Luna menatap sendu pergelangan tangannya yang kian hari semakin kurus.
Sudah seminggu lebih dia bolak-balik ke makam, tempat dimana keluarganya dimakamkan. Tubuhnya tidak terurus, pipinya yang tadinya chuby kini terlihat menirus. Belum lagi dirinya yang tidak memiliki tempat tinggal lagi karena rumahnya, rumah keluarganya sudah disita oleh bank, dan itu semua ulah Julian.
"Maaf, aku minta maaf."
Angin menerpa tubuhnya, meskipun udara mulai dingin, tapi Luna tetap duduk didepan nisan milik ibunya.
Daun-daun kering mulai berjatuhan, sebagian jatuh ke tanah dan sebagian jatuh di atas nisan pemakaman disini.
Luna merenung. Dirinya benar-benar buta oleh cinta. Selama ini dia terlalu sibuk mengajar cinta Julian, ah lebih tepatnya terobsesi dengan pria yang bahkan tidak menganggapnya ada.
"Bodoh."
Luna menatap sendu langit yang perlahan mulai gelap, hari sudah sore dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, dia lelah, benar-benar lelah.
"Tuhan, maaf jika selama ini aku selalu berbuat jahat, sudah cukup penderitaan ini. Aku tidak kuat." Luna mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku celananya. Dirinya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Tidak ada lagi tujuan untuk pulang. Keluarganya semua sudah mati dan tidak ada yang tersisa.
Dia takut sendirian, dia tidak suka sendirian.
"Ayah, ibu, kakak." wanita itu menggantungkan ucapannya. Matanya mulai memanas hingga tetesan air matanya perlahan jatuh seiring dengan turunnya hujan.
Luna memejamkan matanya sejenak, menikmati tetesan hujan yang mengguyur sekujur tubuhnya.
"Aku akan menyusul kalian." tanpa ragu, wanita itu langsung menggores pergelangan tangannya.
Sret....
Darah berlomba-lomba keluar dari pergelangan tangannya, perlahan kesadaran Luna mulai menghilang, pandangan matanya juga ikut mengabur.
Bruk....
Tubuh kurus itu langsung ambruk tepat didepan nisan milik keluarganya.
"Seandainya ada kesempatan kedua, aku berjanji akan hidup dengan baik."
....
"WOI LUNA BANGUN!"
Luna perlahan membuka matanya, tubuhnya masih terasa dingin, mungkin efek hujan-hujanan semalam.
Tunggu.
Srak...
Wanita itu langsung bangun dan memeriksa pergelangan tangannya.
Matanya membola saat melihat tangannya yang mulus dan, kenapa tangannya terlihat normal, maksudnya seingatnya dia kehilangan berat badannya hingga tubuhnya hanya tersisa tulang dan kulit.
Plak....
Seseorang memukul dahinya.
"Cepat bangun, dari tadi dipanggil tapi tidak menjawab." gerutu Deon yang membuat wanita itu terkejut.
Luna dengan cepat menangkup wajah kakaknya. "Kak, kau masih hidup?"
Deon dengan cepat mendorong tubuh adiknya hingga wanita itu terjerembab diatas ranjang.
"Yak!" teriak Luna yang membuat Deon langsung menoyor kepala wanita itu.
"Cepat turun, ayah dan ibu sudah menunggu." gerutu pria itu yang membuat Luna diam. Bahkan Deon berpikir jika adiknya mungkin sudah kehilangan akal sehatnya.
Tidak biasanya Luna diam dan melamun.
"Hey Lun." Deon mengibaskan tangannya didepan wajah wanita itu.
Luna mengangkat wajahnya dan Deon terkejut saat melihat mata adiknya yang sudah mengeluarkan air matanya. Luna menangis?, seekor ah maksudnya seorang Luna menangis?.
Wah, mengejutkan sekali, dia harus memberitahu orangtuanya.
"Kak."
Grep...
Deon terdiam saat wanita itu memeluk tubuhnya.
"Tuhan, jika ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku."
....
Mata Luna kembali berkaca-kaca. Saat dia turun kebawah, dia melihat ayahnya yang sedang membaca koran di meja makan, sedangkan ibunya sibuk memasak di dapur dan ditemani oleh pelayan keluarganya.
