Hujan deras mengguyur sebuah desa nan asri semalaman, pagi ini menyisakan jalanan yang basah dan becek. Seorang gadis tampak mengayuh sepedanya dengan penuh semangat sambil membawa sebuah tas yang berisikan baju hasil jahitannya untuk diserahkan kepada pelanggan. Alana nama gadis itu, sosoknya cantik dengan rambut hitam terurai sebatas punggung. Berpakaian sederhana namun melekat anggun di tubuhnya yang berpostur ideal. Ia adalah seorang yatim piatu yang hidup diasuh oleh neneknya yang seorang penjahit pakaian. Dari neneknya yang sudah seperti orang tuanya sendiri, Alana belajar menjahit dan ternyata ia cukup berbakat dalam menjahit pakaian. Terbukti banyak pelanggan yang merasa cocok karena hasil jahitannya nyaman dipakai dan rapi. Kali ini untuk pertama kalinya Alana menjahitkan baju untuk sahabat neneknya yang lama merantau di kota dan baru pulang kampung setelah sekian lama, dan berniat untuk mengantarkan ke rumahnya.
Saat melintasi sebuah tikungan, dari belakang terdengar suara mobil berjalan semakin mendekat dan saat melewati sepeda Alana, tiba - tiba mobil tersebut melintasi sebuah kubangan yang penuh air, tepat di sebelah Alana. Byurr... air keruh dari kubangan pun terciprat ke tubuh Alana. Alana berteriak terkejut dan sepedanya menjadi oleng, ditambah jalanan becek membuat ban sepedanya selip sehingga gadis itu pun terjatuh ke tanah bersama sepedanya. Randy, pengemudi mobil tersebut ikut terkejut melihat kejadian itu. Merasa bersalah, pemuda itupun menghentikan mobilnya dan segera keluar untuk menolong Alana.
"Maafkan saya.. " ujarnya sambil mengulurkan tangan untuk membantu Alana berdiri.
"Aduuh... apa-apaan sih, tidak lihat jalannya becek?!" sahut Alana menahan marah dan sakit di kakinya, sambil menyambut uluran tangan Randy untuk berdiri kembali.
"Iya, saya tidak sengaja.. sekali lagi saya minta maaf, ya? Nanti saya akan beri kompensasi kerugian anda.." jawab Randy. Lalu setelah Alana berdiri, iapun mengambilkan sepeda Alana yang terjatuh di tanah dan menyerahkannya pada Alana. Alana menyandarkan sepeda itu pada tubuhnya, sedangkan tangannya merapikan rambut yang berantakan menutup wajahnya.
Sementara itu Randy mengambil dompet yang ada di saku celananya, lalu mengambil sejumlah uang yang cukup banyak nilainya dan menyerahkannya pada Alana. Alana yang sudah merapikan rambut dari wajahnya perlahan melihat wajah pemuda bertubuh tinggi di depannya, dan sontak ia terpesona oleh wajah Randy yang sangat tampan dan berpenampilan elegan. Matanya berkilau tajam dengan alis yang tebal dan rapi. Hidungnya mancung, kulitnya sangat cerah dan bersih bersinar. Selain itu rambut dan pakaiannya pun tampak rapi. Belum pernah ia melihat sosok yang seperti ini di desanya, pemuda ini pasti datang dari kota, batin Alana sambil terkagum-kagum. Alana menjadi salah tingkah dan ia merasa malu berpenampilan lusuh kotor begini di hadapan Randy. Ia menolak uang pemberian Randy dan berkata pelan, "Ah, sudahlah, tidak perlu.. "
Lalu ia memutar balik sepedanya dan bergegas meninggalkan Randy yang masih bengong ditinggalkan begitu saja... "Eh.. tunggu.." teriaknya.
Alana tidak mempedulikannya, ia semakin cepat mengayuh sepedanya meninggalkan Randy. Duh malunya, batin Alana, semoga pemuda itu tidak menyadari keterkejutanku saat terpesona menatap wajahnya tadi.. Lagian aku jelek banget, berantakan begini meski itu karena ulahnya.. tak henti Alana berkata di dalam hatinya dan mengingat kejadian tadi. Gadis itu tidak jadi mengantar baju jahitannya ke pelanggan, karena ia harus membersihkan diri dulu dan tentu saja perlu menenangkan diri setelah kejadian tadi. Sepanjang perjalanan, Alana bertanya - tanya dalam hati, siapa pemuda itu, apakah tamu dari warga desa yang lain. Namun sesekali ia tersenyum kecil membayangkan wajah tampan tadi, karena bagi gadis seusianya, itu sama saja dengan cuci mata dan rasanya sangat menyenangkan.
