"Leo..Leo..Leo.. bangunnnnn!", Suara samar-samar terdengar di telinganya saat Leonardo Oliviera membuka kedua matanya dan ia nampak belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.
Sambil menggoyang-goyang tubuh Leonardo, Sofia berusaha membangunkan pria yang ia nikahi lima tahun lalu disebuah katedral di kota Zamora.
Leonardo yang sudah nampak terjaga dari tidurnya pagi itu, menatap lurus kewajah Sofia dengan tatapan lesu dan sorot mata yang tenang. Rambut hitamnya yang ikal dengan campuran sedikit warna abu-abu berpadu dengan kedua matanya yang biru, Leonardo terbangun dengan wajah agak muram dan kaku. Ia masih tetap terlihat tampan di mata Sofia meskipun dalam keadaan paling berantakan sekalipun.
"Kau berjanji hari ini kita akan pergi merayakan hari jadi kita di danau Tenebris kan?", Timpal Sofia dengan nada manja dan sedikit memaksa, sesaat setelah melihat Leonardo membuka kedua matanya dengan wajah kaku dan sorot matanya yang tenang.
"Ayolah sayang.. kau sendiri yang berjanji kita akan kesana hari ini..ayolah tepati janjimu", katanya lagi dengan nada manja dan sedikit memaksa, Sofia menggoyang tubuh Leonardo yang masih terbaring kaku, seolah memaksanya untuk cepat mengemasi barang dan mengantarnya ke danau Tenebris saat itu juga untuk merayakan hari ulangtahun pernikahan mereka yang ke lima disana.
Sofia sudah terbiasa dengan sifat tenang dari Leonardo, pria paruh bayah berusia 40 tahun, dengan tinggi 190 centimeter itu memiliki kepribadian yang tenang dan nyaman, dengan tubuh yang tidak begitu besar namun berotot. Meskipun saat itu terjadi kebakaran dahsyat yang bisa saja menelan korban jiwa atau terjadi perang dunia ke-3 sekalipun, pria seperti Leonardo akan tetap tenang, tetap berpikir jernih mencari jalan terbaik. Leonardo memiliki kontrol diri yang baik dan emosi yang stabil dalam menangani setiap masalah , ia dapat berpikir dengan tenang dalam keadaan tertekan dan terdesak sekalipun. Rupanya 15 tahun yang ia habiskan di pasukan Khusus Spanyol- sebuah pasukan khusus yang terlatih untuk melakukan operasi khusus, kontra-terorisme dan penyelamatan sandera, sepertinya menjadikan ia pria yang tenang dan dapat berpikir jernih dalam segala kondisi tertekan sekalipun.
Sofia kadang dibuat kagum dengan ketenangan diri dari suaminya sendiri, mungkin itulah mengapa ia menerima lamaran Leonardo 5 tahun silam, Ia kagum dengan Leonardo.
"Iya sayang.. hari ini jadi kesana kok", ucap Leonardo dengan suara pelan, terkesan tenang dan tidak buru-buru dengan suara agak berat khas pria, ia masih tetap dalam posisi yang sama, sejak ia terbangun beberapa saat lalu. Masih berbaring diranjang.
Waktu pukul 09.15 pagi saat Leonardo selesai mengemasi semua barang yang mereka butuhkan selama seminggu berkemah di tepian danau Tenebris nanti.
"Saya rasa perlu membawah pistol kecil ini?", kata Leo, sambil memegang senjata api jenis Glock 19 yang masih terbungkus rapi dalam holsternya.
"Kau yakin?.. kita hanya pergi kedanau bukan akan berburu!", kata Sofia, dengan nada agak keberatan.
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi disana. Toh tempat ini juga baru bagi kita dan cukup terpencil? Jadi tidak ada salahnya dibawah untuk berjaga-jaga", balas Leo dengan nada yang terdengar santai.
"Terserahlah.. tapi berjanjilah menggunakannya disaat kritis, saya tidak ingin orang mengetahui kita sedang membawah senjata", kata Sofia dengan wajah cemberutnya dan pura-pura terlihat kesal.
"Iya sayang.." kata Leo dengan lembut dan penuh perhatian.
Pria seperti Leonardo akan mengutamakan keselamatan, sebuah Glock 19 , pistol semi-otomatis berbingkai polimer, dioperasikan dengan recoil pendek, dan terkunci sungsang yang dirancang dan diproduksi oleh pabrikan Austria, Glock GmbH. Senjata api yang sering dibawah oleh anggota militer saat bertugas, tak luput dari daftar barang-barang yang harus ia bawah serta diransel.
