NovelToon NovelToon

Tuduhan Keluarga Suami

TKS 01

"Aruna!" Suara teriakan mengema di ikuti suara tangisan seorang anak kecil yang berbaring di sofa.

Tangisan itu terdengar begitu menyakitkan, tidak ada lagi suara yang keras, yang ada hanya suara kesegukan berusaha untuk menahan tangisan agar tidak terdengar lagi. Bocah laki-laki itu meringkuk sambil memegang perutnya yang terasa sakit.

"Apaan sih, Bu! Pagi-pagi sudah teriak, macam toa mesjid aja," gerutu gadis berjalan mendekati sang ibu sambil menguap karena masih ngantuk.

Penampilannya acak-acakan dengan mengunakan piyama di atas lutut, rambut panjang yang masih kusut tergerai begitu saja. Dia menatap anak kecil yang terbarik di sofa dengan ekor matanya lalu berlalu ke dapur untuk mengambil minum.

"Mana tu si Erinna? Pagi-pagi sudah hilang. Ini juga, pagi-pagi udah nangis aja, nenek pusing dengernya," oceh Amrita tanpa ada niat membujuk cucu semata wayangnya itu.

Aruna hanya membuang napasnya kasar mendengar omelan sang ibu, dia menghempaskan tubuhnya di sofa sambil meminum air putih yang ada di tangannya. Seperti tidak mendengar apapun, dia hanya duduk menyilangkan kaki tanpa memperdulikan keributan itu. Sebenarnya dia masih ingin melanjutkan tidurnya, tetapi suasana yang begitu berisik membuatnya mengurungkan niat itu. Tidur dalam keadaan seperti ini hanya akan membuat kepalanya semakin pusing.

Tubuhnya masih terasa lelah, acara pemakaman sang papa semalam membuat energinya begitu terkuras, matanya juga terlihat sedikit bengkak. Namun, pagi-pagi ini dia harus terbagun karena keributan yang di lakukan oleh ibu dan juga keponakannya itu. Dia menyandarkan tubuhnya di sofa sambil berusaha merilekskan pikirannya.

"Kak Azka belum pulang, Ma?" Tanya Aruna membuka suara.

"Belum!" ucap Amrita ketus sambil melangkahkan kakinya untuk menjauh dari cucu dan putrinya itu.

Kepalanya masih terasa berat, di tambah lagi dengan pikirannya yang tidak karuan, membuat suara tangisan itu seperti boom yang meletak di depannya. Dia melangkah ke arah teras, berusaha mencari sosok wanita yang dia cari. Perutnya juga mulai berbunyi, tetapi belum ada hidangan yang bisa dia makan untuk mengisi perut.

"Dasar wanita jal-ang! Kemana saja dia? Pantas saja Azka tidak pernah betah di rumah. Ternyata seperti ini kelakuannya," oceh Amrita sambil menatap keluar rumah.

Dia duduk di kursi teras dengan wajah datar, bersiap untuk meluapkan emosi saat melihat kedatangan wanita itu. Dia mulai menyusun kata-kata untuk membuat wanita itu mengerti kodrat dan juga tugasnya sebagai seorang istri.

"Pagi, Ma! Mama udah bangun?" sosok wanita yang dia cari tiba-tiba berjalan ke arahnya sambil membawa beberapa kantong belanjaan yang memenuhi kedua tangannya.

Bukannya menjawab, Amrita hanya menggunjingkan bibirnya sambil melirik belanjaan yang ada di tangan menantunya itu. Berbagai macam pertanyaan langsung memenuhi pikirannya, bahkan ada sumpah serapah untuk menantunya itu.

"Dari mana kamu? Pagi-pagi sudah kelayapan. Lihat tu Denis nangis nyariin kamu dari tadi. Jadi istri pagi-pagi bukannya siapkan sarapan dan beresin rumah, malah keluyuran ngak ada aturan. Mau menggatal ya kamu di luar sana?"

Degh.

Jantung Erinna seakan berhenti berdetak mendengar ucapan mertuanya itu. Dia hanya diam sambil berusaha menerima ucapan sang ibu mertua dengan baik. Mungkin ibu mertuanya itu sedang banyak pikiran, apalagi papa mertuanya baru dimakamkan semalam.

