NovelToon NovelToon

Whispers Of A Broken Heart

Bab 1

Langit sudah mulai gelap dimana jam menunjukkan pukul delapan malam dan Rianti baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Ia harus segera pulang karena besok ia harus menikah dengan Prabu sang kekasih akan menjadi suaminya.

Sebelum pulang ia menuju ke ruangan Bramantya yang tak lain mantan adik iparnya dan pimpinannya di tempatnya ia bekerja.

"Pak, ini laporan yang anda minta." ucap Rianti.

"Kamu letakkan disana saja," ujar Bramantya sambil menatap ke arah laptopnya.

Rianti menaruh laporannya dan disaat akan keluar dari ruangan, tiba-tiba Bramantya memanggilnya dan memintanya untuk duduk.

"Ada apa, Pak?" tanya Rianti.

"Lupakan saja, keluarlah dari ruangan kerjaku. Lekaslah pulang, besok kamu akan menikah." jawab Bramantya.

Rianti bangkit dari duduknya sambil memandang heran ke arah Bramantya.

Ia pun kembali ke ruang kerjanya dan mengambil tasnya.

Rianti yang ceroboh lupa kalau cincin pernikahannya tertinggal di laci meja kerjanya.

Segera ia melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.

Mama menyambut Rianti dan memintanya untuk segera mandi.

Rianti menganggukkan kepalanya dan segera ia mandi.

Setelah selesai mandi, ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Ia mengambil ponselnya dan menghubungi Prabu.

"Kenapa tidak aktif? Apa Mas Prabu masih belum pulang kerja?" gumam Rianti.

Tak berselang lama prabu mengirimkan pesan dan mengatakan kalau ia masih meeting.

[Setelah meeting, hubungi aku ya. Aku kangen kamu, Mas.]

Rianti bangkit dari tempat tidurnya dan melihat gaun pengantinnya.

Hatinya berdebar membayangkan hari esok yang akan mengubah hidupnya.

Namun tiba-tiba, tatapannya berubah panik saat mengingat cincin yang ada di laci meja kerjanya.

Ia segera mengambil jaket dan berpamitan dengan Mama yang sedang mengobrol dengan tukang dekor.

"Rianti, ini sudah malam. Besok saja kamu ambil cincinnya." pinta Mama.

"Aku cuma sebentar, Ma."

Rianti masuk dan segera melajukan mobilnya menuju ke kantornya.

Jalanan yang sepi membuat Rianti lekas sampai di kantor.

Rianti menekan tombol lift, jantungnya berdetak cepat.

Lampu-lampu di dalam lift memantulkan wajahnya yang tegang.

Ia menghela napas dan mencoba menenangkan diri.

Pintu lift terbuka dan Rianti melangkah keluar dan berjalan cepat menuju ruang kerjanya yang dekat dengan ruangan kerja Bramantya.

Ia bergegas mengambil kotak cincinnya dan memasukkannya ke dalam jaketnya.

Saat keluar dari ruang kerjanya, ia mendengar suara kegaduhan di ruang kerja Bramantya.

PYAAR!!!

Rianti langsung berdiri di tempat dan ia melihat Bramantya yang membuka pintu.

Bramantya melihat Rianti yang sedang berdiri mematung.

"K-kamu belum pulang?" tanya Bramantya dengan berjalan sempoyongan.

Rianti menundukkan kepalanya dengan posisi masih mematung.

Ia mencium aroma alkohol dari mulut Bramantya yang berdiri di arahnya.

"S-saya pulang dulu, Pak." ucap Rianti lirih.

Rianti yang akan beranjak dari sana langsung dikejutkan dengan Bramantya yang menarik pinggangnya dan menutup mulutnya.

"MMMMPPPHHH!!"

Rianti mencoba melepaskan tangan Bramantya yang masih menariknya masuk ke ruang kerjanya

"P-pak, tolong lepaskan saya!!"

Bramantya yang gelap mata langsung melepaskan dasinya dan mengikat tangan Rianti.

