NovelToon NovelToon

The Killer

Chapter 01

Blar!...

Trang...

"Ah, sial!" umpat seorang wanita dengan nada geram. Di bawah remang cahaya lampu meja, ia tengah mempersiapkan belati kesayangannya, mengasah ketajamannya untuk aksi yang akan ia lakukan nanti malam.

Suara petir yang menggelegar membelah langit, membuatnya terkejut bukan main. Refleks, tangannya bergerak tak terkendali, dan sreet! Belati tajam itu justru melukai dirinya sendiri, menggores kulit lengannya.

Wei Lin Hua segera meraih kotak pertolongan pertama yang tersimpan rapi di rak dinding. Dengan gerakan cekatan, ia membersihkan luka gores itu dengan alkohol, meringis pelan saat cairan itu menyentuh kulitnya yang terluka. "Apakah aku akan sial malam ini?" gumamnya lirih, dengan tangan yang sibuk membungkus luka dengan perban steril.

Perasaannya campur aduk, tak menentu. Senjata yang seharusnya menjadi andalannya, justru berbalik melukainya. Dalam dunia yang ia geluti, ini adalah pertanda buruk, sebuah sinyal bahwa ia akan menemui kesialan dalam misi kali ini. Dengan berat hati, Wei Lin Hua meraih ponselnya, lalu mengirim pesan pembatalan misi kepada kliennya.

"Daripada mati konyol, lebih baik tidur nyenyak," gumamnya, setelah memastikan pesan pembatalan terkirim. Wei Lin Hua bangkit dari kursinya, berjalan menuju kamarnya dengan langkah lesu. Ia berharap, dengan beristirahat, ia bisa menjernihkan pikirannya dan menghilangkan perasaan gundah yang menghantuinya.

Blarr!...

Tak...

Dugh!...

"Argh! Sial, sial, sial!" umpat Wei Lin Hua lagi, kali ini dengan nada yang lebih tinggi dan penuh frustrasi. Belum sempat ia mencapai tempat tidur, suara petir kembali menggelegar, membuat jantungnya berdegup kencang. Ditambah lagi, lampu tiba-tiba padam, menjerumuskannya dalam kegelapan total. Dalam keadaan panik, ia tersandung kakinya sendiri dan bruk! terantuk pintu dengan keras. Rasa sakit menjalar di dahinya, menambah kekesalannya yang sudah memuncak. Malam ini benar-benar menjadi mimpi buruk baginya.

Wei Lin Hua kembali bangkit dengan susah payah. Ia mendorong pintu kamarnya, berniat mencari keberadaan ponselnya yang entah di mana. Namun, begitu pintu terbuka, suasana di dalam kamar justru semakin gelap gulita. Tidak ada setitik pun cahaya yang menembus masuk, membuatnya merasa seperti berada di dalam gua yang gelap dan dingin. "Huh, sial!" umpatnya kesal, bibirnya mengerucut karena frustrasi.

"Berapa kali aku mengumpat hari ini? Sudah tidak terhitung," ucapnya lirih, menghela napas panjang. Ia merasa hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya, segala sesuatu berjalan tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Meskipun begitu, ia tetap melangkah masuk ke dalam kamar, tidak peduli dengan kegelapan yang menyelimuti. Ia harus menemukan ponselnya, apa pun yang terjadi.

Dugh!

Bruk!

"Hah... Memang pertanda sial," gumamnya pasrah, wajahnya meringis kesakitan. Kakinya tersandung sesuatu yang tidak terlihat, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan keras. Kepalanya terantuk sisi ranjang, rasa sakit yang menusuk membuat pandangannya kabur. Perlahan, kesadarannya menghilang, dan ia terbaring tak berdaya di lantai yang dingin.

.   .    .

"Pengantin sang Iblis akan segera lahir...." Teriakan menggema dari seorang pria yang tak lain adalah jenderal tinggi bangsa iblis, mengumumkan kelahiran calon pendamping pemimpin mereka. Suaranya membelah keheningan malam, membawa serta harapan dan ketakutan bagi seluruh bangsa iblis.

Di beberapa rumah yang tersebar di wilayah para iblis, beberapa ibu hamil tengah berjuang melahirkan dalam waktu yang bersamaan dengan kelahiran calon pengantin sang iblis. Sebuah fenomena aneh yang membuat bulu kuduk meremang.