Matanya melirik ke segala arah, ini rumahnya yang dulu sebelum dihancurkan oleh Julian.
Tunggu!.
Tahun berapa sekarang?.
Deon langsung duduk disamping ayahnya, tapi tatapannya terpaku pada adiknya yang lagi-lagi melamun, malah sekarang wanita itu melamun ditengah tangga, Sedangkan para pelayan yang ingin membersihkan rumah mereka terlihat sungkan untuk menegur wanita itu.
"Hey Luna, menyingkir dari tangga, kau ini aneh sekali hari ini. Apa demam membuatmu amnesia." ucap Deon yang langsung mendapat pukulan Koran dari ayahnya.
Luna langsung tersadar dari lamunannya dan dia terkejut melihat beberapa pelayan yang berjejer didepannya.
Dia segera menyingkir lalu berjalan menuju meja makan.
Tukk...
Ibunya meletakkan sebuah piring dan beberapa potong buah untuk sarapannya. Ah sudah lama dia tidak merasakan perasaan seperti ini.
Grep...
Wendy terkejut saat anak bungsunya tiba-tiba memeluknya erat.
"Kenapa sayang?"
Luna diam dan menikmati elusan tangan ibunya yang hangat. Ternyata semua ini nyata, sepertinya Tuhan sedang berbaik hati padanya hingga dia diberikan kesempatan kedua untuk mengubah jalan hidupnya agar lebih baik.
Dia dulu terlalu buta oleh rasa cintanya pada Julian hingga mengabaikan keluarganya sendiri, bahkan dia menumbalkan ayahnya demi bisa dekat dengan pria brengsek itu.
Untuk sekarang. Dia berjanji akan menjaga keluarganya dan juga dirinya dari pria itu. Dia juga berjanji akan menghindar dari Julian dan juga Kirana.
Wendy memeriksa dahi anaknya, untungnya demam anak itu sudah turun.
"Luna mau ikut ayah tidak?, ayah mau bertemu dengan keluarga Wijaya siang nanti." David menurunkan korannya untuk melihat anaknya yang masih menempel pada istrinya.
Tumben sekali.
Mendengar kata Wijaya. Tubuhnya langsung bergetar, membuat Wendy terkejut dan juga takut. "Hey sayang, kenapa, yah Luna yah."
David dan juga Deon langsung beranjak dan mendekati Luna yang terlihat seperti ketakutan.
"Sepertinya Luna tidak bisa ikut yah." kata Deon yang diangguki oleh David.
Wendy langsung mendudukan anak itu ke atas kursi, dan perlahan tubuh Luna mulai tenang.
"Kau kenapa sih?" Deon tidak bisa menahan rasa penasarannya, sejak adiknya itu bangun tidur, tingkahnya sangat aneh.
"Ibu sekarang tahun berapa?" Luna menoleh ke arah Wendy.
"2022." itu Deon yang menjawab.
Luna diam, ternyata dia kembali ke tiga tahun yang lalu. Dan dia ingat saat ayahnya menawarinya untuk ikut bertemu dengan keluarga Wijaya yang merupakan ayah dari Julian.
Saat itu dia dengan semangat mengekori ayahnya hingga akhirnya dia bisa melihat Julian dari dekat, sayangnya pria itu mengabaikannya.
Tapi dia tidak menyerah begitu saja, dia sengaja membuat masalah hingga pria itu geram dan menegurnya.
Bukannya takut saat dimarahi, dia malah memandang pria itu dengan penuh cinta.
Sinting. Dia benar-benar sinting saat itu.
....
David dan Wijaya merupakan kolega kerja sekaligus teman saat sekolah dulu, itu sebabnya kenapa mereka sangat dekat.
"Loh mana anak cantikmu itu." berbeda dengan Julian, Wijaya sangat menyukai anak dari temannya itu.
"Masih demam." jawab David lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Julian yang duduk disana mengerutkan keningnya. Luna, demam?. Aneh sekali.
Seingatnya meskipun dalam keadaan sakit, wanita itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengannya.
Bukannya terlalu percaya diri, tapi siapapun tahu jika Luna sangat terobsesi padanya. Tapi baguslah jika wanita itu tidak datang, dia bisa tenang sejenak. Meski agak sepi.
