Selesai pernikahan, Desi dan suaminya langsung disuruh pergi dari pesta. karena pesta pernikahan itu disponsori oleh mantan calon suami Desi yang kini telah beralih menikahi adiknya Dita.
"sekarang Kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri!! dan kalian berdua tidak perlu ada di sini untuk menghadiri resepsi. mending kalian berdua Langsung kembali ke dapur saja untuk bersih-bersih." ketus Ibu Manda kepada Desi dan suaminya.
sementara suaminya yang merupakan anak yatim piatu, yang biasa dengan kehidupan keras dan kerja banting tulang langsung menghalangi Desi untuk melakukannya.
"kamu tidak perlu melakukannya Desi.. kita berdua juga baru menikah, sebaiknya kamu kemasi saja barang-barang kamu dan kita kembali ke rumah." ucap laki-laki yang bernama Devan itu dengan tegas. sementara Ibu Manda yang mendengar penuturan itu langsung menyolot.
"apa-apaan kamu!! berani sekali kamu membantah saya!! saya ini adalah mertua kamu yang harus kamu hargai.!! dan kamu harus camkan itu baik-baik. dan sekarang kalian berdua harus menuruti apa kata saya !!" seru Ibu Manda. Devan yang mendengar penuturan itu tersenyum sinis.
"haruskah?? Apa perlu saya mendengar semua apa yang anda katakan ? jangan lupa Ibu manda yang terhormat, sebelum kalian mengganti pengantin saya, saya sudah tegaskan kepada kalian untuk tidak mengganggu istri saya lagi. dan suratnya juga masih ada di sini serta tanda tangan dan juga cap tangan anda. Anda mendatanginya di atas materai loh. dan ini sangat berlaku kalau saya melaporkan nya ke kantor polisi." ancamnya.
Ibu Manda yang mendengar itu sedikit menciut. namun karena harga dirinya tidak boleh diinjak-injak, dia kembali menyerang.
"kamu mau mengancam saya??" tanyanya. Devan kembali terkekeh.
"ini bukan ancaman Ibu Manda!! tapi ini adalah kebenaran. tapi kalau anda tetap ingin menyolot, dan memaksa istri saya untuk menjadi babo gratis di pesta pernikahan anak kesayangan anda, maka anda siap-siap saja kalau anak kesayangan Anda masuk ke polisi." ucap Devan lagi sambil memperlihatkan rekaman ketika Dita putrinya perlahan masuk ke dalam rumahnya, dan mencuri beberapa barang yang memiliki nilai berharga.
Tak hanya itu, Dita juga sempat masuk ke dalam toko Ibu Marwah yang ada di samping kediamannya, untuk mengambil beberapa barang tanpa dibayar. Ibu Manda yang melihat rekaman yang memperlihatkan wajah putrinya dengan jelas langsung menjadi cemas.
"ah Devan!! itu hanya salah paham saja.." ucap Ibu Manda yang sudah menghaluskan kata-katanya. Devan pun langsung tersenyum sinis.
"Ibu sudah tahu siapa saya.. selama ini kita sudah hidup berdampingan di desa ini. kalau ibu macam-macam terhadap Saya dan istri saya, maka anda tanggung sendiri konsekuensinya. hanya anak kesayangan anda yang akan masuk penjara, anda dan suami Anda juga akan menanggung konsekuensi yang sama." Ibu Manda langsung melotot.
apa-apaan ini? kenapa dirinya dan suaminya juga ikut diancam. sementara di posisi Desi, dia yang masih kecewa dengan perbuatan kedua orang tuanya yang dengan terang-terangan memfitnah dirinya di hadapan banyak orang agar bisa menukar pengantin pria hanya bisa terdiam.
dia juga akan ikut apa yang dikatakan oleh suaminya sekarang. karena saat ini dirinya harus mendengarkan apa kata suami dan berbakti dengan suaminya.
"Desi.. kenapa kamu diam saja ? katakan sesuatu kepada suamimu." ucap Ibu Manda dengan penuh penekanan dan juga dengan sorot mata penuh ancaman kepada Desi. Desi yang mendengar suara ibunya pun langsung menghela nafas.
"dia suamiku sekarang Bu.. dan aku harus ikut dengannya serta taat kepada perintahnya. Aku tidak akan melawan ataupun membela ibu." jawab Desi dengan apa adanya. mata Ibu Manda pun melotot.