Erinna hanya diam menunduk sambil menatap jemuran yang sudah penuh di samping rumah, padahal dia sudah membereskan semuanya sebelum pergi, tetapi tetap saja itu semua tidak terlihat oleh mertuanya itu. Memang dia belum memasak apapun untuk lauk pagi ini, itupun karena stok bahan dapur sudah habis, jadi dia harus pergi ke pasar dulu untuk membeli semuanya.

"Maaf, Bu." Hanya kata-kata itu yang muncul dari mulut ibu muda itu.

Dia langsung masuk ke rumah sambil membawa semua barang belanjaannya tanpa memperdulikan omelan sang ibu mertua yang terus menghinanya. Sesampainya di ruang tamu, Erinna membuang napasnya kasar ketika melihat putranya berbaring sambil memegangi perut di sofa. Sedangkan Aruna, adik iparnya malah duduk santai sambil memainkan ponsel di sofa yang berbeda dengan Denis. Terlihat tidak ada sedikitpun niat wanita itu untuk menenangkan keponakannya yang sedang kesakitan.

"Sayang! Kamu kenapa? Perut kamu sakit lagi ya?" tanya Erinna meletakkan barang belanjaannya di lantai lalu memeluk putranya itu.

"Ma! Perut Denis sakit. Hiks ... hiks ... ." Denis memeluk sang mama dengan begitu erat, seakan tidak ingin melepaskannya.

"Cup ... Cup! Jagoan mama jangan menangis seperti itu. Kamu istirahat di kamar dulu ya, mama mau masak dulu. Lihat, Bibi dan Nenek sudah lapar." Erinna berusaha untuk menenangkan putranya itu.

Melihat barang yang berserakan di lantai, Amrita langsung tersenyum sinis. Dia melemparkan sebuah obat ke arah Erinna lalu melipat kedua tangannya di dada dengan begitu angkuh. "Kasih dia obat itu lalu masak sana. Sebentar lagi Azka pulang."

Erinna hanya mengangguk kecil sambil mengambil obat yang tergeletak di lantai itu, dia perlahan bangkit sambil mengendong tubuh mungil putranya yang begitu lemah. Dia membawa Denis ke kamar, sesampainya di kamar dia langsung memeriksa obat yang di berikan ibu mertuanya tadi. Bukannya tidak percaya, tetapi dia hanya ingin memastikan jika obat itu baik untuk putranya.

"Hanya obat pereda nyeri," gumam Erinna membuang napasnya kasar. Dia mengenggam obat itu sambil melirik putranya yang terus meringis menahan sakit. "Tapi tidak apa-apa ya, Sayang. Setidaknya rasa sakit itu sedikit menghilang."

Bersambung.....

TKS 02

Erinna menata makanan yang telah dia masak di atas meja. Rambutnya diikat dengan asal, di ikuti dengan daster usang dan wajah lelah, membuat penampilannya sedikit menyedihkan. Dia memperhatikan hidangan di atas meja makan itu dengan teliti, takut ada yang kurang, setelah memastikan semuanya telah tersedia, Erinna langsung bersiap ke kamar untuk membersihkan diri.

Namun, baru saja dia ingin membuka pintu, dia melihat Azka, suaminya memasuki rumah dengan sangat lesu, sepertinya pria itu sangat kelelahan. Walaupun Erinna tidak tau kemana perginya suaminya setelah acara pemakaman semalam, bahkan suaminya itu tidak memberitahunya sama sekali. Akan tetapi, dia terlihat biasa saja dan tidak ingin mencaritahu kemana suaminya itu pergi.

"Mas, kamu sudah pulang?" tanya Erinna mengurungkan niatnya untuk mandi dan mendekati sang suami yang duduk bersandar di sofa.

"Em!" tidak ada jawaban, yang ada hanya deheman kecil tanpa menatap ke arahnya.

Erinna hanya membuang napasnya pelan lalu berjongkok di depan suaminya itu, dia melepaskan sepatu Azka dengan begitu hati-hati dan menyimpan sepatu itu di tempatnya. Tanpa menunggu perintah, dia langsung menuju kamar dan menyiapkan perlengkapan mandi suaminya itu. Air hangat dan juga pakaian langsung tertata di atas kasur.

