NovelToon NovelToon

Celine Juga Ingin Bahagia

Apakah boleh?

Karena kecelakaan dua tahun lalu yang menyebabkan kematian istrinya, dia akhirnya menikah lagi dengan seorang wanita janda beranak satu.

Anak itu tumbuh besar sama seperti Celine, dan juga seumuran. Tapi, mereka di perlakukan sangat berbeda jauh oleh ayahnya, yaitu Damian Vara dan juga saudara Celine yang lain, yang lebih memilih anak dari ibu tiri mereka.

...***...

Hari itu hujan, Celine yang baru pulang dari sekolahnya sekitar pukul 12.30 memutuskan untuk menunggu ayahnya pulang di ruang tamu.

Dia tampak kebosanan sambil memperhatikan saudari tirinya, Anastasya yang sekarang menyandang nama ayahnya juga, menjadi Anastasya Vara.

Anastasya ditemani oleh pelayan pribadinya, karena mereka semua juga memiliki pelayan pribadi masing-masing, kecuali...Celine. Ia asyik bermain boneka dengan dengan riang gembira. Sedangkan Celine? Hanya menunggu keajaiban tiba.

Pembantu rumah tangga, bibi Erina yang berumur sekitar 40an memperhatikan Celine saat dia sedang memasak makan malam di dapur. Memperhatikan gadis kecil itu yang sedang kebosanan.

Ia ingin sekali menemani nya bermain, tapi karena pekerjaan yang diberikan oleh Valora, ibu sambung Celine. Ia jadi tidak bisa menemani nya sampai pekerjaan nya benar-benar selesai.

Sekitar pukul 17.40, waktu yang sudah petang. Akhirnya Damian pulang ke rumah. Terdengar suara mobilnya di halaman depan Celine pun melompat dan berlari ke arah pintu untuk menyambut ayahnya itu.

"Papa!!" ucapnya saat melihat Damian yang akan menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Tapi, seolah-olah tak melihat Celine, ia terus berjalan dan mengabaikan keberadaan anaknya itu. Dia menghampiri Anastasya yang sekarang sudah berdiri menatapnya dengan tatapan polos.

"Anak papa sedang main apa?" ucapnya dengan senyuman hangat dan menggendong Anastasya seperti bayi yang baru lahir.

Celine yang melihat itu hanya terpaku diam saat melihat keduanya tampak senang. Raut sedih tampak di wajahnya, tapi mau bagaimana lagi?.

Bibi Erina yang melihat itu cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan nya dan langsung menghampiri Celine yang sendirian di sana sedangkan yang lain tampak senang saat dia tidak ada.

Bibi Erina berjalan menghampirinya, mengelap tangannya yang masih basah di baju karena habis cuci tangan. Dia berjongkok di depan Celine dan memegang pundak gadis itu dengan kedua tangannya.

Dengan memberikan senyuman lembut yang membuat Celine juga tampak kembali tersenyum. "Jangan sedih-sedih nona kecil, nanti pasti nona akan bahagia".

Celine yang mendengar itu dengan cepat mengangguk kan kepalanya dan memeluk bibi Erina dengan erat. "Terimakasih, bibi" ucapnya dengan suara terbenam karena pelukan hangat itu.

Pemandangan itu disaksikan oleh Michael, anak pertama Damian yang juga baru saja kembali dari kantornya. Melihat pemandangan itu dia hanya menunjukkan tatapan jijik sekaligus bosan.

Dia melewati keduanya dan berjalan ke arah ayahnya yang sedang menggendong Anastasya. "Ayo, naik ke atas. Rasanya aku mual di sini" sambil melirik keduanya masih dengan tatapan jijik.

Celine dan bibi Erina hanya bisa terdiam mendengar perkataan Michael yang seperti itu, rasanya sedikit sakit. Tapi, lama-kelamaan mungkin akan terasa biasa saja, Celine sering berpikir seperti itu.

Mereka pun meninggalkan keduanya di ruang tamu sedangkan mereka naik ke atas, ke ruang keluarga yang Celine tak pernah tahu bagaimana isi dalamnya karena tidak pernah diperbolehkan untuk masuk ke sana.

Dia hanya menatap kepergian mereka dengan mata polosnya, masih tak mengerti mengapa dia sangatlah dibenci oleh keluarganya sendiri. "Apakah Celine juga boleh seperti itu" ucap gadis itu dalam hatinya berharap ada yang menyayangi nya di keluarga itu.