Rianti mencoba menendang-nendang kakinya agar Bramantya tidak menyentuhnya.

Bramantya membuka paksa pakaian yang dikenakan oleh Rianti.

Tangan Bramantya mulai menjelajahi seluruh tubuhnya.

Setelah itu Bramantya naik ke atas tubuh Rianti dan memperkosanya.

Bramantya menutup mulut Rianti dengan salah satu tangannya.

"MMMMPPPHHH!!"

Rianti merasakan sakit yang luar biasa saat Bramantya berhasil merenggut mahkotanya.

Bramantya melepaskan tangannya dan mencium bibir Rianti.

Rianti hanya bisa menangis sesenggukan saat mantan adik iparnya memperkosanya.

Hampir satu jam Bramantya melakukannya dan ia mengangkat tubuh Rianti ke atas sofa.

Rianti menatap langit-langit ruangan kerja Bramantya.

Dengan tubuh yang lemas ia melihat Bramantya yang bangkit dan menuju ke meja kerjanya.

Bramantya menulis sejumlah uang yang kemudian ia berikan kepada Rianti.

"Ini cek untuk kamu dan pergilah dari sini." ucap Bramantya.

Rianti yang mendengarnya langsung bangkit dan mengambil pakaiannya.

Ia meninggalkan cek yang diberikan oleh Bramantya.

Bramantya melihat noda darah di sofa dan ia sadar kalau sudah mengambil kesucian Rianti.

Sementara itu Rianti berjalan sempoyongan dan masuk kedalam mobil dan pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan Rianti menangis dan memukul-mukul setir mobilnya.

Sesampainya di rumah ia melihat semua orang yang sudah tertidur pulas.

Rianti naik ke atas tempat tidur dan mengambil bantal untuk menahan suara tangisannya.

"Mas Prabu, maafkan aku yang sudah tidak suci lagi." gumam Rianti.

Rianti terbaring di tempat tidur, tubuhnya masih gemetar dan wajahnya basah oleh air mata.

Ia memeluk bantal erat-erat, mencoba menahan rasa sakit dan rasa malu yang membanjiri hatinya.

"Kenapa harus aku yang mengalami hal ini?" gumam Rianti.

Rianti mengambil ponselnya dan akan menghubungi Prabu.

"A-aku tidak bisa mengatakannya kalau aku baru saja diperkosa oleh Bramantya."

Ia meletakkan ponselnya lagi dan ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini.

Detik demi detik berganti dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi.

Tok... tok.... tok....

"Rianti, apa kamu sudah bangun? Devi sudah datang dan akan merias kamu, Rianti." ucap Mama sambil tersenyum ke arah Devi yang merupakan MUA.

Rianti yang mendengar langsung menghapus air matanya.

Ceklek!

"Aku sudah bangun, Ma."

Mama terkejut ketika melihat mata putrinya yang bengkak.

"Kamu habis nangis? Ada apa, Ri? Cerita sama mama."

Rianti menggelengkan kepalanya sambil memeluk tubuh Mamanya.

"A-aku masih tidak percaya jika hari ini aku akan menikah, Ma." jawab Rianti.

Kemudian Devi meminta Rianti untuk mandi air hangat terlebih dahulu.

Rianti masuk ke kamar mandi dan segera membersihkan tubuhnya.

Ia melihat noda merah bekas ciuman yang diberikan oleh Bramantya di dadanya.

"Aku harus menghapus noda ini. Aku tidak mau jika Mas Prabu sampai tahu." gumam Rianti.

Rianti berulangkali menggosoknya agar noda merahnya hilang, tetapi malah kulitnya yang semakin lecet.

Setelah selesai mandi, Rianti keluar dan duduk di kursi yang sudah disiapkan.

Devi mulai merapikan rambut Rianti dengan hati-hati, menata setiap helai agar terlihat sempurna di hari pernikahan.

Rianti duduk dengan wajah datar, menahan rasa sakit dan malu yang masih membekas dari malam sebelumnya.

“Aku akan buat kamu cantik, Ri. Tenang saja, semuanya akan terlihat indah,” kata Devi sambil tersenyum.

