NovelToon NovelToon

Istri Simpanan Pemuas Tuan Eden

Mencari Pinjaman

Ditengah hujan deras yang mengguyur sore itu, tampak seorang gadis berusia 20 tahun berlari dalam keadaan menyedihkan. Dia menangis, memikirkan keadaan ibunya yang saat ini terbaring tak berdaya dirumah sakit.

Kata-kata dokter terus terngiang ditelinganya. Dokter mengatakan bahwa ibunya harus segera melakukan transplantasi sumsum tulang belakang karena penyakit kanker darah yang dideritanya sudah semakin parah. Jika tidak segera dilakukan, akan berakibat fatal dan bisa menyebabkan kematian pada sang ibu.

Tanpa pikir panjang gadis itu menyetujui agar sang ibu dioperasi. Akan tetapi, untuk melakukan tindakan tersebut ternyata memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Gadis itu bingung. Jelas dia tidak memiliki uang. Bahkan gajinya sebagai kasir disebuah mini market kecil pun jelas tidak akan cukup walau hanya untuk membayar uang mukanya saja.

Itulah mengapa dia menangis. Bingung dan sedih bercampur menjadi satu. Kemana dia harus mencari pinjaman? Dia sudah berusaha menghubungi kekasihnya untuk meminta bantuan, tetapi sama sekali tidak ada jawaban. Hingga akhirnya nama sang bibi melintas dikepalanya.

Dengan penuh harap, gadis itu pulang kerumah bibinya. Tempat dimana dia juga tinggal disana. Berbekal uang seadanya, gadis itu pulang menggunakan kendaraan umum.

Sayangnya ditengah jalan, angkutan yang ditumpanginya mengalami mogok hingga memaksanya untuk turun dan berlari ditengah derasnya hujan karena dia tak memiliki banyak waktu.

*

*

Didalam sebuah rumah sederhana.

"Tentu saja kami menerima lamaranmu Nak Gio, iya kan Yah?" seorang wanita paruh baya berusia 48 tahun menoleh kearah sang suami yang duduk disampingnya sembari tersenyum lebar.

Sang suami yang usianya hanya berbeda dua tahun lebih tua dari sang istri membalas senyuman itu dan mengangguk.

"Ya, kami menerimanya." pandangan lelaki itu kini beralih pada dua sejoli yang duduk didepannya. "Jadi kapan rencana kalian akan menikah?"

Dua sejoli yang dimaksud itu pun tersenyum malu-malu dengan posisi sang wanita bergelendot manja dilengan sang lelaki.

"Secepatnya Paman. Karena Keisha sepertinya sudah tidak sabar untuk menjadi nyonya Giovani Albert." lelaki bernama Gio itu pun tersenyum nakal kearah sang kekasih bernama Keisha.

Keisha tersipu malu, dia memukul pelan pundak Gio. Kedua orang tua Keisha tertawa melihat tingkah putrinya tersebut.

"Kalau begitu, bagaimana jika bulan depan saja?" usul Rena yang tak lain ibu Keisha.

Gio tampak berpikir.

"Jika minggu depan bagaimana Bi? Karena bulan depan Ayah dan Ibu akan pergi keluar kota untuk urusan bisnis dan akan sangat lama disana. Saya takut jika ditunda-tunda Keisha akan dilamar oleh lelaki lain. Bagaimana menurutmu sayang? Tidak masalah bukan?" kini Gio bertanya pada Keisha.

"Ya, tidak masalah. Bukankah lebih cepat lebih baik?" jawab Keisha dengan enteng.

Rena dan Hendrik, ayah Keisha, saling menatap lalu tak lama keduanya mengangguk setuju sembari tersenyum lebar.

Kapan lagi putri semata wayang mereka dilamar oleh anak orang kaya pengusaha batu bara yang tentunya bisa mengangkat derajat mereka? Jelas mereka tak akan menyia-nyiakannya.

"Baiklah kalau begitu, minggu depan kita adakan resepsi besar-besaran!" seru Rena penuh semangat. Ekspresi Hendrik dan Keisha pun tak kalah semangatnya.

Sementara Gio hanya tersenyum tipis penuh arti.

*

*

"Bibi! Bibi Rena!"

Disaat keluarga bahagia itu sedang sibuk membicarakan tentang rencana pernikahan Gio dan Keisha, tiba-tiba dari luar rumah terdengar suara teriakan samar-samar seorang gadis yang mereka kenali, lalu tak lama gadis itu pun muncul diambang pintu dengan kondisi basah kuyup dan napas tersengal-sengal.

