NovelToon NovelToon

JUST TO MEET

#1. Ber-ending saat baru mulai

Diary of Jane. 1

"Arka!"

Rasanya sudah 8 oktaf Jane Radista berteriak tapi tetap saja orang yang di panggil tak akan menoleh apalagi menyahut, mustahil pula apabila si ganteng pangeran sekolah itu akan mendekatinya lalu bertanya, "Ya, kenapa?"

Hal mustahil untuk pengeran sekolah melakukan itu. Gengsi, katanya.

"Cieee, ada yang du cuekin!" Sindiran dari Riko itu lebih tepat di katakan makian, but Jane hanya bodo amat.

"Nyet, kasih gue duit dong!" tambah orang yang sama dan membuat Jane semakin kesal. Suaranya hampir hilang karena berteriak terlalu keras, demi apapun ia sudah setengah mati. Tekak lehernya berasa mau putus.

"Lo barusan panggil gue nyet?" Jane melirik tajam orang yang lebih tepat di sebut iblis. Ia mendengar dengan jelas, tapi rasanya tak afdol apabila tidak menanyakan ulang dan memberi kesempatan kedua pada iblis di sampingnya.

"Eh, koko keran, diem deh," solot Jane tak ingin di ganggu.

"Nama gue Riko, bukan Koko keran."

Jane menaikkan alisnya sekilas kemudian melengos pergi meninggalkan Riko. Urusannya aama gue apa yah?!

"Dengerin gue dong!"

"Gak, suara lo fals, males gue denger!" Jane acuh.

"Ceilah, anjrit banget sih lo!" bentak Riko tak terima suaranya dibilang fals oleh Jane.

Jane diam, dia lagi malas buat menanggapi Riko. Moodnya audah anjlok jatuh dan terjun payung lagi gara-gara di cuekin Arka si pangeran sekolah, sebenarnya gak di cuekin sih, dia cuma gak keliatan aja.

Kenapa coba gue mesti jatuh cintrong sama malaikat super ganteng yang kenyataannya udah punya pacar.

"Cara cepet mati gimana yah?" Jane menelengkan kepalanya, melihat lokernya yang berjamur dan hanya ada sarang laba-laba didalamnya. "Gue gak jelek-jelek amat kan?"

Disaat banyak cewek yang dapat sesuatu di lokernya pada hari pertama, Gue cuma ber-ending duduk di taman sambil liat laler terbang, kayaknya laler aja alergi sama gue.

Jane membatin frustasi.

Jane, peluk lutut lo, bayangin kalo lo lagi meluk dia, ah, halu deh lo. Malaikat jahat Jane keluar.

Jangan Jane, lo jangan mudah percaya sama malaikat bangst di samping lo, percaya aja suatu hari nanti lo bakal dapat pangeran.

Malaikat baik kini menghasut Jane.

Nanti.

Gak tau kapan.

Hari pertama Jane di SMA berakhir tragis.

Di loker Jane kosong, disaat dia liat si gendut dapat coklat dari dalam lokernya, dia juga berharap, tapi hasilnya hanya nikhil tanpa jejak.

Jane dapat kursi paling belakang di kelas, padahal terpampang jelas jika tubuhnya hanya setinggi 158 cm.

"Sabar, gue juga prihatin sama lo."

"Saking sebelnya gue sama dunia, gue sampai denger sebuah pencerahan dari malaikat." Jane Radista udah lelah, dia terlalu capek menghadapi dunia.

"Woy, gue orang!"

"Eh!" Jane hampir tak percaya dengan apa yang dia liat, terlalu dramatis mungkin tapi ya begitulah. "Oh, lo bang," ujar Jane kembali memeluk lututnya.

"Lo kenapa sih?"

"Gue jadi sad girl bang," rajuk Jane.

"Lo menyedihkan banget sih!" Sebuah elusan mendarat di kepala Jane. "Kenapa lo jadi sad girl disaat lo bisa jadi good boy?"

