BEERS
"ACCCHHH....!"
BUG....!
Tubuh tinggi semampai itu tersungkur, berguling terjun bebas kedasar tanah tak berujung. Setelah tanpa sengaja menginjak tumpukan ranting dan daun kering, yang ternyata menutupi sebuah lubang.
Ia pun berteriak, menjerit saat tiba-tiba badai pusara membawa tubuh itu berputar-putar tanpa arah. Sebelum melemparnya kesebuah hutan gelap berkabut tebal.
Hah hah hah
Suara nafas tersengal, dengan dada naik turun tak beraturan. Mata bulat beriris hitam itu bergerak secara acak menelisik keadaan sekitarnya.
Alisnya menukik tajam "dimana ini..?"
Xiao Mei Ling, gadis yatim piatu berusia tujuh belas tahun, berparas cantik dengan tinggi 170cm. Berbakat dalam alkemis, taktik strategi, segala tehnik beladiri dan banyak menguasai bermacam pengetahuan dalam hal apapun.
Xiao Mei Ling mengaktifkan tehnik mata ilahi, guna menembus kabut tebal yang menghalangi pandangannya.
Dahinya mengernyit, selaput netranya menyipit halus. "Ini dimana...?" gumam Mei Ling yang melihat pemukiman asing sejauh 100km.
"Nona, sepertinya kita berada dialam yang berbeda..?" suara Long terdengar.
"Apa..! Alam yang berbeda bagaimana maksudmu..?" tanya Mei Ling mendelik.
"Nona, coba kau rasakan hawa udara disekitarmu. Ini sangat berbeda dengan alam surgawi."
Xiao Mei Ling mematuhi titah Long, ruang dimensi yang ia miliki.
Direntangkan kedua tangannya, dihirup secara perlahan udara disekitarnya. Benar, ini sangat berbeda. Walau dingin dan sejuk karena didalam hutan gelap, namun esensi Ying Yang tak ia dapati.
Ketebalan energi Qi juga sangat tipis dan tercemar, tidak murni serta melimpah seperti dialam surgawi.
Mei Ling juga tak merasakan keberadaan hewan siluman berkultivasi.
"Dewa langit, kenapa kau melemparku kedunia ini..? berhenti mengerjaiku..!" teriak kesal Mei Ling mendongak keatas.
Yang ada bukan luasnya dirgantara biru, hanya gelap serta rimbunnya dedaunan dan dahan dari besarnya pohon-pohon kuno berusia ratusan bahkan ada yang ribuan tahun.
"Huuf...!" hembusan nafas berat Xiao Mei Ling hempaskan dengan wajah tertekuk kesal.
"Nona, lebih baik kita pergi dari hutan ini. Kita bisa mencari informasi diluar sana."
"Ya kau benar. Tidak ada gunanya aku berteriak, kakek tua itu tidak akan mendengarnya." sengit Mei Ling memukul tanah.
Xiao Mei Ling berdiri, menepuk bokongnya yang terasa nyeri. Dibersihkan dedaunan yang menempel dipakaiannya.
Ia mulai menggerakkan kaki, melangkah perlahan sembari mengamati sekitar dengan tatap mengaktifkan mata ilahinya.
KRAK
"Apa ini..?" gumamnya kala menginjak sesuatu.
Mei Ling menunduk, menyentuh apa yang ia injak tadi. "Tulang manusia...!" pekiknya kaget.
Mei Ling mengais dedaunan dibawahnya dengan hati-hati, dan mendapati kerangka manusia yang masih utuh membentuk sebuah tubuh.
"Siapa orang malang ini..? Kenapa bisa berada dikedalam hutan begini..?"
"Sepertinya ini kerangka pemburu nona, lihat ada pedang dan anak panah disisinya."
"Ah iya, kau benar." balas Mei Ling "baik, ayo kita kuburkan dulu."