Siapa lagi jika bukan Elara. Gadis yang ibunya saat ini sedang dirawat dirumah sakit dan harus segera dioperasi.

Ketika Elara sampai didepan pintu, betapa terkejutnya dia saat mendapati kekasihnya disana.

"Gio?"

Gio sontak menegang kaku. Berbeda dengan Keisha dan orang tuanya yang tampak sinis menatap Elara.

"Elara."

Gio yang duduk disebelah Keisha bangkit berdiri, diikuti oleh Keisha.

"Gio kau disini? Apa kau tidak tahu sejak tadi aku menghubungimu?" tanya Elara.

"Jaga bicaramu Elara! Sekarang Gio adalah calon suamiku!" ketus Keisha. "Jadi jangan pernah menghubunginya lagi, mengerti?!"

Elara tampak shock mendengar ucapan sepupunya itu.

"Calon suami?" lirih Elara.

"Ya, Gio baru saja melamar Keisha! Mereka akan menikah minggu depan. Apa kau senang mendengarnya?" kini Bibi Rena yang menimpali seraya tersenyum sinis.

"Tidak. Tidak mungkin."

"Apanya yang tidak mungkin?!" Keisha menyahut. "Kau pikir, kau lebih baik dariku sehingga Gio tidak mungkin memilihku, eh?"

Pandangan Elara kini beralih pada Gio.

"Gio! Apa benar yang dikatakan mereka?!" Elara mencoba untuk tidak percaya sebelum dia mendengar langsung dari mulut lelaki itu.

"Maafkan aku Elara, tapi aku lebih memilih Keisha! Dia lebih cantik dan lebih segalanya darimu." jawab Gio lantang setengah berbohong.

Ya, pasalnya jika soal kecantikan jelas Elara jauh lebih unggul dari Keisha. Hanya saja alasan Gio meninggalkan Elara adalah karena Elara tak memiliki apapun. Tempat tinggal saja dia menumpang pada Bibinya.

Elara yang sakit hati atas pengakuan Gio, jelas tak bisa berbuat banyak. Saat ini ada hal yang jauh lebih penting dari pada harus memperebutkan lelaki murahan seperti Gio.

"Baiklah terserah padamu."

Elara memilih berjalan masuk kearah Bibinya. Tak peduli dengan pakaiannya yang basah dengan air menetes-netes kelantai.

"Bi, bisakah Bibi Rena membantuku? Sakit Ibu semakin parah Bi, dan secepatnya Ibu harus melakukan operasi transplantasi tulang sum-sum untuk menyelamatkan nyawanya. Aku tidak memiliki uang Bi. Bisakah Bibi meminjamkan uang dulu padaku? Aku janji akan menggantinya dengan mencicil dari gajiku Bi." lirih Elara seraya menggenggam tangan Bibinya.

Namun sayang, reaksi sang Bibi tak sesuai harapan. Rena menepis tangan Elara lalu mendorong tubuh keponakannya itu hingga jatuh terduduk.

"Akh!" Elara memekik sakit.

"Pinjam uang katamu?!" hardik Rena. "Mau berapa lama kau akan melunasinya, hah?! Untuk makan saja susah! Biarkan saja Ibumu mati, toh itu sudah takdirnya. Menyusahkan saja!"

"Bi!"

"Apa?!"

"Aku mohon Bi! Sekali ini saja, tolong aku, Bi! Aku janji akan membayarnya!" pinta Elara sambil memeluk kaki Rena.

Keisha yang melihat pemandangan itu tiba-tiba mendapatkan ide cemerlang. Dia menyeringai dan berjalan kearah sang ibu lalu berbisik.

Rena yang mendengar rencana putrinya ikut menyeringai.

"Baiklah aku akan membantumu. Tapi bukan aku yang akan meminjamkan uang padamu, melainkan temanku! Sekarang gantilah bajumu, kita akan pergi kesana."

*

*

To be continued

Terjebak

Elara begitu senang ketika mendengar sang bibi mau membantunya. Meski bukan Bibi Rena yang akan meminjamkan uang padanya, setidaknya Bibinya masih berbaik hati mau mengantarnya pada orang yang akan membantunya.

