NovelToon NovelToon

Pasangan Gesrek

Tetangga Baru

Sequel dari Pesona Babysitter.

Allina Cantika, perempuan berusia 21 tahun yang kini tengah hamil besar. Siapa yang akan menyangka dia dulu adalah seorang Babysitter dan takdir tuhan membuat dia menikahi suami sang majikan. Dan majikannya pun menikahi ayah dari anaknya.

Mungkin orang akan berpikir mereka saling bertukar pasangan. Tapi kenyataannya tidak, mereka di persatukan oleh takdir.

Allin yang terlalu perasa dan diam-diam dalam hatinya, dia selalu merasa bersalah telah merebut suami dari majikannya sendiri. Padahal, dirinya lah yang telah di jebak saat itu, untuk menikahi suami sang majikan, tapi Allin tetap merasa dia sudah merebut suami sang majikan.

Dalamnya hati seseorang siapa yang tahu, pikir Allin. Dan bagaimanapun dia tetap saja telah menjadi orang ketiga dan meyingkirkan posisi majikannya dalam hati suaminya.

Dalam tiap doanya, Allin tak lepas mendoakan mantan istri suaminya itu agar hidup berbahagia.

Saat mengetahui perempuan itu menikah, dia orang yang pertama kali merasa paling senang tapi kebahagiaan itu sempat luntur saat melihat wajah Sella yang sendu. Lagi-lagi jalan Tuhan tak mampu dia tebak, senyum Allin merekah saat tahu pria yang dinikahi Sella adalah pria yang selama ini memang dicintai oleh Sella dan pria itu juga ayah dari anaknya.

Mungkin Allin takut dengan pria itu, tapi dia selalu pandai mengesampingkan dan ikut berbahagia melihat pernikahan Sella dan Ardio.

Kini dia sedang tergesa-gesa berjalan ke arah rumah sebelahnya. Matanya sesekali melirik orang di sampingnya, dia pun mengulum senyum melihat bagaimana wajah kesal pria itu tetapi tetap menuntun dirinya untuk berjalan ke arah rumah samping.

Siapa lagi jika bukan suaminya, Alvano Fahrizi. Pria tampan dengan tubuh atletis, yang jarang senyum di hadapan orang lain tapi mempunyai tatapan hangat membuat kaum wanita meleleh. Siapa sangka pria itu sangat pecemburu dan sedikit over protektif dengan istrinya. Dia pun sengaja mengosongkan jadwalnya untuk sekedar menemani istrinya untuk menemui tetangganya.

Dan sekarang mereka sedang berada di dalam rumah baru Sella. Dua pasang mata saling menghunus, menatap satu sama lain tidak suka. Belum lagi tangan mereka tak lepas saling melingkar di pinggang istrinya. Seolah mereka takut kedua perempuan tersebut lepas dari jangkauannya.

Setelah satu bulan sudah pernikahan Sella dengan Ardio. Kini perempuan dingin itu tak lepas dari wajah binarnya dan senyuman nyaris tak lepas terukir dari paras cantiknya.

Salah satu harta gono-gini pemberian Vano untuk Sella yaitu sebuah rumah besar di sebelah rumahnya. Awalnya Vano bermaksud memberikan rumah itu agar Sella tetap bisa berdekatan dengan Dio. Tapi sekarang seolah dia menyesali telah memberikan rumah tersebut.

Pasangan pengantin baru itu memutuskan untuk menempati rumah besar pemberian Vano. Tak ayal membuat Vano kesal, itu akan membuat Allin akan lebih dekat lagi dengan Ardio

Sayang, kedua perempuan tersebut tak menyadari tingkah kedua pria itu. Allin dan Sella terlalu sibuk membahas perabotan rumah tangga untuk melengkapi isi rumah baru Sella.

"Menurut kalian yang bagus yang mana?" tanya Sella pada kedua pria itu, membuat kedua mata itu saling memutuskan tatapan, mereka beralih pada majalah khusus perabotan rumah tangga yang berada di atas meja.

