NovelToon NovelToon

Kontrak Panas Sang Aktris

Terkena Skandal

Terlihat seorang aktris dengan pakaian tertutup dan masker yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Kacamata hitam ia kenakan, berusaha menghindari sorotan flash kamera yang membabi buta ke arahnya. Langkahnya tergesa, penuh kepanikan. Wartawan dari berbagai media mengepungnya dari segala arah, menodongkan mikrofon, kamera, dan pertanyaan tanpa jeda.

Skandal tentang dirinya yang dituduh menjadi selingkuhan aktor lawan mainnya membuat Aruna Elise Claire, aktris berusia 30 tahun itu berada dalam situasi yang terjepit. Ia mencoba menghindari tatapan dan pertanyaan yang menyesakkan. Tapi jangankan menghindar, untuk sekadar bernapas pun terasa begitu sulit.

“Aruna! Tolong katakan, apa benar kamu selingkuhan Niko Pratama?!”

“Sejak kapan kalian berselingkuh?!”

“Apa kamu tidak malu jadi perusak rumah tangga?!”

Aruna, aktris muda yang tengah naik daun, kini tersandung kasus paling memalukan yang bisa dialami seorang publik figur. Ia bahkan sudah tak merasa aman tinggal di apartemennya sendiri. Karena itu, pagi itu ia memutuskan untuk menghilang. Tapi naas, para wartawan lebih cepat dari langkahnya.

Asistennya, seorang pria dengan dandanan feminin bernama Neo, terlihat marah bukan main.

“SATU PERTANYAAN, LIMA PULUH RIBU! MAU NGGAK KALIAN?! KALAU NGGAK, MINGGIR! MINGGIR, ENGGAK?! SEBELUM SAYA LUD4HIN KAMERA KALIAN SATU-SATU!!!” teriak Neo dengan suara lantang yang khas lelaki, meskipun penampilannya berkebalikan.

Ruang sempit di hadapan mereka sedikit terbuka. Neo segera merangkul Aruna, melindunginya sambil menerobos kerumunan yang terus mendorong. Keduanya berhasil masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu tak jauh dari lokasi.

Begitu duduk di kursi belakang, Aruna langsung melepaskan topi, masker, dan kacamata hitamnya. Napas panjang ia hembuskan, akhirnya bisa bernapas lega.

“Astaga, AC-nya dong, Beb,” keluh Neo pada sang sopir.

Di balik kemudi, Reva—manajer sekaligus sahabat Aruna menoleh sebentar ke arah mereka.

“Aruna, beberapa brand sudah memutus kerja sama secara sepihak.”

Mata Aruna membelalak. “Apa? Reva, kamu udah jelasin ke mereka situasinya? Kenapa mereka langsung mutus kontrak gitu aja?!” serunya dengan nada panik dan tak percaya.

Reva mengangguk, wajahnya tegang tapi tetap fokus menyetir. “Skandal kamu ini berat, Ar. Jadi selingkuhan aktor yang sudah menikah itu nggak bisa dianggap remeh. Publik nggak akan gampang memaafkan.”

Aruna bersandar lemas ke kursi, menatap langit-langit mobil dengan putus asa. “Tapi kenyataannya nggak gitu ...,” lirihnya kesal.

Neo menepuk bahu Aruna dengan lembut. “Sabar, Beb. Emang dasar gatal tuh aktor dug0ng satu itu,” gerutunya sambil mengipas Aruna dengan kipas kecil yang selalu ia bawa.

“Sekarang kita mau ke mana?” tanya Reva tanpa menoleh.

“Ke hotel dulu. Nanti kita pikirkan tempat tinggal baru. Soalnya apartemen udah nggak aman,” jawabnya.

Sesampainya di hotel, mereka memesan dua kamar. Namun kini mereka bertiga berkumpul di kamar Aruna untuk membahas situasi. Reva duduk di depan laptop, mencoba mengatur strategi media sosial—membuat beberapa akun anonim untuk membantah tuduhan. Tapi sayangnya, serangan netizen justru semakin brutal.

