NovelToon NovelToon

Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Nama" pemain

Di pondok pesantren Al - ikhlas ada pemimpin yg berjuang mengurus dan memajukan pondok pesantren beserta istrinya dan berjuang mendidik anak anaknya agar anak anaknya bisa berperilaku sesuai dgn apa yang mereka inginkan, nama pemimpin pondok tersebut adalah...

• Kyai Ahmad Ghozali Al - Hasyimi :

beliau adalah sosok kyai yg mencerminkan sosok pemimpin yg bijaksana dan berilmu. Ghozali diambil dari nama Imam Al - Ghazali, seorang tokoh sufi dan filosofi terkenal dalam sejarah Islam.

• Nyai Afiqah Ghaniyyah Al - Hasyimi:

beliau adalah sosok istri kyai yg salehah, cerdas, dan penuh kasih sayang. Ghaniyyah memiliki arti "kaya", yg bisa diartikan sebagai kaya akan ilmu, akhlak dan Budi pekerti.

Dari pemimpin pondok tersebut beliau memiliki 10 anak yaitu 9 laki laki dan 1 perempuan yaitu:

Agus Ahmad Hilman Al - hasyimi: putra sulung yg dikenal dengan sosok dingin, cuek, acuh, tegas dan juga galak. Menimba ilmu di Pesantren Al - ikhlas sekaligus membantu abahnya mengajar di sana, mengajar ilmu Fiqih.

Agus Ahmad Salman Al - hasyimi: putra kedua yg galak, disiplin, memiliki sifat yg sama seperti Agus Hilman. Menimba ilmu di Kairo, Mesir, mendalami ilmu hadis

Agus Ahmad Farhan al - hasyimi: putra ketiga yg sangat cuek, namun cerdas. Kuliah di ITB, bandung, mengambil jurusan teknik informatika

Agus Ahmad Irfan Al - hasyimi: putra keempat yg lembut dan penyayang. Belajar di pesantren Lirboyo, Kediri, fokus pada ilmu tasawuf

Agus Ahmad Rahman Al - hasyimi: putra kelima yg humoris dan pandai bergaul. Kuliah di UGM, Yogyakarta, mengambil jurusan ilmu komunikasi.

Agus Ghazi Ihsan Al - hasyimi: putra keenam yg pendiam namun kreatif. Belajar di ISI, Yogyakarta, mengambil jurusan ilmu komunikasi

Agus Ghazi Zaky Al - hasyimi: putra ketujuh yg atletis dan menyukai pencak silat. Belajar di UNESA, Surabaya, mengambil jurusan hukum

Agus Ghazi Rofiq Al - Hasyimi: putra kedelapan yg kritis dan analitis. Belajar di UI, Jakarta, mengambil jurusan bahasa Arab

Agus Ghazi Hanif Al - hasyimi: putra kesembilan yg masih dibawah umur dan dikenal nakal namun cerdas.

Ning Azzahra Ghaniyyah Al - Hasyimi: Ning Azzahra, yg berarti " bunga yg bersinar", Ghaniyyah yg bermakna "kaya" (kaya ilmu, akhlak, dan potensi), dan Al - Hasyimi sebagian marga keluarga dari garis keturunan kyai Ghazali yg berasal dari pondok pesantren yg kuat dan berpengaruh. Putri bungsu, cantik, imut lucu dan sangat cerdas. Berusia 15 tahun dan mengikuti kelas akselerasi (EXCEL) di sebuah Madrasah Aliyah 12 di Surabaya.

Inilah nama nama anak dari kyai Ahmad Ghozali dan nyai Afiqah Ghaniyyah.

Dan dari ke 9 putra pendiri pondok pesantren Al - ikhlas bukan hanya dikenal karena kecerdasan dan ketegasan mereka, tetapi juga karena pesona dan karisma masing". Mereka menjadi idola bagi para santriwati dan incaran para mbk" (ndalem). Ketampanan, kepintaran, dan latar belakang keluarga yg terhormat membuat mereka menjadi sosok yg diidam-idamkan. dan satu putrinya juga yg merupakan anak EXCEL merupakan bintang pesantren: Ning Azzahra, di sisi lain, menjadi idola para santriwan. Kecantikannya yg imut, kecerdasannya menghafal 30 juz, kepiawaiannya dalam seni Qira'ah, alunana suaranya yg merdu bahkan keahliannya dalam memimpin grup Hadroh membuat para santriwan terpesona. Setiap hari, Ning Azzahra menerima hadiah dan parsel dari para pengagumnya, baik dari dalam maupun luar pesantren. 9 kakak Ning Azzahra pun selalu mengawasi gerak-gerik para santriwan yg mendekati adiknya.