"Yang mana?" desak Sella pada kedua pria yang masih belum fokus dengan pertanyaan Sella. Dan mereka pun menunjuk bersamaan pada satu set pisau dapur. Tajamnya tatapan mereka sama tajamnya dengan ujung-ujung pisau dapur itu. Tatapan keduanya seolah ingin mengadunya dan membandingkan mana yang lebih paling tajam.

"Astaga, apa yang kalian pikirkan, yang aku tanya bukan itu" protes Sella.

Tapi berbeda dengan Allin dengan riang bertepuk tangan. "Wah kalian begitu kompak bisa menyukai hal yang sama"

"Tidak!!" jawab mereka bersamaan sambil mengeratkan pelukannya di pinggang istri masing-masing. Dan tatapan tajam mereka saling menghunus, mengintimidasi satu sama lain.

Allin dan Sella yang baru menyadari adanya ketegangan di antara keduanya malah tersulut emosi.

"Berhenti dengan kecemburuan kalian" tegur Sella sambil berdiri.

"Sayang jangan memulai lagi" tegur Allin sambil memicingkan matanya menghadap Vano.

"Dia yang memulai, lihat saja matanya" ucap Vano dengan geram.

"Kenapa dengan mataku?" balas Ardio dengan sinis.

"Kau sedari tadi memperhatikan istriku" tuding Vano dengan suara keras.

Sella menatap marah pada Ardio, ikutan merasa cemburu. Allin hanya mampu menghembuskan napasnya dengan kasar melihat sikap posesif Vano.

"Lalu kau pikir aku mencintai istrimu begitu," protes Ardio lalu beralih membujuk Sella yang tengah emosi. "Sayang ... aku hanya memperhatikan Dio di pangkuan Allin bukan memperhatikan Allin sepenuhnya" akui Ardio membuat Sella bersidekap dan Vano menggebrakan mejanya.

Allin memijit keningnya menunjukkan rasa frustasinya, karena ucapan Ardio bukan menyelesaikan masalah malah membuat satu orang lagi tambah tersulut rasa cemburu.

"Kau mengaku juga kan?" tuduh Vano makin menjadi setelah menggebrak meja

Ardio ingin membantah tuduhan Vano tetapi melihat Allin menggeleng lemah dia mengurungkan niatnya. Tapi interaksi Ardio dan Allin di tangkap jelas oleh mata Sella dan Vano membuat situasi makin panas.

"Ayo, cepat pulang!! Kita tak perlu ke sini lagi" ujar Vano pelan pada Allin, tapi suara Vano terdengar begitu dingin membuat Allin sedikit takut.

Sella mengambil Dio dari Allin karena kehamilan Allin yang sudah menunggu hari, jadi sesuai kesepakatan mereka, Dio akan bersama Sella dan Ardio. Toh, rumah mereka bersebellahan dan tak ada alasan Allin untuk melarang Dio bersama Sella dan ayah kandung Dio.

"Sayang ...." rengek Allin manja.

"Cih ...." Sella berdecih tak percaya, Vano sedang mode marah Allin masih saja menyempatkan membuat sandiwara recehnya.

Melihat Allin susah payah bangkit dari duduknya. Vano pun membantu istrinya dengan begitu lembut dan penuh perhatian. Kemarahannya beberapa detik yang lalu hilang begitu saja melihat rengekan manja Allin.

"Astagaa dia bucin juga" Guman Ardio tak percaya melihat interaksi pasangan di depan matanya.

"Arrgh ...," teriak Allin tiba-tiba kesakitan. Vano segera mengeratkan pegangannya dan Ardio pun menghampiri.

"Astaga Allin kamu mau melahirkan" seru Sella sudah gemetaran. Kakinya merasa lunglai melihat air ketuban mengalir dari paha Allin, dia pun kembali duduk dan meletakkan Dio di sampingnya.

Vano pun makin panik berteriak memanggil pelayan di rumah Sella, dengan tak tau diri Vano semaunya menyuruh para pelayan Sella menyiapkan kendaraan untuknya.