"Good boy? Lo kira gue cowok?" Jane mencebik, mana ada cewek yang mau di bilang good boy, Jane tidak masuk kategorinya.

"Gak, lo adek gue." Cowok yang merupakan kakak Jane itu merangkul leher adek ceweknya menggunakan cara sama seperti merangku cowok sebayanya.

"Bang," ucap Jane menengadah. "Gue gak jelek-jelek amat kan?"

"Pertanyaan konyol!" Sebuah hempasan mendarat di pundak Jane.

"Lah, jadi? Kalo gue cantik pasti gue udah punya pacar, seenggaknya gue dapat hadiah di loker gue," ujar Jane meringis, menyedihkan, memperhatikan, dan mengenaskan.

"Buat apa sih pacaran? Buat apa juga hadiah di loker? Gak guna."

"...."

Yang di omongin bang'ke ini memang bener, buat apa pacaran, buat apa hadiah, buat apa? Gak guna. Jane memikirkan kembali.

"Tapi gue juga mau ngerasain walaupun cuma sehari, di perhatiin sama cowok, di suapin, di peluk, di kasih coklat, dan lain-lainnya deh!" Jane frustasi, dia satu-satunya cewek di kelas yang menyandang status jomblo.

"Sama gue aja gimana?"

"Eh? Bang, lo gak perlu korbanin kesucian lo buat gue."

Kesucian? Maksudnya apaan? Kay mengerutkan keningnya. "Cailah, cuma suapin, sama kasih coklat, kalo cium gue cium kening aja, dan peluk ...."

"Bang kay," lirih Jane datar.

"Hm?" sahut Kay, kemudian dia memelototi Jane, "lo barusan panggil gue apa? Bang'ke?"

"Bang, Kay," Jane menekankan setiap katanya. "Tapi kalo bang'ke lebih baik deh," sambung Jane cepat.

"Dih lo, kurang ajar!" bentak Kay. "Lupain aja niat baik gue, bye."

Emang bang'ke punya niat baik apa? Jane menenggelamkan wajahnya di balik lipatan tangan yang ada di lututnya. Jane tak sadar barusan Kay mengajaknya pacaran satu hari.

"BANG KAY!" Jane segera bangkit dan langsung mengejar Kay, orang yang ia panggil langsung menepuk jidatnya dan menoleh.

"Bang—" mulut Jane di bekap oleh Kay.

"Panggil gue kak Kay! Jengah gue denger kata bang itu, apalagi waktu lo panggil gue lengkap pake nama!" gertak Kay.

Dih, kok serem. Jane membelalakkan matanya dengan lebar.

"Lo udah bikin gue malu, gue narik kata-kata gue tadi," Kay melepaskan tangannya dari mulut Jane.

***

Dah lah, emang nasib gue kayak gini, mau diapain lagi. Gue baru sehari sekolah di SMA, gue baru orientasi, tetapi kenapa gue langsung ber-ending?

Jane berjalan gontai ke halte bis kota sambil meratapi hari pertama masuk SMA nya, sesekali ia menendang kerikil tak berdosa yang ada di pinggir jalan.

Ia mendengar suara mesin mobil yang bergerak menjauh. Seketika ia mendongak dan membelalakkan matanya kala melihat bis umum yang ingin ia tumpangi sudah berjalan mendahuluinya.

"Bis!" Jane tunggang langgang berlari mengejar bis umum yang barusan melewatinya. Pertempuran di sore yang melelahkan memang, mesti sesak desakan di dalam bis, ralat, Jane naik angkot, bis nya udah mengkhianatinya dan meninggalkan dirinya sendirian.

Astaga Tuhan, bau apa ini.

Bau keringat, rokok, pesing, warna warni deh baunya, bayangin aja sekarang wajah Jane sudah membiru karena tidak tahan dengan baunya.

"...."

Baru saja ia keluar dari angkot sialan itu. Bajunya usah di guyur air cucian.

"Ah! ya tuhan, kenapa gue sial amat di episode pertama!" Jane mengibas ngibaskan bajunya yang basah kuyup karena seorang wanita tua membuang limbah cuci piringnya ke sembarang arah.

