NovelToon NovelToon

ASI UNTUK BAYI MAFIA

PERKENALAN PARA TOKOH

...💀 Adriano Lucchese...

Usia: 35 tahun.

Kebangsaan: Italia.

Profesi: Pemimpin keluarga mafia Lucchese / pengusaha legal di bidang ekspor-impor anggur dan properti.

Kepribadian: Dingin, kejam, rasional, dan sangat sulit ditebak. Namun, di balik mata kelamnya, tersimpan kehampaan yang dia tutupi dengan kekuasaan dan kekerasan.

Latar belakang: Adriano kehilangan istrinya tak lama setelah kelahiran putranya. Sang istri meninggalkan bayi mereka dan kabur bersama pria kaya dari luar negeri. Sejak itu Adriano tidak mempercayai cinta, hanya kekuasaan dan kesetiaan yang dia anggap nyata.

🌹 Jade Greeny

Usia: 25 tahun

Kebangsaan: Campuran Inggris, Italia

Profesi: Ibu rumah tangga, sebelumnya perawat di klinik kecil.

Kepribadian: Lembut, penyabar, penuh kasih, tapi juga bisa menjadi buas jika tersakiti.

⚖️ Ericson Andres

Usia: 32 tahun

Profesi: Karyawan logistik di markas milik Adriano Lucchese.

Kepribadian: Egois, manipulatif, pengecut, penuh ambisi dan iri hati.

💋 Catarina Morello–Lucchese (Istri Adriano)

Usia: 29 tahun

Kebangsaan: Italia

Profesi: Mantan model dan sosialita papan atas

Kepribadian: Anggun, cerdas, manipulatif, dan haus akan kebebasan serta kemewahan. Catarina tahu bagaimana membuat orang lain tunduk, dengan kata-kata manis atau dengan racun dalam senyumannya.

...****************...

PERJANJIAN SEPIHAK

"Berhenti menangis, Jade! Kau ingin menangis sampai matipun, bayi itu tidak akan bisa kembali!"

Jade, wanita yang baru saja kehilangan bayinya itu, langsung menatap tajam wajah suaminya. "Mudah sekali kau berbicara, seolah Anastasia bukanlah putrimu, Eric!"

Eric, suami Jade, langsung menghela nafas panjang. "Dia sudah meninggal, dan kita masih hidup. Yang hidup harus tetap melanjutkan hidup ini, bukan?"

Jade memejamkan matanya sejenak. Helaan nafasnya kasar. Tatapan Jade semakin nyalang saat matanya terbuka lebar. Lalu, dia meraih sebuah botol, dan melemparkannya kepada Eric.

"Kau benar-benar ayah yang tidak waras! Anastasia putrimu, Eric!! Dia bayi kita!! Tega sekali kau bicara seperti ini!!?"

Eric membuang nafas kasar. Bukannya merasa bersalah, pria itu malah tersenyum mengejek. Benar-benar tak memiliki perasaan sedih sedikitpun.

"Lebih baik kau istirahat, bodoh! Untuk apa kau membuang-buang tenaga hanya untuk anak yang sudah tiada!?"

Tanpa menunggu respon, Eric langsung pergi begitu saja, meninggalkan Jade yang menatap kosong ke lantai. Bibirnya bergetar saat bergumam, "Apa dia manusia? Bagaimana bisa dia bicara seperti ini?" Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuh.

**

Eric pergi ke suatu tempat. Sebuah markas, tersembunyi, dan sulit dilacak. Pria itu bekerja untuk seorang mafia.

"Kau baru tiba? Bos mencarimu. Cepat ke ruangannya sekarang," ucap asisten mafia.

Eric mengangguk. Tanpa banyak menunggu, dia segera menuju ruangan di mana Bos Mafia itu berada.

"Anda mencariku, Tuan Adriano?" tanya Eric dengan hati-hati.

Adriano Lucchese, Bos Mafia yang terkenal kejam. Pria itu langsung mendongak ketika mendengar suara Eric.

"Eric." Suaranya terdengar rendah dan kasar. "Aku dengar kau baru saja kehilangan bayimu."

