Hello semua! Salam kenal dari penulis baru!
Semua yang akan aku ceritakan hanyalah sebuah karangan semata, yang muncul dari pikiran penulis nya😁😁😁. Mohon maaf jika ada kesamaan dengan alur atau kisah yang akan di tampilkan dalam novel ini.
To.. Happy Reading.
"Apa - apaan ini?!" Laras terkejut, saat dia tiba di depan kosan nya. Banyak barang - barang yang sudah berhamburan keluar, tergeletak begitu saja.
"Sekarang kamu pergi dari kosan saya!" Titah Ibu pemilik kosan dengan wajah marah."Kamu tau! Tadi ada beberapa rentenir yang datang ke kosan saya dan menghancurkan pintu kosan saya. Saya tidak mau menampung orang yang banyak hutang. Jadi! Silahkan angkat kaki dari rumah ini!"
"Nggak bisa gitu dong," Laras tidak terima."Lagian baru beberapa hari yang lalu saya bayar kos, setidak nya tunggu sampai bulan depan. Ibu gak bisa ngusir saya seenak jidatnya. Kalo saya di usir, terus saya mau tinggal dimana?"
"Saya nggak peduli!" Seru Ibu - ibu gendut pemilik kosan."Dari pada kosan saya hancur di datangi sama rentenir setiap hari. Lebih baik kamu angkat kaki sekarang. Anggap saja uang itu sedekah, sekarang silahkan pergi."
Tak menunggu protes yang akan Laras keluarkan, Bu Nesi ( Ibu kos) melenggang pergi tanpa perasaan. Semua yang ada hanya menonton, tak ada yang berniat untuk membantu. Lagi - lagi Laras hanya menghela nafas kasar, hidupnya sudah susah dengan hutang dan sekarang dia bernasib di usir dari kosan nya. Jika tau seperti itu, lebih baik uang nya di buat bayar hutang saja dari pada kos. Toh, dia juga sekarang di usir.
Laras merapikan pakaian nya dan memasukkan nya ke dalam koper. Baru saja dia di selingkuhi oleh kekasih nya, dan sekarang dia harus luntang - lantung di jalanan tanpa tujuan.
Tidak mungkin dia menghubungi Santi sahabat nya, dia pasti sedang sibuk dengan pacarnya. Dengan uang yang hanya tersisa 500 ribu di dompetnya, dia beristirahat di warung makanan.
"Apes banget sih masih gue! Udah di selingkuhi dan sekarang malah di usir dari kosan!"
Setelah membayar makanan nya, dia melanjutkan jalan kaki sambil menggeret koper di tangan nya. Dia tidak tau harus kemana. Apakah dirinya harus kembali ke panti asuhan tempat tinggal nya? Tapi itu sangat jauh!
"Lotong! Lotong! Ada pejahat ndi cini! Lotong!"
Laras terhenti, telinga nya sayup - sayup mendengar suara bocil yang meminta tolong. Matanya menyapu setiap area jalan di sekitar, tepat pada belokan di depan nya, dia melihat dua orang pria berjas sedang memaksa dua anak untuk naik ke mobil mereka.
Mata Laras membola. Waduh! Ada penculik!
"Tolong! Tolong! Tolong! Yaelah, nih orang - orang pada kemana sih, nggak tau darurat apa!" Laras gigit kuku, jika sedang panik otak nya menjadi lemot."Ah masa bodo, bukan urusan gue."
Ingin pergi tapi kaki mematung di tempat, memang tidak bisa di ajak bekerja sama. Jiwa baik nya meronta - ronta meminta agar Laras menyelamatkan anak itu.
"Aaaaaaa, SIAL!" Laras meninggalkan koper nya, berlari ke arah dua orang itu, dengan tas selempang nya, dia memukul kepala kedua orang itu. "Lepasin brengs3k!" Laras terus memukul, kedua anak itu saling pandang dan tertawa.
Menggunakan kakinya, Laras menginjak kaki keduanya dan menarik tangan anak itu untuk melarikan diri, meninggalkan koper nya disana, yang penting baginya adalah menyelamatkan kedua anak itu.
