Meisalia Michelle Danuarga*
Rasa nya waktu berlalu begitu cepat. Namun semuanya masih terasa sama. Begitu pun dengan ku. Aku merasa diriku masih sama seperti dulu. Berdiam diri di tempat ini. Tempat kelahiran kedua orang tua ku.
Indonesia..
Aku memang menyukai Indonesia. Begitu pun dengan orang-orang nya. Tapi aku merasa sepi disini.
Papa mengurus perusahaannya. Dan mama juga mengurus perusahaan milik mendiang kakek. Namun perhatian mereka tak pernah hilang pada ku. Aku merasa mereka bahkan semakin memanjakan aku. Ya, meski kini usia ku sudah 20 tahun.
Ya, aku memang memiliki segalanya. Harta, kedudukan, pendidikan.. Apa pun itu aku memiliki nya.
Aku punya banyak teman juga. Mereka sangat baik. Seperti di novel lain. Aku tidak bisa bergaul dengan sembarangan orang. Papa bilang aku harus menjaga jarak dengan beberapa temanku.
Mama bilang papa memiliki banyak musuh. Entah musuh apa maksudnya. Padahal aku tahu kinerja papah sebagai pemilik perusahaan begitu baik dan bijaksana.
Siapa musuh papa?
Aku takut.
Tapi aku tetap memiliki banyak teman dari berbagai kalangan karena aku tidak mau disebut sombong.
Aku tidak memiliki kekasih.
Tidak, papa tidak melarangku berpacaran. Hanya saja, aku membatasi diriku dari laki-laki. Karena papa pernah bilang dan bahkan menceritakan masa lalu nya dengan mama dulu.
Tentang kejahatan papa.
Ya, aku tahu semuanya. Aku benar-benar shock mendengar nya. Aku kira papa tidak sejahat itu karena selama ini beliau sangat lembut dan baik hati seperti malaikat.
Papa bilang, banyak sekali manusia di dunia ini dengan berbagai kepribadian. Termasuk papa yang mengaku memiliki dua kepribadian.
Papa menceritakan masa kelam nya pada saat usia ku 18 tahun.
Ok, apa sekarang aku boleh bilang kalau aku mulai merasa takut pada papa ku sendiri?
Oh aku tahu, papa memang kejam dan pernah menyakiti mama sampai-sampai saudari kembar ku yang masih berada di dalam kandungan nama tiada. Tapi tidak dengan aku, putri kandung nya.
Mungkin..
Saat ini aku sedang berada di perpustakaan kampus. Aku membaca sebuah novel berjudul Psychopath.
Aku hanya ingin tahu isi nya. Karena itu sangat membuat ku penasaran.
"Salia"
Aku terhenyak dan menoleh ternyata Grace, dia sahabat baikku. Ya, dia sahabat pertama ku di Indonesia. Dia anak seorang pengusaha kaya. Pengusaha Batu Bara.
Aku menyayangi nya karena dia sangatlah baik dan bukan orang yang pemilih dalam berteman. Aku banyak belajar sosial dari dia.
"Kenapa lo malah ngelamun? Kelamaan jomblo ya haha" kata nya.
Aku hanya tersenyum menanggapi nya. Sudah biasa aku di ledek seperti itu.
Cantik -cantik jomblo lah..
Jones lah..
Perawan cantik lah..
Terserah!!
"Lo marah ya? Sori-sori" kata nya sambil memasang wajah sedih sambil memegang kedua telinga nya.
"Maaf yaaaa" kata nya.
Aku memegang kedua tangannya. "Gak perlu lebay" kata ku menggerutu. Dia tersenyum kemudian memeluk ku. "Gue sayang banget sama lo" katanya.
Aku tertawa mendengar nya. "Sori, gue masih normal" Kata ku sambil tertawa.
"Oh ya, ada seseorang yang nanyain lo mulu" kata Grace.
"Siapa? " tanya ku. Sebenarnya sih aku juga tidak terlalu penasaran, karena hampir setiap hari ada saja yang bertanya soal aku pada Grace.
