Di tengah malam ini, angin berdesir pelan, hewan-hewan meringkuk dalam lelap.
Di salah satu pegunungan tinggi yang senantiasa ditutupi oleh kabut tebal, awan hitam menutupi cahaya bulan, malam itu terasa lebih gelap dari malam-malam sebelumnya.
Di tengah puncak gunung sekelompok orang bertopeng mengelilingi satu-satunya wanita disana.
''Sekelompok pria merundung satu wanita, apa kalian tidak malu.''
''Omong kosong, kami bekerja sama dan lihat kondisimu sekarang, bukankah kau terluka parah.''
''Oh jadi kau mengakuinya.''
''Mengakui apa?''
''Mengakui bahwa kau seorang diri tidak bisa mengalahkan ku, jadi kau membawa serta semua saudaramu, sungguh lemah.''
''Kau!!''
''Berhenti bicara dengannya, mulutnya berbisa.''
''Hei... Pria bertopeng bagaimana kau bisa mengatakan itu, memangnya aku ini ular?''
''Zhu Ying sebaiknya kau menyerah saja.''
''Ck sudah ku bilang, hingga menjadi mayat pun aku tidak akan menyerah.''
''Kau sudah terluka parah, sebaiknya menyerah dan serahkan pusaka Bai Yue.''
''Pfffh... Kalian datang mengeroyok ternyata demi benda ini,'' Zhu Ying mengeluarkan pelat Bai Yue.
''Kalau begitu ambil lah,'' Zhu Ying melemparkan pelat emas itu ke atas.
Semua mata memandang pelat itu dengan tajam dan penuh keserakahan. Salah satu pria bertopeng terbang, mengulurkan tangannya, hanya beberapa detik memegang pelat itu tangannya dipotong oleh temannya sendiri.
Kemana pun pelat itu jatuh, yang lain akan saling membunuh untuk mendapatkan pelat itu.
Sementara Zhu Ying berdiri di samping dengan senyum menyeringai. Tangannya bergerak membentuk jimat di tanah.
''Hahaha aku mendapatkannya, ini milikku!''
Pria yang tadinya berdebat bersorak.
Zhu Ying menghela nafas, tangannya terulur. Dengan cepat pelat itu sudah berpindah tangan.
''Zhu Ying kau!!''
''Aku, aku apa?'' Zhu Ying menyimpan kembali pelat itu''
''Aku hanya bilang kalian bisa mengambilnya, Tapi Aku tidak pernah bilang bahwa akau akan merebutnya kembali.''
''Sial kau menipu kami semua!''
''Hahh, akhirnya kau sadar juga, tapi sudah terlambat.''
''Eh kenapa kalian marah? Bukankah harusnya aku yang marah. Kalian sekelompok pria mengeroyok aku wanita lemah. Bahkan melakukan penyergapan disaat aku sedang makan dan bersantai. Aku sangat marah tahu.''
''Berhenti bicara!'' salah satu berteriak.
Zhu Ying menyipitkan matanya, tangannya terulur membuat pria itu terlempar dan memuntahkan seteguk darah.
''Beraninya kau memerintah ku.''
''Jika kalian sangat ingin mati kejar aku.''
Tangan Zhu Ying bergerak mengaktifkan jimat yang ia gambar.
''Teleportasi aktif.''
Cahaya terang membubung ke langit, dalam sekejap Zhu Ying menghilang dari sana.
''Sial dia melarikan diri!''
''Cepat cari di sekitar bukit, dia terluka tidak akan pergi terlalu jauh.''
''Kita harus membunuhnya malam ini atau Ketua tidak akan melepaskan kita semua.''
Semua pria bertopeng itu terbang menuruni bukit. Mencari-cari tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi dalam jarak sepuluh li.
Di sebelah barat bukit, Zhu Ying muncul dari udara. Tangannya mencengkram dadanya, Zhu Ying batuk mengeluarkan seteguk darah.
''Sebenarnya siapa mereka.''
Zhu Ying melangkah tertatih, bersandar di balik pohon.
''Siapa pun mereka akan ku balas setelah kembali,'' Zhu Ying mulai mengatur nafasnya.