"Kemana larinya wanita itu?" Tanya pria berkepala botak.
"Jika Tuan muda dan Nona muda menghilang. Tuan besar bisa marah besar."
"Bukan marah lagi, akan ada badai! Ayo kita cari!"
Laras yang bersembunyi dengan tangan yang memegang kedua bocil itu menghela nafas lega, lalu Laras melihat keduanya yang tampak dengan mata berbinar.
"Akak cantil, akak cantil, mau ndak jadi Mommy Buna?"
"Haa?" Laras melongo.
"Daddy Laja itu duda loh! Beli catu glatis dua. Beli Duda dapet anak na, hehehehe."
Laras hanya memasang ekpresi wajah cengo."Mimpi apa gue semalam jadi Mommy dari anak duda?!"
🩷🩷🩷🩷🩷🩷
Laras memandang kedua anak di depan nya dengan ekpresi, ah entalah. Diapun tidak tau, masalah hidupnya saja sudah susah dan ini di tambah mungut dua anak yang entah anak siapa.
"Adek - adek ganteng - cantik, sekarang kalian bisa gak kasih tau Kakak, rumah kalian dimana? Nomor orang tua kalian berapa?"
"Lumah Mommy, lumah kita, kan kita anak na Mommy," Bunga tersenyum simpul, anak itu tampak berbinar saat memanggil Laras dengan sebutan Mommy.
"Mommy, Laja antuk, mo bobo." Saudara kembar Bunga, dia Raja, lebih tepatnya Kakak dari Bunga. Hanya lahir selisi 5 menit setelah Raja.
"Arrggggg," Sumpah, Laras sangat ingin menjerit saat ini."Rumah aja Gue gak punya, yang ada hutang numpuk, lah ini gue harus ngurus dua bocil. Ya Alloh! Aku memintamu untuk mempertemukan ku dengan pria tampan dan tajir. Tapi bukan sama anak duda juga kali."Laras mendumel tak jelas, dia hanya mengacak rambut nya sebagai bentuk frustasi.
"Mommy lucu na, cocok dadi Mommy kita," Bunga menatap Raja, di angguki oleh Kakak nya.
"Boleh lah, kita bawa pulang, cekalian bikin cuplais buat Daddy. Becok kan Daddy ulan taun, nah, kita kaci hadiah Mommy aja."
Raja mengangguk, setuju dengan saran Bunga."Kabul dali lumah buat cali Mommy, cekalang kita udah dapet, daddy pacti bangga cama kita."
Laras seperti orang bodoh yang sejak tadi mendengarkan kedua anak itu bicara. Meski tak jelas, Laras bisa tau arah pembicaraan mereka."Jangankan buat beli duda, buat makan besok aja gue lagi mikir."Laras menghela nafas, dadanya terasa naik turun. Mau ninggalin kasihan, tapi gak di tinggal dianya yang kasihan.
"Begini ya, adek - adek manis! Kakak ini bukan Mommy kalian, lagian Kakak ini gak punya rumah, jadi kalian gak bisa ikut. Kakak juga gak bisa ngurus kalian karena isi dompet Kakak tipis, apa lagi Kakak punya hutang yang harus di bayar." Laras bicara serendah mungkin, dia ingin kedua anak di depan nya mengerti perkataan nya.
"Utang itu apa?" Tanya Bunga dengan polos nya.
"Hutang itu, sebentuk uang dengan jumlah yang dikit atau banyak, yang kita dapatkan berupa pinjaman, jadi kita harus mengembalikan nya."
"Mommy ndak puna uang na?" Tanya Raja tak kalah polos nya, Laras mengangguk dengan wajah di buat sedih, meskipun memang sedih.
"Kalo gitu, Mommy dadi Mommy kita aja, Daddy kita banak uang na. Mommy bica minta cama Daddy. Catu, celatus , dua cuta. Uang na Daddy ndak abis tujuh tulunan."Raja memberi solusi.
Laras memijit pangkal hidung nya."Haduh! Pusing pala gue,"Dia menatap Raja dan Bunga bergantian, terdengar helaan nafas kasar."Kalian tunggu disini ya, Kakak mau ke toilet dulu. Oke! Jangan kemana - mana, jadi anak yang pinter."
