“Alasan dia mau nikah sama aku, yang jelas-jelas udah punya suami itu apa mas?” tanya Ani dengan suara yang keras, di saat mendengar ucapan yang tidak masuk akal dari suaminya. Tentang syarat atasan suaminya itu, agar mau memberikan pinjaman uang pada mereka.
“Mas juga ga tahu Ani... Tapi yang mas tahu, pak Kevin tidak akan meminjamkan uang jika kamu tidak mau menjadi istrinya.” Balas Dimas suami Ani dengan suara yang terdengar frustasi, karena harus merelakan istri ketiganya itu untuk menjadi istri atasan di tempat kerjanya. Hanya agar bisa menyelamatkan istri keduanya yang sedang kritis akibat kecelakaan yang disebabkan olehnya.
“Tapi...” Sanggah Ani dengan suara yang mulai gemetar. Namun sebelum sanggahan itu selesai di utarakan, sanggahannya itu harus di potong oleh ucapan Dimas.
“Ani... mas mohon, ini demi keselamatan Susan. Bukankah, kamu juga sudah menganggap dia seperti kakakmu sendiri. Jadi kamu tidak mungkin kan, tega melihat dia harus merenggang nyawa hanya karena kita tidak punya cukup uang untuk dia operasi.”
“Apa tidak ada cara lain mas, selain aku menikah dengan atasan kamu?” Ucap Ani yang sekarang air mata mulai mengucur deras dari wajahnya yang sedang menunduk.
Dimas yang melihat istri ketiganya itu mulai menangis, segera bergegas memeluk istrinya itu dengan cepat.
Setelah menenggelamkan Ani dalam pelukannya, Dimas kemudian kembali berucap. “Mas pun sebenarnya tidak rela Ani, jika kamu harus menikah dengan pak Kevin. Tapi apa lagi yang bisa mas lakukan untuk menyelamatkan Susan selain meminjam uang dari beliau.” Ucap Dimas dengan lembut pada istri ketiganya itu.
“Ani hay...” Ucap Dimas dengan suara yang putus asa, saat mendengar sekarang, istrinya itu mulai terisak di dalam pelukannya.
Saat mendengar panggilan dari suaminya itu bukannya berhenti. Ani malah semakin terisak lagi dalam pelukan sang suami.
Mendengar istri ketiganya itu yang semakin terisak, tentu membuat Dimas tidak tega untuk kembali berbicara. Daripada berbicara, ia lebih memilih untuk memeluk Ani lebih erat lagi. Terlihat saat semakin memeluk erat istrinya itu, ia pun mulai meneteskan air matanya. Karena tidak tega mendengar isak tangis istrinya itu, akibat permintaannya yang keterlaluan.
Saat kedua sejoli itu masih berpelukan, terlihat seorang pria yang menggunakan jas putih yang keluar dari ruangan mulai menghampiri mereka.
“Pak Dimas.” Panggilnya yang tentu membuat Dimas yang masih memeluk Ani dengan bercucuran air mata. Saat mendengar itu, mulai melepaskan pelukannya dan mengusap air mata di wajahnya itu
“Dokter... bagaimana keadaan istri saya. Apakah ia sudah melewati masa kritisnya?” Ucap Dimas dengan nada suara yang cemas pada pria itu, yang ternyata adalah dokter yang menangani istri keduanya.
“Syukurlah bu Susan berhasil melewati masa kritisnya. Namun, tetap saja, ia harus segera menjalani operasi. Karena jika operasinya di tunda terlalu lama. Sepertinya nyawa bu Susan bisa jadi tidak bisa di selamatkan.” Ucap dokter itu panjang lebar.
Dimas yang mendengar itu, hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh sekarang rasa bersalah di hatinya semakin besar karena dirinya yang lalai membawa mobil lah, yang sekarang membuat nyawa istri keduanya itu harus terancam.