“Gimana, Rev?” tanya Aruna sambil menyeruput air yang disodorkan Neo.

“Parah, Na. Netizen udah ngamuk. Apalagi, istri si Niko itu selebgram terkenal. Kita lagi dihujaat habis-habisan.”

Ponsel Reva tiba-tiba berdering. Ia cepat mengangkatnya. “Iya, Pak? Gimana?” wajahnya yang semula tenang langsung berubah tegang. “DIBATALKAN? PAK, YANG BENAR AJA? KONTRAKNYA KAN ...,”

“Halo? Pak? Halooo!” Reva menjerit frustrasi akibat sambungan yang terputus.

Aruna menunduk. Air putih yang baru saja ia minum terasa pahit di tenggorokannya. Kepalanya terasa berat. Dunia yang selama ini ia bangun dengan kerja keras, kini seolah ambruk dalam semalam.

“Gimana kalau aku bikin video klarifikasi aja?” tanyanya pada dua temannya.

“Jangan, Beb. Klarifikasi tanpa solusi itu percuma. Mereka nggak akan percaya. Lihat deh status istrinya Niko, kamu udah dicap pelakor sejati,” ujar Neo sambil menunjukkan unggahan Instagram si selebgram, foto Aruna dengan tulisan besar-besar, “PEREMPUAN TAK TAU DIRI”.

Aruna menutup wajahnya, mengingat kembali malam saat ia mengantarkan obat ke kamar Niko karena diminta langsung. Tak ada niat buuruk sedikit pun. Tapi tak lama setelah itu, istri Niko datang dan langsung melabraknya, memergokinya dalam situasi yang serba salah. Seseorang, entah siapa merekam kejadian itu diam-diam dan menyebarkannya.

“Aku bukan selingkuhannya ... kalian percaya nggak sih?” tanya Aruna frustasi.

Reva dan Neo saling pandang. Reva kemudian berkata jujur. “Ya ... awalnya kami juga sempat mikir kamu selingkuhan Niko.”

Aruna membulatkan matanya syok, “MUKAKU INI COCOK JADI SELINGKUHAN APA?!”

Neo meringis pelan, “Wajahmu, Beb ... udah kayak susuk pemikat jantan.”

Aruna langsung mengambil bantal dan memvkuli Neo dengan gemas. Reva mencoba menenangkan.

“Video kamu dilabrak istri Niko masih jadi konten nomor satu di mana-mana. Apalagi kalian berdua lagi di puncak karier ...,”

“Terus ... sampai kapan semua ini reda?! Kamu tahu aku kerja keras banget buat sampai di titik ini! Aku harus hasilin uang. Aku nggak punya siapa-siapa selain diriku sendiri. Kalau bukan jadi aktris, aku mau jadi apa?!” keluh Aruna dengan suara gemetar.

“Jadi sugar baby bisa, Beb,” celetuk Neo. Mendapat tatapan membvnuh dari dua wanita itu, ia langsung mengoreksi diri. “Eh maksudnya ... wajah adalah aset paling berharga, kan?”

Aruna kembali menutupi wajahnya. Reva berpikir keras, hingga sebuah ide muncul. “Na, kamu ada pacar nggak?”

“Hah? Mana sempet cari pacar? Hidup aku isinya syuting terus.”

“Kalau gitu, kita buat kamu seolah udah punya kekasih. Atau ... menikah sekalian. Bikin surat nikah, foto prewedding, apalah. Netizen bakal alihkan perhatian ke pernikahanmu. At least, kita bisa redam dulu isu pelakor ini.”

Aruna terdiam. Saran itu terdengar logis tapi juga berbahaya. “Cari suami dalam waktu singkat? Aku nggak mau asal-asalan terus dapet suami jelek. Malu dong.”

“Iya sih ... tapi—”

BRUGH!

Ketiganya langsung menoleh ke arah pintu. Suara keras membuat jantung mereka hampir lompat keluar. Seperti ada sesuatu yang jatuh di luar sana. Mereka saling tatap dengan wajah pucat.

“Reva, lihat sana,” bisik Aruna.

“Takut, ah!” sahut Reva cepat-cepat.