Ia menggali tanah dengan cangkul yang diambil dari ruang dimensi. Dirasa cukup, satu persatu tulang itu ia raih dengan perlahan. Mulai dari kaki, tangan, badan dan terahir kepala.
Tapi, saat Mei Ling menyentuh tengkorak dan tanpa sengaja kedua ibu jarinya berada ditulang kening. Kepalanya seperti dihantam palu thor, sangat sakit sampai membuat dunianya berputar.
"Aacchh...!"
Jerit Mei Ling bersamaan dengan ingatan dari si pemilik kerangka memenuhi fikirannya.
Kilasan dari semasa kecil, hingga kejadian naas yang dialami pemilik kerangka itu. Tergambar nyata, melekat didasar akal Mei Ling.
Lima belas menit berlalu, rasa sakit itu lenyap bersamaan dengan menghilangnya bayangan adegan pembunuhan yang dialami pemilik kerangka itu.
"Hah, namanya sama denganku dan wajahnya..?"
Xiao Mei Ling usia 12 tahun. Putri dari Xiao Chen dan Gu Jia. Memiliki dua orang kakak laki-laki, Xiao Fang Tian Dan Xiao Fang Lee
Xiao Chen seorang pejabat golongan satu dibiro penasehat kekaisaran, putra pertama tetua klan Xiao, Xiao Dan.
Tapi sejak empat tahun lalu selepas kepergian Xiao Mei Ling asli, Xiao Chen mengundurkan diri dari jabatannya.
Ia fokus pada kesehatan sang istri serta krisis keluarga.
Klan Xiao sendiri, adalah klan bangsawan nomor dua dari lima klan berpengaruh lain yang ada diwilayah timur ini. Memiliki usaha penginapan, restoran, toko herbal dan paviliun lelang Hei'hu.
Namun sejak empat tahun lalu, klan Xiao mengalami kemunduran. Semua pendapatan usahanya menurun drastis, Paviliun Hei'hu turun pamor karena jarang melakukan acara lelang dengan barang menarik.
Semua karena klan Guan, ikut membuka rumah lelang.
Sementara Klan Mu ikut melebarkan sayap dengan membuka rumah dagang bahan pangan dan toko herbal.
Lima klan berpengaruh rata-rata memiliki usaha hampir semua sama. Cuma bedanya dari untuk kalangan mana usaha itu dibuat.
Ada yang khusus menengah keatas, ada pula untuk menengah kebawah, atau bahkan untuk semua kalangan. Tergantung modal dan pasar yang diincar oleh klan-klan itu.
Hanya klan Duan yang sedikit berbeda, karena mengendalikan sektor pendidikan karena bekerjasama dengan kaisar.
"Jadi sudah lima tahun dia disini tanpa ditemukan siapa pun." gumam Mei Ling.
"Apa dia saudara kembarku tapi berbeda alam..?"ucapnya merasa aneh.
Bagaimana bisa ada dua orang yang lahir dihari, tanggal dan nama yang sama, wajah juga serupa tapi berbeda alam.
Mei Ling tiba-tiba mengeram marah dengan tangan terkepal kuat "manusia iblis." umpatnya, kala mengetahui alasan pemilik kerangka itu dibantai.
"Baik, aku akan menggantikanmu menjaga keluargamu, dan aku pastikan mereka akan membayar mahal karena sudah menipu keluargamu."
Ucap keteguhan Mei Ling dengan sorot mata tajam mengerikan.
"Aku akan memberikan keadilan untukmu Xiao Mei Ling, kematianmu tidak akan sia-sia. Beristirahatlah dengan tenang."
Ucap gadis itu sebelum ia meletakkan tengkorak ditangannya, dan terakhir bagian rambut. Kemudian mulai menutupi kerangka itu dengan tanah merah.
Mei Ling menancapkan pedang dibagian kepala gundukan tanah, kemudian menanam bunga abadi disekitarnya.