“Kalo begitu saya permisi dulu, saya harap malam ini juga, bapak sudah bisa membayar biaya untuk operasi bu Susan. Karena, sepertinya. Jika sampai besok bu Susan tidak di operasi juga. Saya benar-benar tidak bisa menjamin keselamatannya.” Ucap dokter pria itu kembali, sebelum memutuskan untuk meninggalkan dimas dan Ani yang semakin termenung setelah mendengarkan ucapannya.
Saat dokter itu sudah pergi, Dimas yang sudah tidak bisa berpikir dan sudah merasa sangat frustasi. Tanpa di duga langsung berlutut pada Ani serta mulai menggenggam lembut kedua tangan istrinya itu.
“Ani cuman kamu yang bisa menyelamatkan Susan. Jadi mas mohon... menikahlah dengan pak Kevin!” ucap Dimas yang tentu membuat Ani yang awalnya sudah menghentikan tangisannya saat ada dokter tadi, sekarang mulai kembali meneteskan air matanya itu
“Ayah.” Panggil seorang anak perempuan yang berumur 6 tahun yang baru keluar dari dalam rumah sederhana dan sekarang sedang berdiri di depan pintu rumah itu, saat melihat Dimas yang baru turun dari ojek onlinenya.
“Dira sayang!” Teriak Dimas dengan senyum manis di wajah lelahnya. Saat melihat sang putri sedang menunggunya di depan pintu rumah.
Setelah ia berteriak itu, terlihat sang putri yang bernama Dira, mulai berlari kecil menghampiri ia dan saat sampai di depannya. Putrinya itu terlihat mulai merentangkan tangan kecilnya, seperti meminta untuk di gendong oleh Dimas.
“Dira ko belum tidur. Ini udah malam loh?” Ujar Dimas dengan suara yang lembut, setelah ia menggendong putri semata wayangnya itu.
“Mana mungkin Dira bisa tidur, sedangkan ayah nya yang udah janji bakal nemuin dia tadi siang setelah seminggu kemari ga ketemu. Itu ga datang-datang.” Terdengar suara ketus yang menjawab ucapannya, yang tentu saja bukan berasal dari sang putri, Dira. Tapi suara itu terdengar dari belakang Dira, lebih tepatnya dari wanita dewasa bernama Ranti, yang menjadi istri pertamanya sekaligus ibu kandung dari Dira.
“Ran... tadi kan aku udah bilang. Mobil yang aku kendarai, saat nganter Susan ke restoran tempat dia kerja. Kecelakaan dan karena kecelakaan itu, Susan sampai kritis dan aku yang sebagai suaminya, tentu harus nungguin dia di sana.” ucap Dimas dengan suara yang keras pada istri pertamanya itu.
Terlihat Ranti, yang mendengar ucapan suaminya itu, dengan wajah datarnya mulai memutar bola matanya pertanda malas.
Setelahnya, ia mulai bergumam. “Kuharap pelakor itu ga cuman kritis tapi kuharap dia segera mati.”
Gumaman Ranti itu, tentu masih bisa terdengar jelas di telinga Dimas, karena memang jarang di antara mereka yang lumayan dekat.
Terlihat wajah tampan Dimas yang berwarna putih sekarang telah berubah menjadi merah, akibat amarah saat mendengar gumaman istri pertamanya itu. Dimas bahkan dengan posisi masih menggendong sang putri, tanpa sadar, karena tidak bisa menahan amarahnya mulai membentak istrinya itu dengan keras.
“Ranti.” Bentak Dimas dengan keras pada sang Istri.
“Kenapa, ga terima... kalo aku berharap pelakor itu mati.” Teriak Ranti dengan suara yang tidak kalah kerasnya, karena ia sungguh merasa tidak terima sang suami membentaknya hanya karena pelakor yang telah menjadi perusak rumah tangga mereka.
“Susan bukan pelakor Ranti. Ingat! di istriku juga. Istri yang ku nikahi secara sah secara agama dan negara.” Balas Dimas dengan menurunkan sedikit nada suaranya, karena merasakan sang putri, Dira yang ada dalam gendongannya. Semakin mempererat pelukannya dengan tubuh yang terasa gemetar.
“Iya-iya, terserah kamu mas. Tapi yang jelas, menurutku perempuan itu tetep pelakor.” Ucap Ranti dengan tajam.
