkanku, Dia mengelus punggunggku, kemudian memelukku, yang masih menangis meratapi kepergian Nenek.
"Ini salah Vi, Kek.. Kalau bukan karena Vi jatuh cinta dengan si brengsek itu, mungkin saat ini Nenek masih hidup.", sambil terisak, Aku meluapkan emosiku pada Kakek
"Sudahlah Vi, ini sudah takdir. Memang usia Nenek sampai sebatas ini, kamu jangan merasa bersalah.", Kakek menghiburku, tapi tetap, saat itu Aku sangat sedih. Karena memikirkan Nenekku telah meninggal..
Kondisi itu, membuatku menjadi semakin dingin, dan justru berpikir sangat keras untuk menghindari perasaan sayang dan cinta. Aku tak mau lagi merasa perih kehilangan, seperti perihnya kehilang Kak Doni dan Nenek. Biarlah Aku cukup menyayangi keluarga yang tersisa, terutama Kakek, tanpa mau membuka cinta yang baru.
Tak sedikit rekan bisnis yang coba membuatku jatuh cinta, tapi tak ada satupun yang berhasil. Hatiku beku, Aku tak melihat satupun dari mereka istimewa, dan hidupku, sudah sangat sibuk dengan pekerjaan. Yah, setiap hari Aku bekerja, tanpa mengenal lelah, menyibukkan hariku, menenggelamkan diriku semakin dalam ke pekerjaanku, melupakan kehidupan pribadiku. Aku bagaikan robot yang hanya menghabiskan waktunya untuk bekerja, inovasi, meeting, dan berbagai kegiatan lainnya.. 5 tahunku, sampai saat ini, tak ada yang bisa menggetarkan hatiku, sampai panggilan tadi malam di basemen.. Yang sukses membuatku menjadi seperti ini.. Terluka kembali.
flash back off
hai reader yang baik hati... terima kasih ya, sudah mampir ke novel pertamaku 🤩🤩🤩
untuk kalian yang suka dengan bab ini.. tolong bantu support Author dengan memberikam (like) 👍 dan comment yang membangun untuk author, ya!!!
terima kasih, happy reading 😘😘😘
visualisasi doni
Suara dering alarm alarm dimeja samping tempat tidurku, yang menandakan sudah jam lima pagi telah berbunyi. Dan Aku.. sukses, Tidak bisa tidur sampai pagi.
"Awesome!", Omelku, sambil berdiri, menyudahi lamunanku. Menghapus air mata yang masih tersisa dengan jari tanganku, lantas menuju kamar mandi mencuci wajahku, setelah selesai, aku pergi keluar kamar, melakukan streching dan olahraga ringan di ruang fitnes, lalu menuju dapur. Mengeluarkan cereal dan beberapa buah beku, untuk membuat smoothies bowl sebagai menu sarapan pagi ini.
Aku juga menyiapkan air perasan lemon yang tidak seperti biasanya yang selalu aku tambahkan dengan air hangat, kali ini, Aku campur dengan air es.
Setelah sarapanku siap. Aku membawanya ke meja makan. Mulai menyantap sarapanku. Sembari membuka smarphoneku. Untuk mengecek semua pesan masuk yang belum kubalas sejak dinner tadi malam.
TING TONG
Suara bell apartemenku berbunyi, kulirik jam di smartphoneku, masih jam 6 pagi. Siapa yang datang pagi-pagi begini? Dan aneh.. Aku ga pernah punya tamu selama ini.
Dinda yang merupakan asisten rumah tangga di apartemenku, selalu datang jam 9 pagi sebelum Aku berangkat ke kantor. Lalu siapa yang datang pagi begini? Tanyaku dalam hati.
TING TONG
Lagi, bell berbunyi, berarti memang bukan mimpi atau orang salah apartemen. Aku berdiri, meninggalkan makananku, melangkah pasti ke arah pintu. Ku tatap layar di monitor, untuk melihat siapa yang berdiri didepan.
Dan mataku terbelalak kaget melihat siapa tamuku didepan. Ngapain Dia kesini? Tanyaku dalam hati.. Enggan membuka pintu, masih kutatap layar monitor itu, berharap orang itu pergi meninggalkan apartemenku,
TING TONG
Tapi Dia bukan pergi, justru memencet ulang bel pintu apartemenku.