Dengan kepayahan Vano menggendong tubuh istrinya melewati rumah besar Sella. Dengan sedikit umpatan dia menggerutui sikap Ardio yang tak membantunya. Tak lama orang yang dia gerutui melewatinya begitu saja sambil menggendong Sella yang telah terkulai di dalam dekapan Ardio.

Dalam kesakitan Allin memperhatikan langkah Ardio membawa Sella.

"Sayang kenapa kau begitu lambat, kita didahului mereka" ucap Allin masih menyempatkan diri menegur suaminya.

Vano yang masih terpaku melihat langkah cepat Ardio membawa Sella, mendahuluinya, dengan cepat pula dia melebarkan langkah kakinya ingin menyusul pria itu. Entah tubuh Allin yang berat atau memang tenaganya yang tak cukup kuat sehingga Ardio mendahului memasukan Sella ke mobil yang disediakan pelayan untuk Vano.

"Siapkan mobil lain" perintah Ardio pada pelayannya.

"Sialan!!" umpat Vano emosi melihat perbuatan Ardio mendahuluinya dan membawa pergi mobil yang sengaja di persiapan untuk dirinya dan Allin.

"Kau payah! Ototmu saja yang besar, kau kalah kuat dengan pria cungkring itu" sindir Allin sambil menahan kesakitannya.

Rasanya Vano ingin menggaruk kepalanya melihat sikap istrinya, sayang tangannya telah terpakai untuk mengedong tubuh istrinya. Dia tidak percaya dalam kondisi genting ini Allin masih menyempatkan membahas ototnya.

Melahirkan

Di dalam rumah sakit kedua pria itu telah heboh dengan saling pukul. Bunda Vano yang baru datang menghampiri keduanya dan menarik kuat kedua kuping pria dewasa itu.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya bunda Vano dengan geram.

"Pria busuk ini, dia membawa kabur kendaraan yang aku persiapkan untuk membawa Allin tapi dia mendahuluiku dan membawa pergi mobilnya" cecar Vano menatap sinis pada Ardio.

Bunda menatap Ardio meminta penjelasan.

"Sella tiba-tiba ikutan pingsan jadi aku panik dan membawa kendaraannya"

Bunda menghela napas frustasi, dua pria dewasa ini bertindak kanak-kanak saat berhubungan dengan istri-istrinya. Dia tidak bisa menyalahkan keduanya mereka punya alasan kuat yaitu mengutamakan kepentingan istrinya masing-masing.

"Suami Ibu Sella" panggil perawat sambil menatap lekat kedua pria itu.

"Saya Sus" sahut Ardio sambil mendekat dan diikuti bunda Vano di belakangnya.

Kedua orang itu mengikuti perawat dan memasuki ruangan tempat Sella terbaring. Seorang dokter telah menunggu dengan senyuman yang terbingkai menunjukkan rasa bahagia. Dia sangat tau sekali riwayat kondisi kesehatan pasiennya, sudah beberapa tahun ini dia yang menangani Sella.

"Bu Sella dalam keadaan sehat karena kehamilan pertamanya dan kandungannya begitu lemah dia harus bed rest total selama dua bulan ini"

"Maksud Anda istri saya hamil?" tanya Ardio tak percaya.

Dokter itu mengangguk membuat mata Ardio berkaca dan dengan segera dia menghampiri Sella yang masih terlelap. Pria itu mencium berulang-ulang tangan istrinya.

Bunda pun ikut menitikkan air matanya.

Semua itu perlu berjodoh, saat Sella menjadi menantunya bayi mungil itu tak mau hadir dalam kandungan Sella, dan kini baru satu bulan pernikahan Sella, seorang bayi mungil telah hadir di dalam rahim Sella.

Tuhan maha tahu, dia punya rahasia untuk mewujudkan keinginan setiap mahluknya pada saat yang tepat.

Bunda dan dokter meninggalkan Ardio bersama Sella, memberikan ruang pada dua insan itu untuk meluapkan rasa bahagiannya.

Ayah Vano terlihat sedang menyambut kedatangan mantan besannya saat bunda menghampiri.