"Jangan kurang ajar kamu Desi!! aku sudah merawat dan membesarkanmu selama ini dengan usahaku.!! Jangan kira setelah kamu menikah, kamu menjadi membangkang kepada ibu!!" Desi yang mendengar itu memejamkan matanya sejenak.
"diralat dulu ya Bu!! sejak aku berusia 7 tahun, Ibu sudah tidak lagi memperhatikanku. Ibu lebih perhatian kepada Dita dan semua permintaan Dita selalu Ibu turuti. bahkan biaya sekolah pun, ibu selalu mentingin dita ketimbang aku. aku hidup dengan usaha dan kerja kerasku sendiri, jadi tolong Ibu jangan mengungkit-ungkit itu lagi. karena walaupun ibu yang sudah melahirkanku ke dunia ini, tapi ibu malah menyisihkanku. Ibu tidak berhak menuntut apapun padaku. aku tahu, aku harus berbakti kepada orang tua, tapi bakti seperti apa yang akan kuberikan kepada kalian. sementara kalian memperlakukanku sangat tidak manusiawi. dan puncaknya hari ini, bahkan calon suami pun berani kalian ganti dan merendahkanku serta memfitnahku di depan banyak orang.!! seolah-olah Aku ini bukan anak kandung ibu." ucapnya dengan penuh menggebu-gebu. namun sesaat kemudian, dia menghela nafasnya lagi untuk menenangkan perasaannya.
"ayo Mas.. bantu aku membereskan barang-barangku. barang-barangku tidak terlalu banyak kok." ucap Desi yang akhirnya tidak mempedulikan Ibu Manda lagi. dia malah mengajak suaminya masuk ke dalam kamarnya yang ada di belakang rumah ini, lebih tepatnya kamar dapur. dan di sana mereka membawa semua baju-baju Desi yang tidak seberapa.
karena semua barang-barang bagus yang ia miliki sudah diambil alih oleh Dita. padahal barang-barang itu semua dibeli dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
sementara ibu manda yang melihat kepergian mereka seperti itu menjadi marah.
"lihat saja kalian berdua!! kalian akan menanggung konsekuensinya karena sudah durhaka kepada orang tua!!" akhirnya Ibu Manda kembali ke pesta, dia tidak bisa meninggalkan pesta lama-lama karena di sana acara resepsi masih berlangsung. apalagi di sana masih ada suami dan anaknya yang merupakan primadona hari ini.
begitu pula dengan Devan dan Desi. setelah selesai membungkus semua barang-barang Desi, Mereka pun langsung meninggalkan rumah itu yang tentunya lewat belakang. dan tentunya terhindar dari tatapan banyak orang. di sana mereka juga sudah mengganti pakaian pengantin mereka menjadi pakaian sehari-hari.
karena rumah Devan tidak terlalu jauh, dan tentunya berada di seberang jalan dan melewati sekitar dua rumah tetangga lainnya, akhirnya mereka sampai di rumah sederhana milik Devan.
sesampainya mereka di rumah itu, Desi berdiri sejenak dan menoleh ke belakang lagi. tatapan matanya tertuju kepada rumah kedua orang tuanya yang masih menggelar pesta resepsi pernikahan Dita yang begitu mewah. padahal itu sebenarnya adalah pesta resepsi dirinya bersama dengan Marco, mantan calon suaminya yang telah ditukar oleh kedua orang tuanya.
sementara Devan yang baru selesai membuka pintu memperhatikan Desi.
"Apakah kamu ingin bercerai..?" tiba-tiba Desi dikejutkan dengan kata-kata itu yang membuatnya langsung menoleh.
"kenapa Mas bicara begitu..?" Desi menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan suaminya kepada dirinya.
"kalau begitu ayo masuk dulu.. kita bicarakan semuanya di dalam rumah."
mereka berdua masuk ke dalam rumah, dan Devan langsung menutup pintu rumah dari dalam. di sana Desi langsung mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di dalam rumah tersebut. rumahnya terlihat cukup pas untuk sepasang suami istri yang masih belum memiliki keturunan. di rumah ini juga lengkap dengan kamar yang lumayan luas, kamar mandi dan juga dapur serta ruang tamu yang tidak terlalu besar.
di sana, mereka berdua duduk di kursi yang ada di ruang tamu.