....
Luna memandang pantulan dirinya di dalam cermin. Dia masih tidak percaya bahwa dia sekarang kembali di tahun 2022.
Klek...
"Kau tidak kuliah?" tiba-tiba Deon menyembulkan kepalanya dari sela pintu kamar wanita itu.
"Tidak kak." jawab Luna yang membuat pria itu merasa aneh.
"Kau yakin?, tidak ingin bertemu dengan pangeranmu itu?" tanya pria itu memastikan. Seingatnya adiknya itu tidak bisa hidup tenang tanpa melihat wajah Julian meskipun hanya satu hari. Bahkan ini sudah dua hari wanita itu tidak melihat sosok Julian.
Mendengar ucapan kakaknya itu, Luna mengingat semua kejadian dimasa lalu. Dia rela membuntuti Julian, ikut berkuliah di kampus yang sama, bahkan memilih jurusan yang sama dengan pria itu yaitu manajemen bisnis, bahkan dia tidak mengerti apapun tentang bisnis, tapi tidak masalah asal bisa bersama dengan pujaannya itu.
Tidak hanya sampai disitu, dia bahkan menyogok pihak kampus agar dia bisa memiliki jadwal yang sama dengan pria itu.
Kalau dipikir-pikir dia terlalu terobsesi pada pria brengsek itu.
"Kak, aku mau pindah jurusan, bisa kau membantuku?" dia sudah berjanji untuk menjauh dari pria itu, sebisa mungkin tidak lagi bertemu. Mengingat kejadian dimana keluarganya mati karena ulah Julian membuatnya emosi. pria itu terlalu berbahaya.
Deon semakin bingung dengan adiknya ini. Semenjak sembuh dari demam, tingkah Luna semakin aneh saja. Dulu siapa yang memaksanya agar bisa mendapatkan kelas yang sama dengan Julian, bahkan dia sampai membujuk rektor kampus agar adiknya bisa bareng dengan Julian. Dan sekarang adiknya itu minta pindah jurusan setelah susah payah dia membujuk rektor kampus yang mata duitan itu.
Astaga, bisa tidak dia tenggelamkan wanita itu ke sumur.
"Kenapa tiba-tiba minta pindah jurusan, kau tahu tidak dulu ak_" Luna langsung menutup mulut kakaknya dengan telapak tangannya sebelum pria itu kembali mengomel.
"Iya aku tahu, tapi aku baru sadar jika aku salah jurusan." entah pria itu percaya atau tidak dengan alasannya.
Deon menyentak tangan adiknya itu dari mulutnya. "Baru sadar kau sekarang, aku sudah bilang padamu untuk ambil seni saja tapi kau malah ngeyel mau masuk managemen bisnis."
Luna menatap kakaknya dengan tatapan melas. Astaga, pria itu lagi-lagi mengomel. Rip telinganya.
Karena sekali Deon mengomel, pria itu tidak akan berhenti bicara sampai setengah jam kedepan.
....
Julian berjalan menuju gedung kampusnya dengan langkah yang santai. Beberapa wanita yang melihatnya langsung datang dan mulai mengerumuninya. Jujur saja dia risih saat ini, biasanya Luna yang akan mengusir wanita-wanita itu dari dirinya, tapi sudah tiga hari wanita itu tidak masuk kuliah, bahkan beberapa dosen bertanya padanya tentang kemana perginya Luna.
Tapi dia sendiri juga tidak tahu kemana perginya wanita itu.
"Yo bro." seorang pria datang dan membelah lautan wanita yang mengerumuni sahabatnya.
Arthur langsung merangkul bahu Julian, beberapa wanita langsung memekik kegirangan saat melihat dua pria tampan yang sedang bersama itu.
"Permisi." Arthur mulai menarik tangan sahabatnya menuju kelas mereka, Arthur sendiri juga berkuliah di tempat yang sama dengan Julian, hanya saja mereka memiliki jadwal belajar yang berbeda.
"Ternyata Luna ada gunanya juga." keluh Arthur setelah mereka lepas dari kerumunan para wanita. Julian mendengus saat mendengar ucapan temannya itu.
