NovelToon NovelToon

Demi Semua Yang Bernafas

Bab 1

Bab 1. Sebuah pemandangan di lokasi konstruksi di Kota Veluna, terlihat seorang pria kekar sedang bekerja dengan begitu keras.

 

“Rangga! Angkat semennya!” teriak seorang mandor ke arah salah satu bawahannya.

 

Rangga, pria yang diperintahkan itu, terlihat sedikit menyedihkan. Dia mengenakan sebuah rompi yang memperlihatkan kulitnya yang terbakar matahari. Otot kekar terpampang jelas dari lengannya yang terbuka, terlebih lagi ketika dirinya sedang memanggul lima kantong semen sekaligus.

 

Ini adalah tugasnya pagi ini, untuk memindahkan kantong-kantong semen dari truk besar di gerbang lokasi konstruksi ke lokasi yang ditentukan. Untuk pekerjaan semacam itu, dia dihargai 800 ribu. Di sampingnya, seorang wanita berambut pendek dengan tubuh yang begitu menggoda terlihat mengikutinya.

 

Selagi tangannya bergerak-gerak mengisyaratkan emosinya, wanita itu menjelaskan kepada Rangga dengan serius setengah membujuk.

“Pak Rangga, percaya pada saya. Saya bukan pembohong! Anda memang anggota terpenting dari pasukan rahasia kami, Night Watcher.”

 

Wanita itu mengerutkan kening, menyadari Rangga tak meliriknya sedikit pun. Namun, dia terus melanjutkan,

“Anda adalah senjata terkuat dari Penjaga Malam. Hanya saja di tengah sebuah misi tiga tahun lalu, kau menghilang. Sekarang, tampaknya kamu dulu terluka parah karena misi itu dan kehilangan ingatan!”

 

Dengan tumpukan kantong semen yang hampir mencapai 400 kilogram, Rangga tidak terlihat kesulitan sama sekali. Pria itu berjalan dengan mudah, seperti tak membawa apa-apa. Namun, karena halangan wanita itu, dia terpaksa berhenti.

 

Mata Rangga melirik wanita itu dan dia berkata,

“Jangan tunda pekerjaanku, oke?”

 

Di dalam hatinya, Rangga tahu bahwa wanita ini benar. Ingatannya hanya berjangka dari tiga tahun terakhir, dia tidak bisa mengingat apa pun sebelum itu. Namun, entah kenapa dia enggan menghadapi wanita itu.

 

Wanita misterius itu terkejut melihat tatapan yang Rangga berikan padanya. Pria itu melewatinya seraya memindahkan semen, membuatnya sedikit kesal bercampur sedih melihat keadaan Rangga sekarang. Seorang pahlawan yang begitu kuat dan ditakuti di seluruh dunia … sekarang berubah menjadi seorang pekerja konstruksi dengan gaji rendah!

 

“Pak Rangga, selama Anda bersedia kembali dengan saya, tim akan menemukan cara untuk membantu Anda mengingat semuanya,” wanita itu menggelengkan kepala.

“Anda tidak perlu bekerja keras di tempat ini, Anda akan memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya!”

 

Rangga tidak repot-repot memperhatikan wanita ini, dia hanya mulai berjalan dan melakukan tugasnya.

 

Wanita cantik itu mengerutkan bibir dan menggertakkan giginya.

“Pak Rangga, pikirkanlah dengan baik, saya akan datang untuk menemui Anda lagi besok!”

 

Rangga mengabaikan wanita cantik itu, ia fokus dengan memindahkan semen ke tempat yang ditentukan. Setelah sampai, pria itu melemparkan semen ke tanah, memercikkan debu yang tak terhitung jumlahnya, membuatnya terlihat semakin kotor.

 

Namun, itu adalah keseharian Rangga, dan dia sudah terbiasa. Pria itu menyeka keringat dari dahinya dan terus berjalan menuju pintu.

 

Pada saat ini, tidak jauh dari tempat Rangga berada, sebuah mobil berhenti. Seorang wanita paruh baya berpakaian cerah keluar dari mobil dan berjalan ke arahnya.

 

Wanita itu mengenakan masker sambil berjalan dengan hati-hati di setiap langkah. Sepertinya, wanita itu sangat takut sepatu hak hitamnya akan kotor.

 

Melihat wanita itu, Rangga menunjukkan sedikit ketegangan di wajahnya. Dia memanggil dengan cepat,

“Bu!”

 

Orang itu adalah ibu mertuanya — Miriam Hale!

 

“Jangan panggil aku ‘Ibu’!” Miriam memandang Rangga yang kotor dengan jijik. Dia lalu mengeluarkan dokumen dari tasnya dan berkata,

“Ini adalah perjanjian perceraianmu dengan Liana, tanda tangani secepatnya!”

 

Wajah Rangga berubah pahit. Dengan kening berkerut, pria itu bertanya,

“Ini… kenapa?”

 

Semua bermula dari Rangga yang kehilangan ingatan. Saat itu, dia diselamatkan oleh ayah Liana dan suami Miriam, Eldric Hale. Di bawah restu Eldric, dia dan Liana menikah. Namun, sungguh tragis bagaimana Eldric meninggal tiga bulan setelah pernikahan mereka.

 

Dalam tiga tahun terakhir, Miriam dan Liana tidak pernah menganggap Rangga sedikit pun. Meski keduanya tak bekerja, tapi mereka mengandalkan Rangga yang bekerja di lokasi konstruksi untuk menafkahi keperluan mereka. Bahkan setelah semua yang Rangga lakukan, keduanya masih begitu tak tahu diri terhadap Rangga. Mereka merasa bahwa Rangga hanyalah seorang yang tak berguna.

