Rossa menghela nafas melihat ipar dan mertuanya datang mencari gara-gara kepadanya, dia yakin ini pasti tentang masalah uang belanja yang diberikan suaminya kepada mereka kurang.
"Masuk bu, ibu mau minum apa?? ". Tanyanya berusaha ramah walau dia tahu sebentar lagi dirinya akan kena semprot oleh keduanya.
"Jangan banyak bicara kamu, kamu yang menghasut anak saya untuk mengurangi jatah bulanan yang biasa diberikan setiap bulan kan? ". Tanyanya dengan penuh emosi begitu dia duduk di sofa tamu.
Rossa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah ibu mertuanya itu, selalu saja seperti itu ketika apa yang mereka beri kurang.
"Maaf bu, bukan aku yang memberikan ibu uang, tapi mas Fatan sendiri yang melakukannya, aku tidak pernah mengatakan apapun tentang itu". Ucapnya mencoba bersabar.
Biar bagaimana pun dihadapannya ini adalah mertuanya, ibu dari suaminya yang harus dia hormati.
"Tidak mungkin Fatan sendiri yang menguranginya jika bukan kamu yang menghasut nya, sekarang berikan sisanya, ibu tidak mau tahu". Kesalnya kepada sang menantu.
"Benar tuh kata ibu, berikan semua gak, ibu itu mertua kamu, kamu itu tidak ada hak melakukan itu pada ibu, dia yang merawat dan membesarkan Fatan". Farah sang kakak ipar kini ikut menghardiknya dengan kasar.
" Maaf Bu, aku sendiri juga kena pengurangan jatah bulanan jadi aku tidak bisa memberikannya, ibu minta saja sama mas Fatan karena dia yang memberikannya".
Rossa jelas menolak apa yang di minta oleh mereka, meminta uang pada suaminya itu sangat susah apalagi keadaan usahanya sedang bermasalah seperti ini, dia tidak mau mengalah kali ini.
"Kurang ajar, berani kau melawan saya, akan saya adukan kelakuanmu ini pada Fatan biar kamu dihajar oleh anak saya nanti". Hardiknya dengan kasar.
"Terserah apa yang mau ibu lakukan tapi aku akan tetap mempertahankan hak ku, aku istri mas Fatan wajib dia nafkahi".
Keduanya meradang, mereka bahkan mendekati Rossa untuk memberikan tidak tahu diri ini.
"Jika kalian berani lakukan kekerasan padaku, aku tidak akan tinggal diam, akan ku bawah kelakuan kalian ini kepada pihak berwajib, dan jangan lupa bu, ini juga rumahku karena dalam sertifikat itu adalah rumah bersama".
Rossa yang setiap hari sabar dicaci maki dan diperlakukan seperti itu tidak akan tinggal diam, dia capek tetap menjadi menantu baik padahal dia sudah berusaha tapi tidak pernah terlihat oleh mereka.
Keduanya mengeram kesal, mereka pergi dari sana dan keluar dari rumah sambil membanting pintu rumah dengan keras, beruntung anaknya sekarang ada disekolah.
"Aku seperti nya harus mulai mempersiapkan diri dari sekarang, aku sudah lelah diperlakukan seperti ini.
Dia teringat bagaimana suaminya begitu membela ibu dan kedua iparnya itu padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun tapi karena aduan yang seenaknya itu membuat rumah tangganya berantakan.
"Istrimu sudah berani kurang ajar sama ibu Tan, dia bilang ibu orangtua boros, selalu meminta uang padamu, padahal dia istrimu". Aduan keterlaluan itu mertuanya layangkan saat dirinya memang sedang membantah mertuanya.
Mereka memang sedang beradu argumen saat jatah bulanan yang kurang dari Fatan untuk keduanya, walau ibu mertuanya lebih banyak tapi dia berusaha tidak banyak protes tapi ibu mertuanya selalu saja seperti itu tidak pernah puas.
Suaminya yang mendengar itu meradang, dia menatap istrinya dengan tajam seperti akan memakannya.
"Berani sekali kau memperlakukan ibuku seperti itu, apa hak mu??". Fatan menghardik istrinya dengan keras.