Mungkin kabur adalah pilihan terbaik saat ini, tapi bukan nya kabur, Laras termenung di dalam toilet cafe itu. Apakah dia harus meninggalkan kedua anak tersebut atau membawanya? Tapi jangankan mengurus bocil, mengurus dirinya sendiri aja dia nggak bisa. Apa dia harus telfon polisi? Tapi pasti membutuhkan waktu lama.
Setelah termenung 20 menit, Laras keluar dari toilet umum menuju meja kedua anak itu. Semoga saja mereka masih ada di tempatnya. Tapi begitu dia mendekat. Dirinya melihat punggung pria yang berusaha menggendong kedua ajak tersebut. Raja dan Bunga sudah memberontak tapi pria itu tak peduli dan tetap memaksa keduanya untuk ikut.
"Waduh." Laras seperti orang panik. Padahal ada beberapa orang di Cafe, tapi tak ada satupun yang ingin membantu. Tak ingin membuang waktu, Laras mendekat dan dengan tendangan maut. Laras menendang bokong pria itu.
Dug.
"Arrggggg."
BERSAMBUNG
Jangan asal tendang, nanti salah sasaran😁😁😁😁
Cinta datang tanpa di undang.
Mengobati luka yang patah hati.
Tapi saat hati belum siap.
Apakah hati harus menerima?
🩵🩵🩵
Angkara Brawijaya, CEO dari perusahaan PT Lumina Bloom. Jika kebanyakan CEO dalam novel berwajah datar dan dingin, berbeda dengan CEO satu ini yang terbilang unik. Meski sudah memasuki kepala 3 dengan usia 33 tahun. Nyatanya tak menutupi sifat kekanan - kanakan yang dia miliki.
Duda cerai beranak satu itu memiliki sifat yang begitu humoris, selalu membuat orang lain sakit kepala atau tertawa dengan kelucuan yang ada meskipun mereka berpikir itu bukanlah lelucon. Angkara bercerai 5 tahun yang lalu setelah melahirkan anak kembar putra dan putri yang di beri nama Raja Arsenio Brawijaya dan Bunga Lilly Brawijaya. Rasti Ayunda pergi meninggalkan nya bersama cinta pertama nya, dia rela meninggalkan Suami dan anak kembar nya hanya untuk kesenangan semata.
Keluarga Brawijaya pernah berada di titik terendah dalam karir nya, Angkara yang memiliki tanggung jawab sangat sibuk untuk memperbesar nama perusahaan nya menjadi kelas dunia hingga sekarang. Tapi dia tidak sadar jika kesibukan nya telah merenggut kebahagiaan dua anak kecil yang selalu merasa kesepian meskipun ada Kakek dan Nenek nya.
Iya, Raja dan Bunga tidak pernah di perhatikan dan lebih mirip anak tanpa orang tua. Itu juga yang membuat mereka ngotot ingin memiliki seorang Mommy. Tapi Angkara tak terlalu mempedulikan nya. Memang nya memiliki Mommy untuk anak nya seperti mempekerjakan baby sister.
Tapi mereka tak menyerah, seperti saat ini. Kedua bocil itu malah menjual nama Daddy mereka di depan perusahaan PT Lumina Bloom.
"Di Oblal! Di Oblal! Membeli Duda cehalga 50 libu, bonus dua anak comel. Ayo di beli! Cuma 50 libu dapat duda tajil." Speaker suara Raja menghentikan pejalan kaki yang melintas di depan mereka. Semua melongo mendengar perkataan Raja.
"Angkala Blawijaya, duda kaya dan tajil, modal 50 libu bisa dapat beljuta - juta, ayo dibeli! Duda ganteng!" Tak kalah heboh nya, Bunga berteriak antusias.
"Ini beneran anak nya pengusaha tajir itu, sih Angkara Brawijaya?"
"Masa sih?Kalo gitu, gue mau dong."