 

“Kenapa? Bukan kenapa-kenapa. Hanya saja, kamu tidak bisa berikan kami berdua kehidupan yang kita inginkan. Apa yang kamu miliki kecuali tenaga, hah?”

Miriam menatap Rangga dengan alis meninggi.

“Pacar baru Liana adalah anak orang kaya. Kamu lihat tas ini? Harganya 60 juta dari menantu baruku. Tidak hanya itu, dia juga akan kasih Liana sebuah BMW hari ini,” katanya menyombong.

“Bagaimana denganmu? Sudah berkotor-kotor setiap hari, tapi hasilnya apa? Beli tas saja tidak bisa.”

 

Ada emosi yang menggebu-gebu di hati Rangga. Selama tiga tahun terakhir, dia telah bekerja keras dan memberikan setiap lembaran yang dia peroleh kepada ibu mertua dan istrinya itu. Namun, tak hanya tak dianggap, dirinya masih direndahkan begitu rupa! Bahkan sang istri tak pernah memperlakukannya seperti seorang suami!

 

“Sudah, deh. Jangan banyak tanya. Tanda tangani cepat!”

Miriam mencibir.

“Setelah menandatangani perjanjian ini, kamu dan kami berdua tidak ada hubungannya lagi. Aku sudah mengemasi barang-barangmu dan mengirimnya ke pos keamanan depan gerbang lokasi konstruksi. Ambil sendiri!”

 

“Seluruh uangku telah diberikan kepada kalian. Satu sen pun tidak kumiliki sekarang, dan kau mau mengusirku?” ekspresi Rangga menjadi semakin jelek.

 

“Rumah itu milik kami, jadi sudah sewajarnya kamu tidak boleh tinggal setelah perceraian,” Miriam berkata dengan jijik.

 

“Aku yang membeli rumah itu!” Rangga mengertakkan gigi.

 

Miriam tersenyum menghina.

“Nama di sertifikat adalah nama Liana, tidak ada hubungannya denganmu. Oleh karena itu, cepatlah tanda tangani perjanjian perceraian ini! Terlalu lama berdiam di tempat ini akan membuatku kotor!”

 

Rangga mencoba untuk menahan amarahnya. Dia mengepalkan tangannya sekuat tenaga untuk melakukan hal tersebut.

 

Demi janjinya pada ayah Liana, Eldric, Rangga telah bekerja keras selama tiga tahun. Pria itu berjuang untuk memenangkan hati ibu mertua dan istrinya. Tak hanya itu, dia juga berjuang untuk menafkahi keduanya setelah kepergian penyelamatnya itu.

 

Namun, sekarang sudah tak diperlukan lagi!

 

Rangga mengambil perjanjian itu dan segera menandatanganinya. Dia memberikan surat itu kepada Miriam dengan ekspresi gelap.

 

“Bagus! Ternyata, kamu masih sadar diri!”

Miriam melirik ke arah Rangga dengan jijik.

“Anggap saja Liana sial karena pernah menyandang status sebagai istrimu. Untungnya, sekarang sudah berakhir, dan dia bisa terus mengejar kebahagiaannya sendiri.”

 

Rangga mencibir dalam hatinya.

Kebahagiaan? Lebih tepatnya, kalian mengejar uang!

 

Sebelum pergi, Miriam tidak bisa menahan diri untuk tidak menghina Rangga.

“Sudah, ya. Mulai sekarang, kami tidak akan ada hubungan denganmu. Jangan repot-repot mengganggu kehidupan kami. Melihatmu membuat mataku kotor!”

 

Melihat Miriam pergi, Rangga merasakan darah di dalam tubuhnya mendidih! Dunia ini hanyalah dunia kotor yang mengakui uang!

 

Ketika memikirkan hal tersebut, Rangga teringat oleh tawaran wanita cantik yang belum lama menemui dirinya. Pria itu mengertakkan gigi dan berlari menuju gerbang lokasi konstruksi dengan cepat!

 

Di pintu gerbang, terlihat wanita cantik itu masih berdiri di pinggir jalan. Sepertinya, dia sedang menelepon seseorang.

“Oke, Bos, saya akan segera ke sana!”

 

Wanita itu mematikan panggilannya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. Karena sudut matanya menangkap pergerakan, dia melirik dan mendapati sosok Rangga sedang menghampiri dirinya.

 

Melihat Rangga datang, wanita itu terbelalak.

“Pak Rangga!”

 

Rangga menghela napas dan berkata,

“Apakah ucapanmu tadi sungguhan?”

 

Mata wanita itu membesar, seakan merasa keberuntungannya telah mencapai puncak.

“Saya tidak mungkin berbohong kepada Anda!” katanya dengan gembira.

“Apakah Anda bersedia untuk ikut dengan saya?”

 

“Tidak,” Rangga menggelengkan kepalanya. “Sebelum aku ikut denganmu, kamu harus buktikan padaku bahwa ucapanmu adalah kebenaran.”

Mata pria itu memancarkan kecurigaan. “Kamu bilang, selama aku bersedia untuk ikut bersamamu, aku akan mendapatkan kekayaan yang tak terhitung jumlahnya,” dia teringat janji si wanita. “Tolong buktikan kepadaku. Mungkin, kau bisa mengirim ratusan juta ke kartu bankku sekarang juga.”

 

Wanita cantik itu mengerutkan kening mendengar permintaan Rangga, sepertinya dia tak menyangka akan mendapatkan persyaratan semacam itu dari pria tersebut. Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, wanita itu mengeluarkan sebuah kartu dari tasnya.