Tidak ada yang boleh kurang ajar pada ibunya apalagi sampai mengatai ibunya seperti itu.
"Aku tidak mengatakan seperti itu Mas, aku hanya bilang, aku istrimu, uang nafkah itu wajib untukku, ibu marah sama aku karena uang yang kamu berikan kurang, tapi yang mengatur jatah itu memang kamu Mas, bukan aku".
Rossa mengelus dadanya karena suaminya ini selalu membela ibunya walau ibunya salah sekalipun.
"Tapi ibuku bilang begitu, ibuku tak mungkin membohongi aku, aku tidak akan segan menghajar mu jika kamu keterlaluan pada ibuku".
"Terserah apa katamu mas, yang jelas aku tidak mengatakan apa yang dikatakan ibumu barusan, percaya saja terus pada ibu dan kakakmu".
Rossa meninggalkan suaminya, ipar dan juga mertuanya, dia malas menghadapi mereka.
"Rossa mau kemana kamu??, aku belum selesai bicara". Teriak Fatan dengan penuh emosi.
Ibu dan anak itu menyeringai sinis melihat Fatan begitu membela mereka, cukup mereka memasang wajah memelas dan juga tangisan Fatan pasti akan percaya.
Rossa hanya bisa menghela nafas berat, dia sudah lelah seperti ini, mertuanya itu selalu mau memiliki apa yang dia miliki dirumah ini padahal semuanya dia beli saat masih bekerja dulu, belum lagi jatah bulanan yang tidak mau kalah darinya.
Sore harinya benar saja sesuai perkiraannya suaminya datang dalam keadaan marah, dia yakin mereka pasti sudah mengadukan yang tidak-tidak pada suaminya itu.
"Apa yang kamu katakan pada ibuku sampai ibuku menangis Rossa??, kamu ini tidak bisa sekali saja menyenangkan hati ibuku". Ucapnya dengan wajah memerah menahan amarah.
"Aku tidak mengatakan apapun pada mereka mas, mereka marah padaku karena mas memberi mereka uang bulanan kurang, aku tidak mungkin selalu mengorbankan uang bulanan ku, aku juga membutuhkannya, aku minta padamu saja seperti pengemis, padahal aku ini istrimu".
"Tapi dia ibuku, berikan saja kalau dia memintanya". Hardiknya tidak terima.
"Terus aku harus meminta lagi padamu seperti pengemis, padahal aku yang mengurus pakaian, makanan dan juga tidurmu, kenapa tidak usah menikah supaya kau tidak perlu membagi uang dan hartamu". Kesal Rossa menatap tajam suaminya.
"Kamu sudah berani kurang ajar pada suami mu ini ha, kalau kau tidak suka kau bisa pergi dari rumah ini, aku tidak akan membiarkan kau memperlakukan ibuku seperti itu".
Rossa tersenyum sinis menatap suaminya dengan kepala tegak seolah menantang.
"Kenapa kau harus keluar dari rumah ini??, aku punya hak, setengah uang dari pembelian rumah ini adalah uangku, bahkan sertifikatnya juga sertifikat bersama, belum lagi usaha yang kau jalankan itu setengah modalnya adalah milikku, harusnya aku mendapatkan lebih banyak dari keluargamu yang tidak punya sumbangsih apapun disana".
Mata Fatan melotot sempurna, bagaimana mungkin istri pendiam dan selalu menurut apa yang dikatakan olehnya kini berani membantah dan melawannya.
"Jadi kamu mau perhitungan pada suamimu sendiri, begitu, jika bukan karena aku usaha itu tidak akan berjalan, jangan seenaknya".
"Terserah apa katamu, jika kau berani macam-macam aku bisa menuntut mu karena memang itu adalah hakku, dan bukan hak keluargamu".
"Rossa". Teriaknya dengan penuh emosi.
Wajahnya memerah menahan amarah yang siap keluar dan memangsa istrinya itu.
"Tutup mulut keluargamu, kalau tidak mau menyesal".
Fatan menghela nafas, rumah tangganya selalu menuai keributan, dia hanya ingin membahagiakan ibunya karena dia adalah anak satu-satunya lelaki di keluarganya, sudah sewajarnya dirinya yang menghidupi dan membahagiakan ibunya tapi istrinya seolah tidak bisa mengerti keadaannya.