Dimas, yang sebenarnya ingin kembali marah, memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Karena tidak ingin membuat Dira yang masih ada dalam gendongannya semakin ketakutan.
“Udah Ran... kamu jangan mancing-mancing amarah aku terus. Karena aku gamau kira debat disaat ada Dira.” Ucap Dimas akhirnya dengan suara yang pelan dan berusaha menekan amarahnya.
Ranti hanya bisa tersenyum menyeringai, saat mendengar suaminya yang mengatakan tidak ingin berdebat hanya karena ada anak mereka, Dira. Di antara mereka berdua. Lalu, setelahnya, ia hanya berpikir. Jika tidak ada Dira di antara mereka? apakah suaminya itu dengan senang hati akan berdebat dengannya. “Aku udah bilang mas, aku paling ga suka kalo kamu jadiin Dira sebagai tameng biar perdebatan kita ga terjadi.” Ucap Ranti dengan ketus.
“Ran... plis.” Ucap Dimas menekan kata-katanya, karena ia sekaran merasa sangat lelah dengan semua masalah yang di hadapinya hari ini dan ia sekarang sungguh tidak sanggup lagi jika harus menghadapi perdebatan dengan istri pertamanya itu.
“Ya terus kamu ngapain kesini! bukannya kamu mau urusin istri kedua kamu itu yang lagi kritis? atau kamu ke sini mau kasih kabar bahagia, tentang istri kedua kamu itu yang udah beneran mati.” Ucap Ranti dengan tajam dan sekarang kembali memperlihatkan senyum menyeringainya.
“Ranti!” Dimas kembali berteriak, walaupun teriakannya itu tidak sekuat tadi. Karena masih ingat ada Dira di dalam gendongannya.
“Udahlah... kamu bilang, bukannya kamu ga mau berdebat sama aku. Jadi sekarang kamu bilang intinya aja, kamu mau apa kesini?” ucap Ranti akhirnya, karena memang sudah merasa sangat malas menghadapi suaminya itu.
Dimas terlihat mulai menghela napas, saat mendengar ucapan Ranti barusan.
Lalu, setelahnya. Ia mulai berucap dengan pelan. “Aku kesini... mau minta izin sama kamu, buat kamu izinin Ani untuk sementara waktu tinggal di sini, selama aku ngurusin Susan di rumah sakit.”
Ranti yang mendengar ucapan itu, sungguh langsung tercengang dan tidak percaya karena mendengar permintaan suaminya itu, untuk ia mengizinkan istri ketiga sekaligus wanita yang menjadi madunya tinggal bersamanya.
“Ngapain, emang dia ga punya rumah apa?” Ucap Ranti dengan suara yang ketus serta wajah yang sekarang mulai memerah. Karena amarahnya yang semakin besar pada suaminya itu.
“Bukan gitu Ran... aku tahu Ani punya rumah sendiri. Tapi selama ini kan, Ani ga pernah tinggal sendiri. Dia selama ini selalu tinggal sama Susan dan kamu juga tahu kan seberapa deket mereka berdua! aku cuman takut, Kalo Ani tinggal sendiri dengan umur dia yang masih muda banget. Dia bakal kesepian dan sedih karena kepikiran dengan kondisi Susan. Makanya itu, setidaknya kalo Ani tinggal di sini. Dia mungkin akan merasa ga kesepian dan mungkin akan sedikit terhibur karena dengan adanya Dira.” Ujar Dimas yang sekarang terdengar lembut saat menjelaskan pada istri pertamanya itu. Karena bagaimanapun ia harus mendapatkan izin Ranti agar istri pertamanya itu mengizinkan istri ketiganya untuk bisa tinggal di sini.
“Yang terus menurut kamu? aku peduli gitu, kalo istri ketiga kamu itu kesepian?” Balas Ranti dengan nada suara yang masih tajam.
“Aku tahu kamu ga akan peduli, tapi Ran... aku mohon kali ini aja. Izinin yah.” Ujar Dimas dengan nada suara yang amat sangat memohon.