“Neo, kamu kan aslinya laki. Lebi berani kan?” bujuk Aruna.

“Laki sih, tapi hatiku kan Hello Kitty,” balasnya pelan dengan nada takut.

“Ayo, buka ... kita liatin dari sini. Kalau itu wartawan, langsung tutup pintunya!”

Akhirnya, dengan berat hati Neo maju perlahan. Ia mengintip dari lubang pintu dan tak ada siapa pun. Namun, penasaran membuncah, ia memutuskan membuka pintu sedikit.

Cklek!

Begitu pintu terbuka lebih lebar, Neo mematung. Raut wajahnya mendadak syok, mulutnya terbuka.

“BEB ... KAMU ORDER JANTAN?!”

“HAH?!” Aruna dan Reva serempak menjawab.

_______________________________________

Sesuai Janjiii, di tanggal 4 ada cerita baru🥳. Semoga kita dapat bekerja sama lagi kawan🤩. Ini Kisah Babang Ervan, yang paling di tunggu. Tadinya mau aku taruh ke yang lain, tapi setelah banyak pertimbangan aku letakkan disini.

Doakan yah kawan semoga nasib baik cerita Ervan sama kayak emak bapaknya🥹

seperti biasa aku cari alur yang gak pasaran, jadi maklum kalau kalian ngerasa iiih kok bisa begitu, aneh😆 karena alur kayak aku buat mungkin asing menurut kalian. Aku ingin menciptakan karya yang gak biasa, biar gak bosen gitu loh.

seperti yang kalian tahu, aku bosenan orangnya😶‍🌫️

Sekali lagi terima kasih banyaaak😗

Memanfaatkan Keadaan

Mendengar itu, Aruna dan Reva bergegas mendekat. Keduanya sama terkejutnya dengan Neo saat melihat seorang pria tergeletak pingsan di depan pintu kamar. Aruna langsung berjongkok dan memeriksa pernapasan pria itu.

“Untung masih bernapas,” gumam Aruna, nada suaranya terdengar lega meski wajahnya tetap tegang.

“Lah aku kira kamu pesan jantan Beb. Yaudah Beb, bawa masuk aja ke dalam,” ucap Neo dari belakang, suaranya setengah ragu namun terdengar inisiatif.

Namun, seketika dua pasang mata tajam menatap Neo penuh kecaman. “Ini pria asing, kalau dia perampok gimana? Atau ... gimana kalau ternyata dia mata-mata istrinya Niko?” tanya Reva, nadanya ketus, penuh curiga.

Tatapan Aruna perlahan berubah. Ia memandangi pria itu dengan lebih seksama, lalu dengan cepat merogoh kantong celana pria itu. Tidak ditemukan dompet. Bahkan, selembar uang pun tidak ada. Aruna terdiam sejenak, berpikir cepat.

“Neo, bawa masuk,” ucapnya mantap.

“Naaa!” pekik Reva, matanya membelalak penuh protes.

“Dia nggak bawa ponsel atau dompet sama sekali. Aman,” kata Aruna, berusaha meyakinkan.

Tanpa banyak protes lagi, Neo pun mengangkat tubuh pria itu. Berkat tubuhnya yang berisi, ia tak kesulitan menanggung beban pria yang tampak lemas itu. Ia membaringkannya di atas ranjang, lalu berdiri sambil menghela napas berat dan menopangkan tangan ke pinggang.

“Berat juga nih jantan,” gumam Neo, napasnya memburu.

Aruna lekas mendekat dan kembali memeriksa keadaan pria itu. Tak ada luka memar, tak ada goresan. Hanya wajah pucat dan dahi yang terasa panas saat Aruna menyentuhnya perlahan.

“Hubungi dokter, Neo,” katanya serius.

“Oke.” Neo menjauh, mengambil ponsel dan menghubungi dokter, meninggalkan dua wanita yang kini menatap pria asing itu dengan pandangan khawatir dan penuh tanya.

