NovelToon NovelToon

The Blood Red Rose

1. Prolog Yang Serba Salah

"Untuk apa kau kemari, pergi sana. Tidak ada yang menginginkanmu disini. Benar kan sayang." Bentak seorang wanita yang sedang menggendong bayinya.

"Kami tak pernah ingin memiliki anak laki laki, pergi sana. Dasar pengganggu pemandangan." Sahut pria di sampingnya dengan menendang nendang anak kecil yang akan mendekatinya dengan keras.

Anak itu segera pergi meninggalkan sepasang suami istri dengan seorang bayi perempuan di gendongan sang wanita di dampingi sang pria yang berdiri di sebelahmya.

Anak itu berjalan menjauh dan melewati gerombolan orang yang sedang duduk berbincang satu sama lain.

"Hey, hey, apa kalian lihat itu, bukankah dia adalah anak yang tak diinginkan itu yang orang orang bicarakan." Bisik salah satu dari mereka pada yang lain.

"Kau benar. Lihat dia, dia terlihat seperti sebuah kesalahan yang hidup, bahkan bisa berjalan dan bicara." Bisik yang lain.

"Kau benar sekali. Padahal dia masih berumur lima tahun sudah di buly semua orang. Kalau aku jadi dia mungkin aku sudah lama bunuh diri." Bisik salah seorang yang lain lagi.

Anak itu terlihat tak mempedulikan ejekan ejekan orang orang di sekitarnya dn terus berjalan menjauhi mereka, pergi tanpa arah dan tujuan yang jelas setelah di campakan orang tuanya.

Saat dia terus berjalan, anak itu tersentak saat menyadari dia menabrak sesuatu yang membuatnya terjatuh ke tanah dengan keras.

Ternyata yang dia tabrak adalah seorang pria dengan tubuh tinggi kekar dengan tampang yang sangar. Didampingi beberapa pria lain di samping kiri dan kanannya dengan perawakan yang hampir sama sangarnya dengan orang yang anak itu tabrak.

"Hei, apa yang kau lakukan, bagaimana jika tadi aku aku terjatuh dan terluka, apa kau bisa membelikan ku obat?" Tanya pria berrubuh kekar yang anak itu tabrak dengan wajah marah.

"Maaf, maafkan aku." Kata anak itu memelas yang mencoba berdiri dari jatuhnya.

"Kau pikir hanya dengan minta maaf masalah ini bisa selesai? Cepat ganti rugi karena sudah menabrak ku." Bentak sang pria bertubuh kekar sambil mengangkat tubuh anak itu dengan mudah seperti mengangkat kertas.

"Ta....tapi aku tidak punya uang."

"Apa?!" pria kekar itu membentak anak kecil itu dan membantingnya ke tanah sekuat tenaga.

Anak itu jatuh ke tanah kembali dengan kuat melebihi sebelumnya. Sebelum dia bangkit kembali, kaki pria di depannya sudah menginjak perutnya dengan sangat kuat hingga si anak kecil tak bisa bernafas dan hanya bisa meronta ronta.

Melihat hal itu, semua orang segera mendekat dan mengerubungi pria kekar itu yang sedang menginjak injak sang anak seperti halnya kesed lantai. Tapi orang orang itu tidak menolong atau merasa kasihan sedikit pun, malahan mereka tertawa melihat hal itu.

Si anak kecil akhirnya menangis merasakan sakit yang luar biasa saat ini. Dia menangis dengan sangat keras yang membuat semua telinga orang di sekitarnya serasa mau pecah. Tapi mereka semua hanya menonton dan terlihat senyum merekah di wajah mereka tak terkecuali sepasang suami istri yang awalnya mengusirnya yang tak lain dan tak bukan adalah ayah dan ibu anak itu.

Melihat anaknya yang disiksa bukanlah hal wajar di tempat yang sudah merdeka seperti disini. Tapi yang lebih tidak wajar adalah ekspresi yang mereka keluarkan dimana mereka berdua merasa tidak keberatan dengan itu.