"Kamu itu kenapa sih dek??, ibu itu adalah ibuku yang artinya ibumu juga, kenapa tidak bisa kamu berdamai dan menuruti saja perkataan ibu tanpa harus membantahnya??".
Dia menatap istrinya dengan memelas sambil mengacak rambutnya dengan kasar. Dia lelah dengan kondisi seperti ini terus menerus, tapi dia juga tidak bisa membantah apalagi menolak keinginan ibunya.
"Kamu ini lucu yah mas, kamu selalu menuntut aku berbakti dan selalu mengutamakan keluargamu, tapi kamu tidak pernah berpikir bagaimana perasaan aku dan apa yang ku alami, bagaimana aku bisa memberikan apa yang kamu berikan sedangkan aku sendiri butuh dan ketika aku meminta kembali padamu, kamu selalu membuat ku seperti pengemis padahal usahamu itu juga ada hakku".
Rossa menatap tajam suaminya itu, dia tidak terima diperlakukan seperti ini, dia seperti punya Madu yang tak kasar mata karena selalu bersaing dengan keluarga suaminya.
"Tapi dek, aku anak lelaki satu-satunya di keluarga, aku memang bertugas memberi kehidupan yang baik untuk ibuku". Ucapnya dengan frustasi.
"Kalau begitu berikan yang adil, ingat kamu sudah menikah, kamu tidak hanya bertanggungjawab pada keluargamu tapi juga padaku, aku bahkan membantumu agar kamu bisa punya usaha itu, tapi aku bahkan tidak mendapatkan keuntungan apapun, selalu keluargamu yang kau beri, kamu hanya memberikanku jatah bulanan dan itu digunakan untuk kita sekeluarga".
Fatan mengacak kasar wajahnya, dia pusing karena istri dan ibunya selalu bertengkar dalam masalah ini.
"Aku tidak mempermasalahkan semuanya, tapi jangan juga keterlaluan padaku, aku yang membantumu melewati masa sulit mu saat kau tidak punya apapun bahkan ketika kamu menganggur, ku bantu semua biaya keluargamu, tapi mereka tidak pernah melihatku sebagai menantu keluarga, tapi sebagai saingan yang memperebutkan perhatian dan juga nafkah dari mu padahal dalam agama lelaki yang sudah menikah itu wajib memberikan nafkah utama pada istrinya tanpa melupakan ibunya".
"Aku hanya ingin semuanya damai dek, aku pusing selalu mendapatkan hal seperti ini, aku juga tidak mau melawan ibuku".
"Kamu hanya mau mendengar perkataan keluargamu, aku ini istrimu bukan pajangan, aku sudah ikhlas nafkah yang selalu terbagi, aku juga ikhlas kau mendahulukan ibumu tapi kakakmu itu bukan tanggungan mu mas, dia sudah menikah, kenapa dia selalu membuat keributan jika uang ibu kurang??, aku rasa uang ibu tidak kurang tapi selalu dibagi pada kakakmu dan juga cucunya itu makanya tidak pernah cukup".
"Tapi dek, dia kakakku jangan keterlaluan kamu". Ucapnya dengan tidak terima
"Terserah apa katamu mas, jika terus seperti ini, aku tidak akan diam lagi, aku akan menuntut kamu memberikan aku setengah pendapatan toko itu karena aku punya hak disana, kita selesaikan dikantor polisi saja, bodoh amat".
"Dek, aku selalu memberi mu nafkah, kenapa kau masih mempermasalahkan hal itu??". Dia sangat geram melihat tingkah keras kepala istrinya.
"Makanya jangan ganggu bulanan ku, beri sama ibumu sesuai kemampuanmu saja, apa yang kamu kasih juga untuk kepentingan mu, makan dan pakaian serta semuanya juga itu dari uang bulanan yang kamu kasih".
"Dan satu lagi, kakakmu bukan tanggung jawabmu, dia sudah menikah, suruh suaminya kasih dia uang yang banyak supaya tidak merongrong keuangan keluarga kita, dan juga keuangan ibu, aku yakin itu cukup jika hanya dia dan Fani yang memakan uang itu".