Ranti yang mendengar Dimas yang memohon, hanya bisa menatap dingin wajah suaminya itu dan tentu tanpa mengucapkan satu kata pun dari mulutnya sebagai balasan.
Dimas hanya bisa menghela napas melihat respon Ranti seperti itu. Walaupun di perjalanan tadi, ia sudah bisa menebak bahwa Ranti tidak pernah mungkin mengizinkan istri ketiganya itu untuk tingal beberapa waktu di rumahnya. Tapi, ia tetap nekat, karena memang sudah tidak tahu lagi harus menitipkan istri ketiganya itu di mana lagi. Selain di rumah istri pertamanya.
“Dira sayang.” Ucap Dimas akhirnya setelah terdiam cukup lama, pada sang putri yang masih di gendongan nya dan sedang menyembunyikan wajahnya di dadanya.
Dira yang mendengar panggilan ayahnya, dengan takut-takut mulai mengangkat wajahnya yang sebenarnya dari tdi di sembunyikan di dada sang ayah, sebab merasa takut dengan perdebatan ayah dan bundanya.
Saat wajahnya sudah terangkat, ia dengan jelas dapat melihat wajah sang ayah yang di depannya, sedang tersenyum manis padanya.
“Ini udah malam, sekarang Dira masuk kamar terus tidur ya.” Ujar Dimas dengan suara yang lembut pada putrinya itu.
“Tapi, ayah harus temenin Dira buat bobo.” Ucap Dira dengan takut-takut pada sang ayah.
“Dira... ayah masih ada urusan sama bunda. Jadi ayah ga bisa buat temenin Dira. Lagian kan Dira anak pemberani, jadi Dira harus berani dong buat tidur sendiri.” Ucap Dimas dengan masih mempertahankan suara lembutnya itu.
“Yaudah tapi Dira mohon, kalo sekarang Dira pergi tidur. ayah sama bunda janji ya, jangan berantem lagi.” Ucap Dira dengan suara yang pelan dan masih sedikit takut-takut.
“Iya ayah janji, jadi sekarang Dira masuk ke dalam, pergi ke kamar dan tidur ya.” ujar Dimas dengan tersenyum manis pada Dira.
Setelahnya, ia mulai menurunkan sang putri dari gendongannya. Lalu, ia berucap. “ Yaudah sana masuk.” Ucap Dimas dengan masih mempertahankan senyum manisnya, untuk menyuruh sang putri masuk ke dalam.
“Yaudah kalo gitu, selamat malam ayah, bunda.” Ujar Dira, sebelum ia berlalu pergi dengan langkah kecilnya menuju dalam rumah.
“Ran... aku mohon.” Ujar Dimas kembali pada sang istri, setelah putrinya, Dira. Sudah berlalu pergi masuk ke dalam rumah.
“Sekali engga, tetep engga.” Ucap Ranti dengan tegas bahkan istri pertama Dimas itu, sekarang mulai menatap suaminya dengan tatapan yang sangat tajam.
“Ran... asal kamu tahu, sebenarnya alasan utama aku nyuruh Ani tinggal sementara di sini. Itu karena aku akan segera bercerai dengannya.” Ucap Dimas, akhirnya terpaksa menyebutkan alasannya meminta agar Ranti menerima Ani di rumah wanita itu.
“Maksudnya?” tanya Ranti yang merasa terkejut dan tidak percaya dengan ucapan yang keluar barusan dari mulut suaminya.
“Aku akan segera bercerai dengan Ani, karena itu makanya aku ingin Ani tinggal sementara di sana dengan harapan, dia tidak akan terlalu sering memikirkan perceraian aku dan dia. Karena mungkin ada Dira, yang menghiburnya.”ucap Dimas menjelaskan lebih rinci lagi.
“Tapi kenapa kamu tiba-tiba mau bercerai sama Ani?” Ucap Ranti yang merasa heran, dengan keputusan tiba-tiba suaminya, yang akan menceraikan istri ketiganya. Walaupun ia sebenarnya tahu pernikahan Dimas dan Ani berawal bukan karena cinta, tapi karena suatu hal. Namun tetap saja, ia tidak pernah menduga bahwa Dimas akan menceraikan istri ketiganya itu.