"Desi..?" panggil Devan lagi.
"Iya Mas.." jawab Desi dengan kesedihan yang begitu kentara di sana.
"hah!! sudah. tidak perlu kamu pikirkan sampai membuatmu tidak bersemangat seperti itu. sekarang ayo kita bahas bagaimana kedepannya ? kalau kamu ingin berpisah, aku tidak masalah. lalu bagaimana dengan kamu..?" tanya Devan.
"Kamu tahu kan bagaimana kehidupanku? Aku bukan laki-laki yang kaya. pekerjaanku juga hanyalah seorang petani. kadang pergi ke kebun, kadang juga pergi ke laut untuk menangkap ikan. jika kamu merasa malu memiliki suami seperti diriku, maka aku akan menuruti apa permintaanmu. lagi pula, kita berdua tidak merencanakan hal ini." mendengar itu, Desi menunjukkan kepalanya. dan perlahan dia menghela nafasnya.
"Aku tidak mau berpisah.. aku memang tahu, kalau Mas bukan orang kaya, Mas juga tidak memiliki anak famili di tempat ini setelah ditinggal oleh keluarga. tapi mas, mas juga tahu bagaimana kehidupanku selama ini. Aku punya ayah dan ibu dan juga punya saudara. tapi mereka semua tak pernah ada untukku, itu menandakan Aku hidup sebagai yatim piatu juga. Mas juga tahu, kalau selama ini mereka selalu memandangku sebelah mata walaupun mereka adalah keluarga kandungku. dan kalau menurutku Mas, Tidak ada salahnya kita jalani dulu pernikahan ini. walaupun pernikahan kita tidak didasari dengan cinta dan perencanaan, tapi menurutku pernikahan itu tidak bisa dipermainkan dan hukumnya itu sangat sakral. jadi aku ingin mencoba untuk menjalaninya. Apakah Mas keberatan ?" tanya Desi dengan perlahan dan mereka berdua berbicara dari hati ke hati.
Devan yang mendengar penuturan itu mengganggukan kepalanya.
"baiklah kalau begitu!! sebenarnya aku juga berpikiran seperti itu. hanya saja aku tidak ingin memaksamu dan memaksakan kehendakku kepadamu. tapi karena kita sudah sama-sama sepakat, mari kita jalani pernikahan ini. tapi apakah kamu marah, kalau aku dengan lancang meminta surat pemutusan hubungan keluarga atau surat pernyataan agar kedua orang tua kamu tidak mengganggu kamu lagi Apapun yang terjadi dengan sedepan ? kalau rasanya kamu terganggu, aku akan merobek surat pernyataan ini ataupun surat pemutusan hubungan keluarga ini." Desi yang mendengar itu menggelengkan kepalanya.
"tidak perlu mas!! Mas simpan aja dengan baik. aku tahu maksud Mas baik. Mas begitu karena mas tidak ingin mereka kembali menggangguku lagi kan ? mas tidak ingin mereka bertindak semena-mena lagi kepadaku. dan sekaligus Mas juga ingin mengatakan, kalau Mas bersedia melindungiku. Apakah Mas serius ?" tanya Desi lagi. Devan yang mendengar penuturan itu langsung tersenyum hangat.
"tentu saja serius!! syukurlah kalau kamu sangat peka tentang niat dan rencanaku. jadi mulai sekarang kita akan mulai semuanya dari awal." Desi langsung mengganggukan kepalanya.
"baiklah kalau begitu!! sekarang ayo kita masuk ke dalam kamar, dan aku tunjukkan tata letak kamar kita. tapi kalau kamu masuk keberatan tidur satu kamar bersama aku, aku bisa tidur di ruang tamu." Desi yang mendengar penuturan itu langsung bersemu merah.
"tidak apa-apa Mas.. saya tahu, mas juga pasti bijaksana." Devan yang mendengar penuturan itu langsung tersenyum.
"jangan terlalu berpikiran positif ya Des.. kamu tidak tahu bagaimana cara kerja otak laki-laki ketika melihat lawan jenisnya.." Desi kembali mengganggu kan kepalanya.