《→→→○←☆→○←←←》

Di atap sebuah gedung, seorang pria dengan warna kulit dan rambut yang se irama yaitu putih dengan rambut pendek dengan beberapa helai yang menutupi mata kirinya dengan celana jeans, kaos sampai jas berwarna hitam sedang terbangun dari mimpinya yang dalam.

"Ahh....mimpi itu sudah lama tak pernah kurasakan setelah insiden yang sama sebelas tahun yang lalu."

Pria itu tampak santai setelah mengalami mimpi buruk. Tidak seperti orang pada umumnya yang akan panik saat bangun. Justru pria ini malah bangun dengan santai dan tersenyum lebar, sangat lebar seolah menikmati mimpinya.

"Aku ingin bertemu mereka lagi. Lalu akan ku pastikan mereka senang menyiksaku." Pria itu segera berdiri dan tertawa.

"Atau lebih tepatnya aku yang menyiksa mereka." Dia mengubah kembali ekspresinya menjadi ekspresi serius dengan tatapan mata hitam legamnya seperti terdapat sebuah neraka keputus asaan tanpa ujung.

Kemudian dia segera mengalihkan pandangannya dari langit malam di atasnya ke lantai paling bawah gedung tempat dia berdiri saat ini, dimana terlihat tiga orang dengan setelan jas rapi sedang keluar gedung yang salah satunya adalah target pria ini.

"Yah, aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku sebelum jam sembilan malam karena besok aku harus berangkat sekolah untuk pertam kalinya." Gumam pria itu sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan jam setengah sembilan tepat.

"It's show time."

Pria itu segera berlari untuk terjun dari atas gedung dengan sepuluh lantai tanpa pengaman apapun dan santai sambil memasukkan tangannya ke saku celana jeans yang dia pakai.

Melihat apa yang dilakukan pria itu, sontak orang orang yang lewat di depan gesung itu kaget dan banyak juga yang berkomentar.

"Lihat itu, ada orang yang terjun dari atas gedung."

"Apa dia sudah gila, gedung itu punya sepuluh lantai. Jika dia turun pasti sudah tidak bernyawa."

"Hihihi ada pertunjukan seru."

Semua orang banyak yang berkomentar jika pria itu sudah gila karena terjun dari gedung sepuluh lantai tanpa pengaman. Tapi ada juga yang berkomentar jika ini hanya akting belaka

Dan yang paling kaget adalah ketiga orang yang baru saja keluar dari gesung tersebut. Kenapa dia kaget? Itu karena dia dan dua pengawalnya ada tepat di bawah pria itu. Jika dia benar benar terjun, maka dipastikan jika mereka berempat bisa mati.

Tapi terlambat bagi merka bertiga untuk lari karena pria itu sudah berada tidak jauh di atas mereka dan pria itu terlihat membenarkan posisi jatuhnya dengan bagian kaki di bawah sebagai pijakan.

Naasnya yang menjadi pijakan pria itu bukan jalanan depan gedung, tapi kepala kedua pengawal pria yang baru saja keluar dari gedung tersebut.

Banyak debu beterbangan karena benturan kepala kedua bodyguard dan jalanan depan gedung yang membuat pandangan semua orang terhalang.

Saat debu mulai menghilang tampak sosok pria berdiri di atas dua kepala manusia yang sudah mati berlumuran darah dengan sebuah pisau di tangan kanannya.

Melihat sosok pria yang sudah berada di depannya yang sudah membunuh kedua bodyguardnya, segera berjalan mundur menunjukkan ekspresi takut seakan yang di depannya adalah seorang malaikat kematian.

"Tolong, tolong menjauh dariku. Akan ku berikan semua yang kau inginkan. Kau ingin apa? Uang, mobil, kekuasaan, apapun akan ku berikan jika kau mau melepaskanku." Kata pria paruh baya itu dengan nada suara beeguncang yang menandakan dia sedang ketakutan.