Mata Zhu Ying terangkat, memperlihatkan bola matanya yang semerah api. Kedua tangannya dengan cepat membentuk segel.
Energi hitam, kabut hitam berkumpul menjadi satu titik di depannya. Kabut hitam itu kemudian membentuk sesosok pria bertudung.
Zhu Ying melemparkan setetes darahnya ke kening pria itu. Seketika pria yang tadinya diam tidak bergerak berlutut di hadapan nya.
''Ratu.''
''Aku akan memulihkan jiwaku, jaga tubuhku dengan baik. Panggil Zhao Hua kembali.''
''Baik Ratu.''
''Sekarang bersembunyi lah dulu...''
Pria itu berubah menjadi kabut hitam dan menghilang di balik bayang.
''... Ada orang yang mengantarkan nyawa nya kemari.''
Zhu Ying berdiri dengan perlahan, dengan lambaian tangan Zhu Ying membersihkan tempat yang ia duduki. Zhu Ying lalu menggigit jarinya membuat segel dengan darahnya.
''Uhuk... Sekarang tinggal menyiapkan alat kematian mereka...''
Zhu Ying melemparkan puluhan hingga ratusan jimat Dengan tingkat yang berbeda ke sekeliling. Zhu Ying kembali duduk dengan posisi lotus di atas segel darah yang ia buat.
''Jendral, ada pergerakan di sebelah barat.''
''Suruh yang lain ke sebelah barat, hari ini kita harus mendapatkan kepala Zhu Ying dan mempersembahkan nya pada ketu.''
''Persembahan kepala Zhu Ying pada Ketua.''
''Persembahkan kepala Zhu Ying pada Ketua.''
Sorakan menggema, satusan hingga ribuan dari mereka bergegas menuju arah barat.
''Hati-hati Zhu Ying mungkin telah memasang jebakan.''
''Baik!''
Kelopak mata Zhu Ying terangkat begitu merasakan keberadaan mereka, kedua jarinya terangkat mengaktifkan jimat.
Percikan ada dengan cepat membunuh puluhan orang. Tampa jeritan sedikit pun puluhan orang itu menjadi debu yang lenyap dengan lambaian angin.
''Apa kalian tidak lelah mengejar kemari,'' Zhu Ying memperlihatkan keberadaan nya.
''Sebelum kami membunuh dan mengambil kepalamu, kami akan tetap mengejar hingga ke ujung dunia.''
''Kata-kata yang begitu arogan, bahkan kalian tidak punya kemampuan untuk membunuhku.''
Zhu Ying dengan cepat melemparkan ratusan jimat, mengelilingi mereka. Jimat itu mengeluarkan api dan menyerang mereka.
Kemudian tangan Zhu Ying bergerak mengaktifkan segel darah.
''Sial hentikan Zhu Ying!''
Segel darah memancarkan cahaya yang menyilaukan.
''Mati lah kalian,'' detik terakhir Zhu Ying mengaktifkan semua jimat yang ia lemparkan.
''Pria bayangan bawa kembali tubuhku.''
Saat cahaya memudar tubuh Zhu Ying diam tidak bergerak, jiwa dan raganya mulai memisah. Jiwa Zhu Ying melayang, menatap kobaran api dengan senyum menyeringai.
''Perangkap jiwa aktifkan!''
Jendral pria bertopeng keluar dari kobaran api, tangannya mengangkat botol porselen. Botol porselen itu mulai menarik jiwa Zhu Ying.
''Perangkap jiwa? Sepertinya kalian sangat ingin aku mati!''
Jiwa Zhu Ying memancarkan cahaya terang. Kobaran api keluar dari jiwanya menyerang Jendral bertopeng itu. Botol porselen itu jatuh tidak lagi menarik jiwa Zhu Ying.
Mengambil kesempatan jiwa Zhu Ying dengan cepat melesat pergi.
''Zhu Ying kemana kau!'' sang Jendral bangun dengan marah.
Jendral itu berbalik ingin mengambil tubuh Zhu Ying. Namun tubuhnya telah lenyap, sejak Jendral memusatkan perhatiannya pada jiwa Zhu Ying, pria bayangan dengan cepat membawa tubuh Zhu Ying pergi.
