Alona Timothy anak tunggal yang tubuh dan besar di pulau dewata Bali. Ketika selesai sekolah menengah atas, Alona gadis introvert yang memiliki hobi berselanjar ini, melanjutkan pendidikannya di universitas negeri di kota Jakarta dengan beasiswa. Papanya hanya seorang guru selanjar dan turis guide sedangkan mamanya adalah seorang pegawai negeri tepatnya seorang guru bahasa inggris. Keluarga sederhana.
Kepintaran Alona membuatnya menyelesaikan program sarjana kedokteran hanya tiga setengah tahun. Dan lanjut mengikuti program koas satu setengah tahun. Total lima tahun dia menjadi dokter. Kegigihannya membuat dia mendapat kesempatan mengikuti program spesialisnya di China selama dua sampai tiga tahun. Dia menjadi dokter residen di Peking University Health Science Center dikota Beijing, Tiongkok.
Sebenarnya mama dan papa Alona lebih menginginkan anaknya melanjutkan dokter spesialisnya di Indonesia saja, namun tekat kuat dan usaha yang dia lakukan Alona bisa mendapat beasiswa. Karena biaya hidup disana juga mahal, bagi Alona dan keluarganya. Tetapi dia berjanji bahwa akan menyelesaikan spesialisnya tepat waktu.
Dirumah sakit Peking, Alona menjadi dokter Residen. Dua sampai tiga tahun ditempuh dengan belajar dan belajar. Waktu libur digunakannya untuk bekerja paruh waktu disebuah cafe dekat rumah sakit di kota Beijing.
Hari ini musim libur, banyak wisatawan lokal maupun non lokal alias internasional banyak mengujungi kota ini. Otomatis cafe kecil tempat Alona bekerja menjadi ramai. Sebagai kasir pukul enam pagi dia sudah berada dicafe membersihkan cafe, mengatur setiap yang dibutuhkan bahkan membersihkan kaca dan lantai cafe dilakukan dengan baik. Jika pelangan baru yang datang nongkrong mereka tidak tahu bahwa dia adalah seorang dokter yang sedang belajar menjadi dokter spesialis. Shif kerja Alona hanya sampai jam lima sore. Dia biasa beristirahat satu jam sebelum dinas malam di IGD rumah sakit Peking sebagai dokter Residen.
Pukul tujuh lewat tiga puluh menit rombongan pria berjumlah empat orang datang dicafe ini.
"Katanya disini ada pekerjanya orang Indonesia." ketika mereka bertanya kepada weiters yang bertugas, empat orang itu matanya tertuju kepadanya di meja kasir. Alona yang tidak tahu dia menjadi pusat perhatian hanya bekerja seperti biasa saja.
Dari cara mereka berdialog, Alona bisa tahu bahwa dimeja empat itu orang Indonesia. Namun dia hanya menikmati mereka berbicara, mengobati rasa rindu akan tanah air karena dia sudah hampir tiga tahun berada dikota ini.
"Orang Indonesia?"
"Ya, Bali."
"Jefry, kamu siapa?"
"Alona."
"Yang pake kaos putih itu Xavier juga orang Indonesia sedangkan yang dua orang Cina."
"Oooooo senang bertemu denganmu."
"Sekolah? Atau tenaga kerja?" Alona tersenyum. "Sekolah sambil bekerja."
"Senang bertemu denganmu Alona."
"Sama - sama, semoga bisa bertemu denganmu lagi." Jefry orang Indonesia dan Xavier juga, namun Alona tidak tahu tujuan mereka ada di kota Beijing. Jefry ramah dan mudah bergaul sedangkan Xavier cuek orangnya.
Satu minggu kemudian, waktu Alona sedang berdinas pagi di IGD dia kembali melihat sosok dua orang Indonesia yang menggunakan seragam tentara di rumah sakit. Jafry yang supel dan ramah langsung menyapanya.
"Alona, are you a docter?"
"Ya, dokter residen sedang ambil spesialis."
"hebat sekali. Masih ingatkan sama saya?"
"Jefry dan teman kamu?"
"Xavier." Laki - laki cuek itu langsung menyebut namanya dan menyalami tangan Alona. Inilah kali kedua mereka bertemu. Selanjutnya mereka tidak bertemu lagi sampai Alona menyelesaikan program dokter spesialisnya dengan gelar spesialis penyakit dalam. Waktu wisuda mama dan papa Alona hadir, merasakan sukacita dan kebanggan atas keberhasilan anak perempuan mereka dokter Alona Timothy Sp. Penyakit Dalam.