"Terimakasih teman, karena sudah memberikan ingatanmu padaku. Maaf karena aku memanfaatkanmu untuk bisa hidup didunia ini."
Ucapnya sembari memberi penghormatan dengan bersujud sebanyak 3 kali.
Xiao Mei Ling mengambil token identitas klan Xiao, yang ditemakan didekat kerangka itu lalu menyimpannya.
Setelah selasai, Mei Ling memasuki ruang dimensi guna membersihkan diri dan berganti pakaian.
Dengan Bantuan ingatan Xiao Mei Ling, ia meninggalkan hutan itu untuk menuju kekediaman klan Xiao, guna menemui keluarga sosok yang semuanya didirinya adalah duplikatnya.
JANGAN LUPA UNTUK SELALU 👇
👍 Like disetiap bab.
❤️ Subscribe.
⭐️ Rate bintang lima.
👑 Vote setiap hari senin.
🌹 Berikan setangkai mawar jika ada poin.
🔔 Tinggalkan komentar penyemangat.
Terimakasih....!!!
Xiao Mei Ling berlari menggunakan tehnik meringankan tubuh, keluar meninggalkan hutan kabut terdalam.
Tiga puluh menit berlalu, gadis itu memelankan langkahnya kala mendekati gerbang Ibukota Chang'an.
Dua koin perak dan token identitas Mei Ling berikan pada para prajurit penjaga gerbang.
Bibir pria paruhbaya penjaga gerbang Ibukota berkedut, pupil hitamnya berkilat linglung menatap token Giok ditangannya.
Alis runcing Mei Ling menukik tajam, korneanya menyipit nyalang. "Ada apa tuan..?"
Penjaga gerbang menggeleng, lalu menyerahkan token indentitas klan Xiao pada pemiliknya.
"Silahkan nona muda..!" kata penjaga gerbang, dengan masih menatap bimbang tak yakin.
Xiao Mei Ling mengangkat kedua bahunya, meraih token identitas dan berlalu pergi.
Dibawah tatapan aneh para prajurit gerbang, Mei Ling dangan acuh melanjutkan langkahnya.
Mata lentik nan jernih Xiao Mei Ling, tak berhenti bergerak menelisik setiap jengkal area Ibukota pusat kekaisaran.
Ramai sesak, dengan banyaknya para pejaja aneka dagangan.
Bangunan-bangunan megah dengan arsitektur indah, berpilar kayu-kayu kokoh berukiran apik berjajar rapi dikanan-kiri jalan.
Tatanan Ibukota yang rapi, sejuk serta asri, dengan bermacam pohon rindang. Memanjakan para penduduk yang beraktifitas.
Kereta bangsawan, pedagang, penumpang. berlalu-lalang, terparkir manis disepanjang jalan kota tak berujung selebar lima belas meter.
"Tidak kalah ramai dan bagus dengan ibukota alam surgawi." ucap Mei Ling dalam hati.
Butuh waktu dua puluh menit, bagi Mei Ling untuk sampai digerbang utama kediaman klan Xiao dengan berjalan santai.
Pagar batu setinggi tujuh meter, mengelilingi hunian klan Xiao yang berdiri ditanah seluas delapan hektar.
Ada sekitar enam puluh paviliun didalamnya, yang kesemua dihuni oleh para anggota keluarga Xiao, dari generasi kelima, enam, tujuh, delapan dan sembilan.
Mata Mei Ling merotasi bangunan didepannya yang terhalang benteng tembok dan gerbang kayu kokoh nan megah.
Tring Cetak
Pedang dan tombak jatuh membentur tanah berbatu, mengagetkan Xiao Mei Ling.
Empat pemuda berjubah biru langit berlambang klan keluarga Xiao, menatap nanar terkejut Mei Ling dengan bibir terbuka lebar.
Tubuh tinggi tegap nan gagah para pemuda kaku tak bergerak, lidah mereka pun kelu dengan dada berdegub kencang.