“Karena demi operasi Susan.” Ucap Dimas dengan suara yang lirih.
Ranti yang mendengar perkataan suaminya itu, hanya bisa tertawa getir. Karena ia tahu dari dulu pun Dimas yang amat cinta mati pada istri kedua pria itu, akan selalu mengutamakannya.
Bahkan saat wanita itu. Meminta suaminya itu untuk menikahi Ani, Dimas, suaminya itu dengan sadar menyetujui permintaan istri keduanya itu dan sekarang pun masih begitu, hanya karena untuk menyelamatkan istri keduanya itu. Walaupun, ia tidak tahu apa hubungannya dengan menceraikan istri ketiga pria itu dengan keselamatan Ani.
Tapi ia tidak penasaran untuk tahu lebih jauh, karena ia tahu, suaminya itu akan mengorbankan apapun untuk istri keduanya. Karena memang di hati pria itu, memang hanya ada nama Susan tidak ada nama Ani ataupun dirinya
“Ran.” Panggil Dimas dengan lembut, karena melihat Ranti yang setelah mendengar ucapannya tentang alasan ia akan menceraikan Ani. Hanya terdiam terpaku.
“Oke... aku setuju, izinin Ani tinggal sementara di sini.” Ucap Ranti akhirnya, saat sudah mulai tersadar dari lamunannya karena panggilan sang suami barusan.
Dimas yang mendengar ucapan istrinya itu. Tentu saja merasa senang. Terlihat ia mulai tersenyum manis pada Ranti dan berucap.
“Yaudah kalo gitu aku pamit. Buat jemput Ani dirumah sakit.” Ucap Dimas cepat-cepat, karena memang merasa takut, istri pertamanya itu berubah pikiran.
“Kenapa ga sekalian aja tadi waktu kamu kesini, kamu langsung bawa dia?” Ucap Ranti dengan suara yang masih sedikit ketus, karena sesungguhnya. Ia hanya setengah hati dalam mengizinkan Ani untuk tinggal sementara di rumahnya.
“Aku juga maunya gitu! tapi aku tahu Ran, gimana kamu dan gimana Ani. Aku gamau aja kalo aku bawa Ani langsung ke sini urusannya pasti bakal jadi runyam.” Ucap Dimas, karena ia sungguh mengetahui sifat bertolak belakang istri pertama dan ketiganya itu. Dimana jika Ranti, istri pertamanya itu, memiliki sifat pemarah dan tidak bisa mengontrol emosinya. Sedangkan sifat istri ketiganya, lebih cenderung selalu merasa tidak enakan pada seseorang.
Maka itu, ia hanya berpikir jika ia langsung membawa Ani tanpa izin terlebih dahulu pada istri pertamanya itu. Tentu hanya akan membuat istri pertamanya marah dan menolak kehadiran Ani dan disisi lainnya pun, Ani pasti akan merasa tidak enak jika kehadirannya sudah di tolak oleh Ranti.
Ranti yang mendengar ucapan suaminya itu hanya bisa kembali memutar bola matanya malas.
Lalu ia mulai berucap. “Yaudah sana, bukannya kamu mau jemput istri ketiga kamu itu atau lebih tepatnya calon mantan istri ketiga kamu.”
“Ya, tapi aku izin ke dalam dulu ya Ran. Soalnya aku mau ngambil kunci motorku.” Ucap Dimas, meminta izin pada Ranti. Karena memang ia memiliki motor yang selalu ada di bagasi rumahnya dan Ranti.
“Gausah ke dalam, takutnya Dira yang liat kamu mau pergi. Bakal Nangis. Kunci motornya biar aku yang ambilin.” Ujar Ranti dengan cepat, serta masih sedikit ketus.
Dimas hanya bisa pasrah mendengar ucapan istrinya itu, karena ia juga merasa takut. Jika Dira melihatnya yang akan pergi.