"Aku tau ada orang didalam, cepet keluar sebelum kesabaranku habis, dan lapor polisi!", serunya mengancam menakutiku.
Hufff, walaupun Dia melapor ribuan kali, tetap Polisi ga akan peduli! Aku mampu memperbaiki keadaan dengan pengacaraku, bahkan justru Dia yang rugi!
TING TONG
Lagi, Dia memencet bell kembali.
Klek
Aku akhirnya membuka pintu menatap orang didepanku dengan tatapan kesal.
"Mau apa?"
"Bayar, ganti rugi! Ini bonnya!", Tanpa basa basi laki laki itu mengambil bon yang sudah kusut dikantongnya dan menyodorkannya kepadaku.
Aku mengambil bon itu, dan melihat jumlah tagihannya
"Hellooooo.. Are you kidding me? Only for seventy five thousand ruphiah You come this early?????", Tanyaku kesal dan nyolot. Hilang sudah selera makanku melihat kedatangan orang ini,
"Mba, Kita ada di Indonesia. Emang ga bisa Bahasa Indonesia? Dah ga usah basa basi, bayar cepetan, katanya mau tanggung jawab!"
Aku sangat geram menghadapi orang Dihadapanku, "tunggu!", Aku lalu menutup pintu. Setengah berlari mengambil tasku disofa, mengambil dompet, dan yes... Dompetku kosong. Ga ada cash. Cuma kartu-kartu yang tersisa.
Apa Aku minta rekeningnya aja ya? Tapi, apa iya orang sepertinya punya ATM? Tanyaku dalam hati. Hmm.. Sudahlah, Aku malas banyak berbicara dengannya juga, pikirku. Tak ada pilihan lain, Aku setengah berlari kekamar, mengambil coat dan memakainya menutup one set piyamaku, mengambil smartphoneku dimeja makan, memasukkannya kembali kedalam tasku, mengganti sendal dan bergegas keluar untuk ke lantai dasar menuju ATM centre.
"Ayok, turun!", Seruku. Sambil menutup pintu apartemenku.
"Mana uangnya?"
"Gue ga ada cash. Ke atm dulu.", Jawabku sedikit kesal, dengan uang tujuh puluh lima ribu rupiah, Aku seperti ditagih hutang triliunan rupiah. Ditagih jam 6 pagi! Haissssss...
"Laki-laki itu berjalan mengikutiku, masuk ke lift dan Kami menuju atm centre. Tak ada percakapan di antara Kami, hanya diam, dan di ATM centre, Dia menunggu sekitar 3 meter dibelakangku. Setelah menarik uang beberapa ratus ribu, Aku memasukkannya ke dompetku, dan mengambil selembar seratus ribuan untuk kuberikan kepadanya.
"inih!", Aku memberikan kepadanya. Dan hendak beranjak pergi.
"Tunggu, ini kembaliannya!", Dia memberikanku uang dua lembaran sepuluh ribuan dan satu lembar lima ribuan yang sudah kucel.
"Simpan aja kembaliannya," jawabku sekenanya dan hendak beranjak pergi.
"Aku bukan pengemis, Aku ambil yang jadi hakku, dan ini hakmu.", serunya.
Saat itu Aku hanya menengok ke arahnya, menatapnya, dan mengambil uang lembaran yang disodorkan kepadaku, udah kucel, kumel, walaupun enggan, tapi mau bagaimana lagi, Aku cuma ga mau berurusan dengan orang ini lagi.
"Vivi, selamat pagi!" suara itu lagi.. Menyapaku pas saat aku memegang lembaran uang lecek itu,
"Makasih mba, lain kali hati-hati bawa mobilnya, supaya ga nyenggol spion lagi.", Kata lelaki itu, setelah aku mengambil uangnya. Dia lalu pergi, meninggalkanku dengan pemilik suara itu.
"Vivi,"
Aku menengok ke arah suara dengan berusaha tetap tenang, dan menjaga tatapanku yang datar, kuberanikan menatap mata pemilik suara itu, dan kali ini yang kulihat, hanya seorang pria dengan pakaian jas lengkap rapih, dia sendirian, tanpa Nindy dan bocah kecil tadi malam.