"Menarik. Kalau begitu aku menginginkan nyawamu bagaimana?" Kata Pria itu dengan suara riang.

"Kalau itu aku tak bisa tuan. Tolong lepaskan aku aku tau itu kau. Kau adalah sang pembunuh bayaran yang hebat itu sampai mereka memanggilmu 'The Blood Red Rose' benar kan?" Kata pria paruh baya itu dengan nada suara yang semakin berguncang saat menyebut julukan pria di depannya.

"Ting tong, kau benar. Tapi ini adalah tugas terakhir ku jadi setelah ini aku akan pensiun karena pekerjaan ini membosankan. Tidak ada yang bisa mengalahkan ku. Dan mulai besok aku akan bersekolah, asik bukan. Kalau begitu sudah cukup perkenalannya. Sampai jumpa Presdir Drud." Kata pria itu yang di juluki 'The Blood Red Rose' dengan nada riang tapi menunjukkan sebuah senyum yang menakutkan.

Mendengar kata kata dari mulut pria di depannya seperti lantunan kematian, Presdir Drud segera berlari menghindari hal buruk yang akan 'The Blood Red Rose' lakukan.

"Ayolah tuan presdir aku ingin menjalankan tugas terakhir ku dengan lancar jadi jangan menyusahkan." Kata pria itu dengan nada suara berat seolah dia sedang marah.

Pria itu segera mengejar Presdir Drud dan menancapkan pisau di tangannya ke leher bagian belakang pria baruh baya itu hingga tembus ke bagian depan lehernya.

"Tugas selesai, sayonara pecundang." Kata pria itu sambil melemparkan sebuah kartu kecil dengan gambar mawar merah dan disampingnya terdapat tulisan 'The Blood Red Rose'.

Pria itu segera berlari ke belakang gedung dan dengan cepat dia menghilang dalam bayangan gelap gedung tersebut.

Semua orang yang melihat kejadian tersebut tak bisa apa apa hanya bisa melihat dengan tatapan tak percaya sudah menyaksikan sebuah pembunuhan. Bahkan yang polisi yang sudah sampai disana hanya melihat itu dengan tatapan kosong sampai ada yang pingsan dan mengompol di tempat.

《→→→○←☆→○←←←》

Di sisi lain seorang pria tampak berjalan masuk ke dalam rumah dengan pakaian serba hitam dan sedikit noda darah di lengan jasnya.

"Aku pulang." kata pria tersebut denga suara parau.

Tak lama kemudian di sahut suara kucing mengeong dan suara lonceng yang semakin mendekat. Pria itu langsung menyambar kucing itu saat sudah di depannya dan mengangkatnya tinggi tinggi.

Pria tersebut segera melepas sepatunya dan merebahkan dirinya di sofa ruang tamu kemudian disusul kucing itu yang menempatkan dirinya di perut pria itu.

"Ahh hari yang cukup melelahkan, benar begitukan ciki." Kata pria itu sambil mengangkat kucing yang ikut merebahkan tubuhnya pada perut pria tersebut.

Ciki mengeong mengiyakan kata kata tuannya yang terlihat bersemangat padahal bilang kelelahan.

Dari sakunya tiba tiba terdengar musik rock yang berarti ponselnya sedang berbunyi.

Segera tangan pria itu mengambil ponselnya yang berbunyi dari saku celana jeansnya dan segera mengangkat telepon tersebut.

"Halo ada apa malam malam telepon, ganggu orang istirahat saja." Katanya pria itu dengan wajah cemberut.

[Ooo....jadi saat ini aku sedang mengganggu.]

"Eeh bu dewi, ada apa malam malam telepon saya." Kata pria itu dengan nada canggung.

[Aah, eeh.....kau pikir sedang bicar dengan siapa,dasar murid bodoh.] Bentak Bu Dewi.