Rianti mengangguk pelan, menatap cermin tanpa benar-benar melihat refleksinya.

Setelah proses make-up selesai, Rianti berdiri dan melihat gaun pengantinnya.

Gaun itu terlihat anggun dan elegan, namun hatinya terasa hampa.

Ia mencoba tersenyum untuk dirinya sendiri, tapi senyum itu terasa paksa.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan Rianti masih duduk di kamarnya.

"Apa Mas Prabu sudah sampai?" tanya Rianti.

"Aku lihat sebentar ya, Ri." jawab Devi yang langsung keluar untuk mencari tahu.

Devi turun kebawah dan melihat Mama Rianti yang sedang menangis sesenggukan.

Rianti menuruni tangga dengan langkah gugup saat melihat Mama menangis

Gaun pengantin putihnya terseret pelan di lantai marmer, namun ia tidak peduli.

Matanya langsung tertuju pada Mama yang menangis di pelukan Linda adiknya.

“Ma, ada apa? Kenapa Mama menangis?” tanya Rianti dengan suara bergetar.

Belum sempat Mama menjawab, terdengar suara seorang pria dari arah pintu.

Supir Prabu, Pak Jaya, berdiri dengan wajah penuh rasa iba.

“Non Rianti…” ucapnya pelan.

“Pak Jaya? Mana Mas Prabu? Kenapa dia belum datang? Katakan kalau dia sedang dalam perjalanan, kan?”

Pak Jaya menundukkan kepalanya dengan tangannya yang gemetar memegang topi sopir yang ia genggam erat.

“Maafkan saya, Non. Tuan Prabu, semalam… sudah menikah.”

“Me-menikah?” suaranya tercekat.

“Ya, Non. Tuan Prabu menikah dengan mantan kekasihnya. Saya sendiri yang mengantarkan beliau.”

Dunia seakan runtuh dan jantungnya serasa berhenti berdetak saat mendengar jawaban dari Pak Jaya.

“T-tidak mungkin” bisik Rianti dengan tubuhnya yang bergetar hebat.

“Rianti!” Mama berteriak panik saat tubuh putrinya limbung.

BRUK!

Rianti jatuh pingsan tepat di ruang tamu, membuat semua orang menjerit panik.

Gaun pengantin putihnya kini terhampar di lantai, seputih wajahnya yang pucat pasi.

Bramantya yang sudah datang dari tadi langsung membopong tubuh Rianti dan membawanya ke kamar.

Bab 2

Rianti membuka matanya dan melihat Mama, Linda, Dessy dan Bramantya ada dikamarnya.

Melihat Bramantya yang ada di dekatnya, Rianti langsung bangkit dari tempat tidurnya.

"Rianti, kamu mau kemana?" tanya Mama dengan wajah kebingungan.

"A-aku mau ke Mas Prabu, Ma. Aku ingin tahu kenapa Mas Prabu memilih menikah dengan wanita itu? L-lalu bagaimana dengan pernikahanku?" jawab Rianti dengan suara lirih.

Mama memeluk tubuh putrinya dan mengatakan kalau pernikahannya dibatalkan saja.

"Jangan dibatalkan, Ma. Biar aku saja yang menikahi Rianti." ucap Bramantya sambil berdiri di hadapan mereka berdua.

Rianti menggelengkan kepalanya dan ia tidak mau menikah dengan orang yang sudah memperkosanya.

Ia tidak bisa mengatakan kepada Mama kalau Bramantya lelaki yang sudah merenggut mahkotanya.

"Rianti, benar kata Bramantya. Menikahlah dengan dia." pinta Mama.

Linda yang mendengarnya langsung maju ke depan.

"Nggak! Aku nggak setuju kak Rianti menikah dengan mantan suamiku! Apa kata orang? Aku nggak mau!"

Bramantya menatap wajah Linda yang dari dulu selalu egois.

"Lin, kita nggak butuh pendapat kamu. Sekarang aku akan menikahi kakak kamu." ucap Bramantya sambil menggenggam tangan Rianti.