01. kepulangan Ning Azzahra

Mentari senja merayap malu di balik tembok tinggi Pesantren Al-Ikhlas, Surabaya. Cahayanya yang keemasan menimpa dedaunan pohon mangga yang tumbuh rindang di halaman ndalem, kediaman keluarga Kyai Ahmad Ghozali Al-Hasyimi. Suasana sore itu terasa lebih sepi dari biasanya. Para santri sudah bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat Ashar berjamaah dan mengaji kitab kuning, sementara para mbak-mbak sibuk menyiapkan hidangan makan malam di dapur ndalem.

Di tengah kesibukan itu, sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu ndalem. Seorang pria berjas rapi keluar dari mobil, diikuti oleh seorang laki laki yg umurnya tidak jauh beda dgn Gus Farhan yang tampak cemas. Mereka adalah Gus Ahmad Farhan Al-Hasyimi, putra ketiga Kyai Ghozali, dan adiknya, Gus Ahmad Rahman Al - Hasyimi.

"Assalamualaikum," ucap Gus Farhan sambil mengetuk pintu ndalem.

"Waalaikumsalam," jawab seorang mbak dari dalam. Pintu pun terbuka, dan mbak tersebut mempersilakan Gus Farhan dan Gus rahman masuk.

"Ada apa, Gus? Tumben sore-sore pulang ke pondok, biasanya ke kost" tanya mbak tersebut.

"Ning Azzahra sakit, Mbak. Kami jemput dari asrama," jawab Gus Farhan dengan nada khawatir.

Mendengar nama Ning Azzahra, mbak tersebut terkejut. "Ya Allah, Ning Azzahra sakit? Sakit apa, Gus?"

"Kata dokter, Ning Azzahra kecapekan dan kurang istirahat. Badannya panas tinggi dan kondisinya lemas sekali," jelas Gus rahman.

Mbak tersebut mengangguk-angguk prihatin. "Ya sudah, mari saya antar ke dalam. Abah Kyai dan umi Nyai pasti sudah menunggu."

Gus Farhan dan Gus rahman mengikuti mbak tersebut masuk ke dalam ndalem. Mereka melewati ruang tamu yang luas dan mewah, dengan perabotan antik dan hiasan kaligrafi yang indah. Di ruang tengah, Kyai Ghozali dan Nyai Afiqah sudah menunggu dengan wajah cemas.

"Assalamualaikum, Abah, Umi," ucap Gus Farhan sambil mencium tangan kedua orang tuanya.

"Waalaikumsalam, Le. Bagaimana keadaan Aza?" tanya Kyai Ghozali dengan nada khawatir.

"Azzahra masih lemas, Abah. Ini kami bawa pulang ke ndalem supaya bisa istirahat dengan tenang," jawab Gus Farhan.

"Ya Allah, anak kesayangan Abah sakit," ucap Nyai Afiqah sambil mengusap air mata yang mulai menetes.

Tak lama kemudian, Ning Azzahra muncul dengan dipapah oleh Gus rahman. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering, dan matanya sayu. Tubuhnya dibalut selimut tebal, namun tetap saja menggigil kedinginan.

"Assalamualaikum, Abah, Umi," ucap Ning Azzahra dengan suara lirih.

"Waalaikumsalam, Ning. Ya Allah, anakku, kenapa bisa sampai sakit begini?" tanya Kyai Ghozali sambil memeluk Ning Azzahra dengan erat.

"Azzahra kecapekan, Abah. Tugas sekolah banyak sekali, ditambah lagi kegiatan pesantren yang padat," jawab Ning Azzahra dengan suara lemah.

"Sudah, jangan banyak bicara dulu. Sekarang Ning istirahat saja di kamar," ucap Nyai Afiqah sambil menuntun Ning Azzahra menuju kamarnya.

Kamar Ning Azzahra terletak di bagian belakang ndalem, menghadap ke taman yang asri. Kamar itu ditata dengan indah dan rapi, sesuai dengan selera Ning Azzahra yang feminin dan artistik. Di dinding kamar, terdapat lukisan-lukisan hasil karya Ning Azzahra sendiri, serta foto-foto kenangan bersama keluarga dan teman-temannya.

Nyai Afiqah membantu Ning Azzahra berbaring di tempat tidur. Ia menyelimuti tubuh Ning Azzahra dengan selimut tebal dan mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

"Ning istirahat yang tenang ya. Umi akan selalu ada di sini menemani Ning," ucap Nyai Afiqah dengan penuh kasih sayang.