Mereka berharap, dengan penuh cemas dan ambisi, bahwa putri merekalah yang akan terpilih menjadi pengantin sang iblis. Jika itu terjadi, hidup mereka akan terjamin sampai kapan pun, dilimpahi kekayaan dan kekuasaan yang tak terhingga.

Di salah satu desa kecil di dinasti Zhou, langit malam terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Kilat menyambar tanpa henti, menerangi kegelapan dengan cahaya putih yang menyilaukan, dan guntur menggelegar tanpa ampun, mengguncang bumi dan membuat jantung berdebar kencang.

"Akh....." Seorang wanita muda berjuang sekuat tenaga untuk melahirkan anaknya di tengah badai yang dahsyat. Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar, dan air mata mengalir deras di pipinya.

Keringat bercucuran membasahi dahinya, membasahi rambutnya yang hitam legam, dan membasahi pakaiannya yang sederhana. Ia terus berjuang untuk melahirkan bayinya dengan selamat, meski rasa sakit yang tak tertahankan terus menghantam tubuhnya.

"Terus... Lakukan lagi... Kau hampir sampai..." ucap sang tabib dengan nada mendesak, meminta sang ibu untuk kembali mengedan sekuat tenaga, agar bayinya bisa segera dilahirkan dengan selamat. Wajahnya penuh dengan keringat, dan tangannya gemetar saat membantu proses persalinan.

"Bayi perempuan telah lahir..." ucap sang tabib dengan nada lega bercampur cemas, menggendong bayi yang baru lahir itu dengan hati-hati. Tubuh mungil itu masih berlumuran darah dan cairan ketuban.

Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Sang bayi tidak menangis, tidak bergerak, hanya terbaring diam di gendongan sang tabib. Seorang pria bergegas menghampiri, yang tak lain adalah suami dari wanita yang baru saja melahirkan. Wajahnya pucat pasi, matanya memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Ia merasa panik saat sang tabib mengatakan bahwa bayinya telah lahir, namun ia tak mendengar tangisan putrinya itu.

"Ada apa, tabib? Mengapa putriku tidak menangis atau bergerak?" tanya pria itu dengan nada panik dan suara bergetar. Ia mencengkeram lengan sang tabib, seolah meminta penjelasan atas apa yang sedang terjadi.

Sang tabib, meski panik, berusaha untuk tidak kehilangan akal. Dengan cekatan, ia langsung melakukan penyelamatan pada bayi yang tidak bernapas itu, meski ada tanda-tanda kehidupan yang samar-samar. Ia menepuk-nepuk punggung bayi itu dengan lembut, berharap bisa memancing tangisan pertamanya.

'Ugh! Siapa yang berani menepuk-nepuk bokongku?!' ujar Wei Lin Hua dalam hati, merasa kesal dan terkejut saat merasakan seseorang menepuk-nepuk bokongnya dengan keras. Ia merasa seperti ditarik paksa dari alam mimpi yang indah.

'Argh! Hentikan! Apa yang kau lakukan!' teriaknya dalam hati, berusaha untuk menghentikan tindakan aneh yang sedang dilakukan padanya. Ia merasa tidak nyaman dan ingin segera keluar dari situasi ini.

"Oeek!... Oeek!..." Suara tangisan bayi memecah keheningan malam yang mencekam, memecah kepanikan yang melanda ruangan itu. Tangisan itu terdengar nyaring dan kuat, menandakan bahwa bayi itu akhirnya berhasil bernapas.

Blar!....

Guntur tiba-tiba menyambar atap rumah kecil mereka dengan dahsyat, tepat saat bayi itu menangis. Suara gemuruh yang memekakkan telinga itu membuat semua orang terlonjak kaget. Seolah alam semesta ikut merayakan kelahiran bayi yang istimewa ini.

'Astaga, petir sialan! Selalu saja membuatku terkejut dan hampir mati!' umpat Wei Lin Hua dalam hati, merasakan jantungnya berdebar kencang saat lagi-lagi mendengar suara petir yang menyambar dengan dahsyat. Ia selalu memiliki trauma dengan suara petir, sejak kejadian mengerikan di masa lalunya.