Rianti mencoba melepaskan tangannya, tetapi genggaman tangan Bramantya sangat erat.

Para tamu sudah hadir dan Penghulu juga sudah siap.

"A-aku nggak mau menikah sama kamu," ucap Rianti.

"Diam! Atau aku akan melakukannya lagi."

Rianti menundukkan kepalanya dan ia hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya.

Linda meminta Mamanya untuk menggagalkan pernikahan Rianti.

"Linda, biarkan kakakmu bahagia. Kasihan dia," ucap Mama.

Linda tidak terima jika mantan suaminya menikah dengan Rianti.

Rianti masih terdiam dengan air mata yang jatuh tanpa henti.

Tangannya masih digenggam erat oleh Bramantya, sementara di dalam dadanya rasa takut bercampur dengan perih tak terucapkan.

“Mama, kenapa Mama malah setuju?!” teriak Linda dengan wajah merah padam.

“Dia itu mantan suamiku! Apa Mama nggak malu kalau orang-orang tahu?!”

“Cukup, Lin! Kamu jangan egois. Kakakmu sudah dipermalukan. Prabu meninggalkannya. Apa kamu tega melihat kakakmu jadi bahan omongan orang seumur hidupnya?”

“Tapi, Ma....”

“Diam, Linda!” potong Mama keras.

Bramantya berdiri tegak, suaranya penuh wibawa meski tatapannya menusuk ke arah Linda.

“Lin, kamu sudah bukan istriku. Kamu nggak berhak mengatur hidupku lagi. Aku akan menikah dengan Rianti. Dan aku tidak peduli dengan pendapat kamu."

Linda terisak, wajahnya memerah karena amarah dan cemburu.

Ia menatap Rianti dengan pandangan penuh kebencian.

“Kak, kamu tega? Kamu tega nikah sama mantan suamiku?!”

Rianti terisak semakin keras, tubuhnya bergetar saat mendengar perkataan dari adiknya.

Ia ingin berteriak, ingin mengatakan kebenaran tentang apa yang dilakukan Bramantya padanya semalam.

Namun, suaranya tercekat di tenggorokan. Kata-kata itu terkunci oleh rasa takut.

“Aku nggak mau.” bisiknya lirih, hampir tak terdengar.

Bramantya menunduk, berbisik di telinga Rianti dengan nada dingin yang hanya bisa didengar olehnya.

“Kamu mau atau tidak, pernikahan ini tetap terjadi. Kalau kamu melawan, aku bisa hancurkan hidupmu.” ancam Bramantya.

Bramantya kembali duduk dan meminta penghulu untuk segera memulai acaranya.

Penghulu meminta Bramantya untuk menjabat tangannya.

“Baiklah, mari kita mulai akad nikahnya,” ucap penghulu dengan suara lantang.

Bramantya menatap Rianti sekilas lalu menggenggam erat tangan saksi di depannya.

Suaranya terdengar mantap, tanpa ragu sedikit pun.

“Saya terima nikah dan kawinnya Rianti Maharani binti Almarhum Deddy Pratama dengan mas kawin dua ratus dolar, dibayar tunai.”

Hening seketika dan para tamu terdiam, menunggu jawaban saksi.

“Sah!” ucap para saksi serempak.

Tepuk tangan pun terdengar, meski tidak seramai biasanya.

Ada yang tersenyum, ada pula yang berbisik-bisik penuh tanda tanya.

Sementara itu, Rianti hanya terisak, hatinya hancur berkeping-keping.

Gaun pengantin putih yang ia kenakan kini terasa seperti kain penjara yang membelenggunya.

Linda berdiri di belakang dengan wajah merah padam.

Tangisnya pecah, bukan karena sedih, melainkan karena amarah dan cemburu yang membakar hatinya.

“Tidak!! Ini tidak adil!” jerit Linda sambil menatap Bramantya dengan penuh benci.

Namun, Bramantya hanya menoleh sekilas, bibirnya melengkung tipis.