Alona sudah kembali ke Indonesia, sementara dia masih di Jakarta mengurus surat - suratnya untuk mengikuti penempatan dokter spesialis di daerah terpencil. Oleh sahabatnya sesama dokter ditawarkan menjadi dokter di rumah sakit swasta yang ada di Jakarta, namun Alona juga lewat kenalan mamanya ditawarkan untuk melayani di rumah sakit yang ada dikota Denpasar tempat kelahirannya.
Setelah semua surat dilengkapi di kementrian kesehatan, Alona memutuskan untuk pulang ke kota kelahirannya di Denpasar. Sambil menunggu surat permohonannya menjadi dokter di daerah terpencil dijawab, Dia mengabdikan dirinya di rumah sakit daerah sebagai dokter kontrak.
"Jadi lari pagi di pantai non."
"Jadi papa, sudah lama tidak olah raga. Kapan papa selanjar?"
"Minggu depan non, ada kelas turis Australia. Mau gabung?"
"Lihat jadwal pa, tetapi kalau tidak sibuk weekend baru gabung." Selesai ngobrol dengan papanya, dia langsung menggunakan motor maticnya. Dengan baju pantai, Celana pendek berwarna coklat dan baju kaos berwarna putih. Serta tas goodie bag mengisi laptop, ipad dan handphone serta pakaian ganti dan perlengkapan mandi. Seperti dia akan menitipkan barang tasnya pada cafe viral milik temannya.
Pukul tujuh Alona sudah tiba, cafe sudah ada pengunjung. Alona langsung bertemu Sisca sahabatnya waktu sekolah. Sisca dan Anton adalah berpacaran dari sekolah menengah atas sampai sekarang membuka usaha bareng, yang puji Tuhan usahanya ini laku keras. Sudah bertahan sudah lebih dari empat tahun.
Anton sedang berbicara dengan Xavier saudara sepupunya. Waktu Alona masuk, pandangannya tertuju kepada sosok Alona yang terus melangkah mencari Sisca pacarnya Anton, sahabatnya Alona.
"Mingkem mas. Lalat masuk." Muka Xavier masih seperti orang kebinggungan, dia merasa seperti mengenal cewek yang baru lewat, tetapu lupa dimana. "Itu Dokter, baru pulang dari China sekolah spesialis penyakit dalam."
"Oooooo Alona Timothy."
"Kamu kenal?"
"Dua kali bertemu di Beijing China." Orang yang dibicarain sudah keluar dari cafe,dan langsung lari pagi di pinggir pantai. Mata Xavier tidak berpindah dari sosok Alona sampai dia berlari jauh di sepanjang pantai.
"Sahabat Sisca. Jago selancar, papanya punya sekolah bagi yang mau belajar. Zoe sudah kembali dari pantai dan bajunya sudah basah karena selesai berenang.
"Hai Thon, aku langsung kebelakang ya?"
"Oke, Sisca ada di belakang juga." Sepuluh menit Sisca dan Alona sudah didepan. Alona membantu Sisca mengantar pesanan kopi pelanggan. Setelah pengunjung yang banyak sudah dilayani dengan baik, Alona memilih duduk di pingir pantai beralasankan handuk besarnya sambil menikmati kopi dan mengerjakan beberapa tugasnya. Xavier hanya bisa mengamati.
Diakuinya secara penampilan Alona gadis yang menarik, dengan postur tubuh seratus tujuh pukuh empat senti meter, dan kulit tubuhnya berwarna coklat tua, menambah kesan anggun dari setiap penampilannya. Baju apapun dikenakan tubuh Alona selalu tampak bagus, elegan dan berkelas. Pukul sebelas siang Alona sudah pamit kepada sahabatnya Sisca dan menuju bangku paling pojok disitu ada Xavier yang sedang membicarakan bisnis.
"Pak bos, aku pulang ya. Terima kasih buat pelayanannya."
"Sama - sama dokter manis."Sambil mengedipkan matanya kearah Alona.
"ngak tertarik aku sama kedipanmu?" Alona langsung memukul lengan Anthon. Langsung dia memeluk Anthon. Ketika hendak keluar Anthon memperkenalkan Xavier lagi.
"Kenalkan ini temanku Kapten Xavier Anthonio."
"Ahk, sudah kenal kami sudah perna bertemu? Senang bertemu lagi." Xavier berpura - pura tidak mengenal. Dia cuek. Ketika Alona mau berjabat tangannya. "Ooooooo sori, ternyata saya salah orang." Xavier tersenyum waktu melihat Alona yang mukanya sudah merah. Xavier sebenarnya mau mengerjainnya.
Alona yang sudah malu, akhirnya memilih meninggalkan cafe dan kepedean dirinya yang mengaku mengenal sosok misterius Xavier.
Sebulan Alona melayani di rumah sakit umum di kota Bali. Hari ini adalah hari terakhir menjalankan tugas sebagai dokter kontrak. Karena besok dia harus ke Jakarta mengikuti serangkain pembekalan untuk ditempatkan menjadi dokter di darah terpencil dan konflik.