'Tapi, di mana ini sebenarnya? Mengapa aku tiba-tiba bisa membuka mataku, meski hanya sebentar?' tanya Wei Lin Hua dalam hati dengan panik, berusaha untuk memahami situasi yang sedang dialaminya. Ia merasa bingung dan ketakutan, tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Matanya hanya bisa terbuka sejenak, karena merasakan cahaya yang memasuki matanya begitu menyilaukan dan menyakitkan.

"Putriku... Kau akan aku berikan nama, Wei Lin Hua..." Suara seorang pria yang lembut dan penuh kasih sayang tiba-tiba menyeruak dalam telinga Wei Lin Hua yang tengah kebingungan dengan situasi saat ini. Suara itu terdengar asing, namun entah mengapa, ia merasa nyaman dan tenang mendengarnya.

Chapter 02

"Sialan! Gara-gara kau lahir sebagai seorang putri, aku gagal menjadi selir kesayangan Tuan Adipati!" teriak seorang wanita dengan suara melengking, amarahnya membara seperti api yang siap membakar segalanya.

Wei Lin Hua yang tengah tertidur lelap di dalam buaian mulai menggeliat gelisah saat mendengar teriakan bernada murka itu. 'Siapa yang berani mengganggu tidur nyenyakku, sialan!' umpatnya dalam hati, matanya masih terpejam rapat.

Bayi mungil yang berada di atas kasur sutra itu menggeliat semakin kuat dan kemudian meledak dalam tangisan yang memilukan. Air mata membasahi pipi halusnya saat sang ibu, dengan mata yang berkilat penuh kebencian, menodongkan sebilah pedang berkilauan ke arahnya.

'Sialan! Siapa wanita gila yang berani-beraninya menodongkan senjata padaku!' teriak Wei Lin Hua dalam hati, amarahnya mulai terpancing. Ia mencoba membuka matanya, namun kelopak matanya terasa berat.

Tangisan bayi itu semakin menjadi-jadi saat melihat sang ibu yang berniat membunuhnya. Pedang itu semakin mendekat, memantulkan cahaya yang menyilaukan. 'Tu—tunggu... Aku... Bayi?' Seketika Wei Lin Hua terkejut bukan main saat mendapati bayangan dirinya terpantul di bilah pedang. Ia melihat tubuh mungil seorang bayi yang tengah berbaring di atas kasur, menangis dengan histeris, dan itu adalah dirinya.

'A—apa ini? Apa yang terjadi?' ucapnya panik dalam hati, jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, namun hanya bisa menggeliat lemah. Ia terjebak dalam tubuh seorang bayi yang tak berdaya.

'Tidak! Aku tidak boleh mati sebelum mendapatkan penjelasan!' teriak Wei Lin Hua dalam hati, matanya terpejam erat saat mata pedang itu semakin mendekat, siap menembus dada mungilnya yang rapuh. Aroma anyir darah tiba-tiba menusuk hidungnya, membuatnya semakin ketakutan.

"Han Linyi! Apa yang kau lakukan pada putriku?!" teriak seorang pria paruh baya dengan suara menggelegar, amarahnya terpancar jelas dari setiap kata yang diucapkannya. Langkah kakinya yang berat menggema di seluruh ruangan.

Wei Lin Hua yang berada di dalam tubuh bayi itu berusaha menoleh ke arah suara, namun itu sangat sulit. Lehernya terasa lemah dan penglihatannya belum sempurna, hanya mampu menangkap sosok buram seorang pria yang mendekat dengan cepat.

Trang...

Pedang yang berada di genggaman Han Linyi, atau ibu Wei Lin Hua, terlempar jauh ke sudut ruangan oleh Wei Nan, suami Han Linyi. Senjata itu membentur dinding dengan keras, menciptakan suara nyaring yang memekakkan telinga. "Apa kau sudah gila, hah?! Kau ingin membunuh putri kita sendiri?!" teriak Wei Nan, wajahnya merah padam menahan amarah. Dengan gerakan cepat, ia merebut Wei Lin Hua bayi dari atas kasur dan mendekapnya erat dalam pelukannya.

'Benar, wanita itu sudah gila, Ayah,' ucap Wei Lin Hua dalam hati, merasa aman dalam dekapan ayahnya. Ia bisa merasakan kehangatan dan cinta yang terpancar dari pria itu. Ya, dia tahu bahwa Wei Nan adalah suami Han Linyi saat pria itu mengakui dirinya sebagai putrinya, yang berarti dia adalah ayahnya.