"Calvin, itu loh cowok ganteng blasteran Jerman.. Anak hukum"
"Gue gak tahu, gak pernah liat tuh" kata ku mengalihkan pembicaraan.
"Ah, setiap gue ngenalin cowok, loe selalu aja gak kenal gak kenal mulu"
"Ya lagian gue gak tahu, Grace " kata ku kesal.
"Bisa jadi dia suka sama lo kan? Daripada lu jomblo terus "
Aku ingat ucapan papa untuk tidak terlalu memikirkan soal itu untuk saat ini.
Dan ya, selain itu, aku juga mencintai orang lain.
Ku harap kalian tahu..
Ya, Refaldo..
Terakhir kami bertemu saat usia kami 15 tahun. Kami bertemu saat ulang tahun ku. Dia semakin tampan dan aku semakin mencintai nya.
Aku mencintai dia sedari kecil. Aku tahu ini konyol, tapi dia cinta pertama ku saat dia bilang aku itu pacar nya. Waktu itu aku di bully di depan mansion ku sendiri.
Ah anak-anak sialan yang bilang aku ini orang asing. Saat itu aku sedang berada di New York. Ya, mereka dari ras kaukasia jadi mereka menghina ku.
Ah lupakan.
Aku memang memiliki wajah khas Indonesia. Masih untung hidung ku tidak terlalu pesek, jadi ya setidaknya aku tidak di bully di negara ku sendiri.
Meski pun papa berdarah Brazil-indo, papa lebih ke indo begitu pun mama, Jepang-indo dan lebih ke indo juga jadi nya aku indo juga haha.
Gapapa.. Yang penting, orang bilang aku cantik.
"Ah lagi-lagi lo ngelamun. Gue salah ngomong lagi ya" kata Grace dengan ekspresi sedih.
"Ah enggak, lo baperan banget sih" gerutu ku.
"Ya udah, mentang-mentang ini di perpus, lu diem -diem bae, udahlah kita ke kantin aja, biar gak ngelamun mulu. Yuk" kata Grace sambil menarik tangan ku menuju kantin.
Baiklah, apapun untuk teman ku yang satu ini.
Dan ya, aku lupa tidak memberitahu kalian! Aku memiliki seorang adik laki-laki. Dia bernama Marcello Immanuel Danuarga
Dia sekarang kelas 11 SMA, tampan seperti papa dan dia cukup menyebalkan jika berada di dekat ku, dia selalu menggoda ku.
Mentang-mentang dia sudah punya pacar dan aku tidak.
Kurasa dia juga memiliki sifat dan sikap turunan dari papa semoga psikopat nya tidak...
Tapi aku tetap sangat menyayangi dia..
♡♥♡♥♡♥♡
By
Ucu Irna Marhamah
2
Salia memasuki Danuarga Hospital ya, rumah sakit swasta milik kakek nya, John Lopard Danuarga sang pengusaha kaya.
Dia disana magang menjadi perawat untuk sementara. Dan setelah usianya 22 tahun nanti, dia akan menjadi seorang perawat di rumah sakit itu.
Setelah kuliah nya selesai dan mendapatkan gelar dokter, dia akan menjadi dokter tetap di rumah sakit tersebut.
Ya, meskipun itu rumah sakit nya juga, Salia harus bertanggungjawab atas pendidikan dan kemampuannya sendiri di bangku perkuliahan.
Meski dia di manja, dia harus membuktikan kalau dirinya bisa mandiri tanpa harus di kasih itu ini oleh kedua orangtuanya.
Salia memasuki ruang rawat. Dia melihat pasien anak kecil itu terbaring lemah diatas ranjang.
"Halo" sapa Salia.
Gadis kecil yang terkena DBD itu tersenyum sedu menjawab sapaan Salia.
"Halo, suster"
Salia memeriksa gadis kecil itu.
"Sebentar lagi kamu akan sembuh, asalkan kamu mau minum obat nya yaa" kata Salia sambil membelai lembut kepala gadis kecil itu.
"Terimakasih sus"
Salia mengangguk kemudian berlalu menuju ruang rawat yang lain dan begitu seterusnya nya.
