...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maret, 2015.
Hujan deras yang menemaniku saat ini. Aku terduduk diam di tempat yang gelap. Air mata yang keluar tak terlihat oleh hujan yang membasahiku. Sakit yang ku alami, membuatku seperti ini. Aku tak bisa berlari lagi. Kakiku sudah membeku tak bisa ku gerakan.
DRETTT..DRETT
Suara handphone yang terus berdering. Abaikan dalam pikiranku. Tak usah ku angkat, karena itu pasti adalah orang yang membuatku kecewa saat ini. Sejak lama.
Masih terdiam disini. Dengan rasa yang sakit, kecewa, sedih. Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah mulai kedingan. Harus kemana aku? Dingin.
Terkejutnya aku seseorang meletakkan payung yang dikaitkan dalam pundakku. Aku pun meliriknya, siapa dia? Dia seorang pemuda memakai jaket berwarna biru langit, juga memakai topi.
Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena percikan air hujan dalam wajahku. Dia berbalik arah, pergi dan menjauh. Aku hanya diam, pikranku terlelap dengan apa yang terjadi saat ini.
...Hujan...
...Malam...
...Mimpi Buruk...
2019th
Terbangun dengan keringat dingin. Ku terus menarik nafas untuk menenangkan diriku ini. Mimpi ini kembali lagi. Aku sangat tak ingin memikirkan itu namun mimpi selalu membuatku teringat kejadian masa lalu yang sangat aku benci.
Aku pun turun dari atas kasur membuka laci untuk mengambil obat, aku meminumnya.
"Tenang Hanna. Nggak boleh kambuh." Aku terus menarik nafas untuk menenangkan dirinya.
Setelah di cukup tenang aku menuju kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Ku kenakan seragamku dari sekolah yang aku banggakan, beberapa bulan lagi aku tidak akan memakainya, kerena sebentar lagi aku pun lulus.
Menuruni setiap anak tangga, ku lihat ku pandang seisi rumah yang sangat jelas. Hening. Seorang pun tak ada disini. Hanya aku yang tinggal di rumah ini.
Suasana sudah tak seperti dulu kala yang ramai, diisi oleh kebahagian keluargaku. Namun itu dulu. Sekarang hanya menjadi mimpi buruk saja kala mengingatnya. Sekarang hanya aku sendiri dalam keheningan.
Kamu bisa melupakannya Hanna.
Dia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Karena sekolah tak jauh dari rumahnya. Langit biru yang cerah dengan kicauan burung-burung menemani pagi harinya saat ini. Lupakanlah mimpi tadi, yang akan membuat harinya sangat kacau.
Ini dia sekolahku SMA Bakti Nusa. Tempat yang membuatku lebih berubah dari sebelumnya. Berubah menjadi lebih baik. Tempat yang aku temukan lebih dari kebahagiaanku. Aku sangat bersyukur saat ini. Aku pun bertemu dengan teman-teman terbaikku, yang telah mengerti aku, dan telah merubahku menjadi sekarang ini.
Masih bertahan hidup. Kelas tercinta, banyak hal yang membuatku selalu berpikir dengan dewasa. Suatu hal yang membuatku lebih tahu apa yang terjadi di dunia ini. Bukan hanya aku yang mengalami kesedihan, tapi disini pun sama.
Orang-orang merasakan kesedihan dengan masalah yang berbeda-beda. Tetapi yakinlah dibalik semua kesedihan pasti ada saatnya kita akan merasakan kebahagiaan. Disini, berbagi kesedihan dan kebahagiaan satu sama lain. Tepatnya mereka. Mereka sahabat terbaikku, orang-orang yang aku sayangi yang selalu ada untukku.
“Dooooorrr.”
“Ehh abcd ada berapa!”
Aku tertawa mendengar salah satu sahabatku terkejut dengan kejahilanku. Dia memasangkan wajah kesal terhadapku, dan aku pura-pura tidak terjadi apa-apa, sambil menahan tawa dan aku langsung duduk di tempat bangkuku.
Tempat duduk yang berada disudut dekat jendela paling belakang kedua.
“Lo kalau kaget--Phtt...” Masih menahan tawa. “Wahahahah. Mau maen abcd ada berapa? Ayo nih.” Tawa yang sangat keras dan meledek terdengar oleh seisi kelas. Dia adalah Gina tepatnya termasuk salah satu sahabatku.
Gina Karisa. Cantik, cerdas, perempuan yang paling teliti, dan baik hati. Tentunya sebagai siswi teladan diangkatan kami. Ketua MPK. Yang akan segera lengser.