Meskipun Sofia merasa tidak begitu nyaman membawa serta senjata api, namun karena alasan tempat yang mereka tuju ini adalah tempat yang agak terpencil dan tidak banyak penduduk disana, senjata api semi otomatis seperti Glock 19 ini mesti dibawah untuk menjaga kemungkinan terburuk yang mungkin saja akan terjadi. Setidaknya begitulah alasan Leonardo yang membuat akhirnya Sofia tidak keberatan membawah senjata api tersebut. Sebenarnya pikir Sofia, ia akan merasa tetap aman bila ada Leonardo disampingnya. Mengingat pengalaman tempur suaminya yang cukup banyak selama bertugas di militer sebagai pasukan kontra terorisme yang ahli dalam bela diri, hand to hand combat atau serangan tempur jarak jauh atau yg biasanya disebut penembakan jarak jauh ala militer. Atau Melepas senapan serbu sekelas M4A1 atau HK417 atau senjata G36 dan merakit ulang senjata -senjata tersebut adalah perkara yang mudah bagi Leo. Pria itu bahkan hampir mengetahui semua jenis senjata buatan dalam negeri atau luar negeri.
Istrinya, Sofia, seorang guru taman kanak-kanak di Zamora sebuah kota kecil di Spanyol tempat ia dan Leo tinggal. Sofia yang hari-harinya biasa ia habiskan antara mengajar dan menghabiskan waktu dirumah atau kadang memperindah taman di sepanjang halaman rumah yang ia buat sejak menikah dengan Leo. Membuat dan memperindah taman adalah hal yang sangat melekat dalam diri Sofia, wanita muda energik berusia 32 tahun blasteran Italia-Prancis dengan rambut coklat keemasan yang terurai panjang hingga ke pinggul, dan tubuh ramping yang tidak begitu berisi dengan tinggi sekitar 180cm, dan bibir yang agak tebal, dan hidung yang agak mancung khas orang Italia dengan wajah ovalnya membuat wanita ini nampak mempesona, ditambah dengan pembawaan yang sederhana dan tutur kata yang halus, ia seperti jelmaan malaikat, setidaknya begitulah yang dilihat Leo saat pertama kali bertemu dengan Sofia di sebuah acara amal di kota Zamora kala itu yang membuat akhirnya ia jatuh hati kepada wanita cantik ini.
"Kita akan menempuh sekitar 6 jam perjalanan ke desa Alteas", kata Leo sambil menyetir mobil.
"Benarkah? Saya kira akan lebih lama dari itu", kata Sofia dengan sedikit heran.
"Jika tidak berhenti terlalu banyak dan tidak membuang waktu, kita mungkin akan sampai lebih cepat", kata Leo menjelaskan.
"Kita hanya perlu menambah bahan bakar", lanjut Leo sambil terus menyetir menyusuri jalan raya kota Zamora.
"Baiklah", kata Sofia simple.
Mereka berdua sudah sekitar 30 menit menyusuri jalan raya kota Zamora dalam perjalanan menuju danau Tenebris yang berada di bawah kaki gunung La Nostra.
Danau Tenebris terletak sekitar 120km diluar kota Zamora, tempat dengan pemandangan danau berwarna biru langit alami yang dikelilingi hutan pinus membuat tempat ini menjadi destinasi wisata yang cukup menarik. Danau yang berada sekitar 1000mdpl di dataran tinggi Spanyol itu menjadi tujuan destinasi Leo dan Sofia. Dengan menempuh jalan darat sekitar 6 jam perjalanan dari kota Zamora, Leo harus berhenti beberapa kali di stasiun bahan bakar. Mobil Daihatsu Sigra milik mereka terbilang cukup irit bahan bakar namun tetap saja mereka harus mengisi bahan bakar.
Matahari sudah berada di ufuk barat, dan akan tenggelam sekitar satu jam lagi saat Leo dan Sofia memasuki sebuah perkampungan kecil di bawah kaki gunung La Nostra.
"Sepertinya kita sudah hampir sampai?", kata Leo sambil menyetir dengan kecepatan 30km per jam sambil memperhatikan jalan sekelilingnya.