Rossa meninggalkan suaminya yang berdiri dengan kaku, istrinya seperti orang lain dan tidak dia kenal, istri yang biasanya lembut dan selalu bertutur kata lembut padanya kini berubah ketus dan suka sekali membantahnya.
Usahanya sedang sepi makanya uang bulanan yang biasa banyak dia kurangi, uang bulanan untuk ibunya lebih besar daripada istrinya tapi tidak pernah cukup, ibunya selalu meminta lagi pada istrinya dan selalu mengadukan hal yang sama.
"Apa benar yang dikatakan Rossa kalau uang bulanan ibu selalu diminta kak Farah??, jika seperti itu, itu keterlaluan juga, gaji mas Pras juga banyak, kenapa dia mengganggu uang bulanan ibu padahal aku sudah memberikannya juga setiap bulan".
Rossa menyiapkan makan malam untuk mereka dan menyuruh anaknya makan bersama tanpa memanggil suaminya, dia masih sangat kesal dan marah karena suaminya itu selalu memihak pada keluarganya
Sedangkan Fatan baru selesai mandi pun, menatap tempat tidurnya dengan bingung, biasanya istrinya menyiapkan pakaian untuk dirinya dan memanggilnya makan malam karena ini sudah jam makan mereka, dia mendesah lelah.
Istrinya pasti masih marah padanya karena keributan tadi, entah bagaimana caranya dia bisa mendamaikan ibu dan istrinya, dia juga sebenarnya bersalah karena tidak begitu memperhatikan istrinya apalagi selama ini ibunya selalu mengambil uang bulanan istrinya berujung keributan dengannya.
Dia keluar kamar dan menuju ruang makan, dia menghela nafas melihat istri dan anaknya makan terlebih dahulu tanpa menunggunya.
"Kalian kok makan tidak ajak ayah?? ". Tanyanya menarik kursi untuk makan bersama.
"Loh aku kira ayah akan makan malam di rumah nenek bersama Ana, biasanya juga seperti itu jika ayah pulang dari toko". Rani menatap ayahnya bingung karena dia ada di jam makan malam seperti ini.
Fatan tersentak dan terkejut mendengar perkataan sang anak, sebegitu tidak perduli nya kah dia pada keluarga kecilnya sendiri sampai anaknya tahu kebiasaannya selama ini.
"Maafin ayah yah Kak, nanti kalau ayah pulang dari toko, ayah langsung pulang kerumah untuk makan bersama kamu dan bunda serta adik yah". Fatan menatap sendu sang anak.
Dia mengalihkan pandangannya pada istrinya tapi istrinya seperti tidak peduli, biasanya istrinya mengambilkan piring dan menaruh makanan diatasnya dan memberikannya kepadanya.
"Tumben kamu tidak melayani mas dek?? ". Tanyanya pelan tapi masih didengar oleh mereka.
"Aku sudah terbiasa tidak melayani makanan mu selain sarapan, toh selama ini kamu lebih banyak menghabiskan waktu dirumah ibu bersama keluargamu termasuk dengan Ana keponakan tercintamu itu".
Perkataan istrinya itu menohok hatinya, dia tidak menyadari jika sikapnya itu membuat istri dan anaknya perlahan menjauhi dirinya.
"Maafin aku yah, aku akan berusaha lebih adil lagi kedepannya". Ucapnya meringis sendu.
"Tidak usah banyak berjanji jika tidak ditepati, kamu juga selalu mengatakan hal itu, tapi begitu ibumu mengadu yang tidak benar kamu pulang dalam keadaan mengamuk tanpa mendengar perkataan dan penjelasanku, makan saja, jangan rusak mood ku". Ketusnya lagi.
Sedangkan Rani hanya menunduk tetap memakan makanannya karena dia juga merasakan hal yang sama seperti ibunya rasakan, dia takut ayahnya marah jika membahas keluarganya.
Perkataan istri dan anaknya menamparnya dengan sangat keras, dia tidak tahu sikapnya selama ini begitu tidak adil, mungkin inilah sebabnya istrinya yang lembut dan selalu hangat berubah seperti ini.