"Dia bukan putrimu! Untuk apa kau membiarkannya terus hidup?!" teriak Han Linyi dengan nada histeris, kata-katanya bagai petir yang menyambar Wei Lin Hua.

'Ah, sial! Apakah aku anak hasil perselingkuhan?!' Seketika Wei Lin Hua dilanda kepanikan yang luar biasa. Otaknya berputar mencari jawaban atas pertanyaan yang tiba-tiba muncul itu.

Dia tidak tahu apa-apa. Dirinya yang tiba-tiba berada di tubuh seorang bayi, lalu mendapati dirinya memiliki ayah dan ibu, dan kini, ia ternyata adalah anak dari hasil perselingkuhan ibunya? Dunia terasa runtuh di sekelilingnya.

'Oh, siapapun, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini,' ucap Wei Lin Hua dalam hati, bingung dan putus asa dengan situasi dan keadaan yang menimpanya saat ini. Ia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir.

"Meskipun dia bukan putri kandungku, kau masih istriku saat melahirkannya," suara Wei Nan melembut, nada bicaranya penuh kesedihan saat melihat Han Linyi mulai terisak. Ia mendekap Wei Lin Hua kecil semakin erat, seolah melindungi bayi itu dari dunia luar yang kejam.

Wei Nan tahu betul, istrinya menangis bukan karena menyesal telah mencoba membunuh bayi mungil itu, melainkan karena ia gagal menjadi selir kesayangan di kediaman adipati di kota. Ambisi dan obsesinya telah membutakan hatinya.

'Kau terlalu baik pada wanita itu, Tuan. Dia sudah melahirkan anak dari pria lain, tapi kau masih mau menerimanya dan mengakui bayi itu sebagai putrimu sendiri,' ucap Wei Lin Hua dalam hati dengan nada lemah. Ia merasa iba pada Wei Nan, pria yang begitu tulus dan baik hati, namun harus menerima kenyataan pahit dikhianati oleh istrinya sendiri.

"Pergilah. Bukankah kau selalu ingin bebas dariku? Maka aku akan menceraikanmu, seperti yang selalu kau inginkan," ucap Wei Nan dengan suara yang bergetar, air mata mulai membasahi pipinya. Ia tidak sanggup lagi hidup bersama wanita yang tidak pernah mencintainya.

Han Linyi hanya bisa terisak tanpa henti, menyadari bahwa pria yang selama ini menjadi suaminya tidak pernah membencinya, meskipun ia telah mengkhianatinya dengan keji. Penyesalan mulai menghantuinya, namun semuanya sudah terlambat.

"Tapi Wei Lin Hua akan tetap bersamaku, menjadi putriku. Aku tidak percaya padamu untuk merawatnya, saat kau sendiri dengan tega ingin membunuhnya hari ini," ucap Wei Nan lagi, suaranya tegas dan penuh tekad. Ia tidak akan membiarkan Han Linyi menyentuh putrinya lagi.

'Ayah... Apakah di dalam mimpi ini, aku akhirnya akan mendapatkan seorang ayah?' ucap Wei Lin Hua dalam hati, air mata haru mengalir di pipi mungilnya saat mendengar perkataan Wei Nan. Ia merasa begitu tersentuh dan bahagia, seolah mimpi buruknya akan segera berakhir dan digantikan dengan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.

Wei Lin Hua tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Pelukan hangat dan menenangkan dari Wei Nan membuatnya merasa aman dan nyaman, hingga akhirnya ia terlelap dalam tidurnya. Kegelapan menyelimutinya, membawanya jauh dari mimpi buruk yang baru saja dialaminya.

Wei Lin Hua kembali terbangun saat perutnya terasa keroncongan, memaksanya untuk membuka mata. Ia mengira bahwa mimpi buruk itu sudah berakhir, dan ia akan kembali ke kehidupannya yang normal.

Namun, saat ia membuka mata, ia melihat dua sosok pria muda yang wajahnya terlihat samar-samar. Cahaya redup dari lentera yang tergantung di dinding membuat penglihatannya terbatas. 'Siapa mereka?' tanya Wei Lin Hua dalam hati, mencoba mengenali kedua pria asing itu.