Sialnya itu mengenai tubuh dan seragam cangtip milik Jane.

***

#2. Hidup Salt

Diary of Jane 2.

Chat Raya dan Jane—

Raya:

Apaan sih lo, kaki kok di jadiin profil WhatsApp?

^^^Jane:^^^

^^^Hehe, gue males pajang muka gue.^^^

Raya:

Gue aja gak pake muka gue, Gue pake muka idola gue aw.

^^^Jane:^^^

^^^Siapa?^^^

Raya:

Taehyung lah bos.

^^^Jane:^^^

^^^Oh.^^^

Raya:

Jadi, lo gak di liat sama Arka tadi pagi?

^^^Jane:^^^

^^^Dih, boro-boro,^^^

^^^gue gak keliatan kali,^^^

^^^badan gue terlalu cute, uwu!^^^

Raya:

Badak lo! haha

^^^Jane:^^^

^^^ish, ngeselin banget sih lo!^^^

^^^emang lo di liat sama Arka?^^^

Raya:

Kagak, hehe.

^^^Jane:^^^

^^^Emang 'ban'gke lo!^^^

^^^haha, senasib aja lo masih ledekin gue^^^

Raya:

Dah lah, gue mau bocan dulu, bye.

^^^Jane:^^^

^^^Apaan bocan?^^^

Raya:

hmzzzz, bobo cantik zeyeng ....

^^^Jane:^^^

^^^oh.^^^

Jane menyimpan ponselnya di balik bantal, menatap langit langit kamarnya, menikmati suara hujan di malam hari. Biasanya hujan-hujan seperti ini ia bisa tidur dengan nyenyak dan sejenak juga melupakan semua masalah hidupnya, yang seakan tak pernah selesai dan berakhir. Jane mulai memejamkan matanya sebelum ia merasakan pipinya yang basah karena tetesan air.

"Air?" Kening Jane mengernyit heran melihat air di pipinya.

"Huwaaaa! tante! kamar aku bocor!" jeritnya meluhat ternyata atap kamar yang sudah lama tak di renovasi bocor.

Ya, sudahlah. Nasib Jane emang kurang baik hari ini, mungkin lebih tepatnya tiap hari dia bernasib buruk, tiada hari tanpa sial di hidupnya, kalau ada penghargaan manusia ter-sial di bumi, maka secara langsung akan di berikan pada Jane Radista.

Unlucky human appreciation on earth. Seperti itu bunyi penghargaan yang akan di dapat oleh gadis yang sekarang harus mengungsi di kamar Vera, kakaknya.

Make a wish, semoga, besok lebih baik dari hari ini, seenggaknya kesialan gue bisa berkurang satu aja gue udah bersyukur banget. Jane perlahan menutup mata. Demi warga bikini bottom, ia ingin sekali berasib baik.

.

.

Dari jendela kelasnya yang langsung tertuju ke lapangan basket, Jane menulis diary seperti biasa. Kadang ada hal yang tidak bisa di ungkapkan dengan cerita ke orang lain. Karena itu, Jane memilih alternatif buku diary untuk menuliskan semuanya. Termasuk si pangeran —Arka.

"Jane, lo liat apa sih?"

"Liat makhluk kesayangan Tuhan." Jane masih melihat keluar, sedangkan sosok disampingnya cuma ber'oh' ria —Raya.

Bedanya dia punya pacar, kalo jane, gak usah di bahas lagi, udah ketahuan. Jane berlebel SNI prediket jomblo ngenes sejagat.

"Dia itu ganteng banget yah." Raya ikut ikutan melihat sosok remaja lelaki berusia 15 tahun itu. "GGS," tebak Raya cepat.

"Apaan tuh?" tanya Jane polos.

"Ganteng Ganteng Sombong."

"GGTUAYP lebih tepatnya." Jane menggosok hidungnya yang gatal, Raya mengernyit sesaat, mencari pengertian dari perkataan Jane, sebelum akhirnya ia bertanya, "Apaan tuh?"