 

Jari-jari lentik wanita itu menjepit sebuah kartu dan menyodorkannya ke arah Rangga.

“Saya masih memiliki tugas, dan saya harus segera melaksanakannya,” tutur wanita itu dengan penuh penyesalan.

“Begini saja,” matanya berbinar. “Seharusnya, Bapak memiliki sebuah kartu berlian dari Astra Bank. Kata sandi kartu itu adalah ulang tahun Anda,” wanita itu memberi tahu Rangga sandinya.

“Aset yang Bapak miliki tidak pernah disentuh oleh pihak kami. Dengan begitu, Bapak bisa pergi ke bank kapan saja untuk memeriksanya!”

 

Ekspresi Rangga berubah. Dia memang memiliki kartu seperti itu. Namun, kalau bukan karena penjelasan wanita itu, Rangga sepertinya tak akan tahu bahwa kartu tersebut merupakan kartu bank! Lagi pula, wujudnya sungguh tidak terlihat seperti kartu bank!

 

Selama sesaat, Rangga membeku di tempatnya. Dia kemudian memandang wanita cantik itu, terkejut mengenai pengetahuan wanita itu mengenai dirinya.

 

Detik berikutnya, Rangga dengan cepat berbalik dan berlari menuju pos keamanan.

Jangan sampai kartu itu hilang! batinnya dalam hati.

 

Ketika dirinya sudah mulai dekat dengan pos keamanan, seorang pria paruh baya yang merupakan penjaga keamanan tempat tersebut keluar.

“Rangga, seorang wanita baru saja mengirimimu paket! Dia bilang itu punyamu!” cetus pria itu dengan sebuah senyuman ramah.

 

Walau penjaga keamanan itu berkata kalau Rangga menerima paket, tapi sebenarnya wujud paket itu lebih mirip dengan sampah yang dibuang. Dengan kantong sampah hitam, Miriam membungkus barang-barang Rangga. Dus saja tidak rela wanita itu berikan ketika dia mengusir menantu yang telah berjuang menafkahinya selama ini!

 

Rangga tersenyum masam, lalu mengobrak-abrik kantong sampah di hadapannya. Hanya ada beberapa potong pakaian di dalam kantong sampah, dia tak melihat benda lain.

 

Tak lama, Rangga pun melihat saku salah satu pakaiannya terselip sebuah benda pipih. Dia menjulurkan tangannya dan menarik keluar benda tersebut. Sesuai dugaannya, benda pipih itu adalah sebuah kartu.

 

Kartu di tangan Rangga itu memiliki warna biru yang sudah mulai luntur. Ada hiasan berlian di beberapa sisi permukaan kartu tersebut.

 

Ini kartu berlian yang wanita itu maksud, ‘kan? batin Rangga dengan mata berbinar.

“Pak, aku titip barang-barangku di sini dulu! Aku akan segera kembali!” serunya selagi berlari pergi.

 

“Tidak masalah, tapi jangan lama-lama. Ada satu truk semen besar yang jadi tugasmu. Kalau kamu lama, nanti mandor memarahimu lagi!” penjaga keamanan itu berniat baik untuk mengingatkan.

 

Rangga tidak membalas ucapan penjaga keamanan itu, otaknya masih terlalu sibuk memikirkan ucapan wanita itu. Mana ada waktu bagi dirinya untuk memikirkan soal semen yang harus diangkut?!

 

Saat ini juga, Rangga harus pergi ke Astra Bank untuk memastikan kebenaran kartu tersebut!

 

Bersambung.

 

Bab 2

Bab 2. Astra Bank adalah bank yang paling misterius di Negeri Aerion.

Skala penyebaran bank mereka tidaklah besar, tapi dikatakan bahwa jumlah tabungan yang mereka terima tidak boleh kurang dari puluhan miliar.

Dengan kata lain, Astra Bank adalah bank yang hanya membidik orang kaya!

Bukanlah sebuah keanehan bahwa Astra Bank bisa bertahan bahkan dengan jumlah nasabah yang sedikit. Itu dikarenakan nasabah-nasabah mereka adalah penggerak ekonomi negara. Dengan pelayanan yang luar biasa, terutama dalam hal keamanan dan kerahasiaan, bank ini menjadi pilihan banyak orang kaya.

Setelah Rangga berlari begitu jauh dan bertanya kepada beberapa orang di jalanan, dia akhirnya menemukan lokasi bank tersebut.

Sungguh memalukan bila mengingat bagaimana orang-orang yang ditanyakan menatapnya seperti seorang yang gila. Dengan penampilan Rangga, tentu saja mereka tak habis pikir mengenai urusannya dengan Astra Bank.

Sesampainya di hadapan pintu masuk Astra Bank, Rangga menghembuskan napas dan berjalan masuk. Baru dua langkah Rangga mendekati pintu bank tersebut, seorang penjaga keamanan menghentikannya di depan pintu.

Penjaga keamanan tersebut mengerutkan kening dan menatapnya, ada kewaspadaan dan tatapan merendahkan dari pandangannya.

“Ini adalah Astra Bank. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk!”

Rangga berkata dengan cepat, “Saya di sini karena ada urusan.”

“Urusan?” Satpam itu memandang Rangga sambil tersenyum. “Apa kamu tahu Astra Bank itu bank macam apa?”

Pandangannya menyorot penampilan Rangga yang sangat tidak senonoh. “Kamu bisa ada urusan apa di sini?”