Dia terdengar menahan nafasnya, bibi Erina yang mengetahui jelas tahu apa yang sedang dia lakukan. Seperti biasanya, menahan air matanya agar tidak jatuh.

Entah bagaimana dia percaya dengan ucapan kakak laki-lakinya yang mengatakan dia akan disayangi oleh mereka jika tidak menangis dan tidak menyusahkan mereka.

Bibi Erina menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang layaknya ibu bagi Celine. "Nona, sudah ya jangan sedih-sedih lagi. Meskipun papa dan kakak tidak melihat Celine, di sini masih ada bibi yang sayang sama Celine" ucapnya dengan suara nya yang lembut dan caranya membelai rambutnya membuat gadis itu yang tadinya murung menjadi tersenyum kembali.

"Bibi...kapan ya Celine di sayangi seperti Anastasya, Celine kan juga ingin disayang seperti itu bi..." ucap gadis berusia 8 tahun itu dengan polosnya.

Mendengar itu Erina hanya tertegun tak tahu harus menjawab apa, hatinya juga terasa sakit melihat Celine yang selalu tersingkirkan di tengah-tengah mereka. Dia juga tak punya kuasa apapun di rumah itu, hanya seorang pembantu yang menyiapkan makanan bagi mereka.

Dengan lembut dia memeluk Celine, mengusap pundak gadis kecil itu sambil berkata "Nanti, ada masanya Celine di sayang seperti itu, untuk sekarang Celine di sayang oleh bibi saja ya, nak" ucapnya untuk menghibur gadis kecilnya itu.

Celine hanya mengangguk, tapi pikiran nya selalu tertuju pada hal-hal yang dia inginkan. Dia juga membutuhkan nya, tapi mengapa mereka tak memberikan nya?.

"Bibi... Besok adalah hari ayah, apakah papa mau datang ke sekolah Celine untuk melihat Celine membacakan puisi?"

Erina kembali menatapnya dengan senyuman "Kalau begitu, nona harus katakan nanti pada papa nona, agar dia mau datang ke sekolah nona dan melihat nona disana" ucapnya dengan nada mantap yang meyakinkan.

"Baiklah, nanti aku akan mengatakannya pada papa. Aku harap papa akan datang" senyuman merekah di bibir mungilnya itu. senyuman yang tulus tanpa adanya kebohongan.

...***...

Celine yang baru saja siap mandi segera berpakaian, merapikan rambutnya dan memakaikan pita. Semua dia lakukan sendirian, setelah...ibunya tiada yaitu Isabella Vara.

Celine yang tampak ragu-ragu meyakinkan dirinya, menatap cermin dan bicara pada dirinya sendiri untuk berlatih.

Dia tampak gugup untuk menemui ayahnya, takut ayahnya akan menyuruh nya keluar sama seperti sebelum-sebelumnya.

"Papa, apakah papa besok bisa datang ke sekolah Celine? Besok adalah hari ayah dan Celine akan membacakan puisi disuruh oleh ibu guru, semoga ayah bisa datang"

Dia terus mengulangi kalimat yang sama untuk meyakinkan dirinya bahwa dia siap.

Setelah beberapa saat berlatih, dia pun keluar dari kamar nya, dengan susah payah meraih gagang pintu karena dia masih terlalu kecil dan pendek untuk membuka nya dengan baik.

Dia keluar, menutup kembali kamarnya dan berjalan ke ruangan Damian, yaitu ruang kerja nya. Di depan dia melihat pintu kerja nya terbuka.

Dengan hati-hati Celine mengintip ke dalam agar tidak ketahuan ayahnya, dia memperhatikan Damian yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Sedikit rasa ragu kembali muncul di dalam dirinya, tapi ini adalah saatnya. Dia tak boleh menyia-nyiakan nya.

Teringat...

Kaki kecilnya melangkah masuk ke ruangan kerja Damian, dengan hati-hati dia melangkah agar tak menimbulkan kebisingan.

Dia berdiri di depan meja Damian berharap ayahnya itu akan melihatnya ada di sana. Tapi tak seperti harapan nya, Damian hanya menatap selembaran dokumen yang ada di tangan nya tanpa melirik sedikitpun pada Celine.