Ning Azzahra tersenyum lemah dan mengangguk pelan. Ia memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur. Namun, rasa sakit di seluruh tubuhnya membuatnya sulit untuk terlelap.

Di luar kamar, Gus Farhan dan Kyai Ghozali sedang berbicara serius.

"Bagaimana ini, Le? Abah khawatir sekali dengan keadaan Azzahra," ucap Kyai Ghozali.

"Saya juga khawatir, Abah. Azzahra itu terlalu memaksakan diri. Dia ingin menjadi yang terbaik di segala bidang, tapi dia lupa dengan kesehatannya sendiri," jawab Gus Farhan.

"Abah sudah sering menasihati Azzahra untuk tidak terlalu memaksakan diri, tapi dia selalu saja ngeyel. Dia itu memang keras kepala seperti Abahnya," ucap Kyai Ghozali sambil tersenyum kecil.

"Mungkin sebaiknya Azzahra dikurangi kegiatannya di pesantren, Abah. Biar dia fokus dulu dengan sekolahnya," saran Gus Farhan.

"Abah setuju dengan usulmu, Le. Nanti Abah akan bicara dengan Ustadz dan Ustadzah di pesantren," jawab Kyai Ghozali.

Gus Farhan mengangguk lega. Ia berharap dengan mengurangi kegiatan di pesantren, Ning Azzahra bisa lebih fokus pada pemulihan kesehatannya.

Senja semakin larut, dan malam pun tiba. Lampu-lampu di ndalem mulai dinyalakan, menerangi setiap sudut ruangan dengan cahaya yang hangat. Di kamar Ning Azzahra, Nyai Afiqah masih setia menemani anaknya. Ia membacakan ayat-ayat suci Al-Quran dengan suara yang merdu, berharap agar Ning Azzahra bisa segera sembuh dan kembali ceria seperti sedia kala.

Di tengah keheningan malam, terdengar suara adzan Isya dari masjid pesantren. Kyai Ghozali bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Ia berdoa kepada Allah SWT agar anaknya segera diberi kesembuhan dan selalu dilindungi dari segala macam penyakit.

Kyai Ghozali tahu bahwa Ning Azzahra adalah anugerah terindah bagi keluarganya. Ia adalah anak yang cerdas, salehah, dan berbakat. Ia adalah harapan masa depan pesantren dan keluarga Al-Hasyimi. Oleh karena itu, Kyai Ghozali akan melakukan segala cara untuk menjaga dan melindungi Ning Azzahra dari segala macam bahaya.

02. Bab 2: Antara Kewajiban dan Kesehatan

Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah jendela kamar Ning Azzahra, membangunkan gadis itu dari tidurnya yang tidak nyenyak. Tubuhnya masih terasa lemas dan kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Namun, semangatnya untuk mengikuti kegiatan di pesantren tidak surut sedikit pun.

Setelah melaksanakan shalat Subuh dan sarapan pagi, Ning Azzahra bergegas menemui Abahnya, Kyai Ahmad Ghozali. Ia ingin menyampaikan pendapatnya tentang usulan pengurangan kegiatan pesantren.

"Abah, Azzahra dengar dari Umi kalau Abah akan bicara dengan Ustadz dan Ustadzah untuk mengurangi kegiatan Azzahra di pesantren," ucap Ning Azzahra dengan nada sedikit memohon.

Kyai Ghozali menghela napas pelan. Ia sudah menduga bahwa anaknya akan menolak usulan tersebut. "Iya, Ning. Abah khawatir dengan kesehatanmu. Kamu harus istirahat yang cukup supaya cepat sembuh," jawab Kyai Ghozali dengan lembut.

"Tapi, Abah, Azzahra tidak mau ketinggalan pelajaran dan kegiatan di pesantren. Azzahra sudah janji sama teman-teman untuk ikut serta dalam persiapan lomba hadroh," bantah Ning Azzahra.

"Ning, kesehatan itu lebih penting daripada apapun. Kalau kamu sakit, kamu tidak bisa melakukan apa-apa," nasihat Kyai Ghozali.

"Azzahra janji akan menjaga kesehatan. Azzahra akan istirahat yang cukup dan tidak akan memaksakan diri," pinta Ning Azzahra dengan mata berkaca-kaca.

Kyai Ghozali terdiam sejenak. Ia melihat keteguhan hati dan semangat yang membara di mata anaknya. Ia tahu bahwa Ning Azzahra adalah gadis yang bertanggung jawab dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik.

"Baiklah, Abah izinkan kamu untuk tetap mengikuti kegiatan di pesantren. Tapi, kamu harus janji untuk menjaga kesehatan dan tidak memaksakan diri. Kalau kamu merasa tidak enak badan, kamu harus segera istirahat," ucap Kyai Ghozali akhirnya.