Lagi, Aku tak menjawab, hanya melangkah pergi meninggalkannya. Tapi, belum ada 3 langkah, Dia sudah menarik tanganku,
"Vivi, Kamu mau kemana?"
Refleks, Aku lepas segera tanganku dari genggamannya, hatiku mulai bergemuruh, amburadul, rasanya semakin sakit, tapi kesadaranku tetap masih ada walaupun hampir goyah. Setelah 10 tahun, tangan itu kembali menyentuh tanganku, sungguh hampir membuatku menangis lepas kendali.. Sejujurnya, Aku memang masih merindukannya, masih banyak rasa untuknya dihatiku.
"Permisi!", hanya itu yang dapat kuucapkan, sembari melangkah lebih cepat dan meninggalkan ATM centre.
Buru-buru kupercepat langkah kakiku menuju lift, segera kupencet nomor lantaiku, dan masuk mengunci diriku didalam apartemen. Air mata sudah tak bisa kubendung lagi. Aku menangis sejadi jadinya. Rasa rindu, kangen, sakit, sedih, amarah, semua tercampur menjadi satu. 10 tahun sudah, tapi tak ada yang berubah, Aku merasa semakin sakit dan tersiksa.
Ish, ini semua karena si tukang tagih itu!! Kalau bukan karena kemarin aku terburu-buru menghadiri acara dinner. Ga mungkin Aku menyenggol sepeda motor orang yang mengakibatkan kaca spionnya pecah, dan Aku harus menggantinya. Aku pun mengutuk diriku sendiri, Kalau Aku selalu menyiapkan cash didompet, Ga mungkin si bodoh itu dateng ke apartemenku untuk menagih, Aku bisa bayar ganti rugi kemarin dijalan, dan ga mungkin Aku harus ketemu lagi dengan seseorang dari masa laluku, lelaki yang telah membuatku sakit seperti ini.. Air mataku sudah tak dapat berhenti, rasanya semakin sakit, semakin perih, Aku benar-benar ingin menahan tangan itu tetap memegang tanganku, benar-benar ingin melihat wajah teduh itu lagi, benar-benar merindukannya!! walaupun 10 tahun berlalu, rasa ini belum juga pergi, ternyata Aku masih lemah!
"Bodoh! Vi, wake up!", seruku sendiri sambil memukul-mukul kepalaku dengan tangan, berharap Aku kembali sadar, Dia bukanlah milikku. Kami sudah berakhir.. 10 tahun lalu.
TING TONG
Suara bell lagi. Kali ini, benar-benar membuatku kaget, siapa lagi yang datang???? Aku melihatnya dari layar monitor, betapa terkejutnya Aku..
"Vi, Aku tau kamu ga mau buka pintu ini, tapi Aku cuma mau tanya kabarmu, Aku ga ada maksud apa-apa.", Kata-katanya hanya membuat tangisanku semakin menjadi, untung ruangan ini kedap suara, dan Aku benar-benar ga nyangka Dia mengikutiku sampai ke apartemenku. Mungkin sudah saatnya Aku harus pindah.
"Vivi, semoga kamu baik-baik saja, Aku pergi dulu!", Diapun pergi meninggalkan apartemenku. Rasanya seperti ga rela, hatiku seperti ingin loncat keluar mendengar perhatiannya...
"Wait.. Wait.. Come on.. Wake up Viiiii!!!! Itu bukan perhatian, ******** itu mana punya perhatian!", aku coba mengingatkan diriku lagi, menahan tanganku untuk ga membuka pintu dan lepas kontrol mengejar lelaki beristri dan memeluknya karena rasa kangen dalam hatiku yang mulai ga bisa ku kontrol.
Akhirnya, Aku hanya menangis, sekali lagi, luka ini terbuka sama persis rasanya seperti saat Aku menerima surat undangan itu saat aku masih berada di England. Ya Tuhan, Apa yang harus kuperbuat, Aku ga mau lagi memikirkannya.. Aku.. Huaaaaa... Ga ada yang bisa kukatakan lagi, Aku hanya menangis, sejadi-jadinya.
Klek
Suara pintu apartemenku terbuka, setelah seseorang memasukkan pin apartemenku.