Dia tidak berkata apapun lagi dan mengambil lauk dan nasi yang ada di didepannya, dia bahkan tertegun melihat lauk pauk yang berada di meja makan, apa istri dan anaknya selalu makan seperti ini sedangkan di rumah ibunya mereka biasa makan dengan enak.
Dia menunduk dalam sambil memakan makanan yang ada di dalam piringnya, tidak terasa air matanya mengalir pelan, dia baru menyadari segala keegoisannya sekarang, dia tidak pernah bisa menolak keinginan ibunya tapi dia mengorbankan istri dan anaknya.
Mereka makan dalam keheningan, bahkan anak sulung dan istrinya terkesan tidak peduli padanya, mereka bahkan membawa piring mereka sendiri tanpa menunggunya setelah itu keluar dari dapur menuju ruang belajar.
Hatinya nelangsa melihat aktivitas itu, tak ada obrolan hangat apalagi sambutan hangat seperti dulu, kini dia hanya merasa tinggal satu atap tapi seperti orang asing
Istrinya kini menggendong sang anak bungsu yang baru terbangun dari tidurnya untuk disusui sambil dia menemani sang anak sulung belajar.
Setelah makan dia membereskan bekas makannya sendiri karena istrinya bahkan tak memperhatikan dirinya.
"Dek, biar sini aku gendong". Ucapnya duduk di sebelah sang istri.
"Tidak perlu, kamu kan capek cari uang, tidak perlu bekerja lagi di rumah, bukankah itu yang selalu dikatakan ibumu jika aku meminta tolong padamu".
Jleb.. Sungguh kata-kata itu menusuk sanubari nya.
"Dek". Cicitnya dengan mata memanas.
"Tidak apa, dengarkan semua perkataan ibumu, dia yang membesarkan dan melahirkan mu, serta merawat mu hingga dewasa, jadi tidak masalah, apalagi dia adalah syurga anak lelaki kan?? ".
Kata-kata istrinya memang pelan dan datar seperti biasa tapi mampu menampar dirinya sampai tak bisa berkata apapun lagi.
"Aku minta maaf". Cicitnya seperti tikus terjepit.
"Sudahlah, tidak usah membahasnya, toh semua hasilnya sama saja, bagi laki-laki yang sayang keluarganya, kepentingan keluarganya nomor satu sedangkan anak dan istri itu belakangan karena mereka adalah orang lain".
Mata Fatan berembun, itu semua kata-kata yang selalu diucapkan ibunya pada istrinya, terkesan sederhana tapi begitu menusuk hati, dan parahnya dia hanya diam saja ketika keluarganya selalu memojokkan istrinya, selama ini bahkan dia selalu membela ibunya dan memarahi bahkan memaki istrinya.
"Tugasnya sudah selesai nak?, kita istirahat yuk". Ajak Rossa kepada anak sulung".
Rani mengangguk kemudian mengambil tangan ayahnya untuk bersalaman, dia tidak ingin memeluk ayahnya takut kena marah atau bentakan lagi.
"Rani tidak mau memeluk ayah nak?? ". Tanyanya dengan suara bergetar.
Dia menyadari anaknya begitu jauh darinya saat ini, bahkan seperti takut mendekat.
"Tidak ayah, aku tidak mau kena bentakan atau kena marah lagi seperti biasa ayah lakukan kalau aku ingin memeluk ayah". Mata Rani berkaca-kaca dan mencium tangan ayahnya dan pergi dari sana.
Sedangkan Rossa hanya menghela nafasnya kasar, anaknya terlalu banyak menyimpan luka hingga takut berdekatan dengan sang ayah.
Tubuhnya bergetar hebat, persendian nya bahkan seperti tak punya tenaga, sebegitu jahatnya dia kepada putrinya sendiri padahal dia hanya ingin memeluknya dan malah dia bentak dan dia dorong.
Ingatannya berputar saat anaknya itu berlari kearahnya saat dia baru pulang bekerja dan dari rumah ibunya
"Ayah sudah pulang, Kakak kangen". Rani berlari kecil memeluk kaki sang ayah dengan penuh rasa sayang.