Celine pun akhirnya memberanikan dirinya untuk berbicara dengan Damian sambil meremas baju nya karena merasa takut. "Pa-... Papa!"

Damian akhirnya menatapnya, tapi dengan tatapan malas seperti tersirat di matanya dia ingin anak itu cepat-cepat pergi dari hadapannya. "Ada apa, Celine?" dia bertanya dengan malas dan meletakkan dokumen nya diatas meja.

Celine pun yang merasa gugup mencoba memberanikan diri untuk berbicara "Pa, besok adalah hari ayah dan sekolah Celine menyuruh para ayah datang, papa mau kan datang ke sekolah Celine?" dia menatap Damian ayahnya itu dengan harapan dia akan datang ke sekolah nya besok.

Damian hanya diam menatapnya tanpa mengucapkan sepatah katapun, tampak dia sedang berpikir apakah dia akan datang atau tidak.

Celine yang melihat itupun kembali berbicara "Besok Celine juga akan membacakan puisi di depan semua orang, Celine juga ingin papa datang melihat Celine" senyuman nya merekah, berharap Damian menjawab ya pada permohonan nya itu.

Tapi Damian hanya diam dan menghela nafas sebelum akhirnya menjawab "Baiklah, besok kan? Besok akan aku usahakan untuk datang" jawabnya dengan malas dan kembali fokus pada pekerjaan nya.

Mendengar itu senyuman mengembang di bibirnya, dia sangat senang mendengar jawaban dari ayahnya itu. "Terimakasih, papa" setelah mengatakan itu dia pun keluar dari ruang kerja Damian dengan perasaan yang sangat bahagia.

Dia kembali ke kamarnya, menutup pintu dan langsung melompat ke tempat tidur dengan kegirangan. "Akhirnya papa akan datang melihat diriku" dia memeluk boneka panda miliknya karena kegirangan.

...***...

keesokan harinya

Cahaya pagi menyerbu masuk ke dalam kamar Celine, dia terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang masih sama seperti kemarin malam, senang dan penuh semangat.

Dia beranjak dari tempat tidurnya, segera mengambil handuk dan menyiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolah.

"Aku harus tampil cantik di depan semua orang, terutama di depan papa" bisiknya pelan pada dirinya sendiri tapi dengan semangat yang menggebu-gebu.

Setelah dia selesai mandi dan berpakaian, dia pun turun ke bawah untuk sarapan. "Selamat pagi!" serunya pada orang-orang yang duduk di meja makan.

Mereka hanya menatapnya sekilas dan lanjut untuk makan. Tapi, Felix kakak kedua Celine melihat adiknya itu lalu tersenyum dan membalas salam hangat nya "Selamat pagi juga"

Kedua nya tampak akur, dan...hanya dia yang peduli dengan Celine si kecil yang imut itu. Dia akan menemani Celine saat sendirian, tapi sayangnya dia harus pergi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan harus berpisah dengan adiknya tercinta.

Celine pun berjalan mendekatinya, naik ke kursi yang ada di sebelah Felix dengan susah payah karena dia masih sangat pendek. Dan begitu lah pemandangan setiap saat ketika mereka sarapan, hanya Felix yang ada di samping Celine.

"Kamu tampak bersemangat pagi ini" ucap Felix yang tangannya mengambil piring untuk adiknya itu

"Iya kak, soalnya aku hari ini akan ada acara di sekolah dan akan membacakan puisi untuk para ayah" jawabnya dengan bersemangat.

"Kalau begitu, kamu harus makan lebih banyak lagi agar energinya cukup untuk membacakan puisi nanti" dia menyendok nasi dan lauk lalu meletakkannya di atas piring adiknya itu.

Celine hanya mengangguk setuju dengan pernyataan kakaknya itu. Dan dengan lahap dia memakannya.

Bibi Erina yang sedang membersihkan dapur tersenyum melihat kehangatan dua kakak beradik itu, dia juga merasa senang karena Celine bersemangat hari ini, dia tahu Celine akhirnya berhasil mengatakan pada Damian soal hari ayah, itu sebabnya Celine tampak sangat bersemangat pagi ini.

Tapi berbeda dengan mereka, yang lainnya hanya diam dan tampak sibuk dengan makanan nya masing-masing. Valora, ibu tiri mereka hanya sibuk menyuapi Anastasya untuk makan.