"Ganteng Ganteng Tapi Udah Ada Yang Punya, AHAHAHAHAH!"

"Alaah, serah lo deh, gue sih oh aja, kalo gak di oh atau di iyain, entar lo nangis, kalo lo nangis gue males tanggung jawab, males akut gue kalo udah berurusan sama makhluk kayak lo. Poin utamanya sih, kompeng mahal, kalo lo nangis gue males beliin lo kompeng."

"Jahat banget sih!" Jane mencebik, mending liat yang bening bening dari pada liat bunga di sampingnya —bunga jenis Raflesia Arnoldi. Wanginya bisa bikin mati sekampung.

Raya ikut-ikutan melongok ke jendela kelas, pandangannya mengikuti arah mata Jane.

"Itu Arka kan? Anak IPA 1?" tanya Raya. Lagi, perasaan barusan ngomongin Arka, udah nanya lagi.

"Iya, makhluk paling beruntung menurut gue."

"Gantengnya bisa bikin gue mimisan satu malam, bang'ke banget sih ada orang yang seganteng itu."

"Hmm," Jane sudah kehabisan kata-kata. "Gue kesel!" Jane menghantukkan kepalanya ke meja. "Seakan gue yang paling gak beruntung di dunia ini."

"Sabar bro, hidup lo gak seburuk itu, gue aja bisa be better," ujar Raya sambil melihat ponselnya. "Coba deh, lo cari cowok di medsos, kali dapat, kayak gue."

"Beneran?" Jane memasang seluruh indra di tubuhnya, dari mata sampai lidah. "Te-tapi, kan ... gue cuma punya satu medsos aja."

"Kurang gaul!"

Kok jahat yah, tapi ia sih, emang bener, Jane cuma punya satu medsos dan itu WhatsApp doang. Karena menurut Jane, medsos itu gak terlalu penting.

"Coba deh, lo bikin medsos lain, pajang foto lo."

Plis, jangan bilang foto, gue gak pinter jurusan per-foto-an apalagi per-selfian. Foto profil WhatsApp gue aja kaki.

Jane menelungkup di atas meja, "Gue gak minat," pasrahnya. Hidupnya tuh kayak sial banget, udah gak punya pacar, temen cuma satu, itupun jarang di sisi.

"Oh oke, terserah lo aja, gue gak maksa, kalo gue paksa entar lo nangis, kalo lo nangis ...." Sebelum segala celotehan dari Raya menyembur keluar, Jane lebih dulu menyumpal mulut Raya dengan segumpal kertas.

"Makan tuh! haha!" Jane menjulurkan lidahnya dan berlari.

GEDUBRAK!

Manpus!

Karma berlaku. Jane tersungkur jatuh tersingkap kaki Riko. "Huwah! bang'ke lo!" maki Jane seraya melemparkan sepatunya pada Riko.

"Jalan pakai mata, jangan pakai kaki. Ngesot kalau gak mau jatuh!"

"Berisik!"

***

Disaat hari kedua di sekolah Jane berakhir dengan tawar, persis banget sama air minum, gak ada yang istimewa walaupun sedikit.

Jane cuma liat anak-anak, ralat, tiga makhluk ganteng yang masuk top five di SMA, idola baru SMA, lewat di depannya, iya, Jane gak salah liat, tiga cowok super ganteng lewat di depannya.

Alaaaah, gue halu, Jane mengibaskan tangannya di depan muka, tapi bayangan yang ia liat bukan fatamorgana, melainkan fana.

Jane gak pake ekspresi apa-apa, dia udah sadar kalo dia terlalu mimpi buat deket sama salah satu dari mereka.

Jadi top five itu ada Arka Bramasta Hardikha, Gilang Al Angga, Devano, Yuan Gibran, dan Ares Junior. Devano, Yuan Gibran anak PIK-R, dua-duanya udah kelas 12. Ares Junior itu terkenal berandal sejak pertama masuk SMA. Kalau Arka itu adeknya Devano, masih kelas 10 kayak Ares, dan Gilang kelas 11, diantara lima makhluk itu, yang paling susah di temuin itu Gilang.