Mau mengakui, tapi gengsi. jadi dia hanya diam lalu masuk ke dalam kelasnya tanpa menoleh kebelakang, dimana Arthur memandangnya dengan kesal.
"Hey, Kau tidak berterimakasih padaku!" teriak pria itu diluar kelas Julian.
Julian menoleh ke arah temannya saat dia duduk dibangku miliknya. "Terimakasih." ucapnya datar, terdengar tidak ikhlas tapi bagi Arthur itu sudah biasa. Dia sendiri sudah berteman lama dengan Julian, jadi dia sudah hapal dengan kepribadian pria itu.
....
Disisi lain, Deon tengah menarik paksa Luna yang menolak untuk berangkat ke kampus.
"Aaaa aku tidak mau kuliah." rengek Luna sepanjang perjalanan menuju kampus mereka.
Deon mendengus kesal. "Kau ini kenapa sih?, kemarin minta pindah jurusan, sekarang tidak mau kuliah, yasudah sana ngemis di halte." gerutu pria itu. Luna memandang kakaknya dengan sengit.
"Aku bukannya tidak mau kuliah, tapi aku masih ingin istirahat dulu." ujar Luna yang tidak mau kalah. Keduanya berdebat didepan gedung jurusan seni, beberapa mahasiswa dan mahasiswi mulai Melihat pertengkaran Deon dan juga Luna.
"Kau terlalu banyak libur, ingat sebentar lagi UTS dan kau baru saja pindah jurusan, jadi belajarlah lebih giat." Omelan Deon tidak kunjung berhenti membuat telinga Luna panas seketika.
astaga, dia benci sekali dengan Omelan kakaknya.
"Yasudah aku masuk, berhenti mengomel, kau mirip bibi diseberang rumah kita." sebelum meninggalkan Deon, Luna menyempatkan diri untuk mengacungkan jari tengahnya ke arah pria itu.
Deon jelas tidak terima, bahkan pria itu bersiap untuk memukul kepala adik kurang ajarnya itu. Tapi dia baru sadar jika sejak tadi mereka jadi pusat perhatian orang-orang disini.
Dengan cepat dia segera pergi dari gedung seni dan berjalan menuju gedung managemen perhotelan. Dia sudah semester lima sedangkan adiknya masih mahasiswa baru, untung saja gedung jurusan mereka tidak terlalu jauh.
....
Canggung.
Itulah yang dirasakan oleh Luna sekarang.
Entah kenapa beberapa orang memandanginya dengan tatapan tajam.
Duk...
karena terlalu sibuk menunduk, Luna tidak sengaja menabrak seseorang yang berhenti di depannya.
"Maaf." ucapnya sambil terus menunduk.
"Kau Luna kan?, bodyguard Julian."
Luna langsung mendongak, dia ingin tahu siapa tadi yang bilang dia bodyguard pria brengsek itu.
"Aku Linda." wanita itu mengulurkan tangan ke arah Luna dan disambut baik oleh Luna.
"Aku."
"Aku tahu siapa kau, semua orang juga tahu tentang mu yang memang terkenal sebagai fans berat Julian." potong Linda sebelum Luna menyelesaikan ucapannya.
Luna sendiri hanya bisa ternganga. Dia tidak menyangka bahwa dirinya bisa terkenal sampai jurusan lain. Padahal gedung jurusan managemen bisnis dan jurusan seni cukup jauh.
"Ah iya aku penasaran kenapa kau pindah jurusan ke sini, padahal sebentar lagi UAS?" tanya Linda penasaran.
Dirinya kemarin kaget karena dosen pembimbing akademik kemarin memanggilnya dan mengatakan bahwa akan ada mahasiswa pindahan yang akan masuk ke kelasnya. kebetulan dia disini sebagai ketua kelas.
"Itu bukan urusanmu." jawab Luna ketus lalu pergi meninggalkan Linda, dia disini hanya ingin menghindar dari Julian. Bodo amat dengan kuliah, dia hanya ingin pergi ke atap untuk istirahat.
Linda memandang bahu sempit Luna yang perlahan mulai menjauh. Dia sudah menduganya sejak awal, bahkan beberapa dosen mengatakan bahwa untuk tidak menghiraukan Luna karena wanita itu memang tidak berniat untuk kuliah. Lagipula kuliah atau tidak, Luna tetap kaya.