''Menggunakan api dengan jiwa, jika aku tidak menemukan tubuh sementara. Aku akan benar-benar mati.''
Jiwa Zhu Ying berkedip-kedip bagai lampu yang akan segera padam. Jiwa nya terus melayang.
''Desa? Masih ada harapan.''
Jiwa Zhu Ying memasuki desa, rumah-rumah gelap, para penduduk desa telah tidur dengan lelap. Jiwa Zhu Ying memasuki salah satu rumah.
Pada pandangan pertama seorang gadis tidur dengan tangan menggenggam erat dadanya. Ruangan itu penuh dengan aroma ramuan, ada semangkok obat yang sudah dingin dan belum tersentuh.
Jiwa Zhu Ying melayang mendekat.
''Dia cukup cantik, baru mati dua jam yang lalu. Lahir dengan kondisi jantung yang lemah. Eh apakah masih belum ada yang menyadari kematiannya.''
Jiwa Zhu Ying berputar-putar di atas tubuhnya.
''Nona aku pinjam tubuhmu sebentar.''
Jiwa Zhu Ying mulai memasuki tubuh gadis itu. Cahaya menyilaukan menyinari ruangan itu, hanya dalam sekejap lalu menghilang.
Lin Yi Yue menompang wajahnya di depan cermin, matanya terbuka dan menutup, sesekali bibirnya akan tersenyum.
''Jika dibilang cantik tidak salah, tapi wajah ini lebih ke imut. Meski tubuh ini sedikit kurus namun punya bola mata yang bulat. Sangat imut.''
Lin Yi Yue melebarkan matanya, tertawa pelan.
''Sudah berapa lama nona duduk tertawa sendiri di sana?''
Dua orang pelayan berdiri di ambang pintu, salah satu pelayan bertanya pada temannya.
''Kau bertanya padaku, bukankah kau yang datang duluan,'' tanggap pelayan yang membawa semangkok obat.
Keduanya lalu menghampiri Lin Yi Yue.
''Nona Li saatnya minum obat.''
Lin Yi Yue menoleh, ''Kau memanggilku siapa barusan?''
Kedua pelayan itu saling berpandangan, lalu salah satunya menjawab dengan ragu-ragu.
''Nona, Nona Li.''
''Li? Apa nama panjangku?''
Buk, mendengar pertanyaan Lin Yi Yue kedua pelayan itu dengan cepat berlutut. Wajah keduanya pucat dan khawatir.
''Nona apa yang terjadi?''
''Nona apa kau merasa sakit?''
''Aku, aku akan panggil tabib.''
Keduanya panik. Salah satu pelayan berdiri ingin berlari keluar mencari tabib. Namun Lin Yi Yue dengan cepat memegang tangannya.
''Aku tidak apa-apa, kepalaku hanya sedikit sakit.''
''Tetap harus panggil tabib kemari.''
''Tidak perlu, aku hanya sedikit pusing.''
Kedua pelayan itu akhirnya sedikit tenang.
''Bagaimana pusing bisa membuat Nona tidak ingat nama sendiri?'' salah satu pelayan bergumam.
''Hmm... Katakan saja namaku,'' ucap Lin Yi Yue merasa canggung mendengar perkataan pelayan tersebut.
''Ohh, nama Nona Li Yue.''
''Li Yue, nama yang bagus,'' angguk Lin Yi Yue.
''Nona apa kau yakin baik-baik saja?''
''Tenanglah, aku baik-baik saja.''
''Nona hari ini Tuan Besar kembali, jadi tidak ada yang akan menindas anda lagi.''
''Tuan Besar? Menindas... Lagi? Apa artinya.''
''Nona aku minumlah obat sebelum dingin,'' pelayan itu meletakkan nampan berisi obat di atas meja.
''Nona aku akan menyiapkan air hangat untuk anda mandi.''
''Kalau begitu aku akan membuat sup iga untuk Nona.''
Keduanya memberi salam dan dengan cepat keluar, meninggalkan Lin Yi Yue yang terdiam.
Lin Yi Yue dengan nikmat berendam.