Lebih cocok namanya hilang, bukan Gilang kali yah. Pikiran Jane masih berputar pada tiga sosok yang lewat.

Yang lewat di depannya sekarang adalah Devan, Ares, dan Arka.

"Jane! Awas!"

"Aaaaaah!"

#3. Pangeran itu, tak ada!

Diary of Jane 3

Jane adalah manusia tersial di dunia.

Bayangin, kepeleset, jatuh, baju basah kena ember yang tumpah, ditambah diliatin orang yang di suka.

"Lo gak apa-apa?"

Apakah ini malaikat? Jane mendongak ke atas. Ya Tuhan, Ares Junior nolongin gue, mau nangis.

"Sini gue bantu." Ares mengulurkan tangannya.

Ya Tuhan akhirnya, Jane terharu. Ia meraih tangan Ares, tapi bukannya di tarik agar bisa berdiri, Jane ditarik kemudian di lepaskan lagi, dan byur!

"Hahahaha!"

Jane menundukkan kepalanya melihat bajunya yang kotor dan menatap kosong ke tubuhnya yang basah dan kotor.

"Hiks." Jane mengusap air matanya. Orang orang disekitarnya sedang tertawa lebar, sedangkan ia hanya terduduk mengenaskan di lantai.

"Jahat banget sih lo," ujar Devan.

"Gue jahil aja, bisa yah dia tahan di situ, kalo cewek lain udah lari sambil nangis." Ares tersenyum melirik Jane yang mulai bangkit berdiri.

"Kalau dia pingsan, gimana?" Devano mendekati Jane, sementara Jane masih diam dengan matanya yang sembab. "Lo gak apa-apa?"

"Gak!" tepis Jane.

Jane tersenyum. "Tuhan sayang banget sama kalian," ujar Jane terharu, ia tersenyum menampakkan gigi kelincinya, dan kemudian pergi melewati keramaian itu.

***

Disaat lo jatuh jangan harap ada pangeran yang datang buat bantu lo berdiri.

Disaat lo pingsan, jangan harap lo di gendong sama pangeran impian lo.

Karena yang kayak gitu cuma ada di novel.

Jane menopang dagunya, melihat langit sore, mentari sore memang indah, tapi itu akan berakhir dan digantikan oleh kegelapan malam.

"Mama." Jane memeluk lututnya, ia merindukan sosok ibunya yang kini ada di luar kota. Jane ingin merasakan elusan di kepalanya.

"Jane, udah mau malam, masuk gih."

"Iya, Tante." Jane tersenyum, ia membersihkan bagian belakang celananya dan masuk ke dalam rumah tantenya.

Jane tinggal di rumah tantenya karena rumahnya sangat sepi, kedua orang tuanya terlalu sibuk untuk berkumpul bersama. Singkatnya.

"Hai kak Vera," sapa Jane.

"Dih, tumben lo pake kak manggil gue, ada udang di balik bakwan nih."

"Gue nyapa aja, salah yah?" Jane memakan biskuit yang ada di toples sambil menonton TV.

"Gak solat lo?"

"Gue lagi datang matahari."

"Ah, masa, tadi siang lo solat perasaan." Vera menggaruk dagunya.

"Kan itu bisa datang dan pergi kapan aja," akhir Jane, sedangkan Vera hanya mengangguk mengerti. Vera tidak tau menahu tentang perlakuan yang diterima Jane di SMA, karena itu ia terlihat santai dan cuek aja, jika saja Vera tau, maka habislah riwayat Ares.

"Gue heran, kenapa Ares gak nelpon gue." Vera memandangi layar ponselnya.

"What? Ares?" Jane menoleh dan memelototi Vera.

"Iya, Ares Junior."

"Lo punya hubungan apa sama dia?" bisik Jane.

"Dia punya hutang sama gue." Vera membanting ponselnya ke sofa, untung gak pecah.

