NovelToon NovelToon

Langit Wonosobo

Diam-diam menyusul Galih

   " Aku, wanita yang kamu sebut namanya dalam janji suci di hadapan Tuhan, tapi kamu begitu egois, kamu tidak menepati janji yang kamu buat sendiri, mas!" suara itu menggema di rumah besar milik Galih suaminya Arumni.

   Arumni berteriak dengan lantang, ketika ia mengetahui bahwa, Galih, suaminya sendiri sudah menikahi wanita lain, setelah Galih sukses menduduki posisi sebagai manager di salah satu perusahaan ternama di Jakarta.

Arumni menyusul Galih ke Jakarta dengan niat ingin memberi kejutan, karena janji Galih dua tahun silam tak kunjung ditepati. Dua tahun yang lalu sebelum Galih pergi, Galih berjanji akan membawa Arumni ke Jakarta, setelah Galih sudah memiliki rumah di sana.

Selama dua tahun itu tidak ada yang berubah dari Galih, ia masih menyayangi Arumni seperti biasa, menelpon setiap saat hanya sekedar menanyakan hal yang tidak terlalu penting, uang bulanan selalu Galih berikan, Galih juga sempat beberapa kali pulang meskipun hanya sehari semalam saja, karena terikat pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Sebagai seorang suami, Galih nyaris sempurna, bertanggungjawab penuh hingga membuat Arumni merasa syok saat mengetahui bahwa Galih telah menikah kembali.

  " Arumni!" Galih meraih tangan Arumni yang hendak keluar dari rumah baru Galih, sementara ia baru saja sampai pagi itu.

Tidak bisa dipungkiri, Arumni masih sangat mencintai suaminya itu, meski ia sangat kecewa dengan tindakan Galih. Cairan bening yang mengenang pun membasahi pipi, saat Galih memeluknya erat.

" Tolong maafkan aku mbak! Semua tidak seperti yang orang kira, pernikahan kita karena situasi yang membuat kita rumit." Mita istri kedua Galih itu mencoba menjelaskan.

Arumni hanya diam menutup mata dipelukan sang suami, bibirnya bergetar, tangisnya seketika pecah, kala ia melihat wanita cantik berkulit putih itu tengah duduk sambil memegangi perutnya yang buncit.

" Maafkan aku, tolong mengerti situasi ini, Arumni."

Arumni melepas pelukan sang suami, " Tapi dia sampai hamil mas!" ucapnya seraya terisak dalam pelukan sendiri.

" Tapi kamu tetap istri ku, yang sah secara negara dan juga agama, aku masih memberi mu nafkah secara lahir dan batin, Arumni."

Hening!

Tidak bisa dipungkiri, Galih memang seorang suami yang bertanggung jawab penuh pada Arumni, namun entah mengapa dia sampai menikahi wanita lain, hal itu yang membuat Arumni tidak bisa menerima kenyataan. Arumni menjatuhkan tubuhnya ke sofa, duduk menutup wajahnya, dibalik telapak tangan itu ia terus melelehkan butiran kristal.

Mita, istri kedua Galih yang tengah hamil besar itu, berlutut dihadapan Arumni, meski ia terlihat kesulitan saat di posisi itu dalam perutnya yang membesar.

" Ijinkan aku meminta maaf, mbak. Pernikahan aku dan mas Galih hanya karena kesalahpahaman saja, tidak benar-benar sengaja melakukannya, mbak." ucapnya sambil memegang kedua tangan Arumni.

Isak tangis Arumni kembali menggema di ruangan itu, ia bahkan tidak pernah menyangka, suami sebaik Galih tidak menjamin kesetiaan, namun semua sudah terjadi, dan wanita itu tengah hamil anak dari sang suami.

" Tapi aku tidak bisa menerima kenyataan ini. kamu tidak perlu bersujud, aku akan pulang ke Wonosobo dan mengurus perceraian ku dengan mas Galih." ucapnya sambil menyeka air matanya.

" Arumni, tolong pikirkan lagi. Aku tahu kamu sedang kecewa, dan merasa sangat terpukul dengan sikap ku, kita bisa bicarakan ini baik-baik." sebuah penyesalan terbit di wajah Galih.