Namun senyum penuh harap Elara sepanjang jalan perlahan menghilang ketika dia dan sang bibi mulai memasuki sebuah club malam elite yang terletak ditengah kota tempat mereka tinggal.

Otak Elara langsung dipenuhi pikiran negatif. Untuk apa bibi Rena mengajaknya kemari?

"Bi, tunggu! Untuk apa kita kesini Bi?" akhirnya Elara memberanikan diri bertanya sambil menahan lengan bibinya.

"Sudah diam! Jangan banyak bertanya! Kita akan segera bertemu dengan orang yang akan meminjamkanmu uang!" jawab Rena dengan ketus.

"Tapi Bi?"

"Rena? Kau disini?" Rena yang terkejut langsung tersenyum lebar saat melihat siapa yang menyapanya.

"Mami Yosi!" Rena melepaskan tangannya dari Elara. Dia memeluk wanita yang usianya kira-kira diatasnya beberapa tahun itu.

"Ada perlu kau kemari?" tanya wanita yang dipanggil Mami Yosi tersebut. Dia adalah germo di klub malam elite ini.

Rena langsung merangkul Elara, menempatkannya didepannya sehingga sang germo bisa melihat wajah Elara dengan jelas.

"Perkenalkan Mam, dia adalah Elara, keponakanku. Dia sedang membutuhkan uang yang sangat banyak untuk biaya operasi ibunya. Bisakah Mami meminjamkannya uang?" Rena mengedipkan sebelah matanya seolah memberi kode pada Yosi.

Sang germo yang mengerti maksud dari temannya langsung menganggukkan kepala.

"Aku tidak bisa meminjamkan uang cuma-cuma padanya. Kecuali dia bekerja dulu satu malam denganku, baru aku akan memberinya uang, bagaimana?"

Elara yang hendak bertanya apa pekerjaannya tak jadi bersuara karena Rena memotong lebih dulu.

"Tentu Mam, Elara bersedia. Benarkan Elara?" Rena meremas kedua pundak Elara kemudian berbisik ditelinga gadis itu. "Ingat Ibumu."

Sontak Elara langsung teringat ibunya yang terbaring lemah dirumah sakit. Pada akhirnya Elara pun mengangguk pasrah.

"Ya, saya bersedia."

Rena dan Yosi tersenyum puas.

*

*

"Apakah gadis itu masih bersegel?" tanya Yosi saat Elara sudah dibawa anak buahnya untuk didandani.

Rena tertawa geli sambil menghitung uang yang dia terima dari teman germonya itu. Uang ini akan dia gunakan untuk tambahan biaya resepsi pernikahan putrinya, Keisha.

"Tentu saja Mam, setahuku dia tidak memiliki pengalaman bercinta dengan lelaki. Hidupnya hanya dihabiskan bekerja dan merawat ibunya yang sekarat. Meskipun dia memiliki kekasih, aku rasa kekasihnya tidak bernafsu padanya." jawab Rena kejam.

"Gadis secantik Elara, tidak mungkin tidak ada lelaki yang bernafsu Rena. Tapi aku senang jika dia masih bersegel, itu artinya aku bisa menawarkan harga tinggi pada klienku."

Rena hanya menanggapi sekilas perkataan temannya.

"Ya, kau bisa menawarkan harga tinggi Mam. Tapi jangan lupa jika banyak lelaki yang suka dengan servicenya kau harus memberi uang lebih pada Elara agar dia bisa memberiku uang juga."

"Oke. Bukan masalah."

*

*

Diluar klub malam elite itu, sebuah mobil mewah memasuki area parkir. Tak lama dari balik pintu supir, terlihat pria berjas hitam dengan wajah dingin keluar dan bergerak membukakan pintu penumpang.

Seorang pria dengan setelan jas abu-abu dan ekspresi wajah yang tak kalah dingin pun keluar dari sana. Dia berjalan mendahului memasuki klub malam tersebut dengan diikuti pria berjas hitam dibelakangnya.

"Tuan Eden Dwight."

Yosi, sang germo klub malam elite itu terdengar menyapa dengan ekspresi senang ketika melihat klien tetapnya yang sangat royal itu datang.

"Apa ada barang baru?" tanpa basa-basi pria tampan bernama Eden itu bertanya sembari memandang sekitar.

"Tentu Tuan. Anda datang tepat waktu. Baru saja saya mendapatkan seorang gadis yang sangat cantik jelita dan dia masih bersegel. Anda pasti akan menyukainya." ucap Yosi dengan nada penuh arti.