"Oh." Jane kembali memakan biskuitnya, matanya mengikuti bibi Eny yang berjalan ke arah pintu. "Halo den, cari siapa?" Bi Eny menyapa orang yang ada di depan pintu.

"Ada orang kayaknya." Jane menutup toplesnya dan meletakkannya kembali ke atas meja. "Hape gue mana sih?" Ia mencari-cari keberadaan ponselnya.

"Heboh banget sih lo." Vera risih dengan perilaku Jane.

"Vera!"

Gue gak salah denger kan? Itu suara punya iblis kan? Jane mengintip dari sofa. Benar, itu Ares Junior, si iblis yang membuat masa indah awal SMA Jane menjadi kelabu seperti rok nya, bahkan mungkin lebih gelap.

"Akhirnya lo datang." Vera berdiri dan mendekati iblis. Memanfaatkan peluang ini untuk kabur, Jane berdiri dan berjalan santai ke tempat yang pastinya berlawanan dengan keberadaan iblis, Jane gak takut, cuma dia cuma menghindari masalah, dia malas jika nantinya Ares mengungkit kejadian tadi.

"Lo mau kemana?" Vera menghentikan langkahnya. Kak Vera gak punya hati, gue kan mau kabur. "Gue ngantuk kak, mau tidur," jawab Jane tanpa menoleh dan tanpa berhenti, ia melangkah ke kamar kost yang memang kosong.

Kenapa gue malah kesini? Jane udah gak beres. Dia pun putar balik menuju kamarnya, tapi ketika ia lewat ruang tamu, tenyata si iblis sudah tidak ada lagi. "Iblis tadi udah pulang? M-maksud gue, Ares udah pulang?" tanyanya pada Vera.

"Udah,"

Syukur deh. Jane mengusap dadanya. "Kenapa emang?" tanya Vera.

"Kagak." Jane duduk di sofa dan memainkan ponselnya, sebenarnya dia gak punya apa-apa yang bisa dimainin di ponsel tercintanya itu. Cuma ada WhatsApp dengan jumlah kontak 30 buah. Kerjaannya cuma jadi penonton story. Hiks.

"Lo kenapa?"

"Gue? Gak apa-apa kok, gue baik-baik aja, kenapa emang?"

"Gak, cuma nanya."

Dan pembicaraan pun berakhir.

"Eh, kak, gue gak jelek-jelek amat kan?" Satu pertanyaan itu selalu mengganggu otak Jane buat bekerja produktif.

"Gak," singkat si penjawab, akhirnya satu beban di fikiran Jane berkurang. "Kalo gue gak jelek-jelek amat, kenapa gue gak bisa punya pacar kayak lo kak?" Satu lagi tanya Jane.

"Not yet time, maybe." Vera mengangkat bahunya.

"Oh," belum waktunya gimana sih? Temen temen seumuran gue mantannya udah lebih dari banyaknya jari tangan, lah gue? Siji aja kagak ada.

"Lo pake parfum yah?" Vera mendekatkan hidungnya ke Jane.

"Iya, gue kan memang pake parfum," jawab Jane polos.

"Citrus yah? Kok wanginya lain?"

"Iya, Citrus, lain gimana?"

"Gak tau, kalo Citrus biasanya gak gini wanginya," jelas Vera, gadis yang cita-citanya jadi parfumer, pembuat minyak wangi.

"Gue campur wangi lemon dikit." Jane memperbaiki posisi duduknya dalam mode nyimak.

"Pantes, tapi wangi kok, gue suka," puji Vera.

"Ih, makasih kak." Jane tersenyum lebar.

Obrolan ringan dan menghibur bersama teman atau orang di sekitarmu bisa mengurangi masalahmu. —Jane percaya itu

Jane udah melupakan hal suram hari kemarin, dia harus tetap senyum hari ini, hari Rabu yang sangat sibuk, tugas yang beranak-pinak membuatnya sibuk dan bahkan tidak ada waktu untuknya buat ingat kejadian hari itu.

***

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!