Eric mengangguk. Pria itu langsung memasang wajah yang terlihat menyedihkan. "Pu-putriku.... Aku kehilangan putriku, Tuan." Suaranya bergetar, seolah dia benar-benar sangat kehilangan.

"Aku turut berduka cita, Eric," ucap Adriano dengan suara yang rendah. "Tapi, aku ingin menawarkan sesuatu padamu. Bayarannya besar jika kau setuju."

Eric menatap Adriano dengan mata berbinar. "Benarkah, Tuan? Penawaran apa??"

Adriano menegakkan duduknya, tatapannya masih terlihat tajam dan gelap, meskipun suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya. "Istrimu baru saja melahirkan, dan kalian kehilangan bayi. Aku ingin istrimu menjadi ibu susu untuk bayiku yang berusia tiga bulan. Aku akan membayar lima puluh juta Euro setiap bulannya, selama istrimu masih menyusui putraku. Apa kau setuju?"

"Aku sangat setuju, Tuan," ucap Eric dengan cepat.

"Baik, tapi istrimu akan tinggal di mansion selama masih menjadi ibu susu untuk putraku. Bagaimana? Apa kau tetap setuju?"

"Tentu saja, Tuan. Aku tak akan keberatan," jawab Eric.

Adriano mengangguk puas. "Kau setuju. Tapi, bagaimana dengan istrimu? Apa dia setuju juga?"

"Tentu saja Jade akan setuju, Tuan. Anda tidak perlu khawatir akan hal ini," jawab Eric.

"Baik. Siang ini bawa istrimu ke mansionku, aku ingin dia langsung bekerja," ucap Adriano dengan tegas.

"Baik, Tuan."

Tanpa mengatakan apapun, Adriano mengibaskan tangannya, mengisyaratkan supaya Eric sudah boleh pergi.

Nominal besar yang diberikan oleh Adriano, kini terngiang-ngiang dalam benak Eric. Pria itu tersenyum lebar sambil melangkah di lorong.

"Ternyata istriku berguna juga," gumam Eric. "Aku akan dapatkan uang yang banyak setiap bulannya. Aku bisa berfoya-foya. Sudah seharusnya Jade memang bekerja. Enak saja dia selalu duduk manis di rumah, dan aku yang harus bekerja keras."

**

Eric tiba di rumah. Pria itu langsung bergegas menuju kamar, dan mendengar tangisan lirih Jade, sambil memeluk pakaian bayinya yang sudah tiada.

Eric berdecak kesal melihat pemandangan itu. "Sampai kapan kau akan menangis seperti ini?"

Tak ada jawaban. Hanya isakan lirih dari Jade. Eric lalu mendekat dan menjambak rambut Jade hingga kepala wanita itu terangkat.

"Berhenti menangis!! Sekarang ganti pakaianmu, dan ikut aku!!" bentak Eric. "Jangan lupa bawa beberapa pakaianmu!"

Jade mengerang pelan. Namun, alih-alih menunjukkan rasa sakit, wanita itu memilih menatap nyalang suaminya.

"Jangan paksa aku melakukan apapun, Eric!"

Eric melepaskan jambakannya. "Kau berani melawanku? Kau mau mati, hah!?"

"Ya, bunuh saja aku!" sentak Jade.

Eric tertawa sinis. "Kau pikir aku bodoh? Mana mungkin aku membunuh sumber uang."

Jade mendongak dan menatap tajam Eric. "Apa maksudmu sumber uang!? Kau menjualku!?"

Eric berkacak pinggang. Wajahnya begitu arogan. "Ya, menjualmu untuk sesuatu yang mulia. Bos ingin kau menjadi ibu susu untuk anaknya! Pekerjaanmu hanya perlu menyusui bayinya yang berusia tiga bulan."

Kedua mata Jade terbelalak. Terkejut bukan karena harus menyusui bayi lain, tetapi dia tidak menyangka suaminya akan melakukan hal seperti itu padanya. Pada dia yang baru saja kehilangan seorang bayi.

"Kau tidak waras, Eric!? Kau tahu aku masih berduka!!" bentak Jade.

"Sudah cukup berdukanya. Kau harus bekerja. Cepat ganti pakaianmu, dan ikut aku." Eric berkata dengan penuh penekanan. "Jika kau tidak menurut, maka Bos akan membunuh kita!"