"Dimana dia?" tanya Eden.

"Saat ini dia sedang didandani Tuan. Anda bisa menunggunya dikamar seperti biasa, saya akan segera membawanya kepada Anda."

Eden menarik sudut bibirnya.

"Jangan terlalu lama."

Yosi menganggukkan sedikit kepalanya.

"Baik Tuan."

*

*

Dengan perasaan gugup dan tak nyaman, Elara berjalan disamping Mami Yosi diikuti oleh dua bodyguard dibelakang mereka. Berkali-kali Elara menaikkan gaun hitam terusannya untuk menutupi bagian dada. Gaun ini begitu ketat ditubuhnya, membuat Elara tak nyaman.

"Mam, kita mau kemana?" Elara bertanya dengan perasaan bingung dan takut saat mereka mulai naik kelantai paling atas gedung klub malam elite ini dan berjalan disebuah lorong panjang dengan beberapa pintu berjajar disamping kanan kirinya.

"Kau akan menemui klien-mu Elara. Kau akan 'meeting' bersamanya. Ingat jangan mengecewakanku."

Yosi menghentikan langkahnya tepat didepan pintu kayu yang tampak kokoh. Dibalik pintu kayu itu adalah kamar VVIP dimana Eden sudah menunggu Elara untuk menghabiskan malam bersama.

Tanpa membuang waktu, Yosi menekan bel. Dia yang tahu bahwa pintu tidak dikunci, segera membukanya dan meminta Elara untuk masuk.

Namun Elara tampak ragu. Mana mungkin meeting didalam kamar dengan pakaian tidak sopan seperti ini?

"Mam, aku tidak bisa. Aku ingin pulang." lirih Elara. Tentu ucapan Elara membuat Yosi berang.

"Kau tidak bisa pulang Elara sebelum menyelesaikan pekerjaanmu." ucap Yosi dengan nada penuh penekanan. "Sekarang masuk!"

"Tapi Mam..."

"Masuk!"

Tak ingin mendengar omong kosong Elara, Yosi segera mendorong gadis itu masuk kedalam kamar dan menahan pintunya dari luar.

"Mam! Buka pintunya Mam! Aku tidak mau disini Mam. Tolong buka pintunya!" teriak Elara dari dalam, namun Yosi memilih menulikan pendengarannya demi mendapatkan uang yang banyak dari Tuan Eden.

*

*

"Kau tidak akan bisa keluar sebelum melayaniku, Bitch!"

Elara menolehkan kepalanya kebelakang saat suara berat menyapa pendengarannya.

Deg!

Elara melebarkan mata saat dilihatnya sosok pria dengan mengenakan handuk kimono berwarna putih tengah duduk diatas sofa sambil menyilangkan satu kaki. Elara juga melihat pria itu sedang memegang sloki berisikan wine. Dan pria itu... Pria itu menatap penuh minat kearahnya!

"S-siapa kau!" seru Elara panik.

Eden terkekeh kecil. Dia menaruh sloki miliknya diatas meja disampingnya kemudian menyedekapkan kedua tangannya. Menatap Elara dengan sorot mata tajam.

"Aku orang yang nantinya akan memberimu kepuasan, kucing kecil." Eden tidak menyangka jika dia akan mendapatkan daun muda. Dan melihat ketakutan yang amat sangat dari perempuan ini, Eden yakin bahwa perempuan ini masih perawan.

"Sekarang kemarilah, atau aku yang kesana." titah Eden seraya mengulurkan tangannya.

Elara yang sudah dibanjiri rasa takut pun menggelengkan kepala. Dia kembali membalikkan tubuh dan menggedor pintu, memohon pertolongan.

Eden yang mendapatkan penolakan dari Elara menyipitkan mata. Dadanya bergemuruh marah. Dan didorong oleh rasa tak sabar untuk menikmati tubuh gadis itu, Eden beranjak dari duduknya berjalan kearah Elara dan langsung memeluk tubuh gadis itu dari belakang.

Elara tersentak kaget. Sekuat tenaga dia memberontak mencoba melepaskan diri dari pelukan Eden.

"Tidak! Tidak! Tolong jangan lakukan! Aku mohon lepaskan!" Elara berteriak histeris saat bibir Eden mulai menciumi tengkuk lehernya sementara tangannya bergerilya dengan agresif, yang satu meremas buah dada Elara, dan satu lagi mengusap area sensitif gadis itu.