" Tidak perlu, mas. Apapun alasan yang akan kamu berikan, tidak akan merubah keputusan ku. Maafkan aku harus pergi!"

Arumni beranjak keluar dari rumah Galih, Galih berusaha mengejarnya, namun keputusan Arumni tidak bisa di rubah.

" Baiklah, Arumni!" teriakan Galih membuat langkah Arumni terhenti. " kamu boleh mengambil keputusan mu sendiri, aku memang bersalah, tapi bagi ku kamu tetap istri yang aku cintai!"

" Mas Galih..!" Wanita berkulit putih itu memanggil seraya memegangi perutnya yang terasa sakit akibat kontraksi palsu.

Arumni menoleh cepat. Galih bingung antara mengejar cinta Arumni istri pertama yang sangat ia cintai, atau menolong istri kedua yang tengah kesakitan.

Galih pun meraih tangan Arumni, " jangan pergi dulu, Arumni! Aku mohon! Kita bisa bicarakan ini dengan kepala dingin, jangan ambil keputusan saat marah."

Arumni mengibaskan tangannya dengan kencang hingga terlepas dari genggaman Galih, lalu ia pergi begitu saja membawa kembali tas rangsel berisi beberapa potong pakaian yang ia bawa dari kampung, padahal Arumni baru saja sampai di pagi itu.

Galih masih ingin mengejar Arumni, namun tidak jadi, saat ia menatap Mita tengah kesakitan memegangi perutnya sambil duduk di lantai.

Tidak ada pilihan lain, Galih akhirnya memilih menolong Mita, dan membiarkan Arumni pergi membawa rasa sakitnya.

***

Arumni kembali memasuki terminal bus Pulo Gadung, memesan tiket menuju Wonosobo, ia harus menunggu hingga sore tiba, agar bus berjalan menuju Wonosobo.

" Tega sekali kamu, mas! Pantas saja kamu tidak menjemput ku saat kamu sudah sukses, semua sangat tidak sesuai dengan janji yang sudah kamu buat sendiri, mas!" bisiknya dalam hati.

Arumni menunggu keberangkatan bus di sebuah warung yang berada di dekat sana. Ia terus menyeka airmata yang tidak bisa ia hentikan, bahkan Arumni tidak peduli pada orang-orang yang menatapnya.

Uang bulanan yang ditransfer Galih setiap bulannya memang cukup besar, namun tindakan Galih menikahi wanita lain membuat Arumni tidak bisa terima. Wanita itu pun lebih memilih kembali pulang ke kampung halaman.

Tepat pukul empat sore, bus berjalan menuju Wonosobo. Kepulangannya yang terlalu cepat mungkin akan membuat ibu dan bapak mertua Arumni merasa khawatir, namun Arumni akan menjelaskannya nanti setelah sampai di sana.

**

Di sepanjang perjalanan Jakarta - Wonosobo, Arumni terus bertanya pada dirinya sendiri.

" Apa yang kurang dari diriku? Jika memang mas Galih tidak mencintai ku, kenapa dulu dia begitu ngotot meminta restu pada ibuku? Apa alasannya sampai menikahi wanita lain? Apa yang kamu pikirkan, mas?"

Arumni terus menyeka air mata yang tidak mau berhenti itu, hingga membuat seseorang yang duduk disampingnya merasa bingung, ingin bertanya namun tidak berani.

***

Kembali ke kampung halaman

  Awalnya Arumni berpikir, setelah mengetahui Galih memiliki istri baru, ia akan pulang dan mengakhiri hubungannya dengan Galih. Namun setelah dipikir-pikir lagi tidak jadi, karena Arumni memikirkan bagaimana orang tuanya akan mengkhawatirkan dirinya, belum lagi bapak dan ibu mertuanya yang sangat baik, dan juga Galih suami yang tidak memiliki kekurangan, bahkan menikahi wanita lain pun menurut Arumni bukan kesalahan, dibandingkan Galih berselingkuh.

  Arumni akan berusaha tegar, dan bersikap tenang saat pulang ke rumah mertuanya, agar mereka tidak merasa khawatir.