"Lihat dulu profil mereka di internet, takut nya cuma bohong." Mengecek foto, mata mereka membelalak saat melihat wajah kedua anak itu sama persis dengan wajah anak dari pengusaha terkenal.
"Bener loh, anjrit, gue mau beli kalo gitu."
"Enak aja, gue juga mau beli."
"Dedek, beli dudanya nih 50 ribu."
"Gue tambahin, nih 100 ribu."
Akhirnya banyak yang menaikan harga dari 50 ribu sampai sudah ratusan ribu. Raja dan Bunga tersenyum puas, rencana mereka seperti nya akan berhasil.
"STOP," Tiba - tiba saja seorang wanita tua berkepala 5 datang dengan sekepok uang."Aku beli bapak mu!"Uang itu di lempar begitu saja, semua mata melongo melibat tumpukan uang yang banyak.
"Maap," Bunga dan Raja kompak mengangkat tangan menunjukkan lima jari mereka."Olang tua di lalang ikutan."
Semua yang mendengar menahan tawa, wanita tua itu jelas tersinggung.
"Nenek di lalang ikut lelang, ndak ada cocok - cocok na dadi Mommy kita. Wadah tua, kulit keliput, lambut walna putih, ndak cocok itu." Seru Bung dengan suara polos nya.
"Kami ndak lagi pengen mungut Nenek - Nenek. Kami ini lagi cali Mommy, jadi olang tua ndak ucah ikutan. Oke!"
Tidak tahan, akhirnya tawa mereka semua pecah mendengar penghinaan Raja dan Bunga terhadap wanita itu. Meskipun sebenarnya, Raja dan Bunga masih polos.
"ANAK KURANG AJAR!"
🩷🩷🩷🩷🩷
Sementara di dalam perusahaan, ruangan CEO yang memang kedap suara. Terdengar sebuah suara musik dangdut.
💿💿💿💿
Sambala sambala bala sambalado
Terasa pedas, terasa panas
Sambala sambala sambalado
Mulut bergetar, lidah bergoyang
Cintamu seperti sambalado ah ah
Rasanya cuma di mulut saja ah ah
Janjimu seperti sambalado ah ah
Enak nya cuma di lidah saja hoo oo
Colak - colek-----
BRAK!
Ruangan CEO terbuka dengan lebar, suara musik dangdut yang sangat keras menyeruak ke dalam indra pendengaran semua karyawan. Dua orang yang berdiri di depan pintu melongo saat melihat CEO mereka sedang dangdutan di dalam ruangan nya sambi berjoget ria, bahkan sepatu sudah terlepas dan tergeletak di lantai, dasi hilang entah kemana, rambut yang tadinya tersisir rapi sekarang manjadi berantakan. Dan yang lebih parah nya lagi, celana panjang yang sejak awal dia pakai berubah menjadi celana pendek berbentuk spongbob di padukan dengan kemeja kerja berwarna putih yang tadi sebelum berangkat kerja di pakai.
"Astaghfirullah," Keduanya sama - sama beristighfar. Bos mereka memang unik
"APA - APAAN KAU! MENGGANGGU KU SAJA!" Emosi Angkara, sedang asik bernyanyi dan berjoget sebagai pelipur lara saat sedang bosan, malah di kejutkan dengan pintu yang terbuka keras.
Sekretaris yang berada di belakang tubuh pria berbadan tegap hanya bisa mengelus dadanya."Sabar! Sabar! Punya bos ganteng tapi kelakuan kaya begini."
"Heh, apa kamu bilang?" Tanya Angkara pada wanita yang berdiri di belakang asisten nya ( Chika), dia adalah sekertaris Angkara.
"Nggak, Pak, kuping saya ini loh, keluar congek nya." Kilah Chika.
"APA?! Angkara menjadi panik." KELUAR DARI RUANGAN SAYA DAN BERSIHKAN KOTORAN TELINGA KAMU, JIKA KOTORAN ITU JATUH KE LANTAI MAKA KAMU HARUS MEMAKAN NYA."
"B-baik, Pak, saya keluar." Chika lebih baik undur diri, menghadapi bos nya yang super aneh membuat dirinya harus bersabar ekstra.