"Bu Vina..", pekik Dinda kaget melihatku duduk dilantai, sangat berantakan, dengan air mata dan masih menangis sesegukan. Entah kemana perginya rasa maluku, tak pernah aku menunjukkan penampilanku yang seperti ini kepada orang terdekatku. Bahkan saat 10 tahun lalu, ketika kondisi menyakitkan ini kualami, tak ada satupun teman dikampusku yang menyadari kalau Aku sedang patah hati. Tapi kali ini, Aku benar-benar berantakan.
"Selamat pa... gi... Bbb... Bu Vina... Anda tak apa-apa?" kini Metha asistenku, yang datang untuk menjemput, yang giliran terlihat panik melihat kondisiku saat ini. Antara bingung, sedih, takut, dan mungkin perasaan lainnya, tak ada diantara mereka yang berani mendekat ke arahku untuk memastikan kondisiku.
Tak ingin berlama-lama lagi. Dan kondisi kesadaranku pun sudah mulai pulih, Aku mulai menghapus air mata dengan tanganku, berdiri, dan menatap kearah mereka berdua yang masih terlihat shock.
"Tunggu Aku 10 menit, Aku akan segera siap!", Kataku sambil melangkah menuju kamar, meninggalkan mereka berdua kebingungan, saling menatap dan saling mencari tahu kondisiku. Tentunya, ya tanpa menarik perhatianku. Atau mereka harus bersiap diri untuk dipecat bila mencampuri urusan pribadiku.
Tak lama persiapanku, 9 menit yang kubutuhkan untuk bersiap, dan pas di menit ke 10, aku sudah berada di depan Metha,
"Ayo berangkat, apa agendaku hari ini?" tanyaku sembari melangkah keluar meninggalkan apartemenku.
Dinda hanya diam dan terus berusaha sibuk dengan urusan membersihkan dapur. Sedangkan metha, masih sedikit gelagapan mulai membacakan agendaku hari ini.
"Meeting dengan Perusahaan Oasis jam 10 pagi - peresmian cabang perusahaan baru jam 2 siang - meeting kerjasama dengan Light Company jam 4 sore,,,"
"Wait, Light Company?", sanggahku menghentikan Metha dari membaca agendaku hari ini
"I.. Iya bu.. Light Company, yang merupakan anak cabang dari Fortune Company, perusahaan tambang emas nomor 1 dunia, dan bagian dari kerajaan bisnis FGC, perusahaan terkaya nomor 1 di negara ini, dan terkaya nomor 3 di dunia.", Metha mulai mengingatkanku betapa pentingnya perusahaan ini, dan meeting kali ini, yang berhubungan dengan kerjasama antara Trust dan Light Company untuk menciptakan design perhiasan terbaru kami.
Hufff.. Aku menghela napas, kenapa dihari yang penting seperti ini. Pagiku sungguh tak menyenangkan.. Dasar sial.. Ini semua karena ulah si bodoh tukang tagih itu! Kalau bukan karena Dia, Aku pasti ga akan bertemu dengan..
"Bu Vina, lift sudah terbuka, apa Kita masuk sekarang?", Suara Metha perlahan membuyarkan lamunanku.
Aku masuk lift tanpa berkata apa-apa. Menuju lobby apartemen, dan mobil perusahaan sudah siap diluar lobby menunggu Kami. Aku tidak menggunakan mobil pribadiku, karena hari ini, Aku tak ada agenda pribadi seperti kemarin, mengunjungi rumah Daddy.
Agendaku berjalan dengan lancar.
Rapat dengan Perusahaan Oasis, memberikan banyak keuntungan positif bagi kedua belah perusahaan, hasil sangat memuaskan, dan Aku yakin, penjualan Kami tahun ini akan meningkat 200% dari tahun kemarin.
Pembukaan cabang baru pun memberikan dampak positif. Nilai saham perusahaan kami meningkat drastis setelah peresmian. Kepercayaan investor semakin meningkat, memberikan angin segar bagi perusahaan baru dan cabang perusahaan kami yang lain. Sungguh kesuksesan yang luar biasa, walaupun pagiku dimulai tak menyenangkan, tapi siang ini begitu indah, moodku sudah kembali bagus, Aku hampir melupakan semua kejadian pagi ini.
"Bu Vina, wakil dari Light Company hari ini, adalah Pak Rangga. Anak bungsu dari keluarga Anwar Pranata, owner FGC.", Metha menjelaskan siapa yang akan Aku temui.