Xiao Mei Ling tersenyum, dalam ingatan yang ia dapat. Para pemuda didepannya kini ialah kakak sepupunya.
"Salam kakak...!" sapanya menundukkan kepala.
"Adik, kau adik Ling..? Kau Ling'er..?" tanya salah satu pemuda dengan bibir bergetar.
Mei Ling mengangguk "aku kembali kakak...!"
"Jadi kau benar-benar Ling'er..?"
Keempat pemuda melesat mendekat, lalu menubruk tubuh Mei Ling.
"Hei, kakak...!" pekik Mei Ling sesak, karena dipeluk erat oleh keempat pemuda itu.
"Dari mana saja kau ini..? kami semua sudah mencari kemana-kemana." tanya kompak empat pemuda bersamaan.
"Kakak, aku tidak bisa bernafas." ronta Mei Ling canggung.
Mau bagaimana pun ia adalah gadis dewasa, dan bukan asli saudara perempuan keempat pemuda. Tentu saja ia amat risih tak nyaman.
"Ah maaf adik, maaf..!"
Keempat pemuda membebaskan tubuh Mei Ling, menatap wajah cantik nan putih bersih serta halus bersinar bak mutiara itu.
"Cepat kabarkan pada paman dan kakek." titah satu pemuda yang paling tua Xiao Qiu.
"Ayo kita masuk, semua pasti senang kau akhirnya kembali." ajak Xiao Yei. antusias.
Mei Ling mengangguk, mengikuti Xiao Qiu, Xiao Yei dan Qiao Chun.
Sementara Xiao Kang, berlari kencang sembari berseru lantang. Memanggil kakek, nenek dan orangtua Xiao Mei Ling.
Hos Hos Hos
Nafas Xiao Kang tak beraturan, berhenti didepan paviliun utama yang ditinggali Xiao Dan.
Tetua Xiao, Xiao Chen, Xiao Yan, Xiao Bai dan Xiao Heng. Keluar dari dalam aula teh dengan mata mendelik cemas.
Sementara para anggota keluarga dan pelayan yang berlalu lalang dihalaman, menghentikan kegiatan mereka.
Nyonya tua Xiao, Xiao Rong, para menantu, keluar dari paviliun masing-masing dengan tergopoh-gopoh.
Ada pun para tuan muda dan dua nona muda, yang sedang bermain dikebun buah. Berlari menghampiri halaman gerbang utama.
"Ada apa...? Kenapa kau berteriak berlari begitu..?" tanya gelisah khawatir ayah Xiao Kang, Xiao Bai.
"Ayah, adik Ling kembali. Paman Chen, kakek, adik Mei Ling kembali..!" pekik berbinar haru Xiao Kang.
"Apa...!" netra ketua Xiao Dan, istri, serta keempat putra juga menantunya membeliak sempurna.
Xiao Chen melangkah maju. Mendekati keponakannya dengan netra memanas, berwajah pias penuh harap.
"Kang'er. Kau tidak bercanda kan..?" tanyanya penuh harap dan asa.
Belum sempat Xiao Kang menjawab, derap langkah kaki mengalihkan atensi Xiao Chen dan yang lain.
Retina Xiao Chen mendelik dengan tubuh bergetar hebat, airmatanya lolos seketika menatap sosok gadis cantik yang sudah lima tahun tak ia lihat.
"Ling'er...!" lirihnya terhuyung.
Tetua Xiao ikut menitikan airmata, begitu juga dengan nyonya Xiao dan menjalar ke yang lain.
Mei Ling tersenyum, netra jernihnya mendung berkabut sendu. Tubuhnya menegang dengan darah berdesir bergolak kencang.
Wajah Xiao Chen amat sangat mirip mendiang ayahnya. Jika sesuai dengan warisan ingatan Xiao Mei Ling asli, wajah Gu Jia juga bak pinang dibelah dua seperti mendiang ibunya.