Sebagai penjaga keamanan Astra Bank, pria itu telah melihat berbagai macam nasabah bank tersebut. Ada yang datang ke bank untuk melakukan setoran, melakukan transfer, dan banyak lagi. Kesamaan yang dimiliki orang-orang tersebut adalah … pakaian mereka yang glamor serta kendaraan mewah yang mereka pakai. Tak ada barang tak bermerek yang melekat di tubuh para nasabah itu.

Lalu, bagaimana dengan Rangga?

Rangga baru saja keluar dari lokasi konstruksi, seluruh tubuhnya kotor, rambutnya berlumuran abu semen dan wajahnya terlihat kusam. Lihat saja pakaiannya! Rompi putih terlihat termakan usia dan mulai menghitam, sepatu yang dia pakai saja sudah begitu usang! Kalau ada yang bilang Rangga adalah seorang pengemis, maka penjaga keamanan itu akan percaya!

Lalu, bisakah orang semacam Rangga memiliki urusan dengan Astra Bank?

“Rangga?” Pada saat ini, suara seorang wanita tiba-tiba terdengar di belakang Rangga.

Mendengar suara ini, seluruh tubuh Rangga sekejap membeku. Tangannya bergetar ketika meresap ke dalam otaknya mengenai pemilik suara tersebut.

Rangga menoleh perlahan, dan benar saja, itu adalah mantan istrinya, Liana.

Terlihat tidak jauh dari sana, sebuah mobil mewah yang terlihat sangat baru berhenti di parkiran khusus. Seorang pria dan seorang wanita baru saja turun dari mobil tersebut. Penampilan wanita itu sangat cantik dengan riasan tipis yang menonjolkan fitur wajah rupawannya yang alami.

Liana berjalan menghampiri pintu masuk Astra Bank sembari bergelayut manja pada lengan pria tampan di sebelahnya. Keduanya terlihat begitu intim!

Melihat hal tersebut, Rangga merasa emosinya kembali menggebu-gebu. Sungguh luar biasa! Dari keintiman kedua orang itu, entah sudah berapa lama mereka berhubungan di belakangnya.

Tiga tahun menikah, tapi ujung jarimu saja tidak pernah kusentuh, batin Rangga dengan pahit.

“Ini Rangga?” Pria tampan berpenampilan seperti seorang eksekutif itu menatap Rangga dengan senyum tipis, terlihat dia sedang merendahkannya. “Mantan suamimu?”

“Hanya status saja,” Liana mengerutkan bibirnya, menatap Rangga dengan jijik. “Dia bahkan tidak menyentuh jariku sekali pun, jangan terlalu banyak berpikir!”

Setelah itu, Liana melihat ke arah Rangga dan berkata,

“Rangga, ini pacarku, Rafael Voss.” Dia tersenyum. “Kamu pasti sudah dengar, ‘kan?”

Ya, Rangga memang pernah mendengar tentang orang ini. Rafael Voss, putra dari seorang pengusaha kaya terkenal di Kota Veluna. Bahkan sebelum dia sepenuhnya memegang kendali atas perusahaan ayahnya, nama Rafael sendiri sudah mampu menggetarkan seisi Kota Veluna. Hanya saja, walau kebanyakan orang di kota itu tahu reputasinya, tapi bukan reputasi positif yang tersebar di seantero kota.

Rangga tidak menyangka pacar baru Liana adalah pria itu!

Rafael menatap Rangga sambil menyeringai,

“Terima kasih telah membantuku merawat Liana selama tiga tahun terakhir.”

Liana melengkungkan bibirnya dengan tidak senang,

“Menjagaku? Apa yang bisa dia jaga untukku? Dalam satu bulan bekerja keras, tapi dia hanya bisa mendapatkan kurang lebih dua puluh juta. Beli tas saja tidak bisa! Kamu berkali-kali lipat lebih baik dari dia!”

Sungguh tidak tahu malu!

Rangga menundukkan kepalanya, tapi dia tidak bisa berkata apa-apa. Yang bisa dia lakukan adalah menahan emosi sambil mengertakkan giginya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Liana mengerutkan kening dan bertanya.

“Ada urusan,” jawab Rangga dengan tenang.

“Hmm?!” Pada saat ini, Rafael mencibir dan berkata, “Ada urusan? Memangnya kamu bisa masuk pintu ini?”

Baru saja Rafael mengatakan hal tersebut, petugas keamanan segera tersenyum.

“Pak Rafael, silakan masuk!” ucapnya seraya mempersilakan pemuda tersebut. Sungguh jauh berbeda pelayanan yang dia tawarkan untuk Rangga.

Liana melirik Rangga dengan tatapan menghina. Lalu, dia berjalan masuk ke bank dengan tangan masih menggandeng lengan Rafael.

Saat dirinya melewati Rangga, suara Rafael bisa terdengar berucap,

“Liana, mobil mewah itu untukmu, hanya satu miliar. Cukup untuk menunjukkan ketulusanku, ‘kan? Aku tak ingin kamu pulang malam setiap hari.”

Mendengar hal ini, Liana tersenyum manja seraya menganggukkan kepalanya.

“Ya.”

Melihat adegan ini, tangan Rangga terkepal erat. Dia melirik penjaga keamanan itu dan berjalan menuju pintu masuk lagi.

“Berhenti!” Penjaga keamanan itu melihat ke arah Rangga dan mengeluarkan tongkat listrik di tangannya. Dia menunjuk ke arah Rangga dan mengancam,

“Pergi dari sini! Kamu tidak memenuhi syarat untuk masuk ke dalam tempat ini!”