Alana memarkir sepedanya di halaman rumah dan bergegas memasuki rumah menuju ke kamar mandi. Seorang wanita tua berumur sekitar 70 tahun yang berada di dapur terkejut melihat kedatangannya yang pulang dengan pakaian yang sangat kotor dan wajah berantakan. Namanya nenek Mira, wanita yang merawat Alana sejak berumur 7 tahun setelah putri dan menantunya yang merupakan orang tua Alana meninggal dunia karena kecelakaan.
"Eh.. kenapa cucu nenek cepat sekali pulangnya dan kotor begini?" tanyanya cemas dan menghentikan pekerjaannya memotong sayuran.
"Aku tidak jadi mengantar baju ke rumah nenek Ranita, Nek.. tadi ada mobil menciprati air kubangan dan aku terjatuh, nek..." sahut Alana sambil menutup pintu kamar mandi.
"Astaga, apakah kamu terluka, nak?" tanya nenek Mira.
"Yah, tangan dan kakiku agak sakit,nek.. " jawab Alana.
Alana segera mandi dan keramas, tidak lama kemudian ia sudah keluar dalam keadaan bersih dan wangi. Ia merebahkan diri di kursi ruang tamu sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Nenek menghampirinya dan membawakan segelas teh panas.
"Minumlah," ujar nenek sambil meletakkan teh panas itu di meja. Alana menatap teh panas itu dengan wajah berseri dan berkata, "Hmm... enak sekali habis mandi kedinginan sudah dibuatkan teh panas. Nenek memang paling baik sedunia.."
Nenek menatap Alana yang begitu menikmati tehnya. Cucunya yang jarang mengeluh, selalu rajin membantunya seakan mengerti kalau ia sedang menitipkan dirinya dalam asuhannya.
"Apakah mobil yang menyipratimu berhenti?" tanya nenek Mira. Alana mengangguk, lalu wajahnya tersenyum berseri - seri sambil bercerita, "Ternyata dia adalah seorang pemuda tampan, nek. Dia membantuku berdiri dan mau memberiku uang, tapi aku menolaknya dan kutinggalkan begitu saja. Habis aku malu banget sudah basah dan kotor di hadapannya. Wajah dan rambutku juga penuh air campur lumpur.. lagian aku sempat terkejut karena terpesona melihat wajahnya, hehe... semoga dia gak menyadarinya, ya, nek.."
Nenek Mira terkesima memperhatikannya, bukannya mengomel dia malah bercerita dengan ceria tentang orang yang sudah mencelakainya, batin nenek Mira.
"Eeh.. cucu nenek jatuh cinta pada pandangan pertama rupanya.." ujar nenek sambil menggelengkan kepalanya, "tapi cinta pada pandangan pertama itu hanya sesaat, lebih baik mendapatkan cinta yang sejati, bukan?"
"Ah nenek serius sekali, sih... Tapi dia benar - benar keren, nek. Seperti yang di film - film, loh.. Hm, kira - kira dia mau berkunjung ke rumah siapa, ya? Apakah dia punya saudara di desa ini, ya.." Alana terus berceloteh.
"Sudah, jangan diingat... paling juga tidak bertemu lagi.." potong nenek Mira. Alana cemberut. Moodnya jadi hilang karena neneknya tampak tidak antusias mendengar ceritanya. Suasana hening sejenak. Nenek Mira menghela nafas panjang.
"Alana, kamu sudah berumur 20 tahun.. Dan nenek sudah semakin tua, tidak mungkin bisa mendampingimu terus.." tiba - tiba nenek berkata dengan sangat serius.
"..Nenek ini bicara apa, jangan bicara yang sedih begitu...Apa maksud nenek?" potong Alana.
"Sebenarnya nenek sudah menyiapkan jodoh untuk kamu.." sahut nenek Mira tenang tapi tegas. Mata Alana langsung terbelalak kaget, bagai ada petir yang menggelegar di telinganya.
"Ah, nenek jangan bercanda.." ujarnya kesal.
"Nenek tidak bercanda, nak. Percayalah pada nenek, ini semua demi kebaikanmu. Dan jodoh yang nenek siapkan tidak main - main, dia bukan orang sembarangan dan dia juga masih muda. Kamu tidak perlu khawatir, nak.." ujar nenek Mira sambil tersenyum, lalu melanjutkan kalimatnya, "Nenek yakin kamu pasti menyukainya, dia tidak akan kalah dari pemuda yang menciprati kamu tadi. Nenek sudah pernah melihat fotonya, dia tampan sekali."