  Pukul lima pagi Arumni sampai di rumah mertuanya, mereka memang masih tinggal satu rumah dengan orang tua Galih, oleh sebab itu Galih merantau ke Jakarta untuk merubah nasib, dan ingin memiliki rumah sendiri. Memang nasib mereka berubah, namun bukan itu yang mereka harapkan.

   " Arumni, kenapa kamu pulang secepat ini? apa kamu tidak menemukan alamat Galih? Atau kamu malah bertengkar dengan Galih?" tanya Bu Susi, ibunya Galih, saat Arumni memasuki rumah.

  Belum sempat Arumni menjawab, Pak Arif, bapak mertuanya yang berprofesi sebagai guru SMP itu menyambung pertanyaan. " iya Arumni, ada apa? Apa kalian bertengkar di sana dan kamu langsung pulang?"

  Arumni menggelengkan kepalanya pelan, agar tidak membuat mereka bertanya-tanya, Arumni mengulas senyum lalu memberi alasan, meskipun alasannya kurang masuk akal.

  " Ngak papa pak, bu, mas Galih itu ternyata sangat sibuk, pantas saja belum bisa bawa aku ke sana. Lebih baik aku pulang saja dari pada di sana tapi susah ketemu mas Galih." ucapnya sambil menaruh tas ransel yang ia bawa kemarin.

  " Tapi Galih sudah punya rumah sendiri di sana, kamu bisa beristirahat di rumah baru kalian, sambil menunggu Galih pulang." kata Bu Susi sambil membawakan secangkir teh hangat untuk Arumni yang baru saja pulang.

  " Terimakasih, bu!" ucapnya saat menerima teh hangat buatan Bu Susi.

  " Ibu benar Arumni. Seharusnya kamu tinggal saja di sana, suami istri itu kalau bisa jangan sampai terpisah lama." ujar pak Arif.

  Arumni menyesap tehnya, " Tapi aku lebih betah di Wonosobo, pak. Di Jakarta sangat panas, aku benar-benar tidak betah." Alasannya.

  " itu karena kamu belum terbiasa, Arumni. Coba kamu tinggal beberapa hari lagi, pasti kamu akan betah." kata ibu.

  " iya sih, bu. Akan aku pikirkan lagi." ucapnya sambil berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

  **

  Bu Susi dan pak Arif merasa curiga pada alasan Arumni yang kurang masuk akal itu.

  " Pak, ibu rasa Arumni bertengkar dengan Galih, jika tidak mana mungkin dia langsung pulang, Jakarta itu jauh loh, belum lihang capeknya Arumni sudah langsung pulang." bisik bu Susi sambil melirik ke dalam, takut Arumni mendengar.

  " Bapak rasa juga begitu, bu. Suami istri itu pasti akan betah tinggal di mana saja asalkan bersama." Lirih pak Arif.

  " Ya sudah, nanti ibu akan cari tahu."

  " Cari tahu lewat siapa, bu?"

  " Ibu akan bertanya pada Galih."

  " Halah, mana mungkin Galih mengaku kalau mereka bertengkar."

  " Iya juga sih pak. Tapi apa salahnya ibu coba."

   Tak terasa obrolan mereka sudah melewati satu jam, pak Arif harus segera berangkat ke sekolah tempatnya mengajar dengan mengendarai motor bututnya.

  Sementara bu Susi memiliki kios pakaian yang tidak terlalu besar di salah satu pasar yang ada di Wonosobo. Bu Susi menghabiskan hari-harinya di pasar, sementara Arumni yang mengurus rumah, membersihkan rumah dan memasak untuk mereka.

  Setelah keberangkatan bapak dan ibu mertuanya, Arumni merasa sepi sendiri, ia jadi teringat tentang suaminya yang ternyata sudah menikah lagi, Arumni terus menangis meski ia sedang menyapu, mengepel lantai, memasak, mencuci, bahkan saat ia sedang makan.

   Arumni tidak bisa membayangkan bagaimana suaminya tidur dengan istri keduanya yang berkulit putih itu.

  " Kenapa kamu tega melakukan ini mas?" teriak Arumni sambil menutup mulutnya dengan bantal agar suaranya tidak sampai terdengar tetangga.