Michael sibuk dengan ponselnya sendiri entah apa yang sedang dia kerjakan di sana. Sedangkan Damian, hanya diam tak memperhatikan merasa tak penting untuk melihat hal-hal seperti itu.

Tak lama dari situ, mereka semua selesai makan dan hanya meninggalkan Felix dan Celine di meja makan.

Damian yang sudah berdiri di ambang pintu melihat Celine yang masih sibuk dengan makanan nya dengan tatapan datar "Kalau kamu ingin berangkat cepat selesaikan makanan mu, atau kamu papa tinggal" celetuk Damian pada Celine dengan sedikit kasar.

Celine yang mendengar itu cepat-cepat menyuapkan makanan ke dalam mulutnya meskipun sudah penuh

"Hei, hati-hati Celine" ucap Felix sedikit khawatir takut adiknya tersedak makanan.

Sementara itu Damian sudah menuju ke mobilnya diikuti oleh Anastasya yang diantarkan oleh ibunya, Valora.

Valora tak mengatakan apapun dan sangat jarang bicara dengan Celine maupun Felix, tetapi dia sering menatap mereka dengan tatapan yang merendahkan sama seperti sekarang.

"Aku sudah selesai makan" Celine buru-buru minum dan langsung lompat dari kursi untuk mengambil tas nya.

"Nona, tunggu!" ucap bibi Erina memanggil Celine.

"Iya bi, ada apa?" tanya Celine padanya tapi pandangan nya langsung cepat tertuju pada bekal yang sudah di bawakan oleh bibi Erina.

"Ini untuk nona" dia tersenyum dan memberikannya pada Celine. Celine pun mengambil bekal itu dan kembali tersenyum padanya

Tapi Damian yang tak sabaran memanggil Celine dengan keras dari dalam mobilnya "Kamu kalau ingin di tinggal, terus saja berlama-lama!" teriaknya pada Celine

Mendengar itu Celine pun terkesiap dan berlari keluar dengan cepat, tapi dia tak lupa melambaikan tangannya pada kakak dan bibinya tercinta.

Dia langsung masuk ke dalam mobil ayahnya dan duduk di belakang dengan tenang. Sedangkan Anastasya duduk di depan bersama dengan ayahnya. Begitulah pemandangan setiap hari ketika mereka ingin pergi ke sekolah.

Mobil pun perlahan keluar dari rumah, melewati jalanan dan melaju dengan kecepatan stabil menyusuri jalanan kota yang jam segitu sudah cukup macet.

Celine duduk di dekat jendela mobil sambil memandangi jalan raya yang ramai dengan kendaraan beroda dua dan empat.

Dia selalu melihat pemandangan seperti ini setiap pagi, bahkan dia terkadang melihat orang bertengkar di tengah jalan karena saling menyenggol satu sama lain.

Melihat pembersih jalan yang menyapu sampah-sampah dedaunan yang gugur dari pohon nya.

Atau melihat anak-anak yang ingin pergi ke sekolah dengan mengendarai sepeda ataupun berjalan kaki.

Dulu dia selalu ingin pergi dengan berjalan kaki ke sekolah nya, tapi mendiang ibunya yaitu Isabella, selalu menolak permintaan nya itu. Dengan alasan Celine masih kecil dan banyak orang jahat di luar sana.

Belum lagi jalanan yang macet bisa menyebabkan dia kecelakaan di tengah jalan karena pengendara yang sembrono.

Celine selalu mengingat perkataan ibunya itu dan akhirnya dia tak pernah meminta hal-hal seperti itu lagi, terutama ketika ibunya sudah tiada seperti saat ini.

Bohong!

Sekitar lima belas menit perjalanan mereka akhirnya sampai di sekolah Celine, karena sekolah Celine dan Anastasya berbeda jadi Celine diantar duluan lalu setelah nya Anastasya.

Sebelum turun Celine memandang ayahnya itu sebelum akhirnya mengucapkan selamat padanya "Selamat hari ayah, pa!" dia tersenyum manis padanya.

Damian hanya menatapnya dari kaca spion tengah dengan tatapan datar, tak ada senyuman tak ada suara hanya hening menunggu anak itu turun dari mobilnya.