"Bagaimana keadaan Sella?" tanya pria tua itu sedikit panik pada bunda Vano.

"Alhamdulillah sebentar lagi Anda akan mempunyai cucu" terang bunda dengan mata berbinar, mereka yang mendengarnya tak terkecuali Vano ikut berbinar dan mengucapkan rasa syukur bersamaan.

Dan pria tua itu pamit meminta izin menemui Sella.

"Kau mengapa masih di sini?" tegur bunda baru menyadari Vano tak menemani istrinya.

"Maksud Bunda?" tanya Vano tak mengeti.

"Cepat, masuk temani istrimu"

Vano yang sedaritadi gusar seolah mendapat energi saat bundanya memberi izin dia masuk ke kamar persalinan Allin. Matanya berbinar tetapi tak lama kemudian meredup mengingat bagaimana dia disuruh keluar oleh salah satu perawat yang sedang menangani Allin.

"Memang boleh Bunda?" tanya Vano dengan tatapan polos seperti seorang bocah yang sedang ragu tapi penuh rasa harap.

"Bukan boleh lagi, tapi harus"

Dengan senyum lebar Vano melangkah masuk ke kamar persalinan itu. Dia menatap tak suka pada perawat yang tadi mengusirnya dengan memberikan isyarat dengan dua jarinya, mengintimidasi perawat tersebut.

Perawat tersebut menelan salivanya, dia begitu ketakutan, bukan maunya, dia hanya mengikuti intruksi Allin agar suaminya tak ikut menemani proses persalinannya.

"Sayang mengapa kau di sini" tegur Allin sambil menahan kesakitan saat mendapati Vano tengah mencium tangannya.

"Aku akan menemani sampai kau melahirkan anak kita"

Sambil menahan sakit Allin tersenyum kaku, dia menepiskan semua bayangan dengan kehebohan yang akan di buat Vano. Dia mencoba berpikir positif suaminya takkan melakukan hal bodoh.

Allin menahan erangan yang akan keluar dari mulutnya saat perutnya terasa tercabik-cabik dan tulangnya terasa terpatahkan. Tapi dia coba tahan karena wajah panik Vano lebih mengkhawatirkannya.

Apalagi melihat bagaimana tatapan menghujam suaminya pada dokter, yang sedari tadi bolak balik mengecek pembukaan pada jalan lahirnya, membuat suaminya berkali-kali menghardik petugas medis itu.

"Apakah kalian tidak punya tindakan lain selain memasukan jari kalian berulang-ulang. Cepat bantu istriku melahirkan " protes Vano masih tertahan. Allin meremas tangan Vano dengan kuat dia tak sanggup menegur Vano karena rasa sakitnya membuat dia mengatupkan bibirnya.

"Maaf Tuan kami harus memeriksanya sesuai prosedur jika jalan lahirnya sudah pembukaan lengkap, Nyonya Allin baru diperbolehkan mengejan ini demi keselamatan bayi dan ibunya"

"Sayang kita lalukan tindakan operasi saja ya" bujuk Vano tak kuat melihat kesakitan Allin, meski Allin daritadi tak bersuara dia dapat melihat ekspresi istrinya yang tengah berjuang menahan sakit.

Allin menggeleng kuat. Sebelumnya dia sudah membahas masalah ini dengan Vano dan kedua mertuanya, Allin tetap bersikeras ingin melahirkan dengan normal.

Vano merasa frustasi tak bisa melakukan apa-apa untuk istrinya dia hanya dapat memeluk kepala istrinya dengan membisikkan kata-kata untuk menguatkan Allin.

"Sayang aku mencintaimu! Kau tau? Kau adalah istri dan Ibu yang hebat. Kau ingat tidak, saat kita pertama kali berjumpa" Allin mengangguk sambil meyunggikan senyumnya mengingat momen itu. "Aku sempat berharap menjadi Dio" jujur Vano dengan malu. Allin menatap tak percaya pada Vano. "Kau benar-benar me ... sum arrgh ..." protes Allin sambil mengerang sakit.