Sedangkan kedua pria muda yang tengah menjaga adik bayi mereka di dalam kamar terkejut saat mendengar suara aneh yang tidak terlihat wujudnya. Mereka saling bertukar pandang, mencoba mencari sumber suara misterius itu. "Apakah kau mendengarnya, Adik?" tanya Wei Liu Han dengan nada berbisik, matanya memindai seluruh ruangan.

"Kau juga mendengar sesuatu, Kakak?" tanya Wei Liu Yuan dengan wajah penasaran, ia mendekatkan telinganya ke arah sumber suara.

'Ada apa dengan mereka?' Wei Lin Hua kembali bertanya dalam hati, merasa bingung dengan tingkah laku kedua pria itu.

Lagi, suara itu kembali terdengar, namun mereka tetap tidak mengetahui siapa yang berbicara. Bulu kuduk mereka meremang, perasaan aneh menyelimuti mereka. "Tidak mungkin kan, adik bayi yang berbicara?" bisik Liu Han kepada Liu Yuan, dengan nada tidak percaya.

"Rasanya memang tidak mungkin, tapi..." ucapan Liu Yuan terhenti saat mereka lagi-lagi mendengar suara seseorang yang terdengar jelas di telinga mereka.

'Hey, aku lapar... Dan juga haus...'

Liu Yuan dan Liu Han langsung menoleh ke arah Wei Lin Hua, adik bayi mereka yang baru lahir beberapa minggu yang lalu. Mata mereka membulat sempurna, mulut mereka terbuka lebar karena terkejut. "Dia bisa berbicara?!" ucap keduanya hampir bersamaan, dengan nada pelan dan penuh keterkejutan. Mereka tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

Chapter 03

'Hm... Jika aku menjadi bayi di tempat ini, bagaimana keadaanku di duniaku yang dulu?' batin Wei Lin Hua, matanya yang bulat menatap langit-langit reyot rumah itu.

Bayi mungil dengan jiwa seorang assassin dari dunia modern itu kini berada dalam gendongan Wei Liu Han, kakak pertamanya.' Sebenarnya, dunia macam apa ini? Kenapa bangunan rumah ini benar-benar bobrok dan lusuh... dindingnya penuh tambalan, atapnya bocor di sana-sini,' lanjutnya dalam hati, sorot matanya yang tajam mengamati setiap detail ruangan.

Mata kecilnya menatap dengan seksama setiap sudut tempat yang kini menjadi tempat tinggalnya. Dinding yang penuh retakan, perabotan usang, dan aroma lembap yang menusuk hidung tidak luput dari perhatiannya. Wei Liu Han dan Wei Liu Yuan hanya bisa saling melirik, sebuah tatapan penuh arti yang hanya bisa mereka pahami berdua. Mereka menyadari bahwa hanya mereka berdualah yang dapat mendengar suara hati adik bayi mereka.

Selain itu, meski bingung dengan ucapan adik bayi mereka, mereka juga merasakan ada sesuatu yang berbeda. Adik mereka bukanlah bayi biasa. Apalagi Wei Lin Hua selalu mengatakan bahwa dunianya saat ini berbeda dengan dunianya yang dulu. Ada kemungkinan bahwa jiwa adiknya adalah reinkarnasi dari seseorang di dunia lain yang lebih maju.

"Sekarang, kita semua hidup di Dinasti Zhou...." Wei Liu Yuan menjelaskan keadaan dunia tempat mereka tinggal saat ini. Suaranya pelan, namun sarat akan informasi penting yang berusaha ia sampaikan pada adik kecilnya.

'Bagaimana bisa seperti itu... Sungguh tidak adil,' sahut Wei Lin Hua dalam hati, sebuah gumaman kecil yang hanya bisa ia ucapkan dalam benaknya, saat dia mendengar cerita dari kakak keduanya itu.

'Hanya bangsawan murni yang bisa mendapatkan ilmu sihir? Sedangkan rakyat kecil seperti kita tidak mendapatkan kesempatan itu?' lanjutnya, menggerutu kesal dalam hati atas ketidakadilan yang begitu nyata di depan matanya.