"Maaf bu." Kata pria itu dengan wajah bersalah.

[Baiklah Reiki, tidak usah basa-basi lagi. Besok kau ambil buku panduan belajarmu di kantor guru. Ibu lupa memberikannya kemarin.]

"Baik Bu Dewi." Kata Reiki semangat.

Reiki segera menutup teleponnya dan melanjutkan berbaringnya di sofa miliknya.

2. Guru Killer

Matahari sudah terbit dari timur menandakan hari baru telah dimulai. Suara para tetangga dan kendaraan yang berlalu lalang di depan rumah. Tapi Reiki masih tertidur di atas sofanya mungkin lebih tepatnya ketiduran di atas sofa karena terlalu kelelahan padahal kemarin dia hanya mengambil satu perintah dari satu orang klien saja.

Perlahan mata laki laki berumur enam belas tahun itu mulai terbuka merasa ada sesuatu yang menindih di atas perutnya. Saat Reiki membuka matanya, dia melihat seekor kucing yang duduk santai menjilati kaki depannya.

"Ada apa ciki, kenapa kau membangunkanku pagi pagi begini. Apa ada klien yang meminta ku membunuh orang kuat?"

Reiki terlihat bersemangat saat mengatakan hal terakhir yang dia sampaikan.

Seolah paham apa yang Reiki katakan, Ciki menggeleng pelan dan menunjuk jam yang tergantung di atas televisi yang menunjukkan jam enam tepat.

"Ooh iya aku sudah pensiun dari dunia hitam hari ini. Dan hari ini juga hari pertama ku masuk sekolah."

Seolah paham apa yang tuannya katakan, lagi lagi Ciki mengangguk pelan dan menjilat kembali bulu putih yang ada di punggungnya.

"Sudah kubilang jangan menjilat badanmu. Jika kau ingin aku bisa memandikan mu." Kata Reiki.

Tapi Ciki tidak mengindahkan kata-kata tuannya dan terus menjilat bulu putih tanpa warna lain miliknya itu.

Ciki adalah kucing milik Reiki yang dia temukan dulu saat masih berusia tiga belas tahun di tengah karirnya sebagai pembunuh bayaran. Ciki dia temukan saat Reiki mendapat sebuah permintaan seorang klien untuk membunuh seorang bos penyelundup barang gelap. Dan entah dia sengaja atau bagaimana, target yang harus Reiki bunuh memiliki sebuah kurungan di kantornya yang berisi tiga anak kucing dan salah satunya adalah Ciki. Karena merasa kucing kucing iti tidak berguna, Reiki berniat membunuhnya. Tapi dua anak kicing lainnya tiba tiba mundur dan bersembunyi di pojok kurungan meninggalkan Ciki sendiri. Melihat Ciki yang ditinggal sendiri oleh kedua kucing lainnya membuat dia merasa memiliki nasib yang sama sebagai mainan takdir.

Akhirnya Reiki memutuskan untuk mengadopsi Ciki yang masih kecil dan membunuh dua kucing lainnya sebelum Reiki ledakkan tempat itu.

"Sudah saatnya bersiap berangkat. Mungkin hari ini akan ada orang kuat yang bisa mengimbangi ku dan juga akan ada sedikit pertumpahan darah mungkin." Gumam Reiki senang sambil menggaruk garuk kepalanya.

Reiki segera bangun dari sofa dan pergi menuju dapur mencari cemilan bukannya sarapan.

Saat di dapur, Reiki terpaksa harus menahan perutnya lebih lama lagi karena isi kulkasnya hampir sama seperti lapangan bola yang tidak ada apa-apa kecuali air mineral dan telur ayam mentah yang ada di pintu kulkas.

"Mungkin hari ini aku akan sarapan di sekolah." Celetuk Reiki lemas melihat isi kulkasnya.

Akhirnya Reiki mengubah haluan dari yang awalnya dapur berpindah ke kamar mandi untuk membasuh diri sebelum berangkat.