"Anak bungsu? Apa dia kompeten?"
"Entahlah bu, dari yang Saya pelajari, dia lulusan UGM. S1 dan S2 nya di universitas yang sama. Dan hanya itu info yang Saya dapatkan", Metha menjelaskan.
"Metha, saya ga peduli dimana dia belajar, luar atau dalam negeri, tapi pertanyaannya, apakah dia kompeten? Dan mengerti apa yang akan kita bicarakan?", sedikit geram dengan penjelasan Metha. tidak penting untukku pendidikan diluar atau dalam. karena tidak sedikit orang yang kukenal, belajar diluar tapi masih jauh tertinggal dari yang belajar didalam negeri.
"Hehe.. Untuk itu Saya belum tahu, bu. Karena belum pernah sebelumnya, dalam sejarah perusahaan FGC mengirim Pak Rangga sebagai wakilnya."
"Ya sudah, Kita ketemu dulu saja, baru nanti Kita bisa lihat," seruku, sedikit jengkel. Kalau cuman bocah ingusan, kenapa ga, meeting ini diwakilkan oleh Manager Trust? Tanpa membuang waktuku seperti ini. Masa ya, A,ku harus bicara dengan anak bungsu kesayangan, ingusan, ga berkompeten yang hanya bisa minta uang ke bapaknya yang saat ini menjadi orang terkaya nomor 1 di negeri ini..
Ya, nomor 1. Urutan itu sebelumnya adalah milik ayah Kak Doni, om Andri. Tapi sejak 3 tahun lalu, Akibat kesalahan fatal Kak Ranu, yang merupakan kakak dari kak Doni, perusahaan mereka mengalami banyak kerugian cukup besar. Kehilangan investor, pelanggan potensial, proyek besar, hingga akhirnya, kekayaan mereka berkurang drastis. Bahkan kini, mereka hanya berada di level yang sama seperti perusahaan Daddy. cukup kaya, cukup sejahtera, cukup berhasil.
"Bu, Kita sudah sampai!", Metha lagi-lagi menyadarkan lamunanku.
Aku bersiap untuk turun, mempersiapkan segala keperluan untuk rapat hari ini, dan melangkah masuk ke dalam Restoran Fancy, yang merupakan Restoran Italy, Dimana kami akan melakukan rapat.
Restoran ini memiliki interior khas Italy, mulai dari ukiran, interior gaya classic-nya, semua mengingatkanku akan masa kuliahku di Eropa dan pelarianku beberapa bulan ke Prancis saat menolak untuk di jodohkan.
Dalam ruangan rapat khusus, di lantai dua, perwakilan Light Company ternyata sudah tiba,
"Selamat Sore, perkenalkan saya Fredy, sekretaris dari CEO Light Company, Bapak Rangga." sembari memberikan tangannya untuk menyalami Aku dan Metha.
"mana Pak Rangga?", Aku mulai mengintimidasi, mengingat hanya Fredy yang ada dalam ruangan ini, meminta penjelasan dimana atasannya. Jangan sampai, Aku sudah disini, ternyata Dia keasyikan pacaran atau ketiduran dan melupakan bahwa ada meeting yang sangat penting. Awas saja kalau itu sampai terjadi, gerutuku dalam hati.
"Sedang mengeringkan badan, Bu Vina, karena tadi hujan, saat menuju ke sini," Fredy menjelaskan kondisinya,
"Oke", Aku lalu duduk ditempat yang telah di persiapkan. Hujan? Mengeringkan badan? lelucon apalagi ini! heh.. sedikit kesal, tapi Aku berusaha tak peduli dan mulai membuka berkasku, hanya untuk persiapan, dan membaca ulang, sembari mengisi waktu.
"Maaf Saya terlambat, Selamat Sore, perkenalkan, saya Rangga",
"Ttt...tu..tukang tagih bodoh!", Sontak keluar dari mulutku, ketika menatap ke arah pintu dan melihat siapa orang yang masuk kedalam ruangan rapat.
hai reader yang baik hati... terima kasih ya, sudah mampir ke novel pertamaku 🤩🤩🤩
untuk kalian yang suka dengan bab ini.. tolong bantu support Author dengan memberikam (like) 👍 dan comment yang membangun untuk author, ya!!!
terima kasih, happy reading 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!