''Nona apa anda menyukainya, Tuan Besar secara khusus membeli sabun ini untuk Nona.''
Si pelayan menaburkan kelopak bunga ke dalam bak mandi. Lalu memijat lengan Lin Yi Yue secara bergantian.
''Ahh, jadi ini lah hidup. Sangat nyaman, rasanya aku tidak ingin kembali.''
''Setelah tujuh tahun Tuan Besar kembali, hamba dengar Tuan Besar akan tinggal cukup lama.''
''Lagi-lagi Tuan Besar, sepertinya Tuan Besar ini sangat menyayangi Li Yue.''
''... Dengan adanya Tuan Besar tidak akan ada yang akan menindas Nona lagi. Tuan Besar pasti dapat membawa tabib dan menyembuhkan penyakit Nona.''
Pelayan itu lalu mundur, ''Nona pakaian sudah hamba siapkan, hamba akan menunggu di luar.''
''Pelayan yang malang, majikanmu telah mati berjam-jam yang lalu.''
Lin Yi Yue dengan perlahan keluar dari bilik mandi dengan mengenakan pakaian dalam. Di sana pelayan itu dengan sigap membantu Lin Yi Yue berpakaian dan berrias.
''Dimana sup iga nya?'' tanya Lin Yi Yue pada pelayan yang baru datang.
''Nona, Tuan Besar menunggu anda untuk makan bersama.''
''Benarkah?'' pelayan di samping hampir saja menusuk kepala Lin Yi Yue saking semangat nya.
''Nona sudah selesai, anda harus cepat pergi ke sana.''
Di meja makan ada sepasang paruh baya duduk berdampingan, seorang gadis yang seumuran dengan Li Yue dan pemuda dengan wajah angkuh. Juga pria berumur.
Begitu pria berumur itu melihat kedatangan Lin Yi Yue dia berdiri dari duduknya.
''A Yue, kemari lah duduk di samping kakek.''
''Terima kasih kakek,'' Lin Yi Yue membalas senyum teduhnya.
''Aiyoh, kenapa kau semakin kurus, apa mereka tidak merawatmu dengan baik,'' Tuan Li memegang tangan Lin Yi Yue menuntunnya duduk.
''Ayah bagaimana mungkin, kami selalu merawatnya,'' sahut Bibi Li.
''Ya Ayah, hanya saja kesehatan ponakan tidak ada tanda penyembuhan dan dia terkadang tidak nafsu makan,'' Paman Li menanggapi, keduanya tidak memberi Lin Yi Yue celah untuk berbicara.
''Kakek aku tidak apa-apa hanya sedikit pusing saja,'' Lin Yi Yue duduk di antara kakek dan sepupu laki-laki nya.
''Kalau begitu cepat makan, ada sup iga kesukaanmu, makanlah yang banyak.''
Lin Yi Yue mengangguk, menuangkan sup iga ke dalam mangkok. Lin Yi Yue melirik keluarga Pamannya.
''Hmm... Tak ku sangka sepupuku ini juga bisa berkultivasi, tapi masih tahap pembentukan energi bawah. Rendah sekali.''
''A Yue kenapa melamun, makan yang banyak.''
''Kakek juga makan lah,'' Lin Yi Yue memasukkan potongan ayam ke mangkok Tuan Li.
''Kenapa Li Yue memiliki kakek sebaik ini. Jadi iri deh.''
''A Yue setelah makan temani Kakek keliling desa.''
''Baik akan ku temani.''
Di tepi sungai, sepasang kakek dan cucunya berjalan beriringan menyusuri sungai.
''Kakek, kemari lah duduk di sini.''
Lin Yi Yue menuntun Kakek Li duduk di sebuah batu, lalu ia duduk di sampingnya.
''Hahh, selama kakek tidak ada kau sudah menderita.''
''Tidak aku baik-baik saja.''
''Benarkah, lalu kenapa kau begitu kurus sekarang?''
''Itu karena aku merindukan Kakek,'' Lin Yi Yue tersenyum.
''Aiyo, jadi kau begitu merindukanku yah.''
''Lihat Kakek punya apa...'' Kakek Li mengambil bungkusan dari dalam bajunya.