  Ponselnya tiba-tiba berdering, tidak lain itu dari sang suami yang baru saja melukai perasaannya. Tak ingin mengabaikan meski Galih telah menyakiti hatinya, ia segera mengeser tombol hijau demi menghubungkan panggilan.

   " Kamu menangis?" tanya Galih di ujung telepon.

  Hening!

Arumni harus menunggu beberapa saat agar dirinya dapat bicara dengan tenang.

  " Ada apa, mas?" ucapnya.

  " Kamu pulang ke mana?" Galih ingin memastikan.

  " Ke rumah mu." jawabannya singkat.

  Mendengar ucapan Arumni yang mengatakan pulang ke rumahnya, membuat Galih dapat bernapas lega, itu tandanya Arumni bisa menerimanya meski pelan, dan Galih tidak perlu bercerita pada kedua orang tuanya.

  " Terimakasih ya, Arumni?"

  Tak ada sautan dari Arumni, hanya Isak tangis yang terdengar.

  " Aku tahu kamu sakit, kamu harus tahu kenapa aku sampai menikahi Mita. Saat itu-"

  Arumni memotong pembicaraan. "Jangan beri alasan apapun, mas. Aku tidak akan kuat mendengarnya. Kamu tenang saja, aku tidak akan beri tahu sama bapak dan ibu."

  " Maafkan aku, ya." ucapnya dengan napas tercekat, jika saja Galih seorang wanita mungkin dia akan menangis meraung-raung. " Aku akan pulang dalam beberapa hari lagi." katanya.

  Tak kuat berlama-lama mengobrol dengan pria yang baru saja mematahkan hatinya, Arumni menutup telepon tanpa pamit.

**

Baru saja Arumni menutup telepon, dan Galih masih dalam keadaan yang sulit untuk diungkapkan, ponsel Galih berdering, tidak lain itu dari sang ibu, Galih sudah tahu maksud dari ibunya menelpon, sudah pasti akan bertanya kenapa Arumni kembali begitu cepat.

Bu Susi harus mengulang tiga kali panggilan agar terhubung dengan anak semata wayangnya itu. Sementara Galih bingung harus memberi alasan apa. Galih terpaksa mengeser tombol hijau demi menghubungkan panggilan dengan ibu.

" iya, bu." jawabnya lesu.

" Galih, apa kamu benar-benar sibuk seperti yang Arumni katakan? ibu harus mengulang-ulang panggilan agar kamu menjawab, kenapa Galih? Sesibuk apa kamu?"

" Maaf ibu, aku habis dari toilet."

" Dengar, ibu akan bertanya dan kamu harus menjawab."

" Ada apa sih, ibu? Kenapa ibu terdengar serius?"

" ibu memang sedang serius! Kenapa Arumni pulang secepat itu? Ibu rasa dia belum sempat duduk di rumah mu, tapi kenapa sudah kembali lagi? Apa kalian bertengkar?"

" Aku memang sibuk ibu. Mungkin Arumni merasa bosan di Jakarta, makanya dia lebih memilih pulang."

" kalian ini terlalu lama berpisah, bertemu pun hanya sesaat, tidak baik jika seperti ini terus, Galih!"

" Aku mengerti, bu. Beberapa hari lagi aku akan pulang, aku akan membujuk Arumni agar tetap tinggal bersama ku."

" Benar ya! Ibu tidak mau kalian terus-terusan pisah. Kalian ini suami istri harus saling memberi dukungan dan hidup bersama-sama."

" Iya bu!"

panggilan pun terputus. Ucapan ibu membuat Galih berpikir, bahwa Arumni belum mengatakan apapun pada keluarganya. Galih merasa lega, mungkin pelan-pelan Arumni akan mengerti, dan jika Arumni mau, Galih akan menceraikan Mita setelah Mita melahirkan, agar hubungannya dengan Arumni harmonis kembali seperti sebelum Arumni mengetahui semua itu.

***

Galih pulang ke Wonosobo

  Galih pulang ke Wonosobo mengunakan mobil mewah milik bos di perusahaan tempatnya bekerja, Galih belum bisa mengumpulkan uang untuk membeli mobil sendiri, karena uangnya sudah habis untuk membeli rumah dan membiayai istri barunya yang tengah hamil besar.