Celine pun dengan hati-hati keluar dan mengambil tas nya, mengucapkan salam perpisahan meskipun tak ada balasan dari ayahnya, tapi dia cukup senang bisa melambaikan tangannya kepada ayahnya itu.

Mobil Damian kembali melaju di jalanan yang besar, meninggalkan Celine tanpa mengatakan sepatah katapun.

Celine yang baru masuk di gerbang sekolah langsung di sambut oleh satpam dan guru yang berjaga.

"Wah, Celine hari ini juga tampak rapi dan bersih seperti biasanya, ya" celetuk Bu guru bernama Claudia.

Celine memberikan senyuman manisnya mendengar itu "Terimakasih ibu guru, Celine senang karena ibu guru memperhatikan Celine" ucapnya dengan nada yang membuat Claudia gemas padanya.

"Kalau begitu langsung masuk ke dalam kelas, ya. Celine kan hari ini akan membacakan puisi, jadi Celine harus berlatih lagi agar tampil baik" ucap Claudia menyemangati nya.

Celine hanya mengangguk cepat pada ibu gurunya dan langsung berlari kecil masuk ke dalam sekolah menuju ke kelasnya.

Claudia adalah adalah satu-satunya guru di sekolah itu yang sangat dekat dengan Celine. Bukan semata-mata karena hubungan antara anak murid dan guru, tapi lebih daripada itu.

Claudia adalah guru olahraga di sekolah Celine, tapi dia juga adalah sahabat dari Isabella, mendiang ibunya Celine.

Dulu Isabella sengaja memasukkan Celine ke sekolah itu karena ada Claudia yang menjadi guru disana, dia berpikir Claudia akan bisa menjaga Celine dengan baik, bukan hanya sebagai guru tapi juga sebagai orang tua penggantinya di sekolah.

Claudia pun tahu sahabat nya itu sangat menyayangi putrinya, dan menerima permintaan Isabella untuk menjaga putrinya itu di sekolah.

...****...

Celine sibuk dengan bacaan puisinya, terus berlatih dan berlatih di kelas agar dia tampil dengan baik. Teman-teman nya juga mendukung nya, tak ada satupun dari mereka yang mengganggunya atau pun berisik di kelas.

Mereka memperhatikan bagaimana Celine berlatih dan membawakan puisinya dengan sangat bagus.

Dan ketika akhirnya dia menyelesaikan bait terakhir dari puisinya, suara tepuk tangan menggema di kelas mereka karena kagum pada Celine yang bisa membawakan puisi dengan sangat indah.

"Kamu sangat hebat, Celine!" ucap Mia teman sebangku Celine.

"Iya! Belum lagi kamu yang berani tampil di depan semua orang, kalau aku mana bisa seperti itu." celetuk Gabriel, teman yang duduk di depan Celine.

Mereka semua menatapnya dengan kagum karena Celine begitu berani dan juga pintar. Celine juga menjadi juara kelas di sekolahnya jadi tak heran mereka selalu seperti itu padanya.

...****...

Acara hari ayah yang diadakan di sekolah Celine akan dimulai pukul sepuluh pagi, dan para orang tua sudah berkumpul di aula sekolah.

Tapi Celine juga tampak cemas karena ayahnya tak terlihat dimana pun padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dua puluh.

Tak melihat ayahnya dimanapun dia sedikit sedih dan menghela nafasnya "Papa dimana, ya" dia mencari-cari keberadaan ayahnya itu di pintu masuk aula dan dia berdiri di ambang pintu.

Tak lama Celine di kagetkan oleh ibu gurunya, Claudia dengan menepuk bahu anak itu dengan pelan "Celine, sedang apa di sini?" tanya nya sedikit penasaran

Celine yang sudah tampak murung enggan menjawab pertanyaan dari Claudia, tapi Claudia tahu apa penyebabnya.

Sambil menghela nafas dia berjongkok di depan Celine dan menatap mata anak itu dengan lembut "Celine, kamu tidak perlu khawatir. Ibu tahu kamu sedang menunggu papa untuk datang, kan? Kamu bisa menunggu nya di balik panggung, semoga saja ketika Celine membacakan puisi dia sudah datang dan melihat Celine" ucapnya mencoba untuk menghibur.

Celine yang sebelumnya murung mendengar itu menjadi sedikit bersemangat. Dia mengangguk dan berjalan ke arah panggung di aula untuk bersiap-siap disana.