"Tidak, aku mohon jangan!" Elara sudah menangis, namun Eden tak sudi menghentikan cumbuannya.

"Sstt, tidak perlu berteriak, nikmati saja." Eden berbisik tepat ditelinga Elara, lalu menggigit cupingnya.

Sontak tubuh Elara menegang, seolah terkena aliran listrik.

Eden menyeringai, dia segera menyeret Elara menjauh dari pintu dan meraup tubuh gadis itu kedalam gendongannya lalu berjalan kearah ranjang. Dihempaskannya tubuh Elara disana dengan kasar, dan dikungkungnya tanpa ampun sebelum gadis itu melenting bangun.

Elara bisa melihat betapa buas tatapan lelaki itu kepadanya. Seolah ingin melahapnya hidup-hidup.

"Aku mohon lepaskan aku! Aku mohon!" lirih Elara masih mencoba mengetuk naluri lelaki dihadapannya, namun sayangnya Eden tidak sebaik hati itu.

"Aku pasti akan melepaskanmu kucing kecil, tapi nanti, setelah aku puas denganmu." Eden menundukkan kepala dan mulai menautkan bibirnya pada bibir Elara.

*

*

To be continued

Ternoda

Elara terkesiap. Dia berusaha menghindari cumbuan Eden dengan menggelengkan kepalanya kekanan dan kekiri, membuat Eden yang sudah dipenuhi hasrat menjadi kesal.

Dengan kasar Eden langsung mencengkram kedua sisi rahang Elara dalam satu tangkupan tangan kanannya yang kokoh agar kepala gadis itu diam, sementara tangan yang lain Eden gunakan untuk menyangga tubuh kekarnya agar sepenuhnya tidak menindih tubuh kecil Elara.

Eden mulai melumat bibir Elara, disesapnya bibir itu dengan sepenuh hasratnya.

Elara tak menyerah. Dia menggunakan kedua tangannya yang bebas, bergerak untuk memukul, mendorong bahkan menjambak rambut Eden.

Namun usaha Elara sia-sia. Pria biadab diatasnya ini sama sekali tidak menyingkir barang seinci pun dari tubuhnya. Akhirnya Elara menggunakan cara terakhir, sekuat tenaga dia menggigit bibir Eden hingga pria itu memekik kesakitan.

Eden langsung menarik kepalanya, dan menatap Elara dengan tajam.

"Kau!"

Eden melepas cengkraman tangannya dari wajah Elara, lalu perlahan mengusap bibirnya dengan ibu jari. Dan seketika netranya berkilat marah saat mendapati darah disana.

Gadis kurang ajar!

Eden kembali menatap kearah Elara dan dia tersenyum sinis.

"Jadi kau ingin bermain kasar kucing kecil? Baiklah, akan ku kabulkan keinginanmu!"

Eden menegakkan tubuhnya, dengan segera dia melepas ikatan kimono handuk putih yang dikenakannya hingga menampakkan seluruh otot-otot tubuh atletisnya yang bisa membuat wanita mana saja menjerit menggila ingin menyentuh.

Bahkan saat ini sesuatu milik Eden terlihat sudah menegang seolah tak sabar meminta untuk dipuaskan.

Sontak wajah Elara memerah. Gadis itu langsung membuang pandangan dan didetik itu juga dia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur.

Namun naas sebelum Elara berhasil mendarat turun dari tempat tidur, Eden telah lebih dulu menarik kasar tangan Elara dan kembali menghempaskannya keranjang.

"Jangan harap kau bisa lepas dariku!"

"Tidak! Aku mohon jangan! Jangan lakukan ini padaku!" Elara menahan tubuh Eden yang hendak menghimpitnya dengan kedua tangannya. Kakinya dibawah sana terus menendang-nendang membuat sprei yang membalut kasur yang mereka tempati kusut masai.

Eden yang mulai kehilangan kesabaran mencekal kedua lengan Elara dalam satu cengkraman tangan besarnya, menaruhnya diatas kepala gadis itu dan dengan kasar dia merobek gaun hitam Elara hingga membuat tubuh mulusnya terpampang sempurna dihadapannya.

Elara menjerit histeris. Dia terus memohon pada pria diatasanya untuk tidak menyentuhnya. Sayangnya permohonan Elara hanya dianggap angin lalu oleh Eden.