"Aku benar-benar berdosa saat itu, rasanya aku sudah mengkhianati Sella. Karena itu aku menghindarimu dan selalu ketus jika kau mendekat"

"Kau su-sudah tidak setia Tuan" cibir Allin sambil menahan erangan kesakitannya.

Vano mengangguk membenarkan. Meski begitu Vano telah berusaha keras untuk tak jatuh cinta pada Allin tapi takdir Tuhan mempersatukan mereka.

Perawat yang berada di ruang tersebut diam-diam mendengar, rasa kesal saat tatapan Vano menghujam mereka menguap begitu saja. Malah perawat-perawat itu merasa kagum dan juga iri pada Allin yang mendapatkan sosok suami yang begitu mencintai meski rada gila dan posesif.

Vano mulai emosional saat dokter mengatakan pembukaan telah lengkap. Dan mempersilahkan Allin untuk mengejan. Napas Vano mulai tidak teratur dan dia seperti lupa untuk menarik napasnya sendiri melihat bagaimana perjuangan Allin untuk mendorong anaknya keluar.

Allin yang berjuang dan Vano yang kehabisan napas, pria itu tampak terengah-engah. Vano memberikan dukungan tiap perdetik pada Allin, dia ingin ikut andil dalam perjuangan keras istrinya untuk melahirkan anak-anaknya.

Emosi Vano makin terkuras habis dengan gurat khawatir tercetak jelas di wajahnya, kadang tanpa malu dia ikut merengek kesakitan saat Allin menjerit. Nyaris membuat perhatian perawat dan dengan diam-diam salah satu perawat mengabadikan momen mengharukan itu.

Seiring dengan dorongan bayi dari dalam yang mendesak ingin keluar, Allin makin menjerit kesakitan.

Saat kepala anaknya mulai terlihat, Vano berulang kali mengusap wajahnya karena merasa takjub, dia pun kadang sampai lupa menarik napasnya sampai napas itu habis membuat dia tersengal seperti orang habis berlari jauh.

Dan setelah berapa detik anak pertamanya keluar Vano menangis tersedu dan mencium kening istrinya menunjukkan rasa bahagia dan beberapa menit kemudian putrinya pun keluar dengan selamat.

Para perawat pun ikut menitikkan air mata. Padahal bagi mereka situasi begini sudah makanan tiap hari, kali ini menjadi berbeda karena adanya sosok Vano yang begitu emosional mendukung istrinya.

Allin tersenyum bahagia melihat ekspresi suaminya.

Seorang perawat mengulurkan salah satu anaknya ke tangan Vano. Dia seketika menggeleng, dia merasa tak sanggup menggendong bayi mungilnya.

Bagaimana jika tangan besarku membuat anakku menjerit kesakitan, karena aku tak tahu cara menggedongnya, pikir Vano.

Tapi ada gejolak dalam jiwanya ingin menyentuh dan memeluk bayinya. Matanya pun berpaling ke arah Allin meminta persetujuan istrinya itu. Allin mengangguk dengan senyuman terukir di wajah lelahnya dan bulir keringat masih memenuhi sisa perjuangannya.

-

-

-

Wanita lain

Di rumah besar Vano telah berkumpul keluarga besarnya dengan suasana keceriaan yang terpancar di setiap wajah.

Dua pria tua sedang duduk bercengkerama di sudut ruangan sesekali mata mereka mengedar melihat kegiatan anggota keluarganya.

Dan Vano sedang berlutut di pinggir sebuah box bayi sambil memperhatikan dengan takjub kedua anak-anaknya yang sedang dipakaikan sarung tangan oleh bundanya.

Tangan Vano dengan lembut dan takut-takut menyentuh tangan mungil anaknya seolah-seolah tangan mungil itu akan patah jika dia sentuh dengan kuat. Wajah binarnya membuat bunda tersenyum memperhatikan.

Sedangkan Ardio sedang menjaga Dio yang semakin aktif berlari kesana-kemari.