“Aku benar-benar di sini karena ada urusan!” ulang Rangga, tak lagi menggunakan bahasa sopan.

Pada saat ini, di belakang mereka, suara dingin terdengar,

“Ada apa?”

Rangga menoleh. Di belakangnya, entah sejak kapan, ada wanita tinggi dengan pakaian formal yang melekat di tubuhnya tengah berdiri. Wanita itu menatap Rangga dan kemudian ke penjaga keamanan, alisnya sedikit mengerutkan kening.

Pada kemeja wanita cantik itu, terdapat sebuah tanda pengenal yang bertuliskan sebuah nama, Selena Ward.

“Orang ini mengatakan dia ada urusan,” kata penjaga keamanan sambil menunjuk ke Rangga. “Namun, saya curiga dia merencanakan kejahatan, jadi saya tidak membiarkan dia masuk!”

Selena melirik Rangga, wajahnya juga menunjukkan sedikit kewaspadaan, tapi dia masih bertanya,

“Anda bilang Anda di sini karena ada urusan, benar? Apa Anda ingin melakukan penyetoran, penarikan, atau sesuatu yang lain?” Dia masih mempertahankan sikap profesional.

“Saya ingin periksa saldo,” kata Rangga jujur.

Petugas keamanan berkata,

“Bu Selena, untuk apa masih membuang waktu menanggapinya? Dari pakaiannya saja terlihat dia bukan nasabah kita!”

Selena melotot ke arah penjaga keamanan itu.

“Diam!” Dalam hatinya, dia memaki sikap tak profesional penjaga keamanan tersebut. Lalu, dia mengalihkan pandangannya kembali pada Rangga.

“Untuk periksa saldo, Anda pasti memiliki kartu, benar? Apa bisa tunjukkan pada saya?”

Rangga mengangguk, dia mengeluarkan kartu bank berwarna biru kusam dari sakunya. Karena ada debu, dia dengan hati-hati menyekanya di tubuhnya. Namun, alih-alih bersih, kartu bank tersebut malah menjadi lebih kotor. Hal tersebut membuatnya sangat malu dan tersenyum canggung.

Namun, pada saat ini, Selena sama sekali tidak memedulikan betapa kotornya kartu tersebut. Dia terbelalak dan membeku di tempat.

Dengan tergagap, Selena menatap kartu bank itu dan berkata,

“B-berlian. Itu kartu berlian!”

Rangga terkejut dan berkata dengan curiga di dalam hatinya,

Serius? Jadi, wanita tadi tidak berbohong? Aku dulu orang berada?

Selena mencoba untuk menenangkan dirinya, tapi napasnya sedikit tersendat. Dengan usaha keras, Selena mencoba menunjukkan sebuah senyum profesional.

“Selamat datang, Pak! Mohon maaf atas pelayanan keamanan kami yang buruk! Saya akan memastikan karyawan kami yang telah menyinggung Anda ini mendapatkan hukuman yang sepantasnya!”

Di samping Selena, wajah penjaga keamanan sekejap memucat.

Tang!

Tongkat di tangan penjaga keamanan itu jatuh ke tanah. Lalu, pria itu membelalak dan menatap Rangga dengan terkejut. Dia membungkuk dengan cepat.

“S-selamat datang, Pak! S-saya ….”

Meskipun hanya seorang penjaga keamanan, tapi pria itu juga tahu apa maksud sebenarnya dari nasabah kartu berlian. Menghentikan seorang nasabah dengan tingkat yang begitu tinggi, kemungkinan besar dia akan kehilangan pekerjaannya! Tak hanya itu, bisa-bisa dia diberikan hukuman dengan harus membayar ganti rugi karena menyinggung nasabah kartu berlian!

Selena melirik tajam penjaga keamanan tersebut. Namun, dia tahu kalau pelanggan di hadapannya tak mau berurusan panjang lebar dengan seorang penjaga keamanan. Oleh karena itu, dia tersenyum dan berkata,

“Silakan Bapak ikut dengan saya! Saya secara pribadi akan melayani Anda!”

Rangga sedikit menundukkan kepala, sedikit sungkan dengan perlakuan Selena. Dia pun mengikuti wanita itu dengan kebingungan bercampur keterkejutan. Lebih kaget lagi dirinya ketika Selena mempersilakannya untuk duduk di kursi VIP!

Pada saat itu, tidak ada banyak pelanggan di Astra Bank. Kebetulan, hanya ada Liana dan Rafael di lobi. Melihat Rangga benar-benar bisa masuk dan berjalan menuju kursi VIP, kedua wajah itu menunjukkan ekspresi keheranan.

Dua menit kemudian, semua karyawan dari seluruh bank membuat sensasi. Salah satu dari mereka terlihat sedang menelepon kepala bank cabang itu dengan wajah panik.

“Halo, Bu, cabang kita kedatangan nasabah berlian! Tolong segera datang ke sini!”

Liana dan Rafael mengerutkan kening mendengar hal tersebut. Liana memandang staf di konter dan bertanya,

“Apa level nasabah berlian ini tinggi?”

Wanita di konter tersenyum manis padanya.

“Kartu bank kami memiliki sistem penilaian. Misalnya, kartu Tuan Rafael adalah kartu tingkat perak. Itu berarti Pak Rafael memiliki deposit sekitar dua miliar. Untuk kartu emas, maka depositnya sekitar dua puluh miliar. Kartu platinum memiliki deposit dua ratus miliar, dan kartu berlian…”

Perkataan wanita itu berhenti seraya dirinya menghela napas.