Luna memejamkan matanya dan menikmati hembusan angin pagi yang menyapa wajahnya. Tenang.
Sejenak dia melupakan masalahnya. Ternyata atap gedung Seni tidak seburuk yang dia duga.
"Hey kau."
Luna tersentak kaget, lalu menoleh ke belakang. Seorang pria turun dari atas atap lalu perlahan mendekatinya.
Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Luna. Membuat wanita itu memundurkan tubuhnya perlahan.
"Kau baru?" pria tadi bertanya pada Luna karena tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya.
Dengan ragu Luna mengangguk.
"Aku Justin." pria itu memperkenalkan dirinya lalu pergi turun meninggalkan Luna sendirian disini.
"Aneh sekali orang itu." gumamnya lirih.
....
"Kak." Arthur mengangkat sebelah tangannya saat melihat Deon, kakak tingkat mereka.
Deon menoleh dan mendapati Julian juga Arthur duduk di kursi kantin.
"Kenapa kalian ada di kantin managemen perhotelan?" tanya Deon heran, padahal gedung mereka terpaut cukup jauh.
Arthur menyenggol lengan Julian, meminta pria itu menjawab pertanyaan Deon.
Julian menoleh ke arah kakaknya Luna. Sejujurnya dia tidak terlalu akrab dengan Deon, tapi rasa penasarannya benar-benar tidak bisa terbendung lagi.
"Luna kenapa tidak masuk kuliah kak?" akhirnya pria itu berhasil bertanya.
Deon menghela nafas panjang. "Kalian ada masalah?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah Julian.
Dia tahu jika pria didepannya ini tidak menyukai adiknya, dia juga tahu jika adiknya selama ini memiliki kisah cinta bertepuk sebelah tangan. Alias kecintaan sendiri.
Tapi sebagai kakak dia tetap tidak terima jika Julian menyakiti adiknya. Se menyebalkan apapun Luna, wanita itu tetap adiknya, keluarganya.
kening Julian mengerut. Dia merasa tidak memiliki masalah apapun dengan wanita itu. "Tidak ada kak, bahkan terakhir kali dia tetap membawakan bekal untukku."
"Meskipun ku buang." sambungnya dalam hati. Bisa kacau jika pria didepannya tahu kalau selama ini dia memperlakukan Luna dengan buruk.
"Aneh sekali." Deon mengaduk makanannya pelan.
"Aneh kenapa kak?" tanya Arthur penasaran. Matanya melirik ke arah Julian yang terlihat gusar. Apa pria itu menyakiti Luna, hingga akhirnya wanita itu menyerah.
Siapa orang yang tidak tahu bagaimana kelakuan Julian pada Luna. pria itu bahkan tidak menoleh sedikitpun pada wanita itu. Bahkan Julian sering dengan sengaja membentak atau berucap kasar pada Luna yang memang suka mengekorinya.
Julian risih, dia tidak suka karena wanita itu terlihat berambisi padanya, dia bahkan sampai tidak memiliki teman wanita karena takut akan dihabisi oleh Luna.
Dia juga sering mendengar ada beberapa wanita yang diberi pelajaran oleh Luna karena lancang mendekatinya.
Arthur saja bilang jika Luna itu terobsesi padanya.
"Ah sudahlah, aku sedang tidak mood bercerita." ujar Deon yang membuat rasa penasaran Julian semakin besar. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
Luna tidak mungkin bisa jauh darinya, tapi sekarang sudah tiga hari wanita itu tidak muncul dihadapannya.
"Apa dia sakit kak?" Tanya Julian yang berharap mendapatkan jawaban dari pria didepannya.
"Iya, otaknya bermasalah."
Arthur menatap pria itu tidak percaya. Yang benar saja.
....
Setelah puas menikmati angin pagi, Luna memutuskan untuk turun dan mencari kelasnya, dia tidak mau usaha kakaknya sia-sia, pasti pria itu sudah menghabiskan banyak uang demi memindahkannya ke jurusan seni.
Klek...
Dosen yang sedang mengajar langsung menoleh ke arah pintu. Beberapa mahasiswa juga menoleh ke arah Luna yang baru masuk ke dalam kelas.