Eden menyentuhkan tangannya pada buah dada Elara yang sejak awal tidak menggunakan penutup bra. Diremasnya buah dada itu membuat tubuh Elara menegang kaku bagai tersengat aliran listrik.

"Jangan! Aku mohon jangan!" Elara mulai terisak saat Eden menundukkan kepala dan menjilat pucuknya. Eden melakukannya secara berulang dan bergantian, bahkan sesekali dia menyesap pucuk Elara kuat-kuat hingga gadis itu memekik kesakitan.

Lidah Eden terus menjilat pucuk Elara, sementara tangannya kini mulai turun ke area bawah membuat Elara meremang dan kembali menjerit memohon minta dilepaskan.

Eden menulikan pendengarannya. Dia mulai menyusupkan jarinya kedalam kain segitiga Elara, mengusap perlahan bagian sensitif Elara hingga gadis itu melenguh tanpa bisa ditahan. Beberapa saat kemudian, Eden merasakan jarinya basah oleh cairan Elara.

Dia tersenyum menyeringai karena gadis dibawahnya ini telah mendapatkan pelepasan pertamanya.

Kini giliran Eden yang ingin mengejar kepuasannya sendiri. Eden segera menempatkan posisinya ditengah, diantara kedua paha Elara. Lalu tanpa menunggu lama dia segera menuntun miliknya memasuki milik Elara.

Elara yang masih lemas karena perbuatan Eden sebelumnya, tersentak kaget saat merasakan sesuatu yang keras mencoba menyeruak kedalam miliknya dibawah sana.

Tidak! Apa yang dia lakukan?!

Elara kembali berontak. Dia menangis mengiba, namun Eden tak menghiraukan.

Didorong oleh rasa tak sabar ingin hasratnya segera terpenuhi, Eden langsung memasukkan miliknya kedalam milik Elara hanya dalam sekali hentakkan, membuat Elara menjerit pedih karena kini dia telah kehilangan kehormatannya.

*

*

Elara membuka mata dan mengerutkan kening saat kepalanya terasa berat dan pusing. Dia mencoba mengumpulkan kesadarannya dan tiba-tiba.... Elara langsung melenting bangun dari posisi tidurnya sambil menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya.

Ekspresinya berubah waspada bercampur takut. Elara menoleh kearah samping tempat tidurnya, namun tak ada siapapun disana.

Dimana laki-laki biadab itu?!

Elara mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kamar namun dia tak mendapatkan tanda-tanda kehidupan lain selain dirinya.

Apakah laki-laki jahat itu sudah pergi? Ya, sepertinya dia sudah pergi.

Elara langsung menangis sejadi-jadinya. Hatinya benar-benar hancur dan sakit. Kehormatan yang dia jaga dengan baik selama dua puluh tahun ini sekarang tak ada lagi. Dia kotor, dia tak berharga!

Jika sudah begini tentu tidak akan ada pria baik-baik yang mau menikahinya. Harapannya untuk memiliki keluarga bahagia dimasa depan pupus sudah.

Dan semua ini karena jebakan Bibinya!

Elara kembali menangis. Sumpah serapah terlontar dari mulut Elara untuk keluarga Bibinya. Dia berharap, semoga kehidupan bibi, paman, dan sepupunya Keisha yang sudah merebut kekasihnya akan hancur sehancur-hancurnya!

Setelah puas meluapkan emosi dan kesedihannya, Elara mencoba bangkit. Dia tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Masih ada sang ibu yang membutuhkannya.

Elara pun beranjak dari ranjang dan berniat membersihkan diri. Ditahannya rasa sakit dibawah sana akibat serangan brutal laki-laki biadab itu semalam.

Elara masih ingat dengan jelas bagaimana lelaki itu terus-menerus memaksakan kehendaknya sampai dirinya benar-benar tak berdaya. Memuaskan dirinya sendiri, seolah Elara bukanlah makhluk bernyawa.

"Dasar laki-laki bajingan!" umpat Elara.

Saat Elara baru menurunkan kakinya dari ranjang, tak sengaja dia menoleh kearah nakas disampingnya. Elara mengerutkan kening ketika melihat sebuah goodie bag hitam disana.

Didorong rasa penasaran, Elara meraih goodie bag tersebut dan mengintip isinya. Tak lama Elara pun melebarkan matanya.

Satu setel pakaian wanita dan sejumlah uang?

*

*

To be Continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!