   Mobil Galih melaju membelah keramaian kota, ia tak sabar ingin mengajak Arumni kembali ke Jakarta. Entah apa yang terlintas dipikiran pria itu, sampai hati melukai perasaan istri yang sangat ia cintai.

  Dulunya Galih selalu antar jemput saat Arumni masih duduk di bangku sekolah SMA, Arumni merupakan gadis tercantik di sekolah dan di kampungnya, Arumni juga cinta pertamanya, meskipun sempat sulit mendapat restu dari orang tua Arumni karena Galih hanya seorang mahasiswa yang belum diketahui masa depannya.

**

  Galih sampai di rumah saat bapaknya sudah berangkat mengajar, sementara Arumni dan ibunya tengah asyik menikmati teh hangat yang dipadukan dengan lemon segar, mereka duduk di depan televisi.

  " sepertinya ada suara mobil di depan rumah kita ya, Arumni?" kata bu Susi.

  "Iya, bu. Apa mungkin itu mas Galih?"

  Ibu dan Arumni bergerak ke luar rumah, dan benar saja itu Galih. Tak ingin membuat ibu merasa cemas, Arumni bersikap seperti biasa, mencium tangan Galih dan membawakan barang bawaan Galih. Galih mencium tangan ibunya dan saling menanyakan kabar.

   "Mau dibuatkan minum apa mas?" tanya Arumni.

  "Tidak usah Arumni, ini teh punya mu kan?" Galih menunjuk teh yang ada di meja, "biar aku minum ini saja." Belum sempat Arumni menjawab Galih sudah menyesapnya.

  Ibu tersenyum lega saat melihat mereka bersikap seperti biasa, itu tandanya tidak ada masalah diantara mereka.

  "Jam berapa kamu dari sana Galih?" Tanya ibu.

  "Masih sore bu, sedikit ada kemacetan makanya baru sampai. Oh ya Arumni, tolong siapkan air panas ya, perjalanan malam tadi rasanya melelahkan."

  "Baik mas." Arumni berjalan ke dapur untuk menyiapkan air panas dan juga sarapan untuk sang suami.

  Ibu melirik ke belakang untuk memastikan Arumni tidak mendengar percakapan mereka.

  "Galih, ibu rasa sebaiknya kamu membujuk Arumni agar tinggal bersama mu di Jakarta. Kalian ini suami istri, tidak baik jika hidup terpisah terus, memangnya mau sampai kapan?" Lirih bu Susi.

"Iya, bu. Aku pikir juga begitu."

  " Baiklah kalau begitu nanti ibu ke pasar kamu bujuk Arumni, ya? pastikan dia benar-benar mau mempertimbangkan hal ini, akan lebih bagus jika kalian terus hidup berdampingan."

  Galih menganguk.

   "Air panasnya sudah siap, mas!" kata Arumni. "Aku lanjut masak dulu ya, mas?"

  "Iya, Arumni, makasih ya?" Galih pun bergegas ke kamar mandi.

  "Galih!" panggil ibu. "Kamu mau bawa apa kalau pulang ke Jakarta? Biar sekalian ibu bawakan dari pasar."

  "Tetangga ku minta bawain karika yang sudah jadi minuman, bu. Tolong ibu belikan yang itu aja ya, bu?"

  "ya sudah, ibu berangkat dulu ya? Soalnya ada yang mau ambil pesanan pagi ini. Ibu berangkat dulu ya, Arumni?"

  "iya, bu!" jawab Arumni.

  Setelah Bu Susi berangkat ke pasar, Arumni menunduk saat di depan Galih, ia tak mau menatapnya sedikit pun. Hati Galih bagai tersayat sembilu, perihnya melebihi caci maki dari Arumni.

  Galih menghalangi jalan Arumni, "tolong katakan sesuatu!"

  "Airnya nanti keburu dingin."

  "Aku tidak peduli dengan air, Arumni. Tolong katakan sesuatu, apa kamu tidak ingin memarahi aku? Kamu bisa memukul ku dengan kayu ini sekuat tenaga!" Galih mengambil kayu bakar yang cukup besar. "Pukulah! Aku tidak akan melawan, Arumni. Tapi kamu jangan mendiamkan aku seperti ini."