Selesai mandi Reiki segera mengenakan seragam dan membawa tas sekolahnya. Saat akan memakai sepatu, Reiki ingat melupakan sesuatu yang penting yang dia tinggalkan.

Reiki segera berlari masuk ke kamarnya mengambil benda tersebut yang tak lain adalah head phone miliknya.

Sudah menjadi kebiasaan Reiki untuk hampir setiap saat mengenakan head phone meski di dalam misi dan karena dia selalu melakukan misi solo, tidak ada yang pernah protes dengan penampilannya.

"Aku berangkat Ciki, nanti aku sisir bulumu setelah pulang sekolah." Teriak Reiki untuk berpamitan pada kucing peliharaan miliknya.

Jalan menuju SMA T7 Reiki sudah paham betul dimana tempat itu jadi tidak ada kesulitan berarti yang harus dia lewati.

Jarak rumah Reiki dan SMA T7 tidak terlalu jauh. Hanya dalam hitungan tiga puluh menit, Reiki sudah ada di depan gerbang masuk dan tepay waktu saat bel masuk berbunyi.

Karena ingat urusannya dengan Bu Dewi, Reiki langsung berlari melewati semua orang yang ada menuju kantor guru untuk mengambil buku panduan belajarnya.

Hampir saja, telat satu menit Reiki pasti akan dimarahi karena saat dia menemui Bu Dewi, Bu Dewi terlihat sudah akan menuju kelas.

"Ini buku milikmu." Kata Bu Dewi sambil memberikan beberapa buku yang cuku tebal pada Reiki.

Bu Dewi adalah salah satu klien Reiki yang tak sengaja dia jumpai satu tahun yang lalu dan mereka membuat kesepakatan bahwa Bu Dewi akan membantu Reiki masuk ke dalam SMA T7 yang merupakan SMA militer negara yang mendidik calon tentara yang akan kelayani negeri.

Dan alasan Reiki ingin masuk ke SMA ini karena bosan dengan kehidupannya sebagai pembunuh yang tak pernah bisa bertarung melawan musuh yang lebih kuat atau sama dengannya.

"Karena kau kebetulan disini, ayo sekalian kau ikut aku dan memperkenalkan dirimu di depan kelas."

"Ha? Memangnya apa untungnya untukku."

"Untungnya kau tidak akan aku hukum." Kata Bu Dewi dengan menunjukkan wajah garang.

"Baiklah."

Reiki akhirnya terpaksa menuruti keinginan Bu Dewi dan memperkenalkan dirinya di depan kelas.

《→→→○←☆→○←←←》

"Hari ini kita kebetulan kedatangan murid pindahan. Reiki ayo masuk dan perkenalkan dirimu." Tegas Bu Dewi memanggil Reiki.

Reiki memasuki ruang kelas dengan mengenakan seragam hitam dan dasi loreng berwarna hijau yang diberikan sekolah dengan tambahan head phone yang menggantung di lehernya. Dan rambut yang sudah Reiki ubah warna dari putih menjadi hitam sesuai warna matanya karena aturan seorang pembunuh yang paling utama adalah sembunyikan identitas asli dan karakter asli.

"Halo namaku seperti yang kalian dengar dari Bu Dewi. Salam kenal. Apa aku boleh duduk sekarang bu huru cerewet." Ketus Reiki sambil melirik Bu Dewi yang urat nadinya sudah mengkerut di dahinya.

"Kau ini, dasar...."

Seluruh kelas heboh menanggapi kemarahan Bu Dewi membuat Reiki mengambil kesimpulan jika Bu Dewi adalah salah satu guru killer yang di takuti seluruh murid di sekolah ini.

Dan benar saja beberapa saat kemudian amarahnya memuncak dan melayangkan sebuah bogem mentah tepat ke wajah Reiki.

Samar samar Terdengar ada siswa yang berkomentar akhir hidup Reiki.