“Kalau dilihat dari pakaiannya sih ... kayaknya orang susah,” gumam Aruna. Pria itu hanya mengenakan kaos longgar yang sudah memudar warnanya dan celana kain sederhana. Tak ada satu pun barang bermerek di tubuhnya.

“Dokter lagi di perjalanan,” ujar Neo saat kembali, lalu memandangi pria yang kini terbaring lemah di ranjang.

“Eh, Beb ... kalau dilihat-lihat, ganteng juga yah nih jantan. Malah lebih ganteng dari si Niko. Ibaratnya kayak upil sama berlian, jauh beda.”

“Upilnya siapa?” tanya Reva heran.

“Ya si Niko lah! Anak dug0ng menggatal itu dia,” pekik Neo, membuat keduanya akhirnya tertawa kecil, setidaknya untuk meredakan ketegangan.

Tak lama, dokter pun tiba. Setelah serangkaian pemeriksaan, ia berdiri tegak dan menatap Neo yang berdiri paling dekat.

“Mas ...,”

“Mas? Dok, nggak lihat secantik dan secetar membahana apa saya ini?” Neo mendelik, tak terima dipanggil Mas.

Dokter itu menahan tawa. “Kak, pria ini mengalami demam tinggi. Saya tidak bisa memastikan lebih lanjut sampai ada tes lanjutan. Saya beri obat penurun demam dulu, tapi kalau besok tidak juga turun, segera bawa ke rumah sakit.”

“Terima kasih, Dok,” ucap Aruna dengan sopan.

Setelah dokter pergi, Aruna dan Reva menjatuhkan tubuh mereka ke sofa, terlihat kelelahan. Sementara itu, Neo duduk di tepi ranjang, matanya memperhatikan wajah pria yang masih pingsan itu dengan seksama.

“Kok kayak nggak asing, ya ...,” gumamnya lirih, seolah otaknya sedang mengais memori lama yang tertinggal.

Reva dan Aruna saling berpandangan. Di tengah kegaduhan masalah yang tengah mereka hadapi, pria asing ini justru menjadi tambahan teka-teki. Karier Aruna sedang di puncak, dan sebuah tuduhan menghancurkan semuanya dalam sekejap.

“Satu-satunya cara, kamu harus tunjukin ke publik kalau kamu punya kekasih. Lebih bagus lagi kalau suami,” ucap Reva mantap. “Biar publik fokus nyari tahu siapa suamimu. Biar beritanya tenggelam dulu.”

“Kalau nggak tenggelam dan malah makin panas gimana?” tanya Aruna ragu.

“Ya dicoba dulu. Mau diem aja? Fans berat istri Niko makin gil4. Nih liat feed kamu! Udah dicap cewek gatal, pelakor kampung, pelakor sampah. Bisa tahan sama semua komentar dan hujatan ini?” bentak Reva, kesal karena sahabatnya terlalu pasrah.

Aruna diam, pikirannya kalut. Sampai akhirnya matanya menatap pria yang masih terbaring. Ada getar aneh di d4danya. Ia pun bangkit dan berdiri di dekat ranjang. Kedua tangannya bersedekap, memandangi wajah pria itu.

“Kira-kira ... nih orang udah nikah belum ya?” gumamnya pelan.

“Kenapa? Naksir, ya?” tanya Neo, menggoda.

Aruna menggeleng. Ia menatap Reva yang sedang memijat keningnya. “Rev, kalau pria ini jadi suami aku gimana?”

“Hah?” Reva meng4nga lebar. “Kita nggak tahu dia siapa! Kalau dia suami orang gimana?!”

“Tapi menurut aku nih, dia belum nikah. Percaya deh, aku bisa lihat auranya,” sahut Neo percaya diri.

“Kalau orangnya nolak gimana?” tanya Reva lagi.

Aruna mengambil ponselnya, wajahnya menunjukkan rencana yang tengah dirancang dalam diam.

“Sekarang orang apa-apa takut viral. Kalau dia nolak ... viralin aja. Dapet dari mana lagi yang cakep begini? Iya kan? Soal uang, aku mampu biayain mokondo.”

Aruna mulai memotret dirinya bersama pria itu. Tapi Neo dan Reva merasa foto biasa seperti itu tidak cukup mengancam atau menyampaikan bukti yang kuat.