Claudia menatap kepergian nya itu, raut sedih tampak di wajahnya. Dia bisa merasakan kesedihan Celine dan dia pun tahu bahwa Damian ayahnya Celine tak akan datang untuk melihatnya.

Dua tahun ini juga sama seperti itu, setiap hari ayah para anak-anak akan bersua foto dengan ayahnya masing-masing. Sedangkan Celine hanya berdiri diam walaupun pada akhirnya Ricardo, pamannya Celine yaitu adiknya Isabella akan datang untuk menemaninya disana.

Claudia juga berharap agar tahun ini Ricardo akan datang untuk melihat Celine yang akan tampil untuk membacakan puisi. Karena Celine pasti akan sangat sedih tak ada satupun dari keluarga nya yang datang menemuinya.

Tak lama dari situ, akhirnya acara di mulai. Pembawa acara mulai menyapa para hadirin dengan kata sambutan.

Tapi setiap kalimat yang keluar hanya membuat Celine tampak cemas, bukan karena takut tampil di depan umum, tapi dia takut ayahnya tak datang kali ini untuk melihat nya.

Setelah kata sambutan selesai dibacakan akhirnya giliran Celine untuk membacakan puisi di depan semua orang.

Dia berjalan keluar dari belakang panggung menuju ke depan. Menatap para hadirin satu persatu, sampai matanya tertuju pada sosok yang tak dia sangka akan datang.

Bukan ayahnya ataupun ibu tirinya, tapi itu adalah Felix kakaknya yang duduk di bangku penonton dan tersenyum melihat nya.

Dan tunggu, di sebelah nya juga ada bibi Erina yang memberikan senyuman padanya sambil memberikan semangat lewat gerakan tangannya.

Celine yang tadinya cemas akhirnya merasa lega dan tersenyum dengan lebar melihat dua sosok itu, dengan percaya diri dia membacakan puisi sama seperti saat di kelasnya.

Semua orang terpana mendengar setiap kalimat dan bait dari puisi yang dia bacakan, sampai beberapa orang tua yang mendengar nya ikut terharu.

Setelah Celine membacakan puisi dia kembali ke belakang panggung dan sebelum dia pergi dia menatap kakak nya dan bibi Erina.

Tak lama acara berlangsung dengan penuh tawa dan haru dan pada akhirnya berada di penghujung acara, yaitu menyerahkan bunga kepada orang tua masing-masing. Anak-anak berdiri di atas panggung pertunjukkan, berbaris dengan rapi. Setelah aba-aba dari guru mereka, mereka mencari orang tua nya dan menyerahkan bunga itu pada mereka.

Tetapi berbeda dengan Celine, dia hanya terpaku diam di atas panggung menatap bunga di tangannya. Dia masih berharap ayahnya datang diakhir acara tapi, ternyata itu semua hanyalah khayalan nya saja.

Damian Vara yang merupakan ayahnya tak datang untuk menghadiri acara itu. Air mata berlinang, hampir jatuh membasahi pipinya sebelum akhirnya Claudia datang berjongkok di depannya sambil mengusap matanya dengan lembut.

"kamu tidak perlu khawatir sayang, masih ada kakak dan bibi Celine kan disana?" dia menatap dua sosok itu dari kejauhan.

Celine mengangguk, tapi tetap jelas terlihat kesedihan di wajahnya. "Tapi Bu guru Celine... Juga ingin papa datang ke sini..." suaranya bergetar menahan tangisannya.

Felix yang sadar dengan keadaan juga merasa sangat sedih melihat adiknya itu. Di kala semua anak-anak memberikan bunga pada orang tua mereka dan berpelukan dengan hangat, sedangkan adiknya menahan tangisannya karena ayah mereka tak datang.

Melihat pemandangan itu membuat hati Felix sakit dan amarah merayap ke tubuhnya, tangannya terkepal erat tapi bibi Erina yang melihat itu segera menenangkan nya.

"Sabar nak, kamu tidak boleh marah" sambil dia mengelus bahu Felix dengan perlahan.

Felix pun langsung tenang dan menghela nafas panjang "Aku tidak tahu, bi. Entah dimana salahnya adikku itu sampai papa sialan itu tak mau menemui anaknya." gerutunya dan langsung bangkit dari bangku menuju adiknya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!