  Arumni menghunus tatapan tajam dengan mata kemerahan dan sedikit berair. "Memangnya kamu pikir dengan aku memukul semua akan kembali seperti semula?!" ucapnya sambil mendorong dada Galih dengan sekuat tenaga, amarahnya berapi-api. "kamu jahat, kenapa kamu setega ini padaku." Tangisnya pun pecah.

  Galih hanya berdiri tercengang menatap sang istri dengan amarah meledak-ledak.

  Arumni menangis terisak-isak, ia terduduk di lantai. Hal itu membuat hati Galih bagai teriris, Galih memeluk Arumni dengan sangat erat, ia semakin mengunci ketat pelukannya meskipun Arumni terus memberontak.

  "Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku!" ucapnya dengan penuh penyesalan sambil menciumi pipi Arumni. Galih terus memeluknya sampai Arumni dapat merasa sedikit lebih tenang.

  "Apa yang sudah kamu lakukan, mas? Kenapa kamu menyakiti aku?"

  "Aku tahu Arumni! Aku hanya berusaha hidup sebaik mungkin, tapi aku terjebak dalam situasi ini. Andai saja aku tidak menolong Mita waktu itu, mungkin warga tidak akan salah paham dan menikahkan kita!"

  "Tapi Mita hamil anak mu, mas!"

  "Aku tahu aku salah, Arumni. Tapi aku mohon jangan berteriak di sini, tetangga akan tahu."

  Arumni pergi ke kamar, ia menangis sekuat tenaga sambil menutup wajahnya dengan bantal. Galih jadi merasa bingung, ingin membujuk Arumni dalam keadaan seperti itu sudah pasti hanya akan membuatnya semakin sedih dan marah. Tak ingin membuang waktu, Galih segera ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh yang lelah akibat perjalanan jauh.

   Sedikit merasa lebih tenang, Arumni membasuh wajahnya di wastafel. Ia berkali-kali membasuh wajahnya demi mengurangi amarahnya, hingga ia menatap pantulan wajah Galih dari cermin saat Galih keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit di pinggangnya.

  Arumni mengulas senyum, dan Galih menatapnya di cermin. "Maafkan aku yang tidak bisa mengendalikan diri ya, mas?"

Galih menelan savila, ia memeluk Arumni dari belakang. "Bukan kamu yang salah, Arumni. Bahkan jika kamu menusukkan pedang ke dadaku pun, tidak akan sebanding dengan luka yang sudah aku beri."

keduanya jadi menangis karena terjebak dalam situasi sulit di pernikahan mereka.

"Semua sudah terjadi, mas. Menyesali pun akan percuma." Napasnya tercekat saat mengatakan. "Aku hanya akan memperkuat diriku untuk menghadapi semua ini, aku akan menganggap ini sebagai ujian. Aku akan mencoba bertahan, sampai aku tidak sanggup lagi." Tangisnya kembali pecah.

Galih memindah posisi Arumni menjadi berhadapan dengannya, ia menyilakan rambut Arumni secara perlahan. "Aku pulang bukan untuk membuat mu menangis." Galih pun mengecup kening Arumni, kelopak mata kanan dan kiri dengan lembut.

Arumni mengulas senyum. "Boleh aku minta sesuatu, mas?"

"Katakan!"

"Bawa aku ke tempat dimana kamu sering menyuruh ku untuk meninggalkan jam pelajaran, sampai orang tua ku di panggil ke sekolah." ucapnya sambil tertawa kecil.

Galih jadi ikut tertawa. "Iya, aku ganti baju dulu, ya?"

"Mas Galih!”

"Iya, yang!" jawaban itu tiba-tiba terucap dari bibir Galih. Keduanya jadi terbawa suasana tiga tahun silam, sebelum mereka terikat pernikahan.

Arumni jadi tersenyum malu kala ia mengingat tentang masa itu. "Aku cuma mau bilang, jangan lupa bawa uang ya! Aku tidak mau saat kita jajan ternyata dompet mu tertinggal, kan jadi terpaksa aku yang bayar."

Arumni seolah mengingatkan Galih ke masa itu. Bahkan Arumni menangis sambil tertawa saat mengatakannya. Membuat Galih ingin memeluknya lebih erat.

...*****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!