"Heh kamu, " Tunjuk Angkara pada asisten plus sahabat nya ( Revo). "Apa lihat - lihat, ngapain masuk?" Tanya nya memalingkan wajah seperti anak kecil yang merajuk.
Revo menggelengkan kepala, di kantor jika pekerjaan Angkara sudah selesai atau butuh hiburan setelah lelah bekerja selalu saja dangdutan, memang nya dia pikir kantor ini panggung dangdut. CEO tapi seenak jidatnya, kelakuan sebelas dua belas sama anak nya. Revo sangat ingin mengumpat Bos dan sahabat nya itu, udah kepala tiga tapi kelakuan kaya bocil.
"Kenapa diam? Ayo jawab!" Hardik Angkara kesal karena Revo hanya diam.
Seketika Revo sadar dan menepuk jidatnya."I-itu.. Anak mu membuat ulah lagi! Di depan perusahaan... "
Hening!
"UAPAAAAAA," Angkara syok bukan main saat Revo memberitahunya."WAJAH MILYARAN DI JUAL 50 RIBU. OH ANAK SEMPRUL! WONG EDAN."
"Eh, kau yang semprul! Pake dulu celana panjang mu. ANGKARA."
Angkara berlari ke luar ruangan, Revo mengejar. Sungguh penampilan Angkara saat ini membuatnya juga ikut malu. Semua mata tertuju pada CEO mereka yang berlari hanya dengan celana pendek bergambar kartun itu, semua karyawan berusaha untuk menahan tawa mereka. Ganteng sih tapi kelakuan bikin orang geleng kepala, pusing tujuh keliling. Setelah sampai di depan gedung perusahaan. Keamanan sedang berusaha untuk mengusir keributan yang ada.
Angkara sudah berdiri di depan kedua anak nya dengan berkacak pinggang."Apa yang kalian lakukan?"Tanya Angkara dengan wajah kesal.
"Kami ndak lakukan apa - apa loh, olang kami cuma mau jual Daddy." Angkara melotot dengan perkataan Raja yang seenak dengkul nya.
"Jual Daddy bial bica beli Mommy balu, kan kita ndak puna uang loh," Wajah Bunga di buat sedih."Makana kita jual Daddy bial bica beli Mommy balu."
"SEMBARANGAN?!" Hardik Angkara tak terima."Kamu mau menjual Daddy mu satu - satunya."
"Ho -oh," Keduanya mengangguk."Daddy ndak cayang kita, kita loh cuma minta Mommy, tapi Daddy ndak kacih, puna uang kok pelit. Ya cudah, kita jual saja Daddy na, dapet uang, beli Mommy nanti Mommy beli Daddy balu. Beles deh."Raja bicara dengan polos nya. Angkara sampai terperangah mendengar nya
"Heh bocah semprul, kalian pikir beli Mommy seperti beli tomat di pasar, " Angkara memijit pangkal hidung nya, sepertinya darah tingginya mulai kumat menghadapi kelakuan anak nya."sekarang di balik, kalo Daddy yang jual kalian, mau nggak?"
"NDAK MAU YA, CEMBALANGAN KALO NGOMONG." Raja dan Bunga berkacak pinggang, mereka tidak terima dengan perkataan sang Daddy.
"Biarin aja, Daddy pusing mikirin kelakuan anak model kalian, mengganggu ketenangan saja. Mendingan Daddy jual kalian, terus beli anak baru." Angkara yang memang wataknya tidak mau mengalah terus berdebat.
" Udahlah, kacihan anak balu na Daddy nanti. Olang kita aja cudah mendelita jadi anak Daddy, cekalang Daddy mau beli anak balu. Ya cudah lah, tapi kita ndak yakin loh ada anak yang mau cama Daddy. Keljaan nya cuma bikin kepala olang pucing. Lah lihat caja, olang walas mana yang kelual pake celana kolol gambal spobob" Sekali lagi Angkara di buat menganga dengan perkataan putrinya itu. Dia baru sadar dengan penampilan nya saat ini.
Angkara melihat sekeliling dimana semua orang mentertawakan nya. Langsung saja dia melotot tajam."Apa ketawa - ketawa? Nggak ada yang lucu!"