Setelah menunggu beberapa menit, Ranti yang masuk ke dalam untuk mengambil kunci motornya.
Terlihat setelahnya, istrinya itu mulai keluar dengan membawa kunci di tangan kanannya. Saat sampai di depannya, istrinya itu segera menyerahkan kuncinya dengan gerakan sedikit kasar.
Setelah menerima kunci mobil itu, Dimas kemudian kembali berbicara. “ Yaudah kalo gitu aku pamit ya.” Ucapnya, lalu tanpa berniat mendengar kembali balasan ucapan dari Ranti. Karena ia juga tahu Ranti tidak akan membalas ucapannya. Ia bergegas pergi dengan menggunakan motornya, yang terparkir di garasi kecil samping rumah mereka.
***
“Ani...” Ujar Dimas dengan lembut pada Ani, yang sedang tidur si kursi samping ranjang yang di isi Susan yang terbaring kaku dengan banyaknya selang di badannya.
“Mas Dimas.” Ucap Ani kemudian, dengan suaranya yang sedikit serak, khas orang bangun tidur dan mulai mendongakkan kepalanya yang tadi sedang dibaringkan di samping ranjang.
Setelah itu, terlihat Ani mulai mengusap wajahnya untuk menghilangkan kantuk yang masih terasa sangat.
Setelah itu, ia mulai berucap pada Dimas yang masih berdiri memandanginya dalam diam. “Mas gimana, udah bilang sama tuan Kevin. Kalo aku udah setuju buat nikah sama dia?” tanya Ani dengan penasaran, karena memang tadi setelah ia menyetujui untuk menikah dengan atasan suaminya itu. Suaminya itu bergegas pergi dengan alasan akan menyampaikan hal itu pada atasannya.
“Sebenarnya tadi mas ga ke rumah pak Kevin, mas tadi ke rumah Ranti Ni.” Ucap Dimas dengan suara yang masih terdengar lembut.
“Loh ko malah ke rumah mbak Ranti? bukannya tadi kamu bilang mau langsung minjem uangnya biar bisa langsung bayar biaya operasi mbak Susan, malam ini juga?” ucap Ani yang tidak mengerti, kenapa suaminya itu malah ke rumah istri pertamanya bukannya ke rumah atasannya.
“Mas sebenarnya ga tahu di mana rumah pak Kevin Karena mas ini cuman pegawai kantor biasa Ni. Sedangkan tadi mas ke rumah Ranti, karena emang mas mau izin sama dia buat izinin kamu, buat sementara tinggal di sana.”
“Kenapa mas minta izin sama mbak Ranti, buat Ani bisa tinggal sementara di sana. Ani kan ga minta itu mas?” Ujar Ani yang merasa heran kenapa suaminya itu meminta izin pada madunya. Untuk ia bisa tinggal sementara di sana.
“Ani emang ga minta, ini cuman inisiatif mas, karena mas pasti kedepannya bakal sering tidur di rumah sakit. Mas gamau aja, kalo Ani harus tinggal sendiri di rumah kita.” Jelas Dimas dengan panjang lebar.
“Ouh gitu... tapi kenapa tadi harus bohon mas, dengan alasan kalo mas keluar. Karena mau langsung minjem uang sama tuan Kevin buat bayar biaya operasi mbak Susan. Kenapa mas ga langsung bilang kalo mas keluar buat ke rumah mbak Ranti?” Ucap Ani yang merasa heran kenapa suaminya itu tadi berbohong padanya.
“Karena mas tahu, kalo misalkan tadi mas bilang mau ke rumah Ranti buat minta izin, agar kamu tinggal sementara di sana. Kamu pasti bakal berusaha halangi mas, karena ngerasa ga enak kalo harus nyusahin Ranti dengan kamu tinggal di sana.” Ujar Dimas panjang lebar, karena ia tahu dengan pasti hal itu benar-benar akan di lakukan Ani. Karena istri ketiganya itu adalah type orang yang selalu merasa tidak enakan.