'Tidak mungkin! Dunia apa yang sebenarnya aku masuki ini? Fantasi? Sejarah? Atau perpaduan keduanya?' gumamnya kesal, merasa bingung dengan genre kehidupannya di dunia baru ini. Ia merasa seperti terlempar ke dalam sebuah novel yang belum jelas alurnya.

'He... Apakah ini yang namanya bertransmigrasi, seperti yang sering kulihat di novel-novel fantasi?' batinnya, sebuah kesadaran perlahan merayapi benaknya, menyadari bahwa apa yang terjadi padanya memiliki kemiripan mencolok dengan alur cerita fiksi yang sering ia dengar.

'Tapi tidak mungkin... Aku tidak pernah sekalipun menyentuh novel, apalagi membacanya. Hidupku hanya diisi dengan darah dan belati, mana sempat aku memikirkan cerita fiksi?' lanjutnya lagi, menyangkal kemungkinan itu dalam hati.

Tanpa disadari oleh Wei Lin Hua, isi hatinya benar-benar membuat kedua kakaknya terkejut bukan main. Wei Liu Han menatap Wei Liu Yuan dengan tatapan tak percaya, keduanya benar-benar terkejut mendengar informasi bahwa adik kecil mereka adalah seorang yang bereinkarnasi ke dalam tubuh bayi mereka.

"Kakak, apakah kita harus memberitahu Ayah tentang ini?" bisik Wei Liu Yuan, nada suaranya sedikit ragu saat mendengar kalimat terakhir adik bayinya.

"Lebih baik jangan. Ayah hanya akan menganggap kita berdua sudah kehilangan akal sehat, jika kita mengatakan bahwa adik bayi kita adalah seorang pembunuh dari dunia lain," jawab Wei Liu Han, berbisik pelan agar tidak ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.

Satu tahun berlalu... Waktu mengalir begitu cepat, membawa perubahan kecil namun berarti dalam kehidupan mereka.

"Tatata..." Wei Lin Hua kecil hanya bisa bergumam itu, bibirnya yang mungil bergerak-gerak berusaha membentuk kata. Usianya baru menginjak satu tahun, namun dengan mengejutkan, dia sudah bisa berjalan dengan tegap, meskipun belum mampu berbicara dengan jelas.

Gadis kecil itu menunjuk ke arah depan mereka dengan jari mungilnya, sorot matanya berbinar seolah melihat sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.

"Kau mau apa, Lin Hua? Apa kau menginginkan bunga ini?" tanya Wei Liu Han lembut, pria itu membawa Wei Lin Hua kecil memasuki hutan untuk mencari hewan buruan. Aroma tanah basah dan dedaunan memenuhi udara di sekitar mereka.

'Ck... Kau ini benar-benar bodoh! Lihatlah baik-baik di depan mata mu itu... Di sana, di antara semak-semak, ada ayam hutan!' Wei Lin Hua merasa kesal dalam hati. Ia ingin sekali berteriak dan memberitahu kakaknya, namun suaranya masih belum bisa ia kendalikan.

Selain merasa kesal pada kedua kakaknya yang kurang peka, dia juga merasa frustrasi pada dirinya sendiri yang tak kunjung bisa berbicara dengan lancar. Hal itu membuatnya kesulitan untuk berkomunikasi dengan kedua kakaknya, meskipun selama satu tahun ini, kedua kakaknya tidak pernah mengecewakannya dan selalu berusaha memenuhi apa pun yang ia inginkan.

Wei Liu Yuan tertawa kecil saat mendengar adik kecilnya mengumpati kakaknya dalam hati. "Kakak, lihatlah! Di sana ada ayam hutan yang gemuk. Aku akan menangkapnya untuk makan malam kita," ucap Wei Liu Yuan, matanya berbinar melihat potensi hidangan lezat di depan mereka. Pria itu mulai berjalan dengan perlahan dan hati-hati, berusaha mendekati ayam hutan itu tanpa membuatnya kabur.

Dengan gerakan secepat kilat, Wei Liu Yuan berhasil menangkap ayam hutan itu. "Lihat Lin Hua, aku berhasil menangkapnya!" serunya bangga, mengangkat ayam hutan itu tinggi-tinggi agar adiknya bisa melihatnya dengan jelas.

Wei Lin Hua kecil hanya mendengus dalam hati. 'Cih, hanya menangkap ayam hutan saja bangga,' pikirnya sinis. Namun, di lubuk hatinya, ia merasa senang karena kakaknya berhasil mendapatkan makanan untuk mereka.