"Halo, suster Salia " sapa para perawat dan beberapa dokter yang lewat.
"Halo" dengan ramah, Salia menjawab sapaan mereka.
"Ah, bahkan aku masih magang, mereka sudah menganggap ku bagian dari mereka.. Terimakasih " gumam Salia.
"Suster! Ada wanita yang mau melahirkan! Ayo, beberapa orang dokter sedang ada rapat dan sisa nya sedang mengurus pasien lainnya, ayo kita harus membantu ibu yang melahirkan itu " kata salah satu suster yang sedang magang juga.
"Apa? Ayo kita kesana" kata Salia.
Padahal dia juga belum pernah praktek melahirkan. Tapi, ini tanggung jawabnya dan selama ini dia juga berlatih khusus di bawah bimbingan dokter -dokter berpengalaman seperti ayahnya sendiri.
Salia dan sesama rekan suster nya memasuki ruang UGD.
Mereka melihat wanita yang mau melahirkan itu berteriak begitu kencang nya dan suami nya berada disisi nya memberikan dukungan dan kekuatan.
Rekan Salia meminta suami wanita hamil itu untuk menunggu di ruang tunggu.
"Mohon maaf, pak, sesuai dengan peraturan, kami memohon bapak untuk menunggu diruang tunggu "
"Tapi, sus.. Istri saya sangat membutuhkan saya" kata sang suami.
Salia terlihat sedih. Dia menepuk bahu rekan nya. "Tidak apa-apa, dia berhak menemani istri nya " kata Salia.
"Terimakasih, sus "
Salia dan rekannya mulai melakukan praktek persalinan. Mereka berusaha membantu perjuangan seorang ibu itu.
Setelah beberapa menit, akhirnya terdengar suara tangisan bayi yang menggema di ruangan itu.
Salia membersihkan bayi itu. Setelah bayi nya selesai di mandikan, dengan telaten, Salia memakaikan bayi itu kain bedong.
Dia menggendong nya. "Wah, bayi tampan ini.. Selamat datang di dunia, sayang "
Salia memberikan bayi itu pada ayah nya.
"Selamat pak, bayi anda laki-laki.. Dia lahir dengan sehat dan selamat.. Selamat ya bu " kata Salia.
Sepasang suami istri itu terlihat bahagia. Mereka melihat bayi mereka.
Salia terharu. Dia berharap suatu hari nanti dia dan Refa juga bisa seperti sepasang suami istri itu. Saling mencintai dan menikah lalu memiliki seorang anak.
Rekan Salia menepuk bahu Salia. "Kau benar-benar baik, Salia"
"Tidak, Megan.. Ini tugas ku.. Tugas kita.. " kata Salia.
Suster yang bernama Megan itu tersenyum.
♡♥♡♥♡♥♡
Keesokan hari nya, Meina kembali mengikuti pelajaran di kampus. Dia sudah menempuh semester 3, namun dia sudah berlatih dan belajar dengan baik selama ini. Sehingga dia di percaya untuk menjadi seorang suster magang di rumah sakit milik kakek nya.
Grace duduk disampingnya. "Hai, Nn. Danuarga "
"Ah, Grace, jangan manggil gue dengan sebutan itu. Ini di kampus bukan di rumah "
"Mansion maksudmu? "
"Grace"
"Ah , baiklah.. Ih gue lupa.. Hari ini hari ulang tahun Rean!! Oh my god gue harus buru-buru cari hadiah buat dia"
"Ah lo histeris mulu.. Nanti pulang dari kampus, kita beli kado nya ya"
"Beneran lo mau nemenin gue? "
"Iya, lagian kita kan temen "
"Ohh.. Makasih Salia "
Grace memeluk Salia dengan erat.
♡♥♡♥♡♥♡
Salia memasuki mansion kakeknya setelah pulang dari kampus.
"Hai, cucu ku sayang ayo masuk, tumben kamu kesini nak, kamu sama siapa? " tanya Maharani.