Alana terdiam. Baru saja dia mempunyai figur pria idamannya, bahkan sempat terbersit keinginan untuk bertemu dengan pemuda itu lagi. Kini ia sudah dibayangi dengan perjodohan yang seakan merusak kebahagiaannya nanti.
"Alana, kamu tahu nenek sebenarnya punya penyakit yang sulit disembuhkan, setiap saat bisa saja nenek pergi meninggalkan kamu.." ujar nenek Mira pelan dan menatap Alana dengan penuh harap.
"Cukup, nek. Jangan bicara yang aneh - aneh lagi.. Lebih baik berdoa agar nenek panjang umur. Alana hanya punya nenek.." potong Alana sambil meneteskan air mata.Setiap kali nenek Mira membicarakan penyakitnya, terasa tercekat tenggorokan Alana.
"Kamu tahu dengan siapa kamu akan dijodohkan?" tanya nenek Mira. Alana menatap wajah nenek Mira.
"Jangan - jangan dengan cucu nenek Ranita? Beliau sering meledekku ingin menjadikan cucu menantunya.." tebak Alana. Wajah nenek Mira langsung berseri, kelihatan bersemangat sekali dan menjawab, "Iya, tentu saja, nak." Alana terdiam tak dapat berkata - kata selain mendengarkan neneknya melanjutkan ceritanya.
"Ranita baru kembali ke desa ini seminggu yang lalu karena mendengar kabar nenek sakit. Kau tahu kan kalau sejak kecil kami bersahabat, menjahit bersama, hingga akhirnya beliau merintis karirnya di kota dan menjadi sukses. Puluhan tahun kami tidak bertemu, seakan sudah saling melupakan. Nenek tidak menyangka dia akan kembali, karena katanya bisnisnya sudah dijalankan oleh cucu laki - lakinya itu.." cerita nenek Mira.
"Tunggu.. nenek tidak menyetujui hanya karena cucu nenek Rinata sukses kan.." potong Alana.
"Tentu saja tidak. Karena ada ikatan persahabatan yang kuat dan tulus antara nenek dengan Ranita, nenek percaya padanya seratus persen. Dia bercerita cucunya sangat penurut, pandai dan baik. Dia bernasib sama denganmu. Ditinggalkan kedua orang tuanya dan diasuh oleh Ranita sejak kecil. Itulah sebabnya kami merasa kalian berjodoh, terlebih kami yakin kalian bisa saling menerima karena dia tampan, kamu juga cantik, nak..." jelas nenek Mira. Alana menunduk. Ia tahu tidak akan bisa menolak perjodohan ini. Neneknya adalah segalanya baginya, apalagi perjodohan ini adalah harapan terbesarnya.
"Ya sudah, nenek lega sudah mengatakan ini padamu. Baju ini biar nenek yang antar ke rumah Ranita, nenek akan minta antar tetangga. Kamu istirahat dulu saja untuk pemulihan. Itu obat gosoknya ada di atas almari, gosokkan ke tangan dan kakimu yang sakit.." ujar nenek Mira sambil beranjak meninggalkan Alana yang masih terdiam terpaku. Sejenak kemudian Alana mengambil obat gosok dan menggosokkan ke kaki dan tangannya yang mulai terasa kaku. Wajah pemuda tadi terlintas lagi di benaknya, hanya mimpi, gumamnya sambil tersenyum pahit.
Di sebuah rumah yang sangat besar dengan halaman yang luas dan asri, Randy sedang duduk santai mengobrol di halaman samping rumah melepas rindu dengan nenek tercintanya. Berbagai hidangan mulai dari roti, kue dan buah tersaji dengan menarik di meja.
"Bagaimana kabar nenek? Tidak ingin kembali ke kota lagi?" tanya Randy pada neneknya. Nenek Randy bernama Ranita. Ia tampak masih sangat cantik dan awet muda di usianya yang senja. Itu karena Nenek Ranita adalah seorang yang sangat mapan, yaitu pengusaha bisnis fashion yang sukses. Senyumnya menyisakan sisa - sisa kecantikannya di masa muda.
"Tentu saja nenek sangat senang berada di rumah ini, nenek tidak akan pernah merasa bosan di sini karena selain membawa beberapa pelayan dari rumah utama, ada juga nenek Mira sahabat nenek.. Rasanya seperti kembali ke masa muda lagi, sayang.." jawab nenek Ranita dengan wajah berseri - seri.
"Syukurlah.. tapi aku yang jadi kesepian tanpa nenek di sana.." ujar Randy sambil tersenyum.
"Bukankah sewaktu - waktu kamu bisa kemari untuk berlibur?" tanya nenek Ranita.