Jade mendengus pelan. "Biarkan saja, aku memang ingin mati. Aku ingin menyusul Anastasia."

"Kau benar-benar wanita keras kepala!" Suara Eric menggema dalam kamar sempit itu.

Lalu, tanpa aba-aba, tangan besarnya melayang dan berhenti di pipi Jade. Jejak merah langsung memenuhi pipi mulus wanita itu. Wajah Jade bahkan sampai terhempas ke samping akibat tamparan kuat dari suaminya.

"Itu akibatnya jika kau terus melawanku!" ucap Eric. "Aku tunggu kau di luar, Jade. Jika kau tidak muncul, jangan salahkan aku. Aku tak hanya akan membunuhmu, tapi aku akan bongkar makam Anastasia, lalu memberikan jasadnya kepada hewan buas!"

Ucapan itu berhasil menambah rasa sakit di hati Jade. Dia mendongak, sudut bibirnya terlihat berdarah. "Kau.... kau sangat biadab, Eric!! Tega sekali kau katakan hal seperti itu! Dia putrimu juga!"

"Aku tidak peduli. Anastasia sudah meninggal, dan yang masih hidup harus terus bertahan hidup!" Tanpa menunggu respon dari Jade, pria itu segera melangkah keluar dari kamar.

Jade menangis sekeras mungkin sambil memegang dadanya. "Jahat.. Dia sangat jahat! Aku terlalu bodoh memilihnya sebagai suami. Seandainya bukan dia, Anastasia-ku pasti masih ada."

Akhirnya, Jade bangkit dari duduknya. Langkahnya tertatih menuju lemari pakaian, lalu dia mengeluarkan sebuah dress berwarna merah yang tampak sederhana.

Wanita itu menyeka air matanya di depan cermin. "Anastasia, maaf karena kau lahir di keluarga ini, dan memiliki ayah yang tak peduli padamu. Yang tega membiarkanmu sakit. Suatu hari nanti, jika Mommy..... Atau mungkin Mommy berpisah dengan ayahmu dan menikah lagi, tolong kembalilah. Kembali menjadi putri Mommy."

Jade menghela nafasnya. Dia menatap pantulan wajahnya sekali lagi. "Baiklah, hanya menyusui bayinya saja. Dan... mungkin ini bisa sedikit mengobati rasa rinduku pada Anastasia...." Jade menoleh ke ranjang, menatap pakaian bayinya. "Anastasia, Mommy tetap sangat mencintaimu. Mommy lakukan ini supaya ayah yang jahat itu tidak membongkar makammu. Kau tidak keberatan Mommy menyusui bayi lain, kan?"

"JADE!!!!" Suara teriakan Eric membuat Jade tersentak. Dia menghapus lagi air matanya, dan segera keluar dari kamar, sambil membawa tas kecil berisi beberapa helai pakaiannya.

Dia melangkah begitu cepat. Bukan karena dia takut pada suaminya. Tapi dia tidak mau pria itu membongkar makam Anastasia. Jade tahu, Eric tak pernah main-main dengan ucapannya.

...***...

POSTUR YANG GAGAH

Eric dan Jade tiba di sebuah markas. Jade bahkan tak terkejut dengan tempat itu. Dia sudah tahu tentang pekerjaan suaminya, tetapi tak bisa menghentikannya.

"Cepat masuk! Kenapa kau malah berdiri diam di sini!?" sentak Eric, sambil menarik pergelangan tangan Jade.

"Jangan tarik-tarik!" Jade menatapnya tajam. "Aku bisa jalan sendiri!"

Eric berdecak pelan, lalu menghempaskan tangan Jade. "Jangan lama! Bos tidak suka menunggu terlalu lama."

"Siapa suruh dia menunggu?" balas Jade acuh tak acuh.

"Kau!" Eric menunjuk wajah Jade. Namun, dia segera menurunkan tangannya saat beberapa anak buah Adriano menoleh ke arahnya. "Jangan bicara sembarangan dan membuatku kehilangan pekerjaan, Jade. Jika kau berulah, jangan salahkan aku melakukan sesuatu pada makam Anastasia!"

Jade menarik nafas panjang, lalu menghela dengan kasar. "Kau berani mengancam seperti itu!? Dia putrimu juga!"