Angkara kembali menatap tajam kedua anak nya. " KALIAN JUGA NGGAK USAH KETAWA!" Jeritnya, sepertinya sekarang kesabaran nya sudah menipis."sabar - sabar! Kata orang jaman dulu, orang sabar di kasih kekayaan, huft."Angkara mengelus dadanya.
"Ndak ucah malah, olang malah cepet tua, olang tua udah ndak ganteng, kalo Daddy ndak ganteng, ndak bica kita jual."
Raja menganggukkan kepala setuju dengan Bunga."Kita loh kacihan cama Daddy! Kata Oma nanti kalo Daddy ndak punya ictli balu, Daddy dadi duda kalatan."
"Ada juga Daddy yang kasihan punya anak model kaya kalian," Angkara menjambak rambutnya geram."Arrgggg, bener - bener, Gue jual juga nih anak cebong."
"REVOOOOO!" Yang punya hanya bisa menggelengkan kepala, tidak heran lagi melihat bapak dan kedua anak itu."Bawa mereka pulang."Titah nya seperti seorang raja.
"Ndak ya, kita ndak mau pulang, kita mau cali Mommy cekalian ictli balu buat Daddy. Bial belalai Daddy ndak kalatan, kata Oma kalo kelamaan dadi kalatan, nanti ndak dadi adik bayi kalo kalatan."
"SAFITRIIIIII." Angkara kembali berteriak, saking kesal nya, dia memanggil Ibunya dengan namanya.
"KABUUUUUUL." Raja dan Bunga berlari kencang, menjauh adalah solusi terbaik saat ini.
"HEH! ANAK SEMPRUL, BALIK KALIAN," Revo menjerit saking frustasinya, dia melirik ke arah Revo."Apa lihat - lihat, cepet kejar!"
Sementara di Mansion besar, seorang wanita tua yang sudah lanjut usia dengan sanggul di kepala berhenti membaca koran dan mengorek telinga dengan tangan nya."Kaya ada yang manggil?"
BERSAMBUNG
Kabur Dan Ketemu Mommy Cantik🤭🤭
Plus Bonus Visual.
Larasati Aqela
Angkara Brawijaya
Sih Anak Kembar Lucu.
Rumah adalah tempat ternyaman
Memberikan cinta dan kehangatan yang tinggal di dalam nya, kebahagiaan yang menjadi sebuah kata terindah
Tapi saat rumah itu tidak memberikan kehangatan maupun kebahagiaan, melainkan kesepian
Bertahan atau pergi adalah pilihan tersulit nya
Namun jika kita mencoba menciptakan kehangatan itu sendiri dan berusaha bersabar
Akan indah pada waktunya, dimana rumah tak hanya memberikan sebuah kata kehangatan dan kebahagiaan, tetapi juga ada kata perlindungan yang terselip.
Rumah ternyaman adalah sebuah keluarga yang lengkap.
🩵🩵🩵
Laras tercengang, mendapati dirinya berada di depan sebuah Mansion bak istana raja yang sering dia lihat dalam sebuah cerita barbie atau kartun kerajaan.
Di depan nya, terdapat sebuah rumah bertingkat dengan taman luas dan berbagai macam tanaman hiasan, ada juga kolam renang di bagian taman itu. Kenapa dirinya bisa berada di depan rumah itu?
Apakah dia harus berterima kasih kepada kedua anak yang tanpa sengaja dia pungut?
"Mommy! Mommy! Ayo cilakan macuk, ini lumah Daddy, bental lagi jadi lumah na Mommy, kalo Mommy tak nyaman, kita bica ngusil Daddy dali cini." Ucap Bunga dengan polos nya.
"Apa katamu Bunga? Hei! Yang ada Daddy yang mengusir kalian berdua, sembarangan kalo ngomong." Angkara tidak menerima perkataan putrinya. Dia pun merasa bodoh karena membawa wanita jalanan untuk ikut bersamanya setelah wanita itu melukai bokong nya yang sangat putih dan mulus, hanya tertutup oleh celana.