"Aku turut berduka untukmu murid baru. Meski hanya sebentar aku mengenalmu, ya tidak terlalu kenal meski cuma nama aku senang bertemu denganmu."

'Hei, ini serius? Inikan cuma tinju lamban bahkan kucingku bisa lebih cepat lagi' Pikir Reiki.

Karena sesikit terprovokasi, akhirnya Reiki menangkap tangan Bu Dewi dengan tangan kanannya tanpa kesulitan.

Dan ekspresi seluruh kelas berubah pucat melihat tingkah Reiki menangkap itu dengan mudah tapi Bu Dewi terlihat tidak kaget sedikit pun karena sudah tau jati diri Reiki sebenarnya.

"Apa?! Kau menangkap pukulan Bu Dewi tanpa kesulitan?! Aku merasa tidak adil dengan itu. Aku saja harus merasakan tiga puluh pukulannya agar bisa menghindar, tapi kau menangkapnya?!"

Terdengar suara protes dari salah satu murid dengan tindakan yang Reiki lakukan.

"Itu karena kau lemah, hanya dengan pukulan lemah seperti ini saja kau bahkan kalah!!!" Kata Reiki dengan nada lebih keras dan lebih garang sambil membanting Bu Dewi ke lantai.

Sontak seisi kelas kaget dengan tindakan Reiki yang mengejutkan.

《→→→○←☆→○←←←》

Author mau nekankan jika disini pekerjaan si MC atau Reiki adalah seorang pembunuh bayaran nomor satu yang mendapat julukan 'The Blood Red Rose' oleh orang orang yang melihat cara membunuhnya yang sangat cantik.

Awal pekerjaan ini muncul karena Reiki ini tertekan oleh ejekan orang orang yang mengejek dirinya tak diinginkan. Jadi sebuah dendam tertanam di hati Reiki yang membuatnya tidak bisa mempercayai orang orang dan berniat buat ngebunuh semua orang.

Memang saat ini Reiki sedang menjadi peringkat satu di dunia gelap tempat segala macam kejahatan muncul. Meski saat ini Reiki, dia udah pensiun tapi dia ini masih tercatat sebagai pembunuh nomor satu di dunia gelap.

Ya, segitu aja untuk saat ini yang bisa saya sampaikan. Untuk kedepannya bakalan lebih banyak konflik dari awal awal ini.

Terima kasih dan Sayonara.

Tantangan Kakak Kelas #1

Setelah apa yang Reiki lakukan, wajah seisi kelas semakin kaget tanpa warna dengan apa yang Reiki lakukan pada Bu Dewi bahkan ada dari mereka yang ternganga tanpa bisa menutup mulutnya tidak menutupi sedikit pun keterkejutan mereka.

"Kalian lihat, ini sangat mudah, terlalu mudah." Kata Reiki dingin.

Reiki segera melepas tangannya dari Bu Dewi yang masih terbaring di lantai setelah dipermainkan murid baru yang barusan dia bawa.

Segera setelah melepaskan tangan gurunya itu, Reiki segera berjalan mencari trmpat dudusk dan mendapati satu tempat duduk kosong di pojok paling belakang dekat jendela.

Reiki tidak mempedulikan wajah teman-temannya yang kaget dengan kemampuan yang dia miliki dan memasang head phone yang menggantung di lehernya kemudian melihat keluar jendela.

Setelah beberapa saat akhirnya Bu Dewi bangkit dari tempatnya terbaring dan melanjutkan pelajaran dengan sesikit rasa malu karena sudah dipermalukan di depan murid-muridnya.

Karena bosan mendengarkan pelajaran atau melihat keluar jendela, akhirnya Reiki meletakkan kepalanya di meja dan memejamkan mata.

"Hei, Reiki bangun. Bangun.....kenapa kau tidur di kelas. Cepat bangun." Sebuah suara tiba tiba terdengar di telinga Reiki dan membangunkannya dari mimpi pendek yang dia alami.