“Kartu berlian paling jarang diterbitkan. Sejak bank didirikan, hanya ada sembilan kartu berlian yang diterbitkan. Entah berapa banyak deposit dari kartu tersebut.”

“Apa!?” Liana tertegun, dan kemudian melihat ke arah kursi VIP dengan takjub!

Rangga, seseorang yang tidak memiliki apa pun selain tenaganya yang besar, bisa memiliki kartu berlian?!

“Tidak mungkin!” Liana berkata kepada wanita di konter dengan kening berkerut. “Orang itu adalah mantan suamiku. Aku tahu persis orang seperti apa dia itu. Dia adalah pekerja migran dan tidak memiliki keterampilan sama sekali. Jangan tertipu olehnya!”

Wanita di konter tersenyum, merasa sedikit aneh dengan betapa besarnya reaksi Liana.

Jangan-jangan, dia menyesal menceraikan suami yang ternyata kaya? tebak wanita di konter itu. Namun, dia mempertahankan sikap profesional dan berkata,

“Masalah ini bukanlah sesuatu yang dapat saya campuri. Kepala Bank sedang dalam perjalanan, dia akan menerima nasabah itu secara pribadi.”

“Sudah, Liana. Kamu cukup tahu siapa dia sebenarnya. Untuk apa ikut campur begitu jauh?” Rafael memandang ke arah Rangga dengan jijik. “Jangan pedulikan dia. Kita tidak mau kencan kita kacau karena dia, ‘kan?”

Liana mengangguk patuh. Namun, sebelum dia pergi, dia berkata kepada wanita di konter,

“Kamu harus memeriksanya dengan hati-hati. Pria itu mungkin pembohong, jangan tertipu olehnya!”

Wanita di konter itu tersenyum dan mengangguk. Lalu, dia membatin, Ya ampun.

Rangga sedang duduk di atas sofa yang sangat nyaman. Di depannya, Selena menyerahkan sebuah tablet dan berkata,

“Silakan masukkan kata sandi Anda, dan Anda dapat memeriksa saldo kartu bank Anda!”

Rangga menghela napas, lalu memasukkan kata sandi berupa ulang tahunnya, sesuai dengan ucapan wanita di lokasi konstruksi tadi.

Kemudian, layar tablet di depan wajahnya sedikit berubah, dan serangkaian angka panjang tercetak di depan matanya!

Bersambung.

Bab 3

Bab 3. Di layar yang ada di hadapan Rangga sekarang, terdapat serangkaian angka yang begitu panjang.

Angka pertama adalah 24, lalu diikuti dengan sebelas jumlah angka nol!

Satu, empat, delapan, sebelas! Mata Rangga terbelalak. 2,4 triliun?! pria itu mendesis dengan tidak percaya.

Dia yang terduduk langsung menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa. Ini gila, batinnya dalam hati.

Sebelumnya, Rangga harus kerja mati-matian mengangkat semen dari satu truk besar untuk gaji sebesar delapan ratus ribu. Sekarang, tiba-tiba muncul dua triliun lebih di bawah namanya. Hal tersebut tentu saja membuatnya tercengang.

“Pak, sebenarnya Anda tidak perlu peduli dengan saldo di kartu Anda. Bank kami memberikan hak yang sangat tinggi untuk nasabah kartu berlian. Dengan kartu berlian, Anda dapat memobilisasi dana yang cukup di bank,” Selena Ward mengingatkan.

Namun, tentu saja ucapan Selena sama sekali tidak ditanggapi Rangga. Lagi pula, dengan uang yang sekarang dia miliki saja, Rangga sudah sangat terkejut. Ini adalah jumlah yang luar biasa!

Rangga membatin di dalam hatinya, Kartu ini asli, jadi wanita itu tidak berbohong padaku. Aku dulunya adalah anggota pasukan rahasia yang memiliki posisi yang sangat kuat! Aku punya kekayaan yang tak terhitung jumlahnya! Dia mengerutkan kening. Selain itu, dia berkata kepemilikanku tidak hanya sekadar ini saja, bukan? Dia sulit untuk percaya.

Tiba-tiba, Rangga teringat satu hal yang sangat memuaskan. Sebuah seringai terlukis di wajahnya yang tampan.

Liana meninggalkanku karena uang, dia dan ibunya bahkan mengambil rumah yang telah susah payah aku beli dengan gaji rendah tersebut. Rangga mengangkat alis kanannya, seakan merendahkan Miriam dan Liana. Selain itu, mereka mendekati pria kaya untuk bisa hidup enak. Hati Rangga merasa sangat puas. Kalau mereka tahu identitasku yang sebenarnya, ekspresi macam apa yang akan mereka tunjukkan padaku?

Tanpa menunggu kedatangan kepala cabang Astra Bank, Rangga langsung menarik dana sebesar empat puluh juta. Berbekal kartu nama Selena untuk keperluan ke depannya, Rangga langsung pergi meninggalkan bank tersebut. Dia tidak sabar untuk mengucapkan selamat tinggal pada kehidupannya saat ini yang begitu menyedihkan.

Sebelum pergi, Selena mengatakan kepadanya bahwa di Kota Veluna, Rangga dapat meneleponnya untuk apa saja — entah itu keperluan bank maupun di luar urusan tersebut. Hal itu karena nasabah tingkat berlian akan dilayani sepenuhnya.

Setelah meninggalkan bank, Rangga langsung menghentikan taksi dan pergi ke lokasi pembangunan. Tentu saja dia pergi ke sana bukan untuk kembali memindahkan semen, melainkan membawa pergi barang-barangnya yang ditinggalkan di pos keamanan.