Ia menggenggam tangan Rianti semakin erat, seakan ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kini Rianti adalah miliknya suka atau tidak suka.

Setelah itu Bramantya menandatangani buku pernikahan mereka berdua.

Setelah menandatangani buku pernikahan, Bramantya menoleh ke arah Mama dengan wajah tenang, seolah tidak ada badai yang baru saja ia ciptakan.

“Mama, saya mohon doa dan restu dari Mama untuk pernikahan saya dan Rianti. Saya janji akan menjaga dia.”

Mama mengangguk, meski air matanya menetes. Tangannya bergetar saat meraih tangan Bramantya.

“Jaga baik-baik Rianti, jangan sakiti dia. Mama hanya ingin lihat dia bahagia.”

Rianti yang berdiri di sampingnya tidak mampu lagi menahan emosi.

Ia langsung memeluk Mama erat-erat dan suara tangisannya pecah.

“Ma, aku nggak sanggup. Aku takut.” bisik Linda lirih di telinga Mama.

Mama membelai rambut putrinya, mencoba menenangkan meski hatinya ikut teriris.

“Sabar ya, Nak. Semua ini demi kebaikanmu. Percayalah, Mama selalu ada untukmu.”

Bramantya menatap pemandangan itu dengan tatapan dingin bercampur puas. Ia lalu melangkah mendekat.

“Mama, sekarang izinkan saya membawa Rianti ke rumah saya. Mulai hari ini dia adalah istri saya, dan tempatnya ada di sisi saya.”

Rianti menegang, pelukannya pada Mama semakin erat.

“Ma, jangan biarkan aku pergi. Aku nggak mau ikut dia." isaknya semakin keras.

Mama menutup mata, air matanya jatuh semakin deras. Namun dengan suara parau, ia berkata,

“Pergilah, Nak. Ikuti suamimu. Itu sudah takdir kamu sekarang…”

Bramantya kembali menggandeng tangan istrinya dan mengajaknya masuk kedalam mobil.

"Masuk atau aku akan....,"

Belum selesai mengucapkan perkataanya, Rianti masuk kedalam mobil.

Bramantya melajukan mobilnya sambil melambaikan tangannya ke arah Mama dan para tamu lainnya.

Di dalam mobil Rianti menundukkan kepalanya dengan air matanya yang jatuh.

"Jangan menangis, Rianti. Seharusnya kamu bahagia karena aku menikahimu." ucap Bramantya.

Rianti tertawa kecil saat mendengar perkataan dari Bramantya.

"Bahagia? Apa aku harus bahagia bersama lelaki yang sudah memperkosa aku? Kamu sudah gila, Bram." ucap Rianti.

Bramantya menyunggingkan senyuman sinisnya dan meminta Rianti untuk menerapkan apa yang sudah terjadi.

Satu jam kemudian Bramantya menghentikan mobilnya di depan apartemennya.

"Ayo turun, dan tersenyumlah sedikit. Bukannya ini hari pernikahan kita." ucap Bramantya.

Rianti turun dari mobil dan ia berjalan di belakang Bramantya.

Banyak mata yang memandang ke arah mereka berdua.

Mereka masuk kedalam lift menuju ke lantai sepuluh.

Ting!

Pintu lift terbuka dan Bramantya membuka pintu apartemennya.

Rianti melihat apartemen Bramantya yang begitu mewah.

Bab 3

Bramantya meletakkan jas pengantinnya di sofa, lalu mengambil sebuah map hitam dari atas meja kaca.

“Duduk,” ucapnya tegas.

Rianti menatapnya sekilas, lalu dengan berat hati menuruti perintah itu.

Bramantya mengeluarkan beberapa lembar kertas tebal, di atasnya tertulis besar 'KONTRAK PERNIKAHAN.'

“Mulai malam ini, kita punya aturan. Aku tidak ingin mendengar rengekan, tangisan, atau penolakan darimu. Baca ini.”

Bramantya meletakkan kertas itu di hadapan Rianti.