“Naaa ... bentar!” seru Neo tiba-tiba. Ia membuka kemeja pria itu, membuat Aruna dan Reva langsung mel0t0t.

“Gayaku memang Hello Kitty, tapi aku gak belok! Cepet! Ambil fotonya. Biar kelihatan real habis ngapa-ngapain,” ucap Neo sambil mengangkat ponsel.

Aruna melepas cardigannya, masuk ke dalam selimut yang sama dengan pria asing itu. Neo dan Reva langsung bergerak cepat mengambil gambar. Tapi saat tatapan Aruna jatuh pada wajah pria itu, jantungnya berdetak cepat. Ada rasa aneh, seperti pernah melihat pria ini, tapi di mana?

Tangannya perlahan menyentuh d4da bidang pria itu. Saat itu juga, foto yang diambil terlihat sempurna, alami, tanpa editan.

“Sudah, Na! Sudaaaaah!” seru Reva panik.

Aruna tersadar, segera mengenakan cardigannya kembali dan menghampiri kedua temannya.

“Gimana? Bagus nggak?” tanyanya dengan penuh harap.

“Bagus. Perfect,” kata Neo sambil mengacungkan jempol. Setidaknya, rencana darurat mereka sudah berjalan.

.

.

.

.

Seorang pria perlahan membuka mata. Pandangannya masih buram, dan sinar matahari yang masuk dari jendela membuatnya menyipitkan mata. Ia merintih pelan. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas.

Saat ia menoleh, matanya membelalak. Seorang wanita berdiri di dekat tempat tidur, hanya mengenakan bathrobe. Wajahnya cantik dan tenang, tapi tatapannya tajam menvsuk langsung ke jantung.

“Sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?”

DEGH!

Ervan Zefrano, langsung terperanjat kaget, penerus pertama keluarga Zefrano itu diam mematung. Ini bukan kamarnya, ini ruangan asing. Dinding, lampu, bahkan aroma ruangan ini asing baginya. Ia duduk perlahan, dan makin terkejut saat menyadari kaos yang semalam dikenakannya tak ada di tubuhnya. Ia menjadi setengah panik.

“A-a ... apa yang kita lakukan semalam?” tanyanya, suara bergetar.

Wanita itu tersenyum samar, lalu melangkah pelan ke arahnya. “Kamu lupa?” jawabnya dengan nada misterius. Tangannya terulur, tubuhnya merunduk dan menempatkan wajahnya tepat di hadapan wajah Ervan.

"Kita ... melakukan malam panas semalam," bisiknya yang membuat jantung Ervan seakan berhenti berdetak.

_________________________________

Menikah Denganku!

Aruna menatap Ervan, yang kini wajahnya pucat pasi. Tatapannya kosong, seolah-olah sedang dihantui oleh sesuatu yang menakutkan. Sebenarnya, Aruna juga tidak tenang. Kegelisahan menjalar di d4danya, tapi ia harus tetap bersikap santai. Ia tidak boleh terlihat panik, bukan di depan Ervan.

Dengan cepat, Aruna mengambil ponselnya, lalu memperlihatkan sebuah foto yang diambilnya semalam.

"Kamu lihat ini? Foto kita berdua. Apa kamu lupa apa yang kita lakukan semalam?" tanya Aruna dengan nada menggoda, tapi terselubung tekanan.

Ervan merebut ponsel itu. Ia menatap layar dengan seksama. Jarinya cepat menyapu layar, memastikan lalu seketika ia menunduk, meraba celana panjangnya. Masih terpakai dan dia belum berganti pakaian.

"Kamu mencoba menipuku?!" desis Ervan tajam, menatap Aruna penuh amarah dan kecurigaan.

Aruna menelan lud4hnya kasar. Ia sempat panik—lupa dengan detail kecil itu. Namun dengan cepat, ia kembali menyusun ekspresinya.

"Semalam, kamu langsung memakainya lagi," jawab Aruna singkat, berusaha menutupi kegugupannya.