"Hm.. iya, nek. Aku akan sering berlibur di sini. Saat ini pekerjaan sudah kuserahkan pada Devan, kurasa dia sanggup menghandle semuanya dengan baik." jawab Randy.
"Baguslah, jadi kita bisa membicarakan tentang rencana nenek padamu," ujar nenek Ranita sambil tersenyum penuh arti.
Randy menghela nafas panjang. Ia tahu betul apa yang dimaksud neneknya. Beberapa bulan lalu sang nenek bercerita telah bertemu lagi dengan sahabat masa kecilnya, dan ternyata sahabatnya itu mempunyai penyakit jantung yang cukup parah, sehingga nenek Ranita ingin menghabiskan waktu terakhir bersamanya di desa ini. Mereka sempat beberapa kali bertemu sebelum nenek Ranita pindah menempati rumah ini kembali setelah direnovasi. Tapi di sela waktu itu, neneknya menceritakan bahwa sahabatnya itu mempunyai seorang cucu yang cantik dan berkepribadian baik, dia juga bernasib sama dengan Randy, yaitu hidup diasuh neneknya seorang. Bedanya, orang tua Randy bercerai, ibunya sebenarnya masih hidup, tetapi ayahnya telah meninggal dunia. Sedangkan cucu sahabat nenek Ranita itu kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Ibu Randy sendiri sangat dibenci oleh nenek Ranita karena telah berselingkuh yang menyebabkan perceraian dengan ayah Randy yang sangat mencintainya sehingga ayah Randy menjadi lemah dan sakit - sakitan. Nenek Ranita sangat mengagumi cucu sahabatnya itu dan menganggap gadis itu tidak akan pernah mengecewakan Randy seperti ibu Randy mengecewakan putranya.
Randy sebenarnya telah mempunyai seorang kekasih yang sangat dicintainya, tetapi nenek Ranita tidak pernah menyukai wanita itu karena dianggap memiliki sifat yang mirip dengan ibu Randy. Randy hanya pasrah dan tidak berani melawan neneknya. Ia tidak bisa membiarkan neneknya kecewa. Tetapi ia pun belum bisa memutuskan hubungan dengan kekasihnya itu. Dan neneknya telah menyatakan akan menjodohkannya dengan cucu sahabatnya itu.
"Nanti kamu bisa melihat sendiri gadis itu, dia akan datang kemari mengantar baju pesananku." ujar nenek Rinata.
Tiba - tiba pelayan datang menemui nenek Ranita dan mengatakan bahwa ada tamu, yaitu nenek Mira.
"Apakah Mira bersama cucunya?" tanya nenek Ranita bersemangat. Pelayan itu menggeleng sembari menjawab, "Tidak, Nyonya. Beliau datang sendiri, tadi diantar tetangganya. Sekarang tetangganya itu sedang mengobrol dengan penjaga taman. Tampaknya mereka berteman akrab."
"Oh, begitu.." nenek Ranita segera beranjak menuju ruang tamu untuk menemui nenek Mira.
"Kukira cucumu yang mengantar bajuku.." ujar nenek Ranita menyambut tamunya.
"Eeh, kenapa, kau tidak suka kalau aku yang datang?" gurau nenek Mira. Nenek Ranita tertawa renyah dan berkata, "Aku senang sekali kau datang, tapi katanya Alana sendiri yang mau datang. Itu cucuku sudah datang, loh. Aku kan ingin mereka segera bertemu dan berkenalan.."
"Cucumu sudah datang? Wah senangnya.. Sayang sekali Alana tadi jatuh saat mau mengantar bajumu kemari, lalu dia pulang lagi ke rumah." ujar nenek Mira. Nenek Ranita terkejut dan berkata, "Apa? Jatuh? Oh, kasihan sekali.. bagaimana keadaannya sekarang?"
"Tidak apa - apa, tadi hanya basah dan kotor semua badannya kena air kubangan, jadi pulang langsung mandi. Agak pegal - pegal juga katanya, tapi dia sudah istirahat di rumah" jawab nenek Mira.
Randy yang sedang berjalan menuju ruang tamu untuk menyambut nenek Mira menghentikan langkahnya. Ia mendengar pembicaraan itu sepintas, tapi merasa familiar dengan kejadian itu. Mungkinkah...Belum sempat Randy berpikir, tiba - tiba ponselnya berdering. Dilihatnya nama yang tidak asing baginya, Delia.
"Hallo sayaang..." terdengar suara manja wanita sesaat setelah Randy menerima panggilan itu. Randy pun mengurungkan niatnya untuk menyambut nenek Mira dan berbalik arah menuju ke kamar yang telah disediakan untuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!