Setelah memastikan semuanya telah siap, dia kembali ke dapur untuk menyiapkan teh hangat. Saat melewati ruang makan, dia menatap Amrita dan juga Aruna telah duduk santai di meja makan sambil menikmati makanan yang telah dia masak.

Padahal dia belum mencicipi masakannya itu sedikitpun, tetapi mertua dan juga adik iparnya itu telah menyantap makanan itu tanpa menunggu dirinya dan juga Azka. Dia hanya bisa memegahi perut yang sudah berbunyi, sambil kembali melanjutkan langkahnya.

"Kak! Kakak mau ke dapur ya?" tanya Aruna tanpa menoleh sedikitpun, dia terus menyantap makanannya sambil menonton drakor dari ponsel.

"Ia! Kakakmu sudah pulang. Jadi kakak mau buat teh kesukaannya," ucap Erinna tersenyum hangat.

''Kalau begitu sekalian buatkan jus tomat untuk Aruna ya, Kak. Jangan pakai gula, pakai madu satu sendok teh aja." Aruna kini mengalihkan pandangannya menatap Erinna dengan hangat, tidak lupa dengan senyuman kecil yang melingkar di wajahnya.

"Sekalian buatkan jus antioksidan untuk ibu ya,'' ucap Amrita ikut tersenyum kecil.

''Baik, Bu, Aruna." Erinna hanya mengangguk kecil lalu menuju ke dapur.

Dia menyiapkan jus untuk adik dan juga ibu mertuanya itu terlebih dahulu lalu menyiapkan teh hangat untuk Azka. Setelah semuanya selesai, dia membawa jus dan teh itu mengunakan nampan. Dia melihat ibu mertua, adik ipar dan juga suaminya telah sarapan bersama di meja makan. Pandangannya malah tertuju pada Aruna yang menikmati buah sambil menonton drakor kesukaannya itu, tidak ada sedikitpun niat adik iparnya itu membantu, padahal dia sudah mengerjakan semua pekerjaan rumah dari pagi buta.

Azka juga terlihat santai menikmati makanannya. Ya, tentu dengan pelayanan Amrita, wanita itu melayani putranya dengan begitu baik. Mulai dari mengisi nasi dan juga lauk pauk, sampai menuangkan air putih ke gelas. Memang Azka adalah putra kesayangan Amrita, dia selalu mengutamakan putranya itu dalam hal apapun. Memang Amrita hanya memiliki dua anak, yaitu Azka dan Aruna, jadi tidak heran jika dia sangat memanjakan kedua anaknya itu.

"Terima kasih, Kak," ucap Aruna tersenyum manja saat menerima jus yang dia minta, Erinna hanya tersenyum kecil menanggapi sang adik iparnya itu. Di ikuti dengan tatapan datar oleh Azka yang menatap kelakuan adiknya.

"Karena papa sudah ngak ada lagi, maka Ibu dan Aruna akan tinggal di sini bersama kita. Aku harap kamu bisa mengerti," ucap Azka tiba-tiba membuka suara sambil menatap istrinya itu dengan datar, seperti tidak ingin ada kata penolakan.

"Ia, Mas!" Erinna hanya bisa mengangguk patuh tanpa ada penolakan sedikitpun.

Sebagai seorang istri, tentu Erinna tau bagaimana posisinya. Dia tidak berhak ikut campur dalam urusan keluarga suami. jika itu yang diinginkan Azka, maka dia harus mengikutinya, walaupun sebenarnya ada yang mengganjal di hati kecilnya.

Sebenarnya pikiran Erinna langsung kacau mendengar ucapan Azka. Jika ibu mertua dan juga adik iparnya tinggal bersama mereka, pasti pengeluaran akan semakin banyak. Denis juga terus mengeluh sakit, bagaimana caranya dia mengatur uang untuk membawa putranya itu ke Dokter kalau begini? Dengan uang bulan yang jauh dari kata cukup yang di berikan Azka setiap bulannya.

''Karena Ibu dan Aruna tingal di sini, kamu dan Denis sudah punya teman. Jadi, aku akan jarang pulang. Aku harus cari kerja tambahan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kamu tau sendiri 'kan bagaimana kondisi keuangan kita saat ini? Di tambah lagi utang kita untuk membayar pengobatan papa kemarin,'' jelas Azka panjang lebar.