''Kue!'' sorak Lin Yi Yue senang.
''Hahah, kue khusus untuk cucuku ini.''
''Terima kasih Kakek,'' menggigit sepotong kue itu.
''Huhuhu, dia bahkan membelikan kue. Aku ingin punya Kakek.''
''Kakek sudah dengar dari Bibimu bahwa kau sudah setuju dengan keputusan itu apa itu benar.'' '
''Eh keputusan apa? Aku tidak punya ingatan apapun. Sudah lah iyakan saja, kita lihat apa yang ingin dilakukan Bibi tua itu.''
''Benar Kakek aku setuju.''
''Hah apa kau yakin, Kakek masih tidak rela melepaskanmu.'' '
''Melepaskan apa? Memangnya Li Yue akan pergi kemana, berobat kah?''
''Kakek, jangan khawatir aku akan baik-baik saja.''
''Kalau begitu Kakek akan menyiapkannya dengan meriah, pernikahan...''
Uhuk, mendengar perkataan Kakek Li Lin Yi Yue melotot kaget. ''Pernikahan apa, siapa yang menikah?'' '
''Ah Yue kau baik-baik saja, makan pelan-pelan,'' Kakek Li menepuk punggung Lin Yi Yue dengan pelan.
''Kakek aku tidak apa-apa.''
''Hah pernikahan ini terlalu mendadak, Kakek dengar calon suamimu baru pulang bekerja di kota. Kakek ingin menemuinya.''
''Kakek aku, aku juga ingin ikut.''
''Apakah kau penasaran?'' Kakek Li memberi senyum menggoda.
Lin Yi Yue tersenyum canggung, ''Benar.''
''Meski dia berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun karena dia punya pekerjaan tetap Kakek jadi lebih lega kau akan menikah dengannya.''
''Kalau begitu besok pagi kita akan pergi menemuinya.''
''Aku tidak tahu ini nasib sial atau tidak, menikah dengan orang tidak dikenal?''
''APA! Menikah, apa aku tidak salah dengar?''
''Hmm menikah.''
''Astaga Bai Ruyi bukankah kau bilang hanya pergi mengunjugi keluarga yang memungut.... Maksudku mengadopsimu, kenapa jadi menikah?''
''Hah memang rumit.''
''Eh kenapa kau tidak mencari orang yang mengadopsimu?''
''Itu sudah seratus tahun yang lalu, kau pikir dia masih hidup.''
''Oh benar juga, lalu ceritakan bagaimana pernikahan ini terjadi.''
(Pagi tadi)
''Hah, akhirnya setelah sekian lama kita diberi kesempatan pergi di alam manusia.''
''Kau mengikutiku, tidak pergi mengunjungi keluarga mu?''
''Tidak, aku masih ingin tidur nyenyak. Kau tahu kan ibuku selalu mengomel setiap kali aku datang.''
''Itu juga karena kau malas.''
''Hei Bai Ruyi bagaimana kau bisa mengatakan hal itu, aku bukan malas kau saja yang terlalu rajin. Setiap hari hanya berkultivasi, membosankan.''
''Ayo turun.''
Bai Ruyi lebih dulu menerbangkan pedangnya ke bawah, diikuti Chen Lai.
''Apa kita sudah sampai, tapi dimana desanya?''
''Di seberang sungai, kita berganti pakaian dulu.''
Keduanya pergi menuju penginapan. Tak lama Bai Ruyi keluar dengan pakaian sederhana.
''Eh sudah mau pergi, kau tidak ingin minum teh dulu.''
''Tidak, agar bisa cepat pulang.''
Bai Ruyi mengambil topi jeraminya dan berjalan menuju desa. Meski desa tersebut terpencil, warga desa hidup dengan makmur. Mereka memanfaatkan gunung dan sungai untuk bertahan hidup.
Keluarga Li merupakan keluarga terkaya di desa tersebut, Kakek Li sebagai pedagang sering keluar desa dan tinggal di kota.
Seratus tahun yang lalu keluarga Bai Ruyi mengalami bencana. Secara tidak sengaja Bai Ruyi yang baru lahir jatuh ke alam manusia dan diselamatkan oleh salah satu warga di desa tersebut.