Niat nya mencari kedua anak kembarnya yang hilang entah kemana, justru di saat dia menemukan nya di Cafe itu, kedua anak nya mengancam tidak mau pulang jika tidak bersama Mommy nya. Lagi - lagi masalah Mommy yang membuat kepala Angkara menjadi pusing.
Tak ingin membuat kepalanya bertambah sakit, Angkara terpaksa membawa Laras.
Raja dan Bunga mengabaikan Angkara dan menyematkan jemari kecil mereka pada Laras, membawa wanita itu masuk ke dalam rumah. Laras kembali di buat terperangah dengan interior yang ada di dalam ruangan itu.
Seorang wanita lanjut usia tapi masih terlihat cantik menghampiri anak dan cucunya."Eeeh, cucu Oma udah pulang. Gimana pencarian Mommy nya, sudah berhasil?"Tanya Oma Safitri (Ibu dari Angkara) dengan senyum menggoda.
"Cuda Oma, lah ini kita bawa Mommy na, cantik ndak?" Tanya Raja dengan polos, tangan nya dengan manja menggandeng tangan Laras.
Oma Safitri tertegun, dia melihat penampilan Laras dari atas sampai bawah, terlihat sangat sederhana."Kalian ketemu dimana?"
"Di dalan Oma, tadi kita mau di culik cama anak buah na Daddy, telus Mommy nolongin kita. Bawa kita kabul, telus kita tawalin, Mommy mau beli duda ndak, beli catu glatis dua. Beli Duda dapet anak na." Oma Safitri terkekeh mendengar jawaban Bunga yang begitu polos nya.
Cantik juga. Batin Oma Safitri.
"Asalamualaikum, Nyonya." Laras mengulurkan tangan, ingin menyalim tangan Oma Safitri, dengan senang hati Oma Safitri menerimanya.
"Jadi, kapan kalian menikah?"
"Haa?!" Tak hanya Laras, bahkan Angkara pun tercengang mendengarnya. Oma Safitri ingin tertawa melihat reaksi keduanya.
"Mom, jangan mulai deh." Angkara sangat geram dengan Mommy nya. Gak anak, gak Mommy nya sama - sama membuat pusing.
"Ah, sudahlah," Oma Safitri mengibaskan tangan nya."Tunggu kamu yang cari lama, untung dua cucuku lebih gercep dari pada bapak nya."Oma Safitri menarik tangan Laras."Ayo sayang, kita duduk dulu."
Di kirain cuma cucunya yang aneh, ternyata Omanya lebih parah. Baru pertama kali Laras bertemu dengan nyonya keluarga kaya yang model nya seperti Oma Safitri. Karena sebelum kekasih nya ketahuan selingkuh dan baru putus, kekasih nya adalah anak dari keluarga Wiraguna, salah satu keluarga yang sangat besar. Tapi sayang, kehadiran Laras bagaikan sebuah butiran debu yang tidak terlihat dimata mereka.
Laras duduk di tengah - tengah Raja dan Bunga, kedua anak itu seperti tidak mau jauh."Maaf Nyonya, sepertinya anda salah faham, saya tidak punya hubungan apa - apa sama Tuan penculik ini."
Mata Angkara melotot tak terima."APA KAMU BILANG? HEI, MEREKA ANAK SAYA, SIAPA YANG KAMU BILANG PENCULIK."
Laras garuk - garuk kepala."Ya lagian bapak maksa banget buat bawa Raja dan Bunga. Jadinya kan saya pikir bapak ini penculik."
"Ya terserah saya dong, anak - anak saya, suka - suka saya mau di apain. Di buang kek, di jual kek bahkan kalo saya mau meminta anak saya bekerja, itu bukan urusan kamu." Tunjuk Angkara pada Laras dengan kesal.
Laras berdiri, dengan mata yang tajam."Nggak bisa gitu dong, itu namanya KDBA, kekerasan dalam bimbingan anak. Bapak bisa saya laporkan atas kasus pemaksaan. Orang anak gak mau kok di paksa."
"Kamu tidak tau siapa saya? Negara saja bisa saya beli." Angkara menyombongkan dirinya sendiri.