"Apasih kamu, orangtua capek juga tidak usah aneh-aneh". Ucapnya mendorong sedikit anaknya dengan kakinya karena menghalangi jalannya, bahkan dia juga mendorongnya.
"Aku hanya ingin memeluk ayah, ayah sudah tidak pulang kerumah beberapa hari, kakak cuma kangen saja". Rani menunduk takut karena sikap ayahnya itu.
"Apa sih berisik, nangis saja kerjanya, ayah ini baru pulang kerja dan capek, jangan banyak tingkah dan mau, biar ayah istirahat". Bentaknya dengan sangat keras.
Rani beringsut mundur, dia takut mendengar suara ayahnya sedang marah dan emosi itu.
"Maaf ayah". Ucapnya menunduk menahan tangis.
Fatan menangis mengingat bagaimana sikapnya selama ini, sungguh dia sangat keterlaluan, tidak hanya nafkah yang tidak adil, bahkan perhatian pun tidak pernah dia berikan secara baik pada keduanya.
Rossa yang melihat ekspresi suaminya hanya diam saja dan menangis itu, dia sudah sangat malas meladeni suaminya saat ini.
"Maafkan aku". Cicitnya dengan tangis.
"Aku tidak pernah memberitahu apapun pada putrimu, tapi dia sendiri merasakan bagaimana dia kamu bedakan dengan keluargamu terutama Ana, dia masih kecil tapi sudah merasakan hal itu, jangan tambah lukanya lagi, cukup aku saja yang kau perlakukan seperti itu".
"Jangan berikan anakku juga Madu dengan terus membandingkan dan juga pilih kasih kepada keponakanmu tersayang itu".
Rossa meninggalkan suaminya yang kini berdiri kaku dan tangis memandangi kepergiannya.
Fatan berjalan gontai menuju kamarnya dengan jejak airmata, dia tidak mendapati istrinya berada didalam kamarnya, keningnya mengkerut karena hal itu.
"Apa istrinya tidak tidur bersamanya? ".
Dia segera bergegas keluar mencari keberadaan istrinya, dia bisa melihat istrinya tidur dikamar tamu, tapi dia heran karena kamar ini sudah disulap menjadi kamar anak untuk si bungsu Rafa.
Dia bahkan tidak menyadari jika banyak hal yang dia tidak ketahui terjadi didalam rumahnya selama ini.
"Dek, kamu tidak tidur di kamar bersamaku?? ". Tanyanya pelan.
Rossa mengangkat kepalanya yang baru saja menidurkan Rafa ketempat tidur bayi yang berada disamping ranjang.
"Rafa berisik kalau malam, kau selalu mengadu pada ibumu karena tidurmu terganggu akibat tangisannya, jadi aku tidur disini karena takut dia terbangun dan aku tidak sempat dengar, toh kamu juga tidak pernah mau tahu kan, yang penting bagimu kamu bisa tidur nyaman dan harus mengadu pada ibumu sampai ibumu datang melabrak dan mengomeli ku karena menyusahkan anaknya".
Lagi-lagi dia begitu tercengang mendengar seluruh perkataan istrinya sejak tadi mengeluarkan unek-unek dirinya tapi itu pukulan besar untuknya tanpa dia sadari.
Dia mengepalkan tangannya karena marah pada dirinya sendiri, dia terlalu percaya dan bahkan tunduk pada ibunya, bahkan seluruh permasalahan rumah tangga yang dia alami selalu dia ceritakan pada ibunya, dan betapa dirinya tidak tahu jika ibunya datang melakukan itu pada istrinya.
"Bersikaplah seperti biasa saja, tidak usah sok perhatian atau apapun itu, cukup berikan uang nafkah yang adil supaya kamu bisa berfungsi sebagai suami dan ayah untuk kami walau raga mu milik keluargamu".
" Dek tolong maafkan aku".
Kata-katanya tersangkut di tenggorokannya saat akan mengeluarkannya, sesak rasanya diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan istrinya yang selama ini diperlakukan tidak adil.
"Tidak apa, kami sudah terbiasa tanpa kehadiranmu, keluargamu yang utama, kami hanya selingan saja".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!