Memasuki desa Bai Ruyi terus berjalan hingga ke ujung desa.
Di salah satu rumah di ujung desa, sepasang suami istri tengah berdebat hebat. Disana juga ada pemuda yang duduk menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.
''Ini salahmu, kenapa kau mengatakan hal yang tidak masuk akal.'' tunjuk sang suami pada istrinya.
''Lalu harus bagaimana kita sudah menerima uangnya.'' balas sang istri.
''Bagaimana lagi, biarkan putramu menikah dengannya.''
''Tidak mungkin!'' sang istri menepuk meja, tidak terima.
''Lalu bagaimana, kita tidak memiliki Putra yang bekerja di kota.''
''Bagaimana aku tahu kalau Tuan Li akan datang, bahkan ingin bertemu besok.''
Tak lama kemudian ketukan pintu terdengar.
''Permisi!''
''Siapa?'' wanita itu membuka pintu, Bai Ruyi memberi salam.
''Apakah ini keluarga Tuan Da Fang?''
''Kau siapa, Kakek Da sudah lama meninggal. Pergi kau!''
''Tunggu Nyonya, perkenalan aku Bai Ruyi. Sebelumnya Kakek saya pernah menjadi anak angkat Tuan Da, jadi saya datang untuk menyembah leluhur.''
''Anak angkat, Lao Da apakah Kakek mu memang memiliki anak angkat sebelumnya?'' tanya Nyonya Da pada suaminya.
''Sepertinya Kakek pernah mengatakan hal demikian.''
''Ahh, jadi begitu. Eh, kenapa diam saja ayo masuk ke dalam.''
Nyonya Da menarik Bai Ruyi masuk.
''Terima kasih Nyonya Da,'' Bai Ruyi mengambil air yang disodorkan padanya.
''Oh siapa namamu tadi, Bai Ruyi benar.''
''Ya saya Bai Ruyi.''
''Oh perkenalkan ini Putraku, bisa dibilang kalian sepupu jauh.''
''Nyonya aku tidak membawa banyak hal, ini hanya sedikit uang...'' Bai Ruyi mengambil sekantong uang perak di balik bajunya.
Melihat sekantong penuh uang, ketiganya berbinar. Namun Nyonya Da malah mendorong uang itu.
''Ruyi, kau datang saja kami senang namun...''
''Nyonya apakah kalian mengalami masalah, mungkin aku bisa membantu. Tapi kalian harus menerima uang ini.''
Mendengar perkataan Bai Ruyi senyum ketiganya melebar.
''Begini karena Kakekmu pernah menjadi anak angkat keluarga kami itu berarti kau juga dianggap sebagai keponakan jauh ku.''
''Nyonya katakan saja, selama itu tidak melakukan hal buruk aku akan melakukannya.''
''Bagus kalau begitu kau saja yang menikah dengan Nona Li.''
''Hah pernikahan!''
''Aku memang akan menyanggupi permintaan mereka, tapi pernikahan?''
''Yah, bukankah ini hal yang sangat baik, besok bersiaplah bertemu Tuan Li dan Nona Li.''
(Kembali ke waktu sekarang)
"Hahahaha!''
Mendengar cerita Bai Ruyi, Chen Lai tidak berhenti tertawa.
''Sekarang apa kau menyesal karena berjanji dulu.''
''Siapa yang tahu mereka akan memintaku untuk menikah,'' Bai Ruyi terduduk lesu.
''Kau bisa menolaknya kan.''
''Mereka punya hutang budi pada keluarga Li. Mereka juga bilang karena ini hutang budi, maka tidak bisa membiarkan Nona Li hidup sulit dengan mereka.''
''Lalu kau datang sebagai tumbal.''
''Yah itu benar.''
''Eh bagaimana jika kau melakukan sesuatu hingga pihak wanita sendiri yang menolak menikah denganmu.''
''Melakukan apa?''
''Hmm...'' Chen Lai tersenyum lebar.
''Hal bodoh apa yang akan kau lakukan,'' Bai Ruyi menatap temannya dengan curiga.