Dan Allin duduk di sudut ruangan menatap wajah-wajah asing yang berada di dalam rumahnya. Selama pernikahan dengan Vano, baru kali ini dia melihat wajah-wajah dari keluarga suaminya.

Dan Sella menghampiri Allin, perempuan hamil muda itu bersyukur dapat menghadiri acara 40 harill bayi kembar Vano dan Allin yaitu Axel dan Alexa. Seharusnya dia masih berada di rumah sakit untuk istirahat total dengan pengawasan dokter 24 jam karena kandungannya yang lemah.

"Kau kenapa?" tanya Sella heran melihat sikap Allin yang murung.

Allin hanya menggeleng dan memaksakan sebuah senyuman di wajahnya. Senyum tak tulus Allin membuat rasa ingin tahu Sella makin menjadi.

"Ada apa?" desak Sella.

"Mereka seperti tak menyukaiku" bisik Allin pada Sella dengan tatapan ter-arah pada sekumpulan keluarga dari ayah Vano yang sedang bercengkrama.

"Abaikan saja, mereka memang begitu" saran Sella santai.

Allin menatap Sella dengan lekat dari ujung kaki hingga kepala. Sella yang cantik dan pintar, kesempurnaan seorang wanita ada padanya. Dia memang tak bisa dibandingkan Sella, dia hanya perempuan biasa-biasa yang tak mempunyai kelebihan apa-apa. Parasnya pun tergolong pas-pasan menurutnya.

Rasa tak percaya diri menghampiri Allin hingga dia membandingi dirinya pada Sella.

Wajar saja perlakuan keluarga ayah mertuanya sangat ramah pasa Sella, sedari tadi mereka kadang sengaja menghampiri Sella berbasa-basi menanyakan kabar Sella. Tapi dengan Allin mereka seolah menganggap dia tidak ada.

"Kau kenapa jadi memperhatikanku" tegur Sella merasa risih. Allin hanya tersenyum dan makin sengaja memperhatikan Sella. Tapi senyum Allin mulai luntur saat tatapan Sella begitu tajam tertuju pada seseorang yang sedang masuk ke dalam rumahnya. Seorang gadis cantik yang begitu elegan berjalan dengan kaki panjangnya menghampiri keluarga dari ayah mertuanya.

"Siapa dia?" tanya Allin heran melihat perubahan wajah Sella.

Sella menatap Allin dan menggeleng. "Bukan siapa-siapa"

"Bukan jawaban itu yang mau kudengar, kau kenal tidak?" protes Allin.

"Dia sepupu Vano dan perempuan yang duduk disampingnya adalah ibunya" tunjuk Sella pada perempuan tua yang dari tadi diam-diam menatap Allin tidak suka.

Melihat arah jari Sella Allin membeku seketika, perempuan tua yang tadi telah menyidirnya dan menatap sinis padanya.

"Aku tak habis pikir apa yang membuat Vano menikahi babysitter sepertimu, kau tak sebanding dengan Sella" sindir perempuan tua itu saat Allin bertemu dengannya di dapur.

Perempuan cantik itu mengarahkan pandangannya pada Vano yang tengah menggendong anak kembarnya saat ibunya menunjukkan keberadaan Vano. Dia terlihat begitu senang, senyuman manisnya nyaris tak lepas sambil melangkah menuju Vano.

"Cepat hampiri Vano" perintah Sella. Allin seketika menoleh pada Sella dengan tatapan penuh tanya. Kenapa Sella terlihat begitu khawatir, perempuan itu hanya sepupu Vano atau kerabat suaminya. Sella terlalu berlebihan, pikir Allin.

Sella menarik tangan Allin tanpa menjelaskan apa pun, membuat Allin kebinguangan sendiri dan melangkah gontai menuju suaminya. Tapi perempuan cantik itu telah mendahuluinya.

"Al" sapanya membuat Vano menengadah menatap perempuan cantik yang sedang berdiri di hadapannya.

Langkah Allin terhenti melihat perubahan raut wajah Vano yang begitu asing. Vano tampak bingung melihat keberadaan sepupunya, bahasa tubuhnya menunjukkan kegelisahan.