"tidak masalah Mas.. lagi pula kita sedang menikah setelah di mata hukum dan agama." Devan yang mendengar penuturan itu akhirnya bisa bernafas lega.
setelah berbincang sedikit, akhirnya mereka masuk ke dalam kamar yang akan mereka tinggali berdua. di sana, Devan mulai menunjuk sisi kamar mereka. dan juga lemari yang tinggi dan juga terdapat beberapa helai baju Devan di sana. walaupun lemarinya besar, namun pakaian Devan tidak seberapa. karena Devan sendiri bukan orang yang suka pergi ke sana kemari dan memiliki banyak baju bagus.
justru yang paling banyak bajunya adalah baju kerjanya. atau baju yang memang kotor dan dimanfaatkan untuk bekerja di ladang.
untuk Desi sendiri, ukuran kamar ini sudah jauh lebih baik ketimbang kamarnya yang ada di rumah mereka. fasilitasnya juga lengkap, di sana ada meja dan juga lemari yang dibutuhkan dan juga tempat tidur yang cukup besar dan nyaman. hanya tinggal menambah beberapa furniture lagi atau pakaian-pakaian mereka.
"oh ya! Kamu lapar tidak..? aku masih belum menyediakan apa-apa di rumah. kalau kamu lapar, kita cari makan di luar ya. sambilan untuk pergi berbelanja kebutuhan rumah tangga." Desi yang mendengar itu langsung menganggukkan kepalanya.
jujur saja, dia dari pagi itu tidak sarapan karena terlalu gugup. ditambah lagi pertengkaran sebelum akad membuat semua tenaganya tersedot habis gara-gara mempertahankan haknya. tapi ujung-ujungnya, dia kalah karena ternyata mantan calon mertuanya lebih percaya dengan kata-kata kedua orang tuanya dan juga adiknya Dita. Di mana mereka menuduh Desi, sudah tidak perawan lagi.
tapi kini Desi sudah pasrah dengan hal itu. dia hanya perlu memperbaiki hubungannya dengan Devan saja. karena walaupun Devan adalah orang miskin dan tidak memiliki harta yang berlimpah, tapi dia tahu laki-laki ini adalah pekerja keras, dan cukup disegani di desa ini.
kenapa dia disegani ? karena dia memiliki badan yang cukup kekar, dan tinggi badan yang sangat ideal. dia juga bisa berdebat dengan semua orang sehingga Tak ada Yang bisa menandinginya. walaupun profesinya hanyalah seorang petani.
"aku memang dari tadi pagi belum makan Mas. kalau begitu kita langsung keluar saja cari makan ya. kalau kembali lagi ke resepsi, takutnya malah menambah banyak masalah. aku juga ada uang kok.. tabungan Aku selama ini. ayah dan ibuku, maupun Dita tidak mengetahui keberadaan uang-uang ini." Desi menceritakan dengan senyuman kepada suaminya. sementara Devan juga ikut tersenyum.
Devan juga memiliki uang yang tentunya tidak sedikit. bahkan sebenarnya dia berencana untuk merenovasi ulang rumah peninggalan kedua orang tuanya ini. dia sebenarnya punya saudara perempuan, tapi saudara perempuannya telah meninggal karena sakit dan menyusul kedua orang tua mereka. sementara, dia tahunya kalau kedua orang tuanya itu adalah sama-sama anak yatim. makanya mereka tidak memiliki keluarga lain.
"ya sudah kalau begitu.. ayo siap-siap. kalau sudah siap kita langsung berangkat." ujar Devan lagi. Desi yang mendengar itu mulai merogoh tas lusuh yang berisi pakaiannya. dan di sana dia mengambil dompet beserta dengan tasnya dan mengisi uang di dalamnya.
"Mas nggak ganti baju..?" tanyanya. Devan memperhatikan bajunya.
"tidak des. kamu nggak keberatan kan kalau aku pakai baju ini..?" tanya Devan. akhirnya Desi tersenyum dan kemudian menggelengkan kepalanya
"baguslah kalau begitu!! ayo kita berangkat "
akhirnya Devan dan Desi keluar dari rumah. Untung saja Devan memiliki sepeda motor yang masih layak pakai. mereka menggunakan motor itu untuk pergi berkeliling mencari makanan ke arah jalan raya, di mana di arah jalan raya terdapat banyak orang yang berjualan dan memang sedikit ramai di sana. karena jalan Raya itu merupakan jalan lintas penghubung antara sekota satu dengan kota lainnya.
hanya saja tempat tinggal Desi dan Devan memang berada di Simpang yang bisa disebut perkampungan, namun mereka tidak jauh dari kota. dan juga tempat pelabuhan.