Sofia hanya diam dan ikut memperhatikan sekelilingnya, memastikan bahwa mereka benar-benar telah sampai ditempat tujuan mereka.
"Kau melihatnya? Papan nama didepan sana", kata Leo, menunjukkan sesuatu.
"Iya sayang, coba periksa kesana", kata Sofia, sambil melihat kedepan.
Suasana desa itu yang tenang diatas perbukitan dengan hamparan kebun anggur dan perumahan yang berjauhan satu sama lain yang hampir semuanya terbuat dari campuran batu pasir, batu granit dan batu kapur berwarna coklat emas membuat semua rumah hampir terlihat mirip. Jalan setapak yang hampir semua terbuat dari batu kapur dan tidak begitu lebar menjadi penghubung antara satu rumah dengan rumah lainnya, suasana saat itu cukup tenang dengan tidak adanya orang yang berlalu lalang bisa membuat kita mendengar desiran angin atau kicauan kecil burung dikejauhan dengan sangat jelas. Rumah-rumah yang berjejeran diatas perbukitan itu terlihat indah namun penuh misteri bagi Sofia dan Leo.
"Sayang, saya rasa kita telah sampai", kata Leo dengan suara pelan.
"Iya, apa kita harus masuk sayang?", Tanya Sofia.
"Saya rasa kita harus masuk", jawab Leo.
Sofia hanya mengangguk, meng-iya-kan.
Mobil mereka berhenti tepat didepan sebuah papan kecil yang sudah hampir lapuk berukuran 1x1 meter bertuliskan dalam bahasa Spanyol "Bienvenidos a Alteas" artinya "Selamat datang Di Alteas" menjadi tanda bahwa Leo dan Sofia sudah hampir sampai di tempat tujuan mereka, saat ini mereka hanya perlu menemukan tempat bermalam, beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok pagi dengan berjalan kaki menuju danau Tenebris diatas perbukitan la Nostra yang berada tepat diatas desa Alteas
Tiba-tiba terdengar ketukan kecil disamping jendela mobil, tepat disamping Sofia yang membuat ia agak kaget.
Seorang pria berusia sekitar 50 tahun berdiri disana, mengenakan jas kulit abu-abu dan topi stetson hitam ala Cowboys, berdiri disamping mobil tepat di depan wajah Sofia.
Sofia menoleh kearah bunyi ketukan tersebut tanpa menurunkan jendela mobil dan ia terlihat penasaran dari mana munculnya pria ini. Si pria tua ini memberi isyarat dengan tangan agar jendela mobil diturunkan.
Sofia menoleh ke arah Leo yang saat itu hanya diam memperhatikan. Leo pun mengangguk sedikit dengan senyuman diwajahnya memberi tanda agar jendela mobil diturunkan. Sofia menurunkan jendela mobil dengan pelan, dan wajah sedikit tersenyum dan ragu ia pun menyapa,
"halooo..", sambil melihat ke arah pria misterius tadi.
Tanpa membalas sapaan Sofia, si pria langsung bertanya,
"kalian baru disini?", Suaranya terdengar berat dan serak,
Sofia berkata dengan memperkenalkan diri,
"iya..saya Sofia dan ini suami saya", sambil menunjuk ke arah Leo disamping kirinya.
Leo melambaikan tangan sambil tersenyum,
"hai...", ia berkata dengan suara yang terdengar ramah ke pada si pria tua misterius dengan topi stetson ikoniknya.
Pria tua misterius itu hanya menoleh ke arah Leo tanpa sepatah kata dengan wajah serius ditambah dengan jenggot putih agak tebal dan topi stetson yang menutup hampir sebagian matanya, membuat pria ini terlihat cukup misterius dan menyeramkan bagi Sofia.
Si pria tua misterius ini seperti sedang mencari sesuatu , hingga beberapa saat, suasana menjadi begitu canggung bagi Sofia dan tiba-tiba si pria tua misterius tersenyum dan berkata,
"apa yg kalian cari disini?", tanpa memperkenalkan diri, si pria tua misterius ini langsung bertanya dengan nada agak memaksa.
Dengan agak bingung, Sofia bertanya dengan suara terbatah,
"umm kami.. mencari tempat menginap.. " Sofia terbatah karena heran dengan perilaku si pria tua misterius ini.
"Apa lagi yang kalian cari?" Pria tua itu bertanya lagi tanpa menghiraukan pertanyaan Sofia tadi.