Chen Lai menggeleng pelan, lalu ia dengan cepat memukul Bai Ruyi dengan pedangnya. Meninggalkan bekas benjolan.
''Akh! Apa yang kau lakukan.''
''Membantumu.''
''Membantu apa yang harus memukul.''
''Pura-pura bodoh.''
Malam harinya, suara ketukan terus terdengar di depan rumah keluarga Da. Keluarga Da yang sudah tertidur merasa terganggu.
''Nyonya, Nyonya terjadi masalah.''
''Ini sudah malah kenapa ribut-ribut?'' Nyonya Da dengan marah membuka pintu.
''Nyonya salam, aku Chen Lai teman Bai Ruyi maaf mengganggu tidur Nyonya. Sebenarnya aku tidak ingin mengganggu namun terjadi masalah jadi mau tidak mau aku harus datang malam-malam begini...''
''Katakan saja ada masalah apa?'' potong Nyonya Da mendapati Chen Lai terus berbicara, ia juga melirik Bai Ruyi yang diam di belakang pemuda itu.
''Nyonya sebaiknya kita bicarakan di dalam.''
''Hah, cepat masuk.''
''Eh Nyonya apa kau punya air, kau tahu sedari tadi aku terus bicara dan sangat haus.''
Nyonya Da dengan kesal mengambil teko air, ''siapa juga yang menyuruhmu terus bicara tanpa henti,'' gerutunya.
''Katakan masalah apa yang terjadi,'' Nyonya Da meletakkan air dengan kasar.
''Nyonya kau bisa melihat sendiri,'' Chen Lai melirik Bai Ruyi.
''Lihat sendiri apa, katakan dengan jelas dan kenapa keponakan Bai hanya diam saja sedari tadi,'' Nyonya Da mulai tidak tahan.
''Itu dia masalahnya.''
''Apa, masalah apa cepat katakan dengan jelas,'' Nyonya Da mulai kesal.
''Chen Lai kau memang berbakat dalam membuat orang lain marah.''
''Begini Nyonya, aku sebagai teman Bai Ruyi menemaninya datang mengunjungi keluarganya. Namun karena aku orang luar jadi aku tinggal di penginapan menunggunya. Sebenarnya...''
''Bisakah kau langsung katakan masalahnya.''
''Oh benar maaf, sifat ku memang seperti ini. Aku harap Nyonya tidak marah dan...''
''Aku akan marah jika kau tetap mengatakan omong kosong, ku bilang katakan saja masalahnya,'' tekan Nyonya Da di akhir kalimatnya.
''Bai Ruyi menjadi bodoh.''
''Hah!'' mendengar perkataan Chen Lai Nyonya Da tercengang.
''Bagaimana dia menjadi bodoh, tadi pagi dia baik-baik saja.''
''Begini Nyonya tadi...''
''Persingkat ceritamu.'' potong Nyonya Da.
''Setelah Bai Ruyi kembali ke penginapan, dia terjatuh dan tanpa sengaja melukai kepalanya. Lalu menjadi bodoh.''
Chen Lai menyingkirkan rambut panjang Bai Ruyi dan memperlihatkan benjolan kecil di kepalanya.
''Bukankah hanya benjolan kecil, kenapa bisa menjadi orang bodoh?''
''Eh ini, mungkin Nyonya belum tahu waktu kecil temanku ini pernah mengalami kecelakaan. Jadi... Nyonya masalahnya bukan hal ini, tapi karena temanku ini telah menjadi bodoh jadi tidak bisa menikah dengan Nona Li. Bukankah kita harus memberikan Nona Li suami yang baik, ini... Bukankah hal yang tidak baik?''
''Jika bukan dia yang menikah lalu siapa, apa kau ingin menggantikannya?''
''Apa aku! Tidak bisa!'' Teriak Chen Lai.
Chen Lai buru-buru berkata, ''Nyonya tenang saja meskipun Bai Ruyi bodoh itu hanya sementara, aku yakin dia akan sembuh setelah menikah.''
Uhuk, ''Chen Lai sialan, siapa tadi yang bilang ingin membantuku.''
''Teman maaf, terima saja nasibmu.''
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!