Ani yang mendengar ucapan suaminya, hanya terdiam. Karena memang ia membenarkan, bahwasannya ia akan berusaha mencegah suaminya itu, jika suaminya itu tadi bilang padanya. Ingin meminta izin pada istri pertamanya untuk ia tinggal sementara tinggal di sana.
“Tapi mbak Ranti ga setuju kan?” Ujar Ani menebak.
“Engga Ni, Ranti udah setuju ko? malah sekarang mas ke sini karena mau jemput kamu buat ke rumah Ranti.” Balas Dimas dengan tersenyum manis pada istri ketiganya itu.
“Ko bisa, emang mas buat alasan apa sampai mbak Ranti bisa setuju gitu?” ucap Ani yang merasa heran kenapa istri pertama suaminya itu yang ia tahu tidak terlalu menyukainya. Malah menyetujui untuk ia tinggal sementara di sana.
“Ga ada alasan khusus Ni, sekarang udah ya. Ini kan udah malam, kamu pasti perlu istirahat. Sekarang kamu, mas anterin ke rumah Ranti ya. Untuk baju-baju kamu, besok siang bakal mas ambil dan anterin.” Ucap Dimas cepat-cepat pada istri ketiganya itu.
“Tapi mas..” Sanggah Ani kembai, karena memang ia masih merasa penasaran dengan alasan Ranti yang mengizinkannya untung tinggal sementara di rumah madunya itu.
“Ni..” Panggil Dimas yang sekarang terdengar sangat tegas.
Ani, yang sudah hafal. Bahwa saat suaminya sudah menggunakan suara yang tegas, itu pertanda tidak ingin kembali di bantah. Akhirnya mengalah.
“Yaudah deh, tapi mas sebelumnya aku mau tanya! Terus kamu kapan mau minjem uang sama tuan Kevin nya? bukannya kalo besok, mbak Susan belum juga di operasi, dokter udah bilang kalo nyawanya terancam?” Ucap Ani kemudian, karena merasa khawatir pada Susan yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri.
“Besok pagi-pagi aku bakal temuin dia.” Ucap Dimas kemudian.
“Kenapa ga sekarang aja?” tanya Ani dengan penasaran.
“Ni... inget ini udah hampir larut malam, mas cuman ga mau, kalo mas hubungi beliau sekarang. Beliau bakal ngerasa ke gangga dan mutusin buat ga jadi minjemin uangnya.” Jelas Dimas dengan menekan setiap kata-katanya.
Ani hanya bisa terdiam karena membenarkan ucapan suaminya itu.
Saat Ani masih terdengar, terdengar kembali ucapan Dimas di telinganya. “ Yaudah yu sebelum keburu tengah malam, sekarang aja mas anter Ani ke rumah Ranti.”
Ani hanya bisa menghela napas, setelahnya. Ia mulai mengangguk dan setelah mengangguk itu, suaminya, Dimas mulai menggandeng tangannya untuk ke luar dari ruangan itu.
“Tapi mas, ini gapapa kalo mbak Susan sendirian.” Ucap Ani di tengah langkahnya, karena merasa khawatir pada Susan.
“Ani kamu kan tahu, jarak rumah Ranti ga terlalu jauh sama rumah sakit ini. Jadi satu jam lagi juga pasti mas udah balik lagi ke sini. Buat jagain Susan.” Ujar Dimas yang, sekarang berusaha mempercepat langkahnya. Agar segera sampai di parkiran.
“Terus kalo mas yang jagain mbak Susan, mas berarti ga bakal istirahat?” tanya Ani yang merasa penasaran. Namun, terlihat masih mengikuti langkah suaminya.
“Ani... mas gapapa ko. Lagian mas ga butuh istirahat sekarang.” Balas Dimas yang masih berusaha sabar untuk menjawab setiap pertanyaan Ani di tengah kondisinya yang sedang lelah.
“Ani ga ada lagi pertanyaan. Sekarang udah kamu, cepet pake helmnya.” Ucap Dimas, saat mereka sudah sampai di depan motor miliknya dan saat melihat Ani akan kembali membuka mulutnya, seperti ingin kembali berbicara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!