Meski usia Mei Ling baru tiga tahun pada saat ayah dan ibunya meninggal, tapi masih tersimpan jelas wajah rupawan orangtuanya.
Dada gadis itu berdesir, bergetar menghangat dan mengharu biru bertalu-talu.
"Ayah..!"
"Ling'er...!"
Xiao Chen berlari, memeluk erat tubuh putrinya.
"Kau kemana saja..? kenapa selama itu pergi meninggalkan kami..?" tanya tergugu Xiao Chen, menghujani pucuk kepala sang putri dengan ciuman rindu.
"Maaf ayah, aku sudah membuat ayah cemas. Maaf...!" Mei Ling ikut menangis.
Xiao Chen mengurai pelukan, menatap bahagia wajah cantik putrinya. "Terimakasih sudah kembali, terimakasih..!"
Mei Ling terisak memeluk tubuh Xiao Chen, meluapkan segala rindu akan sosok ayah kandungnya.
"Ling'er cucuku..!" seru ketua dan nyonya Xiao.
Pelukan ayah anak merenggang, digantikan dengan tetua Xiao bersama istrinya.
"Dewa langit, terimakasih sudah mengembalikan cucuku." ucap tergugu nyonya Xiao.
"Kau kemana saja..?" tanya tetua Xiao, netra tuanya berkilau bahagia.
"Nanti aku ceritakan kakek..!" jawab Mei Ling "maaf sudah membuat kalian cemas."
"Kami sudah putus asa mencarimu, kami fikir sudah kehilangan dirimu selamanya." suara nyonya Xiao parau tersendat, menciumi setiap inci wajah ayu cucu perempuannya.
"Maaf sudah membuat nenek sedih, maaf..!" lirih Mei Ling memeluk tubuh ringkih nyonya Xiao tua.
Aksi menyapa dengan saling mendekap sayang berlanjut pada paman, bibi, kakak dan adik baik laki-laki atau pun perempuan.
Mei Ling menelisik sekitar, mencari sosok ibu dan kedua kakak lelakinya.
"Ibu kemana ayah..? kedua kakakku juga mana..?"
"Kakak keduamu berada dipaviliun Hei'hu, kakak pertamamu ada diperbatasan bagian tengah. Kalau ibumu ada rumah sedang beristirahat." jawab Xiao Chen membelai surai hitam sang putri.
Alis Mei Ling merajut "ibu sakit..?" tanyanya khawatir.
Xiao Chen mengusap airmatanya dengan kasar "kau sudah kembali, ibu pasti akan segera sembuh. Ayo kita menemuinya..!"
Mei Ling patuh, digiring boleh sang ayah menuju kepaviliun tempat tinggal keluarganya. Kakek, nenek, serta paman, bibi dan para saudaranya mengikuti.
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Airmata Mei Ling terburai seperti rangkaian manik-manik yang terlepas dari benangnya. Wajah pucat kusam, dengan tubuh kurus lusuh. Menjadi pemandangan ironi baginya.
Sosok Gu Jia, wanita paruhbaya yang sedang duduk termenung didepan jendela sembari memeluk erat gaun sutra kesayangan Xiao Mei Ling asli.
Sejak kepergian putri kesayangannya, Gu Jia mengurung diri dikamar. Kesehatannya menurun dratis dan tak pernah merawat diri.
Sering menjerit, mengamuk histeris. Mengabaikan suami, anak bahkan orangtuanya sendiri.
Rumor yang tersebar diluaran, Gu Jia sudah gila karena tak menerima kematian putri semata wayangnya.
"Ibu, apakah ini reinkarnasimu..? atau kalian kembar..?" ucap haru bahagia Mei Ling dalam hati.
Seperti dibentuk dalam cetakan yang sama, sosok Gu Jia benar-benar serupa dengan mendiang ibunya.