Begitu dia tiba di gerbang lokasi konstruksi, Rangga mendengar teriakan.

“Di mana Rangga?! Sudah kukatakan kalau semen-semen ini harus diturunkan sebelum besok pagi! Di mana dia?! Apa dia sudah ingin berhenti?! Kalau menunda jadwal konstruksi, apa dia bisa bertanggung jawab?!”

Di depan pintu, terlihat seorang pria gendut dengan helm keamanan dan pakaian berupa jas rapi berteriak.

Pria gendut tersebut adalah mandor Rangga, Hector, orang yang sangat galak dan bisa dikatakan tidak manusiawi. Setiap bulan, entah sengaja atau tidak, gaji para kuli angkut selalu menunggak.

Selama percakapan, seorang pria muda yang tampak agak kurus berjalan menghampiri Hector. Dia tersenyum lebar, menampakkan gigi-giginya yang begitu putih.

“Rangga mungkin sedang sedikit sibuk. Ketika dia kembali, aku akan membantunya. Masih ada waktu, tidak perlu khawatir, Pak.”

Mendengar pembelaan pemuda itu, Rangga merasa sangat tersentuh. Pemuda yang membelanya itu adalah satu-satunya teman yang dia dapatkan dalam tiga tahun terakhir, Noah. Karena usia yang tak jauh berbeda dan tempat kerja yang sama, keduanya pun menjadi akrab satu sama lain.

“Hmph, tugas ini tetap diberikan padanya. Jika dia tidak bisa menyelesaikannya, aku akan memotong dua hari gajinya!” Hector melirik Noah dengan pandangan merendahkan.

Noah berkata dengan senyum kering, “Uh, Pak, gaji saya sekitar dua puluh juta masih ada di Bapak dan belum dibayarkan. Anak saya sakit, jadi apakah Bapak bisa berikan dulu …?”

Hector mengerutkan kening, lalu membalas dengan marah, “Kenapa buru-buru!? Tugas konstruksi belum diselesaikan, dan uangnya belum diberikan kepadaku. Kalau memang begitu, aku mau bayar kamu pakai apa?!”

“Pak, saya perlu uang itu untuk anak saya,” Noah masih berusaha untuk terus tersenyum.

“Tidak ada!” Hector meliriknya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari tasnya yang bertotal sekitar satu juta. “Nih! Satu juta dulu!”

“Ini...” Noah tidak terlihat senang dengan jumlah yang diberikan Hector.

“Kalau mau, ambil! Kalau nggak mau, pergi!” bentak Hector. “Kelihatannya kamu sudah nggak mau kerja di sini lagi, ya?!”

“Noah sudah bilang kalau dia perlu uang ini untuk anaknya yang sakit!” Rangga tidak lagi bisa menahan emosinya melihat penindasan tersebut di hadapannya. “Pak, Anda keterlaluan!”

Hector berbalik. Ketika dia melihat Rangga, dia menyipitkan matanya. “Apa hubungannya sama kamu, hah?! Sudah saya bilang kamu harus turunkan semen itu semua sebelum hari esok, lalu kamu ke mana? Kamu malas-malasan, ya?! Aku potong gajimu selama dua hari! Kalau nggak terima, pergi saja!”

Rangga menggertakkan giginya ketika mendengar ucapan Hector. Kemudian, matanya menangkap sebuah papan reklame di lokasi konstruksi. Pada saat itu, dia tersadar kalau ada tulisan Astra Bank II. Sepertinya, pembangunan gedung ini ada hubungannya dengan Astra Bank.

Ekspresi Rangga berubah tenang. Lalu, dia berjalan perlahan menghampiri Hector. “Aku sudah tidak suka denganmu sejak dulu. Aku dan Noah tidak mau kerja lagi. Cepat berikan gaji kami sekarang!”

Ucapan itu membuat Hector terkejut, dia jelas tidak menyangka Rangga benar-benar mengatakan itu.

Kemudian Hector mencibir. “Tidak mau kerja? Tidak masalah, kamu dan Noah bisa bawa pergi barang-barang kalian! Mengenai uang, aku tetap akan berikan setelah pekerjaan konstruksi selesai!”

Rangga tertawa dingin di dalam hatinya. Yang disebut menunggu penyelesaian konstruksi sebelum memberi gaji adalah sebuah kebohongan! Pada dasarnya, pria itu tidak akan memberikan gaji tersebut sampai akhir!

Ekspresi Noah berubah, dan dia terus mengedipkan mata pada Rangga. Jelas maksudnya mengingatkan Rangga untuk menenangkan diri, berharap temannya itu mengalah dan tidak melanjutkan masalah.

Rangga masih berkata dengan tenang, “Saya bilang bayarkan gaji kami sekarang juga.”

“Kalau saya nggak mau bayar, kamu bisa apa??” Hector menatap Rangga dengan merendahkan, sebuah senyum mengejek terlukis di bibirnya. “Mau menuntut? Atau mungkin, mau pukul saya?”

Mendengar ucapan Hector, Rangga mendengus. “Memukulmu? Aku takut tanganku akan kotor saat memukulmu!” Dia sudah tidak lagi kuat menggunakan bahasa hormat untuk berbicara dengan pria tak beretika itu.

Penghinaan di wajah Hector semakin menjadi. Dia menekuk bibirnya dan memicingkan mata ke arah Rangga. “Kalau begitu, keluar! Aku tidak punya waktu untuk dihabiskan bersamamu di sini!”