Salia tersenyum. "Tadi aku sama Grace, Oma.. Dia udah pulang"
"Kenapa gak di suruh mampir dulu? "
"Udah, tapi dia lagi buru-buru, ada temannya yang ulang tahun "
"Oh gitu, ya udah.. Kamu mau nginep? "
"Emm.. Enggak Oma.. Aku cuma mau tanya sesuatu "
"Tanya tentang apa, sayang? "
"Emm.. Aku kan udah dewasa, apa aku boleh tahu soal papa? "
Maharani terlihat berpikir dengan mencerna kata-kata Salia.
"Katakan saja, apa soal.. Psikopat? " tanya Maharani ragu.
"Bukan.. Itu.. Itu Meisa udah tahu Oma.. Meisa mau tanya soal musuh-musuh papa.. Kenapa papa punya musuh? Apa papa berbuat salah? "
"Sayang, di dunia bisnis, semua orang bisa menjadi musuh.. Kamu tidak tahu betapa kejam nya dunia bisnis dimana para pengusaha berusaha mencari cara untuk menjatuhkan saingan nya"
"Tapi, Oma.. Kalo mereka di dunia bisnis, berarti aku gak ada sangkut pautnya dong, kan yang bekerja di dunia bisnis itu cuma Papa sama mama.. Selain itu, setelah aku lulus, aku akan menjadi dokter bukan pengusaha "
"Itu dia masalah nya, Meisa sayang.. Mereka mencari celah kelemahan lawan mereka. Salah satu nya orang terdekat saingan mereka.. Termasuk keluarga.. Kamu tetap harus waspada, Meisa.. Sekarang kamu mengerti? "
Salia mengangguk. "Iya, Oma.. " namun Salia masih ragu. Apa dia tidak akan mempercayai siapapun?
"Oh ya, aku pulang dulu ya, Oma.. Sampai jumpa " kata Salia sambil mencium kedua pipi Maharani.
♡♥♡♥♡♥♡
By
Ucu Irna Marhamah
Salia memasuki mansion. Dia melihat Michael tengah duduk di kursi di ruang keluarga sambil membaca koran dan minum kopi.
Ada juga Marcello disana sedang mengerjakan tugas nya. Kadang bertanya pada Michael.
Salia tersenyum kemudian menghampirinya. "Papa " kata Salia.
Michael menoleh kemudian tersenyum. Dia menarik pinggang Salia dan Salia pun terduduk di pangkuannya.
"Baru pulang? Ini jam berapa sayang ?"
"Ini jam 6 sore, Pa, aku bukan anak SMA lagi yang pulang jam 4." kata Salia.
Marcell tersenyum geli.
"Kenapa senyum" gerutu Salia yang melihat Marcell tersenyum.
"Tidak ada.. Kakak kan udah bukan anak SMA lagi, tapi masih manja yaaa kan" goda Marcell.
"Biarin yang penting kan aku emang udah dewasa" gerutu Salia.
Michael tersenyum. "Jadi kau sudah dewasa? Begitu? " goda Michael sambil mencubit pipi Salia.
"Tentu"
"Baiklah, oh ya minggu ini kau cuti kan? Kita akan ke New York besok"
Deg
"New York? Itu artinya.. Refaldo" batin Salia.
Salia mengangguk. "Ok, aku akan segera membereskan barang-barang ku ya, aku sayang papa" Salia mencium pipi Michael kemudian berlalu ke kamar nya.
"Ah, pasti yang ada di pikiran cantik nya itu hanya ada Refaldo.. Ah aku jadi penasaran.. Setampan apa pria itu?" gumam Michael.
Michael menghela napas berat. "Kau benar Meina, Meisa memang mencintai Refa sampai sekarang "
"Ah? Papa bilang sesuatu? "
"Ah tidak "
Keesokan harinya, keluarga Michael pergi ke New York dengan jet pribadi.
Selama di perjalanan, Salia selalu berpikir tentang Refa. Dia membayangkan wajah Refa yang mungkin semakin tampan.
Salia pun terlelap dalam mimpi Indah nya. Meina dan Michael berbicara serius.