"Hahahaha," Laras tertawa sumbang sambil bertepuk tangan."Hebat banget ya, belum apa - apa udah percaya diri banget. Inget Pak, uang itu cuma titipan Allah, kalo bapak menyala gunakan nya untuk hal yang di benci Allah, maka semua kemewahan ini bisa dia ambil."
"Kalo di ambil ya tinggal saya cari lagi, apa susah nya." Jawab nya enteng.
"Emang nya bapak kira cari uang sama kaya cari rongsokan, tinggal di ambil, di simpen sampai berserakan. Saya aja yang udah bekerja sejak kecil tetap saja dompet saya tipis, nggak tebel - tebel isinya." Angkara tertawa meledek mendengar nya.
"Itu sih derita kamu, bukan saya, pokok nya besok kamu harus pergi dari rumah ini." Seru Angkara seakan tidak peduli.
"Ndak boleh," Bunga memasang badan untuk melindungi Laras."Udah cucah - cucah di cali kok malah main usil aja. Ya cudah, Daddy caja yang pelgi, "Bunga menatap Laras dengan senyum mengembang." Mommy! Cali Daddy balu yuk."
"Haa?" Entah sudah berapa kali Laras kaget dengan perkataan kedua anak itu. Baginya Raja dan Bunga sangat polos dan menggemaskan
"Cetuju, Daddy ndak ucah ucil - ucil, cekalang tugas Daddy kumpulin uan buat kita. Daddy kelja, kita yang nikmati hasil na. Pelcuma caja Daddy kelja tapi ndak ada yang habisin uang na. Makana kita cali Mommy bial cekalian bica habisin uang Daddy." Raja tersenyum polos, Laras sangat ingin mencubit pipi gemoy itu saking lucunya. Berbeda dengan Angkara yang sudah naik pitam.
"Cekalian Daddy. Mommy ada utang, Daddy tolong bayalin yak." Sebisa mungkin, Oma Safitri menahan tawanya, meskipun perut nya terasa seperti di gelitik, ingin sekali tertawa.
"HAPAAA?!" Angkara sangat ingin pingsan saat ini, entahlah, jika dia lebih memilih, lebih baik menjadi duda tanpa anak dari pada punya anak model Raja dan Bunga. Sementara Laras sudah sangat malu hingga tak berani menatap Angkara.
"Heh,kamu menghasut kedua anak saya agar saya membayarkan hutang mu?"Tuduh Angkara menatap tajam Laras.
Laras dengan cepat menggeleng. Wajah nya terlihat panik."Nggak, Pak. Suwer."Laras mengangkat dua jari.
"Cekalian Daddy, kacih uan ke Mommy, Mommy olang miskin, ndak puna uang. Kacihan yak?" Bunga dengan wajah memelas menatap Angkara. Oma Safitri sudah mau tertawa mendengar ungkapan kedua cucunya itu.
Aduh! Malu banget. Ingin sekali Laras menenggelamkan dirinya ke dasar lautan saat ini saking malunya mendengar perkataan Bunga.
Angkara tersenyum paksa."Kalian nggak kasihan sama Daddy?"Tanya nya, ingin sekali dia menangis saat ini.
Raja dan Bunga sama - sama menggelengkan kepala."Kita lebih kacihan cama dili cendili."
" Laja benel loh, Daddy cibuk bekelja, Opa juga bekelja, Oma celing alisan cama temen - temen na. Makana kita cali Mommy balu bial bica temenin kita. Lah calah na dimana loh?"Seru Bunga dengan cadel nya.
Angkara menghela nafas berat, dia lalu beralih menatap Laras, dari wajah oke, meski pakaian nya sangat murahan dan kampungan. 'Kedua anak itu akan terus cerewet jika keinginan nya tidak di turutin. Apa aku pekerjakan saja wanita kampung ini.' Pikiran Angkara mulai menimbang - nimbang
"Heh, kamu!" Laras menoleh ke arah Angkara." 20 juta sebulan! Jadi Ibu dari anak saya!"
Mata Laras terbelalak, sementara Oma Safitri menganga."HAPAAA???"
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!