Sofia menoleh kembali ke arah suaminya, Leo, yang saat itu hanya mengernyitkan kening tanpa berkata sepatah kata dan ia juga terlihat agak bingung dengan perilaku si pria tua ini tapi ia masih tetap tenang. Sofia menoleh kembali ke arah si pria tua misterius dan berkata, "sebenarnya kami ingin ke danau Tenebris..", kata Sofia dengan nada sedikit ragu-ragu.
Si pria tua misterius ini memperhatikan dengan seksama kepada kedua pasangan ini, kemudian ia berkata dengan sedikit senyuman yang terkesan dipaksakan,
"kalian mungkin akan menemukan sebuah kabin dipinggiran danau.." , kata-katanya terhenti beberapa saat dan kemudian ia melanjutkan,
"itu milik saya.." , lanjut si pria tua misterius ini berkata dengan suara serak dan pelan namun masih bisa didengar oleh Sofia dan Leo.
Sofia menoleh ke arah Leo dengan penuh tanda tanya dan ekspresi heran terpampang jelas diwajahnya. Leo hanya menatap ke arah Sofia dengan wajah penuh tanda tanya. Mereka berdua saling menatap untuk beberapa detik. Dan kemudian mereka berdua seolah kompak menoleh kembali ke arah jendela, tapi si pria tua misterius sudah tidak ada disana, ia menghilang bak ditelan bumi tanpa suara dan tanpa jejak dalam kegelapan malam itu dibalik rimbunnya pepohonan.
"Benar-benar pria yang aneh", kata Leo.
"Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan dariku", kata Sofia dengan wajah tidak percaya.
"Saya harap tidak melihatnya lagi", kata Sofia lagi.
Leo hanya diam dan terus menyetir mobil.
"Sayang? Kau lihat bagaimana dia menghilang begitu saja? Benar -benar pria aneh!", kata Sofia lagi, yang tiba-tiba terlihat sangat kesal dengan kejadian tadi.
Dengan rasa penasaran dan masih dengan perasaan janggal kejadian tadi, kedua pasangan ini pun melanjutkan perjalanan memasuki area desa Alteas malam itu tanpa mencari tahu hawa keberadaan si pria tua misterius tadi.
Melihat sebuah pub yang terbuat dari batu granit dengan warna coklat keemasan khas rumah diperkampungan Spanyol pada umumnya, bangunan yang menggunakan kayu pinus sebagai pilar penopang di setiap ujungnya dan di tengah ruangan dengan ukuran ruangan 15x15 meter bertingkat 1, yang sudah tua ditengah desa Alteas itu. Leo menghentikan mobil tepat depan bangunan tua tersebut. Rupanya pub itu memiliki beberapa kamar yang sering digunakan sebagai kamar penginapan bagi mereka yang melakukan perjalanan jauh atau bagi para pengunjung atau pun bagi pendaki yang datang kesana.
Meskipun tidak terlalu besar dan terkesan berdebu dan tidak mewah namun sepertinya kamar itu cukup untuk dijadikan tempat istirahat malam ini, menurut Sofia yang langsung mencari pemilik pub dan bertanya soal biaya kamar untuk semalam setelah beberapa saat keluar dari mobil.
"Anda kenal dengan seorang pria yang mengenakan topi stetson hitam dan berjenggot putih tebal?" Tanya Sofia kepada pemilik pub setelah ia selesai bertanya mengenai biaya sewa kamar untuk semalam.
"Maksudmu pria dengan topi ala Cowboys orang Amerika? " Pemilik pub bertanya kembali,
"iya.. anda mengenalnya?", Sofia bertanya lagi untuk kedua kalinya.
"Tidak...", Pemilik pub pun sontak menjawab dan setelah itu terdiam cukup lama sambil menulis sesuatu di kertas kecil.
"Kami disini jarang ada yang memakai topi Cowboys ala orang Amerika seperti itu", jawab pria pemilik pub sambil terus menulis dikertas tersebut.
"Aneh..kami baru saja bertemu dengan seseorang yang memakai topi stetson dijalan masuk kemari", kata Sofia sambil tersenyum kecil dan sedikit ekspresi heran diwajahnya sambil menoleh ke arah suaminya, Leo.
"Anda yakin?", Kata pemilik pub lagi.