*****
sementara di acara resepsi Dita dan suaminya Marco. Dita sangat senang karena Akhirnya bisa menikah dengan Marco. karena Marco sendiri memiliki pekerjaan sebagai pegawai kantoran, dan tentunya memiliki kehidupan yang jauh lebih baik daripada Devan.
"selamat ya Marco.. Dita. sangat disayangkan sih, karena pengantinnya harus diganti." ujar salah satu warga dengan sedikit julit. siapa yang tidak tahu bagaimana tabiat Dita yang selalu ingin berebutan dengan sang kakak. tapi ya sudahlah, itu juga bukan urusan mereka.
sepanjang pesta, Marco hanya diam saja dan tidak bersemangat untuk menjalani pernikahan ini. jujur saja, hatinya masih terpaut kepada Desi.
(sejak kapan desi berkhianat di belakangku..? padahal ke manapun dia pergi dia selalu berpamitan kepadaku. kenapa tiba-tiba aku merasa tidak yakin kalau Desi melakukan hal ini di belakangku. selama ini, Desi dikenal sebagai gadis yang baik dan sangat ramah kepada semua orang.) batinnya menjadi gelisah sendiri. dia bahkan tidak fokus untuk mengikuti acara serangkaian pesta pernikahannya ini.
(kenapa aku percaya begitu saja!! kenapa aku tidak bisa menerima hal itu. barangkali, dia mendapatkan peristiwa yang sangat tidak memilukan. kenapa aku tidak berusaha untuk mempertahankannya.) batinnya lagi. melihat suaminya terdiam sepanjang pesta, Dita menjadi sedikit tidak suka. dia menggandeng lengan sang suami dan mulai bermanja.
"kamu kenapa Mas..? kok tatapan mata kamu sedih begitu.?" tanyanya pura-pura prihatin.
"kamu masih memikirkan pengkhianatan Kak Desi ya..? Maaf ya Mas. Aku hanya tidak ingin kamu menikah dengan perempuan yang salah." Marco yang mendengar penuturan itu hanya memperlihatkan senyum yang sangat tipis kepada Dita.
"sudah, tidak apa-apa!! kamu fokus ke pestanya aja ya." ujarnya dengan ekspresi yang begitu dingin. sebenarnya jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia merasa sedikit risih dengan tingkah Dita seperti ini.
dulu saat dia masih berpacaran dengan Desi, Desi tak pernah se agresif ini memeluk lengannya. mereka berdua hanya bergandengan tangan dengan jarak aman. bahkan mereka berdua jarang berpelukan. marco yang begitu sangat mencintai Desi tentu saja sangat menjaga wanitanya itu.
Dia tidak berani menyakiti Desi seujung kuku pun. dan ketika melihat perempuan agresif Seperti Dita ini, membuatnya benar-benar tidak terbiasa.
*****
sementara di posisi Desi dan juga Devan.
Devan mengajak Desi makan di warung kaki lima. tapi menu makanannya adalah menu makanan enak yang harga 15 ribuan.
"kita makan di Ampera ini saja ya des.." ucap Devan yang langsung dibalas dengan anggukan kepala dari Desi.
Devan pun langsung memarkirkan motornya dengan teratur, dan kemudian sambil menggandeng tangan Desi, mereka langsung masuk ke dalam.
"permisi dulu.. makan di sini dua ya Bu. sambalnya, ayam bakar saja yang bagian sayap. kamu mau kan Des..?" tanya Devan kepada Desi.
"mau Mas!! tapi dipisah ya Bu sambalnya. nggak usah pakai kuah. itu di ayamnya, kasih lalapan sama sambal saja." ucapnya.
"baiklah nak.. sekalian duduk dulu ya biar Ibu ambilkan."
"baik bu.." berhubung ampera itu masih belum ramai karena memang baru saja dibuka. sepasang suami istri baru itu langsung mendudukan tubuh mereka di salah satu kursi dan meja yang ada di paling sudut.
"mas sering datang makan di sini..??" tanya Desi.