"Cepat duduk." ujar dosen itu dengan sabar. Luna mengangguk lalu berjalan menuju bangku paling belakang, dan dia menatap heran pria yang sedang tertidur di bangku paling pojok, apa tidak ada dosen yang memarahinya?.
"Jadi minggu depan kita akan UAS dan untuk mahasiswa baru, silahkan pinjam catatan temanmu untuk belajar." kata dosen itu yang mengarah pada Luna.
Srek...
Sebuah buku sudah mendarat dimeja Luna.
"Pakailah bukuku." ucap Linda sambil tersenyum ramah. Luna jadi tidak enak karena tadi sempat berkata ketus pada wanita itu
"Terimakasih."
...
Julian merasa aneh dengan dirinya saat ini. Seharusnya dia senang karena tidak ada lagi wanita yang mengekorinya kemanapun dia pergi. Tapi semua malah menjadi kacau, bahkan sekarang bukan hanya satu wanita yang mengikutinya, melainkan ada berpuluh-puluh wanita yang berusaha untuk menyentuhnya.
Arthur sendiri kuwalahan saat menjaga Julian. entah apa yang dipakai pria itu hingga dikerumuni oleh para wanita.
Tampan.
Julian itu sangat tampan, selain itu, Julian adalah putera tunggal dari CEO Wijaya furniture. siapa yang tidak kenal dengan keluarga hebat itu.
Makanya, Luna sangat menyukai Julian. Mereka sebenarnya sama-sama kaya, sama-sama keluarga kalangan atas. Hanya saja Julian cukup risih dengan tingkah Luna yang kadang seenaknya sendiri.
Dulu Luna selalu menjaganya dari kerumunan wanita yang menyukainya, tapi semenjak wanita itu hilang, kerumunan itu kembali merecoki hidupnya.
Julian dengan cepat masuk kedalam mobilnya dengan Arthur, mereka langsung melesat pergi meninggalkan kampus.
Dari jauh, Deon dan juga Luna melihat semuanya.
"Kau yakin tidak ingin mengejarnya lagi?" tanya pria itu penasaran.
Luna mengangguk yakin. "Dia tidak menyukaiku, jadi aku akan mencari seseorang yang menyukaiku saja." jawabannya sembarangan. Sebenarnya dia ingin mengatakan yang sebenarnya pada kakaknya itu. Tapi jelas Deon akan menganggapnya gila, halu dan sebagainya.
Mana ada orang yang percaya jika dia kembali dari masa depan dan mengatakan bahwa keluarga mereka akan di bantai habis-habisan oleh Julian. Yang ada dia bisa di kurung di rumah sakit jiwa.
"Ayo jalan kak, aku ingin tidur."
"CK, kau pikir aku supir mu, besok kau bawa mobil sendiri, aku malas menunggumu pulang." kesal Deon yang hari ini terpaksa menunggu kelas adiknya hingga selesai. Tadi dia sebenarnya sudah selesai di jam dua siang, sayangnya dia harus menunggu adiknya yang baru selesai pukul lima sore.
"Iya-iya, bawel sekali, kau mirip dengan bibi di."
"Depan rumah kita." sahut Deon cepat. Dia sudah hafal dengan kalimat sarkas adiknya itu.
...
Makan malam keluarga Wijaya terlihat begitu hening dan tenang.
Hingga akhirnya mereka selesai dengan acara makan malam itu.
"Besok kita pergi ke pesta pembukaan hotel baru milik keluarga David, kau harus ikut Julian." ucap Wijaya pada sang anak yang selalu menolak ajakannya bertemu dengan keluarganya Luna.
Julian diam. Jika biasanya dia akan menolak tapi untuk kali ini dia akan datang. Dia ingin tahu kemana perginya Luna selama ini. bukan karena dia rindu, hanya penasaran saja.
"Baiklah."
Wijaya tersenyum lebar saat anak itu menyetujui ajakannya. Disana dia sudah menyiapkan acara pertunangan Julian dengan Luna, dia sudah berdiskusi dengan David tentang acara pertunangan anak mereka, dia yakin Luna pasti senang jika di jodohkan dengan Julian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!