"Ia, Mas!" Erinna hanya bisa mengangguk patuh tanpa ada kata bantahan sedikitpun.

"Ya sudah! Kamu mandi sana. Penampilanmu sangat dekil, bikin sakit mata," ucap Azka sinis melihat penampilan Erinna.

Erinna langsung menunduk sambil menatap kaki kusam dan juga daster usang yang ia kenakan. Di tambah lagi dengan rambut yang kusam dan juga wajah yang tidak pernah di olesi perawatan, membuat penampilannya menjadi sangat tidak enak di pandang. Perlahan dia menatap Aruna yang telah wangi dengan pakaian bagus dan juga lisptik yang menghiasi bibirnya, sangat berbeda dengan dirinya.

''Baik, Mas." Erinna langsung menunduk lalu melangkahkan kakinya meninggalkan keluarga itu. Ada rasa sesak di hatinya mendengar ucapan sang suami, akan tetapi dia tidak mampu untuk mengungkapkannya.

"Kerjanya hanya di rumah, tetapi memperhatikan penampilan saja tidak bisa. Apa kurang uang pemberianku selama ini, dasar istri tidak becus."

Bersambung......

TKS 03

Erinna menatap penampilannya di depan cermin, rambut panjang di ikat secara asal dan juga wajah yang di penuhi dengan flek hitam beserta sedikit jerawat. Kulitnya juga terlihat kusam, di tambah lagi badan yang mulai kurusan, membuat penampilannya semakin tidak enak untuk di pandang. Wajar saja jika Azka berkata seperti tadi, dia memang tidak pernah lagi memperhatikan penampilannya.

Namun, itu semua juga bukan karena keinginannya, tetapi karena uang bulanan yang di berikan Azka semakin lama semakin berkurang. Sehingga tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Erinna membuang napasnya kasar lalu menatap fotonya bersama Azka saat masih berpacaran dulu. Dia meraih foto yang ada di samping ranjang, dan menatap wajahnya yang ada di sana dengan lekat. Wajah mulus dan berisi, rambut lurus berwarna caramel, di tambah lagi dengan senyuman penuh kebahagiaan yang terlihat dengan jelas. Sangat berbeda dengan dirinya sekarang. Dia seperti tidak mengenal wanita yang ada di foto itu lagi, apakah benar jika itu dia?

"Ehem!"

Erinna langsung tersadar dari lamunannya mendengar deheman dari Azka, dia menatap pria yang sedang berdiri menatapnya dengan gugup. Dia langsung meletakkan foto itu kembali ke tempatnya lalu berdiri mendekati suaminya itu.

"Mas mau istirahat?" tanya Erinna tersenyum canggung.

"Badanku lelah. Tolong pijitin."

Azka melepaskan bajunya lalu berbaring di atas ranjang dengan posisi telungkup. Tidak berpikir panjang, Erinna langsung ikut naik ke ranjang lalu memijit tubuh suaminya itu dengan telaten. Erinna memang istri yang sangat bisa di andalkan dalam urusan segala hal, tetapi entah mengapa belakangan ini Azka merasa tidak nyaman di dekatnya lagi.

Setelah selesai memijit Azka, Erinna mencoba menyentuh leher pria itu dengan lembut. Tidak perlu di pertanyakan lagi, dari sentuhan itu saja sudah di mengerti apa yang di inginkan wanita itu. Dengan malas, Azka mencoba memenuhi keinginan sang istri. Dia membaringkan tubuh istrinya itu lalu melaksanakan tugasnya sebagai suami. Ya, ini yang tidak Azka sukai dari Erinna, dia tidak ganas di atas ran-jang.

Keringat mulai bercucuran, di ikuti dengan deru napas yang tidak karuan. Azka duduk bersandar di headboard sambil mengatur napasnya. Dia menatap Denis yang tertidur lelap di samping mereka, lalu menghidupkan sebatang rokok untuk merilekskan pikirannya.

"Apa Denis masih mengeluh sakit?" tanya Azka membuka suara.

"Ia, Mas! Tadi pagi dia mengeluh sakit perut lagi. Tapi setelah aku berikan obat, dia langsung tidur. Tadi siang juga dia tidak mengeluh lagi, tapi dia seperti sangat kelelahan, padahal dia tidak melakukan apapun. Hanya duduk memainkan mainannya.''