"Hah?" Ervan menatap Aruna dengan pandangan tak percaya. Semua ini tidak masuk akal. Ia turun dari ranjang, meraih kaosnya yang tergantung di sandaran sofa, lalu memakainya dengan gerakan kasar.

"Dasar ... wanita gil4!" geramnya dan segera melangkah menuju pintu.

Namun sebelum ia sempat membuka pintu, Aruna berdiri dengan santai, lalu menunjukkan sesuatu lagi dari ponselnya.

"A ... a ... a ... kalau video ini tersebar ... bagaimana, ya?" katanya sambil memainkan nada suara.

Deg!

Langkah Ervan terhenti. Pundaknya menegang. Tangannya mengepal begitu kuat hingga urat-uratnya tampak men0nj0l. Amarah dan ketakutan bercampur jadi satu. Ini bukan hanya soal reputasinya, lebih dari itu dan ini tentang keluarga. Tentang orang tuanya, dan tentang harga diri yang selama ini ia jaga.

"Apa maumu?" tanya Ervan pelan, menoleh. Sorot matanya tajam, tetapi nadanya terdengar putus asa.

"Mauku?" Aruna melangkah mendekat. Ia mengusap punggung Ervan dengan ujung jari telunjuknya, lalu menarik wajah pria itu menghadap ke arahnya. Kini mereka berdiri begitu dekat, hanya berjarak beberapa inci.

"Menikah denganku," bisiknya.

"APA?! Kamu gil4?! Kamu benar-benar—"

"Sepertinya ... nama baik nggak penting buat kamu, ya?" potong Aruna dengan tenang, kembali mengangkat ponselnya.

Ervan terdiam. Sorot matanya menyiratkan kekalutan luar biasa. Ia tahu, satu unggahan bisa menghancurkan semuanya—hidupnya, keluarganya, masa depannya.

"Kamu tahu siapa aku, kan? Aku aktris, Aruna Elise Claire. Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku, aku akan beri kamu uang tiap bulan. Juga, foto ini akan jadi rahasia kita. Tugasmu hanya jadi suami rahasiaku."

"Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya." Ervan membatin, pikirannya berkecamuk.

"Bagaimana? Aku hanya tinggal posting ini, dan—"

"OKE!" seru Ervan, memejamkan matanya dengan dalam.

Bukan karena dia setuju. Bukan karena dia takut pada Aruna. Tapi dia takut mengecewakan orang tuanya. Ia tak sanggup membayangkan wajah ibunya, wanita yang paling ia cintai menatapnya dengan air mata dan kecewa. Tidak, itu terlalu menyakitkan.

Aruna tersenyum puas, seperti anak kecil yang baru saja menang dalam permainan. Ada kelegaan yang sulit disembunyikan.

"Kamu belum punya ponsel, kan? Ini pakai punyaku," katanya sambil membuka koper dan mengeluarkan ponsel cadangan.

Ia menyerahkannya pada Ervan. "Sudah ada kartu SIM di dalamnya dan jangan coba-coba kabur. Setelah ini, kita urus berkas pernikahan."

Ervan menatap ponsel itu sekilas. Ia membuka

layar utama, dan menemukan sebuah foto Aruna dengan seorang bocah laki-laki. Alisnya berkerut dalam. Mengerti apa yang Ervan tatap, ia langsung membenarkan.

"Oh, itu anak temanku. Tenang saja, aku bukan istri orang." Aruna menjawab santai.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ervan keluar dari kamar hotel, meninggalkan Aruna yang kini bersorak girang.

"Setidaknya ... aku akan menikahi pria tampan! Nggak apa-apa, karirku pasti naik!" serunya sambil melompat-lompat kegirangan.

Cklek!

Pintu kamar terbuka. Neo dan Reva baru saja kembali membawa sarapan. Mereka menatap Aruna yang sedang menari-nari di tengah ruangan.

"Pria itu ke mana?" tanya Reva, heran.

"Sudah pulang," jawab Aruna santai, lalu duduk di sofa dengan kaki disilangkan.

"Terus, gimana Beb? Dia mau nikah sama kamu?" tanya Neo antusias.