Dengan tangan gemetar, Rianti membaca satu per satu isi kontrak tersebut.

KONTRAK PERNIKAHAN

Pihak Pertama : Bramantya

Pihak Kedua : Rianti Maharani

Dengan ini kedua belah pihak sepakat untuk menaati ketentuan berikut:

Pihak Kedua wajib tinggal bersama Pihak Pertama di apartemen ini, tanpa pengecualian.

Pihak Kedua wajib menjaga penampilan sebagai seorang istri Pihak Pertama di depan umum.

Pihak Kedua dilarang membicarakan kehidupan pribadi Pihak Pertama pada siapapun, termasuk keluarganya sendiri.

Pihak Kedua dilarang menghubungi Prabu atau pria lain dalam bentuk apapun.

Semua aset Pihak Pertama tetap milik pribadi. Pihak Kedua tidak memiliki hak apapun kecuali yang diberikan.

Pihak Kedua harus menemani Pihak Pertama dalam acara sosial, bisnis, atau keluarga tanpa menolak.

Pihak Kedua tidak diperkenankan keluar rumah tanpa seizin Pihak Pertama.

Pihak Kedua wajib melayani Pihak Pertama sebagai seorang istri tanpa menolak.

Pihak Kedua harus menjaga nama baik Pihak Pertama, termasuk berpura-pura bahagia di depan orang lain.

Pihak Kedua wajib melupakan malam sebelum pernikahan dan tidak pernah menyebutkannya lagi, seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi.

Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 31 Agustus 2025

Pihak Pertama,

(tanda tangan)

Bramantya

Pihak Kedua,

(tanda tangan)

Rianti

Rianti menutup kertas itu dengan tangan bergetar, air matanya menetes membasahi lembaran kontrak.

“Aku tidak akan tanda tangan, Bram,” ucapnya dengan suara serak.

Bramantya menyeringai, lalu duduk di hadapan Rianti, menatap lurus ke dalam matanya.

“Kalau kamu tidak tanda tangan, aku pastikan semua orang tahu apa yang terjadi malam itu. Mau Mama kamu mendengar? Mau dunia tahu kamu datang ke kantorku malam-malam, lalu…?”

Rianti bangkit dari duduknya dan tersenyum sinis saat mendengar perkataan dari Bramantya.

"Aku ke kantor untuk ambil cincin, bukan yang lain!" ucap Rianti.

Bramantya mendekatkan wajahnya ke wajah Rianti.

"Tapi, apakah mereka akan percaya begitu saja? Jangan naif, Rianti."

Rianti mencengkram erat kedua tangannya dan langsung terdiam.

“Aku tidak akan menandatangani kontrak ini, Bram!” ucap Rianti.

Bramantya langsung menarik pinggang istrinya dan menciumnya dari belakang.

"Lepaskan aku! Jangan perkosa aku, Bram!"

Bayangan malam itu kembali muncul dan seketika Rianti kembali pingsan.

"Dasar lemah," cibir Bramantya yang kemudian membopong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar mereka.

Sesampainya di kamar dan Bramantya menaruhnya di atas tempat tidur.

Bramantya menatap wajah Rianti yang pucat dan tak berdaya di atas tempat tidur.

Rianti masih mengenakan gaun pengantinnya yang sekarang sudah tidak rapi lagi.

Kemudian Bramantya bangkit dan meninggalkan Rianti sendirian di kamar.

Bramantya masuk ke ruang kerjanya dan mengambil sebuah cerutu.

Ia menyalakan cerutunya dan menghembuskan asap tebal ke udara, matanya menatap kosong ke arah jendela apartemen yang menghadap kota malam.

Suasana senyap dan dingin, hanya terdengar desis cerutu dan detak jam di ruang kerja.

Sementara itu, di kamar, Rianti mulai membuka matanya perlahan.

Tubuhnya terasa lemah, tangannya masih gemetar.

Gaun pengantin yang menempel di tubuhnya kini berantakan, kainnya kusut dan basah oleh air matanya.