"Karena masyarakat disini tidak biasa mengenakan topi stetson.. topi disini sangat berbeda dengan topi stetson ala Cowboys orang Amerika", sambil menunjuk ke arah dinding disebelah kanannya yang dimana sebuah topi berukuran besar sedang digantung disana.
"Itu adalah topi stetson tradisional milik kami.. tapi sudah tidak biasa digunakan karena ukurannya yang terlalu besar", kata pemilik pub menjelaskan topi stetson tradisional milik warga desa Alteas.
"Apakah anda melihat ia memakai topi seperti itu miss Oliviera?", Pemilik pub bertanya lagi.
"Bukan..bukan seperti itu", kata Sofia sambil menggeleng kepala dengan pelan.
"Kalau begitu..maaf nyonya Oliviera, kami tidak kenal orang dengan topi stetson dan jenggot putih tebal seperti yang anda maksud, kata pemilik pub dengan senyuman yang terkesan dipaksakan sambil menyodorkan kertas kecil yang berisi informasi biaya kamar untuk semalam kepada Sofia.
Sofia melirik sebentar ke arah kertas tersebut, dan kemudian mengangkat wajahnya, melihat lurus kearah pria pemilik pub tersebut dan menarik nafas panjang,
" Baiklah.." sambil berkata demikian dan menganggukkan kepala.
Ia bersama suaminya, Leo membalik badan dan menuju kamar dilantai atas yang sudah dipesan tadi.
"Apakah kalian akan menuju danau Tenebris besok.. mis.. mister Oliviera?", Tiba-tiba pemilik pub bertanya saat kedua pasangan ini hendak melangkah pergi. Pemilik pub bertanya dengan nada yang terkesan penuh kehati-hatian, membuat kedua pasangan ini berhenti dan menoleh ke arah pria pemilik pub berbadan besar itu.
"Iya.." mereka berdua serentak menjawab bersamaan.
"Apakah ada masalah?", Leo akhirnya membuka mulut, bertanya. Ia nampaknya sudah merasa ada yang janggal dari pertanyaan pria pemilik pub.
"Maksud saya, apakah ada masalah dengan danau Tenebris?", Lanjut tanya Leo.
"Ohh tidak... Tidak ada masalah sama sekali", ucap pria pemilik pub sambil tersenyum lebar dan dengan sedikit tawa diwajahnya.
Leo dan Sofia terdiam sejenak dan memandang ke arah pria pemilik pub tersebut dengan wajah penuh tanda tanya.
"Berhati -hatilah.. jalan kesana agak curam dan berbatu", kata pemilik pub lagi.
"Semoga besok kalian selamat sampai tujuan", kata pemilik pub itu.
Merasa ada yang disembunyikan dari nada dan gaya bicara pria pemilik pub itu, tapi Leo hanya berkata, "terimakasih.. " , ia menggandeng tangan istrinya, Sofia dan melangkah menaiki tangga menuju kamar.
"Sama-sama mister Oliviera", kata pemilik pub tersebut menutup perbincangan malam itu.
Mereka sudah tidak bisa banyak berbasa basi atau berbincang tentang kejadian janggal tadi lagi karena lelah. Tanpa berpikir panjang Leo melepas tali sepatu, menggantung jas hitam miliknya, melepas jeans dan hanya dengan celana pendek tanpa mengenakan baju, ia membanting diri diatas ranjang kamar, tidak butuh waktu lama bagi dia untuk terlelap, melupakan semua kejadian janggal di desa Alteas ini. Berbeda dengan istrinya, Sofia, ia harus duduk diatas ranjang sehabis mandi dan mengingat semua kejadian yang ia rasa janggal sejak memasuki desa Alteas ini. Rupanya ia kesulitan terlelap dalam tidur namun tetap saja ia paksakan diri untuk tidur, mengingat perjalanan esok hari akan lumayan panjang menuju kedanau Tenebris dan ia tidak ingin kelelahan dalam perjalanan mereka esok.
Leo dan Sofia sudah terbiasa mendaki gunung, hari-hari libur biasanya mereka berdua habiskan dengan mendaki gunung atau pergi ke pantai. Beberapa gunung di Spanyol sudah mereka taklukkan bersama, seperti gunung Mulhacen, gunung Aneto, gunung Posets atau Gunung Veleta dengan tinggi 3000mdpl, pernah mereka jajaki bersama. Leo dan Sofia memiliki stamina dan tubuh atletis yang membuat mereka mampu berjalan 3km atau lebih, tanpa istrahat sekalipun. Benar -benar pasangan yang luarbiasa kuat.