"Kenapa kau menatapnya begitu sayang" guman Allin.

Firasat buruk seketika menghampiri Allin. Dia pun melebarkan langkah kakinya tetapi seseorang menahannya.

"Bisakah kau mengambilkan minuman untuk Risa" perintah perempuan tua tadi dengan sikap arogannya sambil menunjuk ke arah perempuan cantik itu.

Allin hanya mengangguk, dia mencoba untuk memaklumi sikap dari adik ayah mertuanya itu, bahwa dia di sini adalah tuan rumah dan tak masalah jika dia melayani saudara dari ayah mertuanya.

Saat Allin membawakan minuman ke tempat Vano dan Risa. Kali ini rasa sakit tiba-tiba menyusuk dadanya, tatapan Vano tak lepas dari Risa, tatapan itu terlihat beda, seperti ada kerinduan di dalam tatapan suaminya.

"Sayang" panggil Allin memutuskan tatapan Vano dan menghentikan suara Risa yang tadi tak sedang berbicara pada Vano.

"Ya" sahutnya begitu terkejut melihat Allin telah berdiri di hadapannya. Vano pun mengendalikan ekspresi wajahnya se normal mungkin dan melepaskan senyumannya untuk Allin.

Allin meletakkan minuman dan duduk di samping Vano dengan hati yang menahan kecewa. Allin mencoba tersenyum dan memperkenalkan dirinya. "Allin" sambil mengulurkan tangannya.

"Risa" balasnya dengan menerima uluran tangan Allin. Seukir senyum tipis Risa pertunjukkan membalas senyum hangat Allin.

"Mbak Risa, boleh aku memanggilmu begitu" tanya Allin begitu polos. Dia lihat dari perawakannya, Allin memperkirakan usia perempuan itu sepertinya jauh di atasnya mungkin se-usia dengan suaminya.

"Tidak perlu panggil Risa saja" balasnya datar.

Allin merapatkan bibirnya sambil mengangguk mengerti. Dia menatap ke sampingnya ke arah Vano yang sedang memperhatikan bayi Axel, sedangkan bayi Alexa tak lepas dari pangkuan bunda.

"Berikan padaku, biar Axel aku letakkan di box bayi" pinta Allin datar.

Vano menengadah menatap Allin tapi istrinya malah membuang muka ke arah lain. Allin mengotrol ekspresi kecewa untuk tampak seperti sewajarnya. Lalu Allin menatap kembali pada Vano dengan seukir senyuman.

Hati Vano berdesir tak karuan saat Allin membuang mukanya dari tatapannya, tapi wajah istrinya kembali menghadap padanya dengan sebuah senyuman.

Tapi tatapan mata Allin membuat dia merasakan sesuatu dalam dirinya menusuk, dia tau senyum pura-pura Allin. Vano pun meraih tangan istrinya itu, mengecup lembut punggung tangan istrinya dengan perasaan bersalah dihadapan Risa.

Risa seketika membuang mukanya ke arah lain. Allin menangkap gelagat aneh yang ditunjukan oleh Risa, raut kecewanya saat Vano mencium punggung tangannya.

Vano tidak tau pasti Allin menyadari apa tidak, tentang perasaannya yang sedang berkecamuk kacau di dalam sana. Seseorang masa lalunya hadir, terakhir dia bertemu Risa satu bulan setelah pernikahannya dengan Sella.

Dengan Sella Vano tak keberatan menceritakan sosok wanita di hadapannya, karena pada waktu itu dia dan Sella sedang mencoba menyatukan diri. Dengan membagikan kisah mereka satu sama lain. Sella merupakan cinta diam-diam Vano ketika SMA, tapi dengan Risa cintanya bersambut.

Tapi untuk menceritakan pada Allin, dia sungguh takut. Takut akan mengganggu kenyamanan Allin, itu hanya kisah masa lalunya dan masa depannya adalah Allin.

"Sayang, kau habis seperti buat dosa!" bisik Allin pada telinga Vano. Dan mengambil Axel di pangkuan Vano.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!