"Ayo, kita pulang. Ayah pasti sudah menunggu kita," ajak Wei Liu Han, menggandeng tangan mungil Wei Lin Hua. Mereka bertiga berjalan menyusuri jalan setapak di dalam hutan, dengan Wei Liu Yuan memimpin di depan sambil membawa ayam hutan hasil buruannya.

Setibanya di rumah, aroma masakan sederhana namun menggugah selera menyambut mereka. Ayah mereka, seorang pria pekerja keras dengan wajah yang selalu tampak lelah, sedang berusaha menyiapkan makan malam di dapur kecil mereka.

"Kalian sudah pulang? Wah, dapat ayam hutan! Hebat sekali Liu Yuan," puji Ayah mereka dengan senyum tipis yang menghangatkan hati.

Wei Liu Yuan tersenyum bangga mendengar pujian ayahnya. "Ini semua berkat Lin Hua, Ayah. Dia yang melihat ayam hutan itu pertama kali," jawabnya merendah, meskipun ia sendiri merasa senang karena berhasil berburu.

Ayah mereka menatap Wei Lin Hua dengan tatapan lembut. "Anak pintar. Kau memang selalu membawa keberuntungan bagi keluarga kita," ujarnya sambil mengelus rambut halus Wei Lin Hua dengan tangannya yang kasar.

Wei Lin Hua hanya bisa menatap ayahnya dengan mata bulatnya, berusaha menyampaikan rasa terima kasihnya meskipun ia belum bisa berbicara. Ia merasa terharu dengan kasih sayang yang selalu diberikan oleh keluarganya. Meskipun ia adalah seorang assassin yang dingin dan kejam di kehidupan sebelumnya, namun di dunia ini, ia merasakan kehangatan dan cinta yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Malam itu, mereka makan malam dengan lahap. Ayam hutan yang dimasak oleh Ayah mereka terasa sangat lezat, meskipun hanya dibumbui dengan garam dan rempah-rempah sederhana. Wei Lin Hua makan dengan tenang, menikmati setiap suapan makanan yang masuk ke mulutnya. Ia merasa bersyukur atas kehidupan yang telah diberikan kepadanya di dunia ini, meskipun ia tahu bahwa kehidupan mereka tidaklah mudah.

Setelah makan malam selesai, Wei Lin Hua bermain-main di halaman rumah mereka yang sederhana. Ia merangkak di antara pepohonan, menikmati udara segar dan pemandangan indah di sekitarnya. Kedua kakaknya mengawasi dirinya dari dekat, memastikan bahwa ia tidak terluka atau tersesat. Mereka tahu bahwa sebagai anak yang paling kecil, Wei Lin Hua adalah tanggung jawab mereka.

Saat matahari mulai terbenam, Wei Lin Hua merasa lelah dan mengantuk. Ia menghampiri ayahnya dan menarik-narik ujung bajunya, berusaha menyampaikan bahwa ia ingin tidur.

Ayah mereka tersenyum lembut dan menggendong Wei Lin Hua ke dalam rumah. Ia membaringkan Wei Lin Hua di tempat tidur yang sederhana dan menyelimutinya dengan selimut yang agak lusuh namun terasa hangat. "Tidurlah yang nyenyak, sayang. Mimpi indah," bisiknya sambil mencium kening Wei Lin Hua dengan penuh kasih sayang.

Wei Lin Hua memejamkan matanya dan perlahan-lahan tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi tentang masa depannya di dunia ini. Ia berharap bahwa ia bisa menjalani kehidupan yang bahagia dan damai bersama keluarganya, meskipun ia tahu bahwa kehidupan mereka tidak akan selalu mudah.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia juga menyadari bahwa dunia ini tidak sesederhana yang ia kira. Ada banyak misteri dan bahaya yang mengintai di sekitarnya. Sebagai seorang assassin yang bereinkarnasi, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi keluarganya dan mengungkap kebenaran tentang dunia tempat ia berada saat ini. Ia tahu bahwa ia harus menjadi kuat dan siap menghadapi segala tantangan yang mungkin akan datang, meskipun saat ini ia masih terlalu kecil untuk melakukan apa pun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!