Reiki mengangkat kepalanya dan mengusap matanya yang masih mengantuk memaksakan untuk melihat apa yang terjadi di sekitarnya.

"Kau bangun......bagus. Karena kau tidur dalam pelajaran ku, head phone milikmu aku sita sampai pulang sekolah." Tegas Bu Dewi yang sedari tadi mengawasi Reiki yang tertidur pulas.

"Hah....apa maksud Bu Dewi menyita?" Tanya Reiki karena sedikit kurang paham dengan keadaan.

"Sudah kubilang karena kau tidur di kelas ini aku sita." Tegas Bu Dewi sambil menunjukkan head phone milik Reiki.

"Ooo....kalau begitu begini saja, aku akan menjawab pertanyaan yang ada si depan yang tak bisa dijawab murid-muridmu ini lalu kembalikan head phone milikku. Bagaimana?" Kata Reiki mebuat kesepakatan.

"Ok. Tapi kalau kau tidak bisa ini akan ku sita selama seminggu. Deal?" Kata Bu Dewi sambil mengacungkan tangan.

Reiki tidak menjawab kata-kata Bu Dewi dan langsung berdiri dari kursi menuju ke depan papan tulis.

Semua orang melihat Reiki dengan tatapan meremehkan karena, bagaimana bisa soal sesulit itu yang tidak bisa mereka jawab tapi malah Reiki jawab dengan mudah.

Reiki tak mempedulikan tatapan meremehkan semua orang yang melihatnya dan terus berjalan dengan ekspresi datar menuju papan tulis.

Dan terbukti jika mereka salah karena Reiki sudah menjawab itu dengan cepat dan dengan cara yang sanagt mudah dipahami. Reiki segera berbalik menuju Bu Dewi dan mengambil barang miliknya sebelum kembali duduk di kursinya.

Reiki berjalan dengan sombong melewati orang-orang yang meremehkan kemampuannya sebagai pembunuh bayaran nomer satu di dunia.

'Dibandingkan dengan kalian, aku sudah membuktikan banyak teori dan terbang ke seluruh dunian menjalankan misi. Jika hanya soal hitung hitungan sederhana seperti ini orang bodoh pun pasti bisa.' Pikir Reiki sambil kembali duduk di kursinya.

《→→→○←☆→○←←←》

Setelah melewati pelajaran yang panjang dan berliku-liku, akhirnya jam istirahat yang dinanti tiba karena perut Reiki sudah sangat keroncongan belum diisi dari pagi.

" Mungkin aku akan ke kantin membeli beberapa roti untuk makan siang." Gumam Reiki sendiri.

Reiki segera membereskan semua peralatan yang berantakan di atas mejanya dan memasukkannya ke tas.

"Hai, namamu Reiki kan, salam kenal, aku Kayla."

Seseorang tiba-tiba menyapa Reiki yang ternyata adalah teman yang duduk tepat di sebelah kiri Reiki.

"Ya, salam kenal." Kata Reiki singkat dan segera berdiri dari bangkunya.

"Eh....kau mau kemana, disini sebentar lagi ya. Temani aku bicara."

"Maaf tapi aku harus ke kantin membeli makanan karena aku belum sarapan."

"Oh iya..."

Wanita di samping Reiki yang namanya Kayla segera merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu.

"Ini." Kata Kayla sambil memberikan sebuah roti.

"Untuk ku?"

Kayla mengangguk pelan dan tersenyum senang memberi roti pada Reiki. Sedangkan Reiki malah merasa curiga dengan sikap baik wanita di sampingnya.

Perlahan Reiki menggapai roti yang di berikan Kayla dan sedikit mengamati roti tersebut dengan seksama.

"Terima kasih." Celoteh Reiki pelan.

"Sudah seharusnya membantu seorang teman."

Mendengar kata 'Teman' dari mulut Kayla, membuat Reiki tersenyum dalam hati. Tapi bukan senyum tulus melainkan senyum licik.