"sering.. soalnya ini alternatif dan jalan yang paling mudah kalau lagi malas masak di rumah. harga makanannya juga cukup terjangkau. kadang makan sehari sekali itu sudah jauh lebih dari cukup. karena porsi makanannya sangat banyak." ucap Devan. Desi yang memang baru pertama kali ini makan di Ampera seperti ini langsung mengganggu.
dia sendiri jarang makan di Ampera atau rumah makan lainnya karena dia selalu bawa bekal dari rumah. dia tentu harus berhemat untuk keberlangsungan hidupnya nanti.
"ini makanannya nak.." ucap ibu yang tiba-tiba datang mengantarkan makanan mereka.
"oh iya.. makasih banyak ya Bu.." setelah ibu itu meletakkan makanan tersebut, dia langsung kembali karena sudah ada beberapa orang yang juga datang membeli.
begitu pula dengan Desi dan juga Devan. mereka berdua langsung fokus menghabiskan makanan mereka sambil mengobrol sedikit-sedikit.
setelah sekitar 10 menit makan, akhirnya mereka berhasil menghabiskan porsi makanan kuli yang diberikan oleh ibu tersebut. walaupun sebenarnya, Desi membagi nasinya kepada sang suami.
"Alhamdulillah!! akhirnya habis juga nasinya.." ucap Desi. padahal suaminya sudah sejak tadi habis dan menunggu dirinya.
"siap makan kita jangan langsung pulang dulu ya.. kita pergi jalan-jalan dulu, hitung-hitung sebagai bulan madu kitalah. ya walaupun kita perginya tidak jauh-jauh." Desi yang mendengar penuturan suaminya itu tersenyum.
"boleh mas, boleh!! Aku juga belum pernah jalan-jalan atau pergi ke tempat-tempat wisata gitu. soalnya hidup aku setiap harinya itu pergi kerja, pulang kerja lagi. kalau nggak kerja nggak makan.." devan yang mendengar itu menjadi sedikit prihatin di dalam hati. ternyata kehidupan Desi jauh lebih memprihatinkan ketimbang dirinya.
"Ya sudah kalau begitu!! aku akan ajak kamu berkeliling tempat-tempat bagus yang ada di sekitar tempat tinggal kita." Desi tampak sangat bersemangat. hal itu membuat Devan merasa lucu dengan tingkah istrinya ini.
setelah sekitar hampir 10 menit mereka beristirahat sambil mengobrol, akhirnya mereka pun memutuskan untuk melanjutkan apa yang telah mereka rencanakan. Devan membayar makanan mereka terlebih dahulu, tapi di sana Desi menyodorkan uangnya. Devan yang paham maksud istrinya itu langsung tersenyum.
"kamu simpan aja uangnya.. tenang aja, suamimu ini punya banyak uang kok. nanti setelah ini, kita atur keuangan kita ya.* Desi yang mendengar penuturan itu tersenyum simpul dan menundukkan kepalanya. jujur saja, hatinya sedikit berdebar-debar ketika mendengar suara lembut dari Devan.
apalagi ketika mengetahui kalau Devan sepertinya menghargai keberadaan dirinya sebagai seorang istri di rumah tangga mereka.
setelah selesai membayar, Devan pun langsung kembali menggandeng tangan istrinya. dan pergi ke parkiran motor.
"Iya tapi kita nggak bawa helm Des!! Karena kan dia awal kita cuma cari makan aja.." akhirnya Devan mengingat hal itu. sementara desi yang juga menyadari hal itu langsung bernafas lemah.
"ah!! Ya sudahlah kalau begitu.. nggak usah dipaksakan Mas.." Devan juga merasa sedikit kesal, kenapa harus melupakan helm mereka. kalau memang di sekitar tempat itu jarang dan bahkan nyaris tak pernah terjadi razia.
"sudahlah mas!! mending kita ke pasar beli kebutuhan di rumah. bukannya mas bilang, di rumah masih belum ada kebutuhan apapun ?" ucap Desi menenangkan dan mengalihkan pemikiran suaminya.
"oh ya sudah kalau begitu!! nanti kapan-kapan kita pergi jalan-jalannya ya." Desi kembali tersenyum.
"siap bos!!" akhirnya mereka berdua pun beralih pergi ke pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh. dan di sana mereka mulai membeli kebutuhan sembako selama seminggu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!