Eric mendengus pelan. "Makanya, jangan berulah, dan turuti semua perintahku, Jade!"

Jade lagi-lagi hanya bisa menghela nafasnya. Dengan terpaksa, dia mengikuti Eric menuju ruang kerja Bos pria itu.

Setibanya di depan ruangan pribadi Adriano, Eric mengetuk pintu pelan, hingga terdengar suara Adriano yang mengatakan padanya untuk segera masuk.

Namun, sebelum melangkah masuk, Eric menatap tajam Jade. "Ingat, jangan membuatku malu! Jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal di sini!"

Jade tak menanggapi, tatapannya tajam ke arah pintu.

Eric berdecak pelan. Dia lalu menjambak rambut Jade. "Kau dengar aku atau tidak!?"

"Aku dengar," jawab Jade dengan suara yang kasar. "Cepat masuk, dan selesaikan semu ini!"

Eric lalu melepaskan jambakannya, kemudian membuka pintu ruangan itu, dan melangkah masuk ke dalam.

"Tuan, aku sudah membawa istriku kemari," kata Eric.

Adriano menatap ke arah Jade. Pria itu memperhatikan dari atas kepala hingga ujung kaki.

"Bagus," ucap Adriano pelan. "Nyonya, kau tidak keberatan menjadi ibu susu untuk bayiku, bukan?"

Jade diam. Hal itu membuat Eric langsung menoleh tajam ke arahnya. Wanita itu akhirnya mengangguk kaku, dan berkata, "Ya, aku tidak keberatan, Tuan. Aku bersedia menjadi ibu susu untuk bayimu."

Adriano mengangguk. Dia berdiri dan berkata, "Kau mulai bekerja sekarang. Ikut aku."

"Baik, Tuan," jawab Jade cepat.

Adriano tak menanggapinya. Pria itu menoleh ke arah Eric. "Aku akan segera mengirimkan uangnya padamu."

Eric tersenyum lebar. "Terima kasih, Tuan."

'Uang? Kenapa harus dikirimkan kepada Eric? Laki-laki jahat itu pasti tak akan memberikan uang tersebut padaku!' ucap Jade dalam hatinya.

Eric mendekati Jade, pria itu langsung berkata dengan lembut dan manis. "Jade Sayang, kau tidak perlu khawatir, uang yang didapatkan ini, akan aku belikan perhiasan untukmu. Kau hanya perlu menyusui bayinya Tuan Adriano." Dia mengusap pelan pipi Jade.

Adriano yang melihat hal itu, sedikit tak percaya bahwa Eric bisa bersikap lembut. Apalagi melihat tatapan mata Jade yang sepertinya memiliki dendam dan kebencian yang dalam.

"Kita ke mansionku sekarang," kata Adriano.

Adriano melangkah keluar, diikuti oleh Jade dan Eric. Namun, saat mereka berdua sedikit jauh di belakang Adriano, Eric kembali memperingatkan Jade dengan kata-kata yang tajam. "Ingat, jika kau berbuat kesalahan—"

"Aku tahu, bajingan!" potong Jade dengan wajah yang muak. "Kau tak perlu terus mengancam! Aku tahu apa yang harus aku lakukan!!"

"Bagus jika kau tahu, jangan membuatku terus mengulang!" sahut Eric dengan suara yang tajam.

Mereka tiba di luar. Di depan sana, sebuah mobil hitam sudah menunggu. Di dalamnya, Adriano duduk di bagian penumpang.

"Silahkan, Nyonya." Sopir tersebut membukakan pintu mobil untuk Adriano.

Jade hanya mengangguk. Tanpa menoleh ke arah Eric, dia langsung masuk ke dalam mobil itu.

Sopir menutup pintu dengan pelan, dan bergegas menuju kursi kemudi. Mobil mulai berjalan, Eric melambai sambil tersenyum lebar.

"Uang yang banyak setiap bulannya," gumam Eric terkekeh. "Gadis-gadis seksi rumah bordir, aku akan menyewa jasa kalian malam ini." Pria itu merogoh saku, mengeluarkan ponsel dan memeriksa saldo di rekeningnya. "Tuan Adriano memang Bos terbaik. Meskipun kejam, tidak pernah telat saat membayar kami."