"Kenapa harus aku yang mengalami semua ini? M-mas Prabu, kamu dimana?" gumam Rianti dengan air matanya yang kembali mengalir.

Rianti bangkit dari tempat tidurnya dan melihat dirinya di depan cermin.

Disaat yang bersamaan tiba-tiba Bramantya membuka pintu dan melihat istrinya sudah sadar.

"Lekas tanda tangan ini dan jangan pura-pura pingsan." ucap Bramantya.

Rianti yang mendengarnya semakin sakit hati kepada suaminya.

"A-aku tidak mau! Sampai kapanpun aku tidak mau!" ucap Rianti.

Bramantya menghela nafas panjang dan langsung melepaskan pakaiannya.

"Tanda tangan atau aku akan meminta hakku sekarang. Atau kamu ingin aku paksa seperti kemarin malam?"

Rianti menundukkan kepalanya dan ia langsung mengambil bolpoin dan menandatangani kontrak pernikahannya.

Bramantya menarik pinggang istrinya dan membuka paksa gaun pengantin yang masih di kenakan oleh istrinya.

"T-tolong, jangan lakukan itu."

Bramantya tidak mendengarkan perkataan istrinya dan ia memaksa istrinya untuk melakukan hubungan intim secara paksa.

Rianti kembali ke malam kelam dimana suaminya memperkosanya sebelum mereka menikah.

Bramantya menutup mulut istrinya dengan mulutnya agar tidak berteriak.

Rianti menangis sesenggukan saat akhirnya suaminya berhasil melakukannya berulang kali.

Setelah hampir dua jam akhirnya Bramantya langsung tertidur pulas di samping tubuh Rianti yang masih menangis.

"M-mama, aku ingin pulang." ucap Rianti dengan suara lirih.

Sementara itu di tempat lain Prabu baru saja melakukan hubungan intim dengan istrinya.

Prabu memeluk tubuh istrinya dan mencoba melupakan Rianti yang sudah ia buang begitu saja.

"Ri, maafkan aku yang lebih memilih Tryas daripada kamu. Aku masih mencintai Tryas." gumam Prabu.

Prabu bangkit perlahan dari ranjang, tubuhnya masih diselimuti rasa lelah.

Tryas sudah tertidur pulas di sampingnya dengan senyum kecil menghiasi wajahnya.

Prabu meraih jubah tidurnya, lalu melangkah ke arah minibar kecil di sudut kamar hotel mewah itu.

Tangannya gemetar saat menuangkan wine merah ke dalam gelas kristal.

Glek… glek…

Ia menenggak wine itu dalam sekali teguk, lalu menatap kosong ke arah jendela besar yang menampilkan cahaya kota.

Namun, bayangan Rianti muncul begitu jelas di kepalanya.

Senyum Rianti, tatapan lembutnya, bahkan suaranya yang penuh kasih semua itu kembali menghantam hatinya.

“Kenapa aku masih memikirkan dia?” gumam Prabu lirih, menekan dadanya yang terasa sesak.

Ia meneguk lagi wine dari botol yang sama, kali ini lebih banyak.

Air matanya perlahan jatuh, bercampur dengan rasa pahit di mulutnya.

“Aku sudah pilih Tryas, tapi kenapa wajah Rianti terus menghantui aku?”

Prabu memukul meja dengan keras hingga gelas hampir pecah.

Nafasnya memburu, matanya merah karena amarah pada dirinya sendiri.

Di ranjang, Tryas menggeliat kecil, lalu setengah membuka mata.

“Mas, kenapa belum tidur?” tanyanya manja.

Prabu buru-buru menyeka wajahnya dan tersenyum tipis, meski hatinya masih berantakan.

“Nggak apa-apa, sayang. Aku cuma butuh sedikit waktu.”

Tryas mengangguk lemah, lalu kembali memejamkan mata.

Prabu kembali menatap gelasnya yang hampir kosong.

"Ri, kamu pasti benci aku sekarang. Tapi kenapa aku merasa aku yang kehilangan segalanya?" gumam Prabu yang kemudian kembali ke tempat tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!