"Tempat ini benar-benar tenang rupanya", kata Leo setelah mendaki cukup jauh dari desa Alteas.
"Iya.. benar-benar tenang", kata Sofia melanjutkan.
"Seharusnya ada pengunjung lain kan?", kata Sofia lagi.
"Iya, mungkin kita akan menemukan pengunjung lain diatas bukit sana", kata Leo sambil menunjuk kearah sebuah bukit jauh didepan mereka.
Menyusuri jalan setapak yang terjal dan berbatu menuju danau Tenebris di ketinggian 1000mdpl adalah perkara mudah bagi pasangan ini.Tapi ada keanehan yang sedikit mengganggu pasangan ini sejak mereka mendaki pagi tadi, mereka tidak menemukan seorang pengunjung atau pendaki lain selama perjalanan itu, mereka hanya bertemu beberapa warga lokal Alteas yg menggembalakan kambing domba dan kadang melihat dari kejauhan ada yang bekerja di kebun anggur dibawah kaki gunung La Nostra. Namun mereka tetap tidak perduli dengan kejanggalan tersebut dan terus melanjutkan perjalanan.
"Wahh.. sayang, lihat..airnya jernih sekali", kata Sofia dengan senyuman lebar di bibirnya dan nampak kagum.
Leo hanya berdiri sambil tersenyum tanpa membalas pertanyaan Sofia.
Mereka berdua berdiri sejenak ditepian danau Tenebris.
"Apakah kita jalan terus kesana sayang?", tanya Sofia sambil menunjuk ke arah barat.
"Iya, mungkin ada orang lain diatas sana.. ayo", kata Leo.
Mereka berdua memutuskan mengitari danau menuju kearah barat.
*****
Sebuah kabin dipinggiran danau Tenebris dengan jembatan kecil terlihat saat Leo dan Sofia berjalan mengitari danau dari sebelah barat hingga ke utara. Mereka bergegas menuju kearah kabin sambil mewanti-wanti apakah ada pemiliknya atau tidak. Ternyata Kabin itu nampak sunyi dan tenang tanpa ada seorang pun, tapi sayangnya kabin itu cukup terbengkalai selama beberapa tahun dan tidak dikunci pula. Begitu pula suasana di sekitar Danau Tenebris, tenang, dan sepi ,hanya angin sejuk meniup kian kemari dan bunyi pohon pinus yang bergoyang setelah diterpa angin yang cukup kencang. Suasana saat itu tenang, sepi dan kadang terdengar suara kicau burung atau air beriak karna ikan atau ada makhluk hidup lain disana. Yang terdengar disana hanya suara alam di sekitar danau Tenebris yang berwarna biru dan indah itu.
"Tidak ada siapapun disini", kata Leo.
"Apakah ini bertanda baik Leo? ", kata Sofia agak khawatir.
"Saya rasa tidak masalah sayang...jangan khawatir", kata Leo, menenangkan istrinya.
Waktu pukul 4 sore saat kedua pasangan ini tiba di danau Tenebris diatas dataran tinggi La Nostra. Mereka bisa melihat matahari mulai turun disebelah barat gunung La Nostra meskipun agak terhalang pohon-pohon pinus.
"Kabin ini cukup bagus, malam ini sepertinya kita tidur dikabin ini saja", kata Leo.
"Iya..lagian tidak ada orang disini", kata Sofia.
"Kabinnya cukup berantakan, saya akan merapikannya sedikit", kata Leo.
"Dan saya akan membantumu sayang", kata Sofia dengan sedikit menggoda dan senyum lebar diwajahnya.
"Ayo..", kata Sofia sambil memegang tangan Leo dan bergegas menuju kabin itu.
Mereka memanfaat kabin tua itu menjadi tempat menginap malam itu, tidak butuh waktu lama membersihkan kabin tersebut hingga rapi dan layak huni. Mengeluarkan semua debu, sarang laba-laba atau pun kotoran yang masih tersisa dan membakar semua sampah yang sudah ada disana sejak beberapa tahun lamanya, kobaran api dan asap yang membumbung sore itu seakan memberi isyarat bahwa disini ada orang yang sedang berkemah menikmati indahnya suasana sore hari ditepi danau Tenebris.
" sepertinya ini bukan kabin untuk berekreasi" kata Leo setelah beberapa saat membersihkan kabin tersebut.