**

Mansion keluarga Lucchese..

Mobil berhenti di depan mansion. Sopir segera membukakan pintu mobil. Jade turun dari mobil. Pandangannya menyapu ke segala arah, antara takjub, dan takut dengan tempat semewah itu.

"Masuk." Suara bariton Adriano membuatnya refleks menelan ludah kasar.

Jade mengangguk, gegas dia mengikuti Adriano masuk ke dalam mansion itu. Beberapa pelayan membungkuk saat pria itu lewat, dan ketika Jade yang lewat, semua pelayan itu saling memandang dengan wajah penuh heran.

"Ikut aku ke kamar putraku," pinta Adriano tanpa menatap Jade.

"Baik, Tuan," sahut Jade.

Mereka memasuki lift. Sunyi, hanya ada mereka berdua. Jade berdiri setengah langkah di belakang Adriano, cukup dekat untuk dapat mencium aroma maskulin yang samar, bercampur dengan wangi cologne mahal.

'Menegangkan.' kata Jade dalam hatinya.

Jade menatap postur tubuh pria itu. Bahunya lebar, punggungnya kokoh, dan setiap gerak kecilnya memancarkan wibawa alami. Setelan hitam yang pria itu kenakan jatuh sempurna di tubuhnya, menegaskan garis-garis otot yang tersembunyi di balik kain mahal itu.

Jade menunduk, berusaha mengalihkan pandangannya, tapi matanya justru terhenti di siluet pria itu yang memantul samar di dinding logam lift. Begitu gagah. Begitu tenang. Tapi sekaligus berbahaya.

Ada sesuatu dari cara Adriano berdiri, tenang, nyaris tak bergerak, yang membuat Jade merasa kecil dan aman sekaligus takut.

Pintu lift terbuka di lantai yang entah keberapa. Jade tak memperhatikan. Dia sibuk memandang postur tubuh Adriano.

"Kamar putraku di sana," ucap Adriano tanpa menoleh, sambil melangkah keluar dari lift.

Jade mengangguk samar dan segera mengikuti pria itu. Mereka tiba di depan pintu berwarna biru pastel, dan ada gantungan berbentuk awan yang lucu.

Jade tersenyum getir melihat kamar itu. Dia langsung mengingat Anastasia, dan matanya kembali memanas. Namun, Jade buru-buru menyeka sudut matanya.

Pintu itu terbuka pelan. Di dalamnya, ada beberapa pelayan yang ditugaskan mengurus bayi laki-laki yang ada di atas ranjang mewah.

"Kalian boleh keluar," kata Adriano.

Beberapa pelayan itu mengangguk dan segera melangkah pergi. Di dalam kamar itu, hanya tersisa Adriano, Jade, dan bayi pria itu.

"Ini putraku. Hampir berusia empat bulan," kata Adriano. "Namanya Maximo. Dia alergi susu formula, jadi aku membutuhkan ASI untuknya."

"Aku mengerti, Tuan," sahut Jade.

Adriano langsung menatapnya. Awalnya pria itu berpikir Jade akan bertanya di mana ibu bayi itu, tetapi ternyata tidak.

"Meskipun tidak terlalu berpengalaman, aku tahu cara mengurus bayi." Dia tersenyum getir, matanya kembali panas. "Aku menyukai anak-anak."

Adriano menari nafas, lalu menghelanya. "Aku percayakan putraku untuk kau urus."

"Baik, Tuan. Anda tak perlu khawatir."

Adriano mengangguk. "Aku akan bekerja lagi. Jika kau butuh sesuatu, tekan tombol di sana." Dia menunjuk tombol putih di atas ranjang. "Pelayan akan langsung datang."

Jade mengangguk. "Baik, Tuan."

Adriano tak mengatakan apapun. Dia hanya menatap wanita itu sebentar, lalu melangkah keluar dari kamar putranya. Begitu Adriano melangkah pergi, Jade langsung duduk di tepi ranjang dengan hati-hati. Ekspresinya langsung melembut saat menatap bayi yang sedang terlelap itu.

"Max, kau tidak perlu khawatir, kau tak akan kekurangan ASI."

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!