'Teman?! Jangan ngaco. Dulu semua orang juga bilang begitu di dunia hitam. Tapi tidak ada yang bertahan lebih dari satu minggu dengan siksaan yang takdir berikan karena berhubungan denganku' Batin Reiki jahat.

"Syukurlah kalau begitu. Aku sudah mendapat teman di hari pertama ku." Kata Reiki dengan sebuah senyum merekah di wajahnya tapi itu semua hanya pokerface yang selalu dia gunakan untuk menipu.

Setelah itu, mereka berdua berbincang bincang cukup lama sampai tak menyadari seseorang sedang mendekati mereka berdua. Seseorang yang sangat di takuti bahkan guru-guru memberi jalan untuknya.

Dia datang dan tiba-tiba mencengkeram tangan Kayla.

"Sayang, kenapa kau tidak mencariku saat istirahat ini dan malahan mengobrol dengan sampah ini." Kata Pria itu sambil mencengkeram dan menarik tangan Kayla dengan kuat.

"Ap....apa maumu Jawel? Akukan sudah bilang jika aku tidak mau denganmu. Kenapa kau terus memaksaku." Kata Kayla pelan tapi tegas.

"Apa maksudmu sayang, bukankah kita sudah resmi pacaran." Kata pria yang Kayla sebut Jawel.

"Kan aku sudah bilang aku-tidak-sudi bersamamu meski di dunia hanya tersisa kau saja Laki - laki." Kata Kayla menarik tangannya dan sengaja mengeja kata terakhir yang dia ucapkan.

"APA!!! KAU!!! BERANI - BERANINYA KAU BICARA SEPERTI ITU PADAKU." Amara Jawel memuncak dan berniat memukul Kayla.

'Sepertinya aku akan mendapat masalah dengan ini.' Pikir Reiki dengan menghela napas berat.

Reiki segera bergerak secepat mungkin ke depan, memunggungi Kayla.

"Tolong senior Jewel, lepaskan temanku ini. Aku memiliki urusan dengan dia." Tegas Reiki menentang Jawel.

Reiki tau jika orang yang ada di depannya adalah seniornya karena di lengan kiri pria tersebut ada sebuah atribut bergambar tiga bintang dan sepasang sayap di kiri dan kanannya.

"Apa?! Ini pasti ulahmu. Kau pasti sampah yang mepengaruhi Kayla ku."

"Maaf, tapi itu hanya ada dalam mimpi busukmu." Kata Reiki lantang.

Kemudian sebuah pukulan mendarat tepat di wajah Reiki yang membuatnya terpaksa harus mundur beberapa langkah ke arah Kayla. Tapi Kayla malah menangkapnya dan tersenyum bahagia menatap Reiki.

"Cih, dasar sampah beraninya kau menyentuh Kayla ku. Cepat sebutkan namamu." Perintah Jawel dengan urat nadi yang sudah berkedut di dahinya.

"Aku? Namaku Reiki, murid pindahan, kelas 2-5."

Semua orang yang menyaksikan terkejut melihat kebodohan Reiki yang menyebutkan namanya pada 'The Grizzly' yang disebut - sebut sebagai murid paling berbahaya ke sepuluh di SMA T7.

"Kalau begitu, aku, Jawel, murid kelas 3-2 menantang Reiki, murid pindahan kelas 2-5." Kata Jawel dengan suara keras yang menggema sampai terdengar dari lorong.

Wajah Reiki menampakkan sebuah senyum di wajahnya karena merasa senang dengan apa yang akan dia rasakan.

"Menarik. Aku Reiki, menerima tantangan senior."

Seisi ruangan heboh dengan apa yangterjadi dan berita tentang 'The Grizzly' yang akan bertarung di atas arena setelah jam istirahat tersebar dengan cepat ke seluruh sekolah sampai terdengar ke telinga para guru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!