"kau yakin?" tanya Sofia,
"lihat ini..." kata Leo sambil menunjukan beberapa peluru laras panjang yang terdapat di dalam kabinet tua dalam kabin tersebut.
Sofia hanya diam mengamati peluru-peluru tersebut dengan penuh tanda tanya.
"ini peluru senapan laras panjang... Jadi kabin ini mungkin milik seorang pemburu karena jenis peluru seperti banyak digunakan untuk berburu" kata Leo menjelaskan alibinya.
Dan Sofia percaya dengan semua ucapan suaminya, Leo.
*****
Udara dingin masuk menembusi pori-pori kulit Sofia pagi itu membuat seluruh bulu romanya berdiri, rupanya ia kedinginan dengan udara pagi di lembah La Nostra hingga membuat ia terbangun dari tidurnya. Meraba keberadaan Leo disampingnya yang sudah tidak ada disana membuat ia harus duduk melihat sekeliling kabin mencari Leo.
Angin yang menembusi cela jendela kabin mengangkat tirai penutup jendela, sehingga membuat Sofia dapat melihat jelas seorang pria tinggi sekitar 190 cm berdiri mengenakan jaket kulit dengan sepatu boot dikakinya serta topi stetson hitam dikepalanya. Sofia berdiri dan menuju pintu keluar menemui pria yang ia kira adalah suaminya, Leo.
Ia cepat-cepat berdiri dan menggapai gagang pintu keluar, dan tiba-tiba terdengar suara Leo di dapur yang tidak jauh dari pintu keluar.
"Kau sudah bangun rupanya..." Kata Leo dari dapur kecil dalam kabin sambil ia memanaskan air dan mengeluarkan beberapa bungkus roti lapis dari dalam bungkusan.
Tangan Sofia tetap memegang gagang pintu saat ia menoleh ke arah suara Leo sambil sedikit tersenyum yang terkesan dipaksakan, wajahnya terlihat penuh tanda tanya.
"Sayang....Sof..", kata Leo kedua kalinya setelah melihat Sofia hanya diam termenung sambil memandang dirinya dengan wajah yang terlihat tegang.
"Haii ..sayang...", Akhirnya Sofia membalas setelah terdiam cukup
lama dengan wajah penuh tanda tanya dan nada suara heran dengan wajah yang masih terlihat tegang.
"Aku kira itu...", Sambil menunjuk ke luar kearah jembatan kayu kecil didanau,
"Kauu..." Ia pun melanjutkan, dan tiba-tiba ia diam tertegun seperti mencari sesuatu yang hilang.
Sofia tidak melihat siapa pun dijembatan kayu itu, pria yang tadinya ia lihat berdiri disana sudah menghilang begitu saja.
"Siapa disana yang kau lihat..sayang?", Leo balas bertanya.
Sofia dengan cepat dan buru-buru membuka pintu namun ia tidak melihat siapapun disana, dijembatan kecil itu.
Leo berjalan tanpa mengenakan sehelai baju dan berdiri dibelakang istrinya didepan pintu kabin, dan bertanya,
"ada apa sayang?" Ia bertanya sambil melihat sekeliling,
Sofia masih berdiri dengan diam dan wajah yang terlihat panik.
"kau melihat sesuatu?", Leo terus bertanya dengan nada pelan namun terus mengawasi lingkungan sekelilingnya dengan waspada.
"Aku kira itu tadi kau yang berdiri dijembatan...", Kata Sofia sambil berbalik dan menggenggam tangan Leo dengan erat.
Leo heran dengan kata-kata yang keluar dari mulut Sofia karena dirinya sedari tadi hanya berada didalam kabin bersama dengan Sofia.
Tapi kalau memang Sofia melihat seseorang, kemana orang itu pergi sekarang? Seharusnya ia disini kan? Tanya Leo dalam benaknya.
"Tapi kemana orang yang tadi berdiri disana?", kata Sofia yang nampak bingung sambil menunjuk kearah jembatan kecil didepan kabin.
Leo bisa melihat dengan jelas kepanikan tersirat diwajah istrinya pagi itu saat ia memeluknya. Insting militer Leonardo memberitahukan bahwa ada yang janggal di tempat ini dan Sofia merasa seperti melihat hantu, ia nampak panik tapi ia tahu bahwa disamping Leonardo, dia pasti akan aman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!