"Seharusnya kita tidak usah kembali ke New York, karena itu hanya akan membuat Meisalia semakin mencintai Refa.. Bagaimana jika Refa sudah memiliki seorang kekasih? " tanya Meina.
"Jika Meisa sekali patah hati karena Refa, mungkin saja setelah itu dia akan move on dari nya " jawab Michael.
"Aku tidak yakin Mike"
Akhir nya mereka sampai di New York.
Meina dan Salia terlihat begitu lelap tertidur. Michael sampai kesulitan membangunkan mereka. Marcell memilih lebih dulu memasuki mansion.
Michael pun menyerah. Dia mengangkat tubuh Meina ke dalam mobil. Setelah itu, dia mengangkat tubuh Salia juga.
"Ah.. Kedua remaja ini membuat ku lelah" gerutu Michael. Marcell tertawa.
"Papa kan kuat"
Apalagi saat ini dia tidak membawa pelayan ataupun pengawal.
Michael melajukan mobil nya menuju mansion lama nya. Akhirnya mereka sampai.
Meina dan Salia terbangun dan menguap berbarengan. Michael yang melihat spion tersenyum geli melihat tingkah kedua wanita yang sangat dia sayangi itu.
"Sudah bangun putri dan Ratu? "
Michael melirik kearah Marcell. Dia terkejut. Sekarang giliran Marcell yang tertidur.
"Ah demi Tuhan, kenapa sekarang malah kau yang tidur" gerutu Michael.
Salia dan Meina tertawa melihat ekspresi kelelahan di wajah Michael.
Mereka memasuki mansion dan langsung di sambut oleh para pelayan. Marcell juga berhasil di bangunkan oleh Salia.
"Silakan, Tn, Ny. Dan Nn. Kami sudah menyiapkan makan malam" kata Emma.
"Bibi Emma" Meina memeluk Emma dengan erat nya. Bayangkan saja selama belasan tahun mereka berpisah.
"Ny. Bagaimana kabar mu? "
"Aku baik, bibi.. Aku merindukan mu"
"Saya juga, Ny. "
Salia tersenyum melihat kebesaran hati Meina yang tidak pernah membedakan orang dari status dan pekerjaan nya.
"Bibi.. Aku mau tidur saja ya.. Aku ngantuk.. Makan malam nya besok saja" kata Marcell kemudian berlalu ke kamar tamu. Karena memang kamar tamu hanya ada di lantai bawah. Dia berjalan dengan sempoyongan.
"Hati-hati Tn. Muda" kata Emma.
"Baiklah, Bibi aku juga lelah, besok saja makan nya ya" kata Salia.
"Iya,Nn."
Kemudian Salia pun berlalu ke kamar lama nya. Meninggalkan Meina dan Michael yang mau makan malam.
Salia menatap pintu kamar bercat merah muda dan bertuliskan.
Meisalia Michelle Danuarga
Salia tersenyum. Dia menyentuh ukiran nama nya itu. Dia ingat masa-masa kecil yang bersama Refa. Bermain di taman dan menanam bunga tulip merah kesukaan nya.
Salia membuka pintu kamar tersebut. Semua barang-barang masa kecil nya terlihat begitu rapi. Emma dan pelayan lainnya begitu rajin membersihkan kamar yang sudah belasan tahun ini tidak di tempati.
Ranjang kecil nya, rak-rak yang penuh dengan buku dongeng, rak-rak mainan dan wadah-wadah besar berisikan penuh mainan.
Salia berjalan mengambil bola bulu berwarna merah muda. Dia tersenyum mengingat saat bermain bola dengan Refa.
Semakin banyak Salia melihat barang-barang kecil nya, semakin banyak juga kenangan yang terbesit di ingatan nya.
"Aku merindukanmu, Refa " gumam Salia. Dia membuka pintu menuju balkon dan dia melihat kamar Refa yang bersebrangan dengan kamar nya. Jendela itu terlihat gelap menandakan pemilik kamar sudah tertidur.
Dia tidak sabar ingin segera besok untuk bertemu Refa.
♡♥♡♥♡♥♡
By
Ucu Irna Marhamah
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!