Azka hanya biasa saja mendengar ucapan Erinna, seperti tidak ada rasa khawatir sedikitpun, sama seperti ibu dan adiknya tadi.

"Kalau begitu jika dia merasakan sakit lagi, berikan aja obat itu. Jika perlu beli lagi di apotik."

"Tapi, Mas! Denis masih kecil, apa tidak masalah jika di berikan obat seperti itu terus? Lebih baik kita periksa aja, Mas. Takutnya."

"Itu bukan apa-apa. Mungkin kamu saja kurang memperhatikan makannya."

Erinna langsung melayangkan tatapan kesal mendengar ucapan pria itu. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu, wajahnya juga terlihat biasa saja, tidak ada rasa khawatir sedikitpun. Azka hanya diam tidak memperdulikan tatapan Erinna, dia terus menikmati rokoknya tanpa memperdulikan sang putra yang tertidur lelap di dekatnya.

Tidak mau berdebat, Erinna memilih untuk mengalah dan tidur. Tubuhnya juga sangat lelah karena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri. Dia juga harus mengumpulkan tenaga untuk besok. Mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri, padahal penghuni rumah itu sudah bertambah. Bukannya meringankan pekerjaannya, malah membuat pekerjaannya semakin banyak.

*

*

*

Erinna menatap Amrita sedang melakukan vidio call di teras rumah. Terlihat wanita paruh baya itu sangat bahagia, senyumannya dan juga tawa yang begitu lepas terlihat dengan jelas, padahal suaminya baru saja meninggal, tetapi kenapa wanita itu sangat bahagia seperti itu? apa orang yang sedang melakukan video call dengannya itu adalah orang yang sangat spesial. Bahkan selama mengenal wanita itu, Erinna tidak pernah melihatnya sebahagia itu.

"Ia! Nanti kalau pulang bawa oleh-oleh ya. Mama sudah tidak sabar bertemu kamu."

Degh...

Perasaan Erinna langsung tidak enak ketika mendengar ucapan ibu mertuanya itu, walaupun terdengar samar-samar, Erinna sangat yakin apa yang dia dengar tidak salah. Mama! siapa yang vidio call dengannya? kenapa dia bisa mengucapkan kata mama? Apa jangan-jangan itu pacarnya Aruna? tapi tidak mungkin. Sepertinya itu suara wanita, Erinna juga sangat yakin.

Tidak mau berpikir yang macam-macam, Erinna mencoba fokus pada pekerjaannya. Dia kembali mengangkat jemuran lalu masuk ke rumah tanpa bicara apapun. Dia terlihat biasa saja, seperti tidak mendengar apapun. Dia kembali mengerjakan tugasnya tanpa menghiraukan siapapun.

Jujur, sebenarnya dia sangat kesal melihat kelakuan ibu mertua dan juga adik iparnya. Ya, dia tau jika ibu mertuanya itu sudah tidak muda lagi, tetapi apa salahnya ikut mengerjakan pekerjaan rumah, setidaknya mencuci pakaiannya sendiri. Namun, semuanya harus Erinna yang mengerjakan, mulai dari bangun tidur, sampai tidur lagi, semua waktunya dia habiskan untuk melayani keluarga itu.

Denis juga sudah mulai sering merasakan sakit pada perutnya, bahkan di juga sering demam dan juga muntah tanpa sebab, membuat Erinna semakin kewalahan untuk mengurus semuanya. Aruna juga kuliah, pergi pagi pulang malam, entah apa yang dia kerjakan di kampus sehingga setiap hari menghabiskan waktu di kampus seharian.

Sedangkan jika hari libur, dia lebih sering menghabiskan waktu di kamar, dengan alasan banyak tugas dan capek. Sehingga membuat Erinna harus mengalah dan mengerjakan semuanya seorang diri, bahkan dia juga harus turun tangan membereskan tempat tidur mertua dan adik iparnya itu.

"Ma! Hiks ... hiks ...."

Erinna langsung terkejut mendengar suara tangisan dari kamar, dia bergegas masuk ke kamar itu dan membelalakkan matanya terkejut melihat Denis kondisi memegang dada seperti susah bernapas dan juga mata juling.

Bersambung.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!