"Ancaman foto itu berhasil! Dia kelihatan panik banget tadiiii!" Aruna mengangguk penuh kemenangan.

Reva menggelengkan kepala pelan, "Benar-benar cegil," gumamnya.

Mereka pun duduk bersama, menyantap sarapan sambil membicarakan langkah mereka selanjutnya. Tujuan mereka jelas, menikah dulu, lalu hindari media. Setelah itu ... rencana besar dimulai.

.

.

.

.

Ervan duduk di dalam taksi, menatap kosong ke luar jendela. Wajahnya sayu, tubuhnya masih lemas. Beberapa hari terakhir, ia memang pergi ke Bandung. Tapi saat pulang, tubuhnya demam tinggi. Karena tidak sanggup menyetir, ia memilih naik taksi dan menginap di hotel—yang kini ia sesali seumur hidup.

"Aku takut pulang. Mama pasti marah karena aku nekat pergi dalam kondisi sakit. Seharusnya aku dengar kata-katanya," gerutunya sambil memijat pelipis.

Tiba-tiba, ia tersentak kaget ketika mengingat sesuatu. "Astaga ... tasku!" pekiknya. Matanya membelalak.

Ponsel, laptop, dompet, semuanya tertinggal di dalam taksi semalam. Rasa panik menjalari tubuhnya. Tak habis pikir bagaimana bisa ia ceroboh seperti itu. Semua barang berharganya ... hilang.

Setibanya di rumah, taksi berhenti tepat di depan gerbang utama. Ervan turun dan langsung berpapasan dengan seorang gadis muda yang baru saja keluar dari rumah.

"Abang dari mana aja?! Mama tuh dari kemarin panik, abang dihubungi nggak bisa-bisa!" teriak Amara, matanya membelalak marah sekaligus lega.

Tanpa menjawab, Ervan membuka tas Amara, mengambil beberapa lembar uang, lalu menyerahkannya ke sopir taksi.

"ABAAAANG!" pekik Amara, kesal.

"Abang pinjam," ucap Ervan datar, lalu melangkah masuk rumah.

Amara tentu mengejar. "Uang Amaraaa!"

Teriakan itu memancing pasangan paruh baya keluar dari dalam rumah, Elara dan Arion Zefrano, orang tua Ervan. Melihat putranya kembali, Elara langsung memeluknya dengan wajah panik.

"Ervan! Dari mana aja? Mama khawatir banget. Kenapa baru pulang?"

"Maaf, Ma. Semalam aku capek, jadi nginap di hotel," jawab Ervan, tersenyum tipis.

Elara mengusap d4danya lega. "Mama kira kamu dirampok. Anak ini bikin Mama deg-degan terus aja."

"Kan Papa bilang, anakmu ini pasti pulang. Mau ada badai juga, dia nggak akan hilang," sahut Arion, menepuk pundak Ervan.

"Ma, Pa ... Aku istirahat dulu, ya," pamit Ervan sambil menaiki tangga.

Elara sempat mengusap lembut bahu anaknya, penuh kasih sayang. Tapi belum sempat suasana tenang, teriakan kembali menggema.

"ABAAAANG! UANG AMARAAAA!" jerit Amara, mengejar abangnya yang terus naik ke lantai atas.

Elara dan Arion hanya bisa tertawa kecil, walau sorot mata mereka menyiratkan kekhawatiran yang belum sepenuhnya reda.

"Dia naik taksi? Kemana mobilnya?" batin Arion. Ia sempat melihat Ervan turun dari taksi dan mengambil uang Amara. Ada sesuatu yang janggal.

Namun saat hendak mengejar Ervan, Elara menggandeng tangan suaminya. Ia bersandar pada pria yang telah menemaninya puluhan tahun.

"Aku takut," bisiknya lirih.

"Takut apa?" tanya suaminya lembut.

Elara menghela napas dalam-dalam.

"Ervan ... masih berharap Skyla kembali. Tapi sampai sekarang, kita nggak tahu di mana dia setelah kejadian itu."

_______________________

Lagi?🫣

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!