Tenaganya sebagai dokter spesialis penyakit dalam sangat dibutuhkan, bahkan ada beberapa keluarga berada di kota ini mengontraknya sebagai dokter pribadi atau dokter keluarga. Namun sebelum menjalankan tugas, Alona sudah memberitahukan bahwa dia sedang mengikuti program pemerintah yang bekerja sama dengan kesehatan dunia. Meskipun orangtuanya berkeinginan agar anak satu - satunya berdinas di sini, dekat dengan mereka.
Satu bulan mengikuti pembekalan, kesiapan mereka jika berada atau ditempatkan di daerah konflik. Dan dihari terakhir pembekalan mereka mendapat surat keputusan untuk ditempatkan dimana dan langsung menanda tangani kontrak kerja. Alona Timothy mendapat tempat penugasan di perbatasan Kalimantan dengan Malaysia. Dari kota menuju ke daerah perbatasan ada enam sampai tujuh jam perjalanan menggunakan mobil.
Tim Kalimantan yang terdiri dari dua dokter dan tiga ners, dari tiga orang ners ada satu bidan. Dari Jakarta mereka menggunakan pesawat sampai di Pontianak sekitar satu jam lewat empat puluh menit.
Sehari sebelum kedatangan tenaga medis di posko militer sudah ada nama - nama dokter dan ners yang bertugas Diantara dua dokter yang di tempati disana di daerah perbatasan ada nama dokter Alona Timothy, Sp. Penyakit Dalam. Letnan satu Jefry Atmajaya dan Kapten Xavier Anthonio melihat satu dengan yang lain, karena bagi mereka ini nama yang tidak asing ditelinga mereka.
"Apakah ini dokter Alona yang di Beijing, Kapten?"
"Dari namanya sih, kita kenal tetapi banyakkan nama Alona dan menjadi dokter di bumi ini?" Jefry tidak tahu, bahwa sebelum di ditugaskan ke Kalimantan Xavier perna bertemu dengan Alona di pulau Bali. Perasaan mereka bahwa Alona itu orang yang sama yang mereka kenal.
Pagi - pagi sekali anggota tentara yang ditugaskan untuk menjemput tenaga medis sudah bertolak menuju ke kota dengan dua kendaraan. Waktu rombongan yang keluar dari ruang penjemputan, diantara lima orang itu yang terdiri dari tiga orang laki - laki dan dua orang perempuan. Terlihat satu perempuan yang menonjol karena parasnya. Dia adalah Alona Tomothy. Xavier dan Jefry mengenal betul. Karena menggunakan masker jadi Alona tidak mengenal dua perwira ini.
"Mohon ijin, apakah mau langsung ke lokasi atau kita bermalam dulu."
"Menurut bapak - bapak, apakah masih bisa kita kesana dijam sekarang?"
"Selesai makan siang kita lanjut perjalanan. Kemungkinan kita sampai disana pukul enam sore." Maka rombongan yang terdiri dari empat orang tentara dan lima orang tenaga medis mampir sebentar untuk makan siang dan mengurus keperluan tentara di markas tentara angkatan darat di kota ini, serta membeli cemilan buat mereka di salah satu mini supermarket.
Sepanjang mata memandang, terlibat pohonnan tinggi yang tubuh, sepanjang jalan menuju Desa sampan tempat mereka akan berdinas. Rombongan tim medis tahu, kalau puskesmas mereka bersebelahan dengan pos tentara.Dokter Alona bersama Bidan Cila berada disatu mobil dengan Xavier dan Jefry. Alona belum mengetahui siapa sebenarnya Vier dan Jef karena itu nama yang tertulis di seragam mereka. Sementara dokter Iwan, Ners Zaki dan ners Soni bersama dua anggota berpangkat sersan Ahmad dan Zaki juga namanya.
Waktu makan direstoran kami sudah punya panggilan buat Zaki ners dan Zaki tentara. Sementara kami makan, kedua perwira tidak ikut serta karena mereka mau ke kantor pusat di kota Potianak melapor dan mengambil Bama.
Pukul enam sore lewat dua puluh menit kami tiba di desa Sampan. Kepala desa menyambut kami. Dan rumah dinas yang berada di sebelah puskesmas sudah dibersihkan. Disana ada satu penjaga puskesmas dan dia juga seorang ners laki - laki bernama Silas. Jadi kami tenaga medis ada enam orang di puskesmas di desa Sampan. Karena sudah sore kami diijinkan untuk membersihkan diri kemudian makan malam yang sudah disiapkan oleh ibu kepala desa. Sedangkan posko tentara berada didepan puskesmas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!