"Azzahra janji, Abah!" seru Ning Azzahra dengan wajah berseri-seri. Ia mencium tangan Abahnya dengan penuh rasa terima kasih.

Setelah mendapatkan izin dari Abahnya, Ning Azzahra segera bersiap-siap untuk pergi ke pesantren. Ia mengenakan seragam pesantrennya yang rapi dan menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya. Meskipun masih merasa lemas, ia berusaha untuk tetap tampil segar dan bersemangat.

 

Berita tentang kepulangan Ning Azzahra karena sakit menyebar dengan cepat di kalangan santriwan dan santriwati. Banyak santri yang merasa prihatin dan khawatir dengan kondisi Ning Azzahra. Mereka mendoakan agar Ning Azzahra segera sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.

Namun, di antara rasa prihatin itu, ada juga beberapa santriwan yang memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Ning Azzahra. Mereka berusaha untuk masuk ke ndalem dengan berbagai alasan, mulai dari ingin menjenguk, mengantarkan makanan, hingga menawarkan bantuan untuk mengerjakan tugas sekolah.

Salah satu santriwan yang paling bersemangat adalah Raffa, seorang santri kelas 11 yang sudah lama menyimpan perasaan pada Ning Azzahra. Ia dikenal sebagai santri yang cerdas, rajin, dan pandai bergaul. Ia juga memiliki suara yang merdu dan sering menjadi imam shalat di masjid pesantren.

Raffa, sudah lama mengagumi Ning Azzahra. Ia terpesona dengan kecantikan, kecerdasan, dan kesalehan Ning Azzahra. Ia juga kagum dengan kemampuan Ning Azzahra dalam menghafal Al-Quran dan memimpin grup hadroh.

Raffa sudah beberapa kali mencoba untuk mendekati Ning Azzahra, namun selalu gagal karena terhalang oleh para kakak laki-laki Ning Azzahra yang sangat protektif. Ia tahu bahwa untuk mendapatkan hati Ning Azzahra, ia harus berusaha lebih keras dan mencari cara yang cerdik.

Pada suatu sore, Raffa memberanikan diri untuk datang ke ndalem dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Ia berharap bisa bertemu dengan Ning Azzahra dan menyampaikan rasa prihatinnya secara langsung.

"Assalamualaikum," ucap Raffa sambil mengetuk pintu ndalem.

"Waalaikumsalam," jawab seorang mbak dari dalam. Pintu pun terbuka, dan mbak tersebut menatap raffa dengan tatapan curiga.

"Ada apa, Mas Raffa?" tanya mbak tersebut.

"Saya mau menjenguk Ning Azzahra, Mbak. Saya dengar Ning Azzahra sakit," jawab Raffa dengan gugup.

Mbak tersebut terdiam sejenak. Ia tahu bahwa Raffa adalah salah satu santriwan yang mengagumi Ning Azzahra. Ia juga tahu bahwa para kakak laki-laki Ning Azzahra tidak suka jika ada santriwan yang mendekati adik perempuan mereka.

"Maaf, Mas Raffa. Ning Azzahra sedang istirahat dan tidak bisa menerima tamu," ucap mbak tersebut dengan sopan.

"Tapi, Mbak, saya cuma ingin menyampaikan rasa prihatin dan memberikan bunga ini untuk Ning Azzahra," pinta Raffa dengan memelas.

Mbak tersebut merasa iba dengan Raffa. Ia tahu bahwa Raffa memiliki niat yang baik dan tulus. Namun, ia juga tidak ingin melanggar aturan dan membuat masalah dengan keluarga Kyai.

"Baiklah, Mas Raffa. Saya akan sampaikan bunga ini kepada Ning Azzahra. Tapi, Mas Raffa tidak bisa bertemu dengan Ning Azzahra," ucap mbak tersebut akhirnya.

Raffa mengangguk kecewa. Ia menyerahkan buket bunga mawar merah kepada mbak tersebut dan mengucapkan terima kasih. Ia kemudian berpamitan dan meninggalkan ndalem dengan perasaan campur aduk.

Di satu sisi, ia merasa senang karena bisa memberikan bunga untuk Ning Azzahra. Di sisi lain, ia merasa sedih karena tidak bisa bertemu dengan Ning Azzahra dan menyampaikan rasa prihatinnya secara langsung.

Raffa bertekad untuk tidak menyerah. Ia akan terus berusaha untuk mendekati Ning Azzahra dengan cara yang baik dan sopan. Ia yakin bahwa suatu saat nanti, ia akan bisa mendapatkan hati gadis yang ia cintai itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!