“Kamu yang cari masalah!” Rangga mendengus. Dia mengeluarkan telepon dan kartu nama Selena — jelas niatnya untuk menghubungi wanita itu.

“Ya ampun.” Hector memandang Rangga yang hendak menelepon, dan dia mendecakkan lidahnya. “Kamu kira kamu siapa? Mau telepon siapa? Kamu hanya punya tenaga besar! Selain itu, kamu tak punya apa pun! Ah, ya! Kamu memang punya istri cantik. Sayang sekali, ya. Kamu kerja keras di sini, tapi kamu nggak tahu istrimu itu lari sama orang lain! Aku sudah lihat berkali-kali! Istrimu dan Rafael Voss yang kaya itu pergi bersama!”

Alih-alih Rangga, Noah malah menjadi orang pertama yang marah. Pria itu mengerutkan wajahnya dan menunjuk ke arah Hector. “Heh! Kalau ngomong dijaga!”

Hector melirik mereka berdua, lalu mencibir. “Kalian yang bilang mau berhenti, ‘kan? Kalau begitu, cepat pergi dari sini! Kamu nggak mau pergi, aku yang pergi duluan! Aku orang sibuk!”

“Bayarkan gaji kami!” Rangga berseru.

Noah merasa sedikit cemas saat melihat Hector pergi, tidak ada dari mereka yang menyangka bahwa satu panggilan Rangga itu akan mengubah segalanya.

Setelah panggilan tersambung, suara indah Selena bergema di telepon.

“Halo, Pak Rangga!”

“Bagaimana kamu tahu ini aku?” Rangga bertanya tanpa sadar.

“Saya tidak memberikan nomor ponsel saya kepada sembarang orang. Selain itu, saya juga telah menyimpan nomor Anda,” Selena menjelaskan dengan sabar.

Rangga merasa pertanyaan yang dia lontarkan begitu bodoh. Untuk mengurangi rasa malunya, dia berdeham.

“Bu Selena, saya ingat Anda mengatakan sebelumnya bahwa saya dapat menelepon Anda jika ada perlu, dan Astra Bank akan membantu saya, benar?”

“Ya,” jawab Selena dengan yakin. “Apakah Anda mengalami masalah?” Dia sedikit tak menyangka nasabah yang baru dia kenal itu akan dengan cepat bertemu masalah.

Rangga menghela napas lega. “Apakah Anda tahu mengenai pembangunan di daerah Crystal Haven? Saya bekerja di sini, dan saya melihat spanduk Astra Bank II. Apa konstruksi bangunan tersebut berhubungan dengan bank Anda?”

Selena mengangguk pelan di seberang. “Ah, ya. Konstruksi gedung tersebut berhubungan dengan kami. Apakah ada masalah, Pak?”

“Di sini ada kontraktor yang menindas para pekerja migran dan mempersulit saya serta teman saya untuk mendapatkan gaji kami,” kata Rangga, melirik Hector yang sedang berdebat dengan Noah tidak jauh dari tempatnya berdiri.

“Ada hal seperti itu?” Nada suara Selena menjadi sedikit dingin. “Kami akan segera menangani orang tersebut.”

Lalu, Selena menyadari sesuatu. “Apa yang Anda ingin kami lakukan padanya?”

“Tangani dia dengan baik. Lebih kejam, lebih baik.”

Rangga menutup matanya sesaat. Saat dia membukanya kembali, ada pancaran kemarahan dari kedua matanya.

Selena menarik napas dalam-dalam ketika mendengar nada bicara Rangga yang begitu dingin. “Saya mengerti,” jawabnya. “Berikan saya lima menit.”

Gadis itu pun memutuskan panggilannya.

Rangga menatap ponselnya sesaat sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Hector.

Apakah ini perasaan seseorang yang berkuasa? Nuraninya merasa sedikit terluka, tapi dendam telah menguasai emosinya. Menyenangkan, gumamnya sambil menyeringai.

Tak beberapa lama Noah masih berdebat dengan Hector, pria itu didorong kasar oleh mandornya.

“Jangan menggangguku! Kalau kalian menunda pekerjaanku karena masalah bodoh ini, aku berjanji akan membuat kalian membayarnya nanti!”

Noah hanya bisa terperangah. Mulut pria itu sudah berbusa mencoba untuk berbicara dengan masuk akal pada Hector.

Hector tak peduli dan mengalihkan pandangannya pada Rangga. “Sudah teleponnya? Kenapa tidak ada yang berubah setelah kamu menelepon, hah? Dasar sampah!” makinya dengan senyuman mengejek. Setelah mengatakan hal tersebut, dia berbalik dan berjalan menuju bagian dalam lokasi konstruksi.

Noah tampak menyerah terhadap nasib. Dia mendekati Rangga dan tersenyum pahit.

“Rangga, kamu terlalu impulsif.”

Dia meletakkan kedua tangannya di pundak Rangga, mencoba menenangkan pria yang dikiranya masih emosi.

“Sekarang, kita berkonflik dengannya, aku khawatir uang itu tidak akan pernah sampai di tangan kita.”

Kemudian, kedua tangan Noah mencengkeram pundak Rangga. Lalu, dia berjongkok dengan kedua tangan di wajahnya.

“Putraku masih menunggu uang untuk kemoterapi bulan ini….”

Melihat situasi temannya, hati Rangga merasa sedih. Lalu, dia berjongkok di sebelah Noah dan berkata,

“Tenanglah, Noah. Hector sudah selesai.”

“Hah?” Noah tercengang sejenak, lalu menggelengkan kepala, tidak menanggapi kata-kata Rangga.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!