Hanya berbeda nama dan kisah saja.
Jika dialam surgawi ibu Mei Ling bernama Jing Mei dan ayahnya Xiao Long dan Mei Ling cuma memiliki satu kakak lelaki yang juga tewas bersama kedua orangtuanya.
Dengan lunglai, Mei Ling menyeret kakinya mendekati Gu Jia. Tangan ramping berjari-jari lentiknya terulur bergetar.
"Ibu...!" seru lirih Mei Ling, bersimpuh dihadapan Gu Jia.
Tubuh Gu Jia menegang, matanya bergeser cepat, menunduk menatap wajah gadis cantik yang bertumpu dipangkuannya.
Dua garis airmata luruh, menghiasi pipi keriputnya, yang perlahan menjadi deras bak banjir bandang.
"Ibu..!" isak Mei Ling.
Tangan Gu Jia terulur, menyentuh sisi wajah Mei Ling. "Putriku, Ling'er...!" panggilnya terbata.
Mei Ling mengangguk cepat "iya, ini aku putri ibu..!"
Gu Jia menoleh, menatap sang suami yang berdiri diambang pintu bersama kedua mertua dan para iparnya.
Xiao Chen tersenyum, menggangguk pelan dengan airmata meniti lambat.
Gu Jia menjerit kencang, meraih tubuh Mei Ling lalu memeluknya erat. Tangis pilunya mengiris udara, menghapus goresan luka yang selama lima tahun ini ia rasakan.
"Ling'er, putriku..! Kemana saja kau gadis nakal..?" ujarnya tergugu menepuk perlahan punggung Mei Ling, guna meluapkan segala rasa yang bercokol dijiwanya.
"Ibu...!" Xiao Mei Ling tak mampu menjawab. Dadanya sesak bak diremas tangan-tangan berduri tak kasat mata.
Antara bahagia dan luka, berpedar menyatu menggoreskan lara dalam hatinya.
Xiao Chen mendekat, sementara para adik dan ipar, keponakan serta orangtuanya, saling berpelukan menangis tergugu haru gembira.
"Suamiku, putri kita kembali. Ling'er kita pulang..!" parau Gu Jia mengadu, kala Xiao Chen memeluk tubuh lemahnya dan Mei Ling.
"Iya, putri kita sudah pulang. Jadi mulai sekarang kau tidak boleh bersedih lagi, kau harus makan dengan benar." kata Xiao Chen.
Gu Jia mengangguk "iya, aku tidak akan bersedih lagi. Aku akan memasak makanan kesukaanmu dan anak-anak kita. Aku akan makan banyak sekali, aku tidak akan mengabaikan kalian lagi." oceh bersemangat Gu Jia.
Mei Ling mengurai pelukannya, mengusap airmata yang deras mengalir dikedua pipi Gu Jia.
"Maaf sudah membuat ibu menderita, maaf..!"
Gu Jia menggeleng cepat "tidak, putriku adalah gadis yang berbakti. Kau tidak pernah membuat ibu menderita. Terimakasih sudah kembali..!"
Gu Jia memeluk erat sang putri, menghujani pucuk kepala dan wajah anak kesayangannya itu.
"Kakek tua, kali ini aku sangat berterimakasih kepadamu, karena kau membuangku kealam ini dan memberikan aku keluarga yang utuh."
Suara hati Mei Ling senang, karena bisa merasakan kembali kasih sayang keluarga yang sudah empat belas tahun hilang dari genggamannya.
Bug Bug Bug Brak
"Adik. Ling'er...!" teriak Xiao Fang Lee, berlari kencang menerabas para saudara sepupu, paman dan bibinya.
Pemuda berusia sembilan belas tahun itu, langsung melesat pulang. Setelah dikabari oleh Xiao Kang, jika adik perempuannya telah kembali.
"Gadis nakal, kau masih ingat pulang rupanya..?" pekik Fang Lee mendelik dengan tubuh bergetar.
Matanya memerah antara sedih bahagia bercampur syukur.
Mei Ling terkekeh, mengusap airmatanya. Berdiri lalu berlari menubruk tubuh tinggi menjulang Fang Lee.
"Kakak...!"
Fang Lee membalas, mendekap Mei Ling tak kalah erat. Mulutnya mengomel sengit, meluapkan kebahagiaan yang membuncah didadanya.
"Kemana saja kau ini...?" tanya Fang Lee menelisik wajah merona rupawan sang adik.
Mei Ling tersenyum, menatap pahatan tampan kakak keduanya. Baru akan menjawab, derap langkah mengalihkan atensi kesemua orang.
"Tuan, nyonya..! benarkah Ling'er kembali..?"
"Kakak Ling...!"
Dua sosok wanita cantik berbeda generasi, menatap Mei Ling dengan mata mebulat sempurna.
Wajah Xiao Mei Ling menggelap, menatap nyalang penuh dendam pada dua sosok perempuan itu. Rahang tirusnya mengeras perlahan, dengan aura membunuh yang merembes tipis menguar dari tubuhnya.
Tapi tiga detik kemudian, air wajahnya kembali ceria. Senyum manis sejuta makna tersemat dikemanisan ranumnya.
"Ling'er...!"
"Kakak...!"
"Selir Dong, adik Jing..! Bagaimana kabar kalian..?" tanya Mei Ling.
"Jing'er, ini sungguh dirimu..? Kau masih hidup..?" tanya tergagap selir Dong.
"Iya, ini aku Xiao Mei Ling." jawabnya menyeringai.
"Sayangnya kumpulan lalat itu tidak berhasil membunuhku, jadi aku masih hidup dan harus mengecewakan orang-orang yang menginginkan kematianku." sambung Mei Ling mencibir.
"Ling'er, apa maksudmu..?" tanya kaget Xiao Chen, ketua Xiao, para paman dan Fang Lee kompak.
Sementara para wanita mendelik tegang, saling melirik sembari merengkuh lengan para suami dan kakak serta adik mereka.
Selir Dong dan Xiao Jing, mengepalkan tangan masing-masing sembari mengumpat kesal dalam hati.
Mei Ling tersenyum ramah, menatap satu persatu wajah orang-orang yang amat menyayangi sosok Xiao Mei Ling asli.
"Nanti aku akan menceritakan semuanya, sekarang bolehkah aku meminta makanan. Aku lapar..!" katanya manja dengan bibir mengerucut.
Semua terkekeh.
Dengan bersemangat Gu Jia bangkit, berucap girang jika ia yang akan memasak.
Nyonya Xiao tua, Xiao Rong dan para istri serta selir putra Xiao. Juga ikut menyahut, lalu bersama-sama pergi kedapur.
Selir Dong dan Xiao Jing pun turut serta.
Netra tajam Mei Ling terhunus tajam menguliti punggung Selir Dong dan Xiao Jing.
Tak lama tuan dan nyonya Gu tua tiba disana, bersama kakak dan adik Gu Jia.
Keluarga Klan Gu langsung pergi mendatangi kediaman besan mereka, setelah Xiao Kang memberi kabar.
Aula tamu klan Xiao riuh ramai, berselimut kehangatan dan keharuan. Obrolan penuh untaian kasih menguar ringan disana.
Nyonya Gu tua berulang kali mencium pipi Xiao Mei Ling. Wanita berusia enam puluh sembilan tahun itu, tak jua berhenti menitikan airmata bahagia.
JANGAN LUPA UNTUK SELALU 👇
👍 Like disetiap bab.
❤️ Subscribe.
⭐️ Rate bintang lima.
👑 Vote setiap hari senin.
🌹Kalau ada poin, boleh setangkai mawarnya.
🔔 Tinggalkan komentar penyemangat.
Terimakasih...!!!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!