“Ihhh.” Sambil memukul Gina yang masih asik mentertawakannya. Dia adalah Oni sahabatku.
Olla Nabila Cahyani. Panggilan Oni. Cantik, si cempreng, bawelnya minta ampun, lucu, yang pasti baik.
“Oni kok jadi ke gue sih mukulnya, yang duluan kan dia.” Gina merasa kesakitan dipukuli dan tak adil karena ulah Oni.
“Hanaaaaa!” teriak Gina.
Baru saja aku mengeluarkan earphone dan buku. Terdengar suara yang akan mengancam hidupku ini. Aku pun melirik ke arah orang yang berteriak itu. Gina dan Oni saling melempar pandangan terhadapku. Pandangan yang akan memulai tempur di pagi hari ini. Oh My God.
“HANAAA!!”
Mataku langsung membulat. Aku tersenyum kepada mereka. Dan. Aku lari dari amukan mereka berdua.
“Hana! Jangan lari!” Suara Oni sangat terdengar jelas.
“Mulai lagi deh drama mereka."
Yap. Kami bersahabat dari awal masuk sekolah ini. Mereka adalah orang-orang yang dikirim oleh Tuhan untukku. Orang-orang yang membuatku menemukan kebahagiaanku kembali dari keterpurukanku.
Kami berlari di koridor sekolah. Orang-orang menatap kami. Apa yang kami lakukan? Tentunya kami bersenang-senang.
Terlihat di depanku, seseorang tengah berdiri menatap kami dengan ekspresi datarnya. Dengan stail gayanya yang kami ketahui itu. Dia adalah. Aku bersembunyi di balik badannya.
“Ngapain?” tanyanya.
“Shhutt....."
Tak lama mereka datang, ketika melihat dia. Mereka pun berhenti berlari.
"Keluar! Nggak usah sembunyi dibalik dia segala, deh," tegur Oni.
“Cape nihh,” sambung Gina yang kelelahan karena berlari mengejar Hanna.
Hanna pun memperlihatkan setengah wajahnya dibalik tubuh temannya itu. Ia tersenyum dengan jelas. “Sorry."
“Untuk perminta maaf lo kami tolak. Terkecuali…” ujar Oni menggantung perkataannya.
“Iyahyah gue traktir deh," kilah Hanna.
Wajah mereka bersinar kembali dengan perkataanku yang akan mentraktir mereka. Soal ini, apa pun tidak akan ditolak sedikitpun. Namanya juga gratisan.
Tak sadar tubuh yang Hanna pinjam untuk bersembunyi sudah hilang. Dia sudah berada di depan sedikit jauh dari kami.
“Afra...” panggil Hanna.
Gina dan Oni menoleh ke belakang. Sama-sama mereka tidak sadar dengan kepergian dia.
“Kebiasaan," seloroh Oni.
Hanna, Oni, dan Gina berlari menyusuli langkah Afra. Ini dia sahabat kami yang ditunggu-tunggu. Sahabatku yang sudah lengkap, dia baru datang. Dia Afra.
Afra Amna. Dia si es. Cantik, pendiam, berpura-pura tidak tahu, jutek, dan sedikit tomboy.
Menurut kami dia bukan es tetapi salju hatinya. Di dekatnya sangat damai dan dia baik selalu menjaga dan mengamati kami dari jauh.
"Sepulang sekolah janji ya Hanna," kata Oni.
Dengan raut wajah yang tidak bisa mengalah dan hanya pasrah. "Yahyah bawel."
"Masih pagi udah berisik. Ngantuk," tegur Afra dengan wajah kusam.
"Ngantuk Fra? minum baigon, dijamin berkhasiat tanpa batas langsung segar bugar," cetus Oni bersemangat.
"HA.HA." Afra menjawab terpatah-patah dengan cueknya.
"Bukannya langsung segar tapi..." lanjut Gina. "Tapi MATI. Hahahahahahah."
Gina dan Hanna tertawa bersamaan. Meduanya tertawa terbahak-bahak. Mereka pun langsung pergi mendahului Oni dan Afra.
Disini Oni dan Afra.
"Lo kok masih bertahan sih temenan sama mereka?" tanya Oni.
"Mending temen gue mereka daripada lo," sahut Afra sedikit menyindir.
Dia menahan tawa dan langsung meninggalkannya. Oni terdiam seperti batu setelah mendengarnya.
"Kata-katanya lebih tajam daripada pembunuhan," gumam Oni.
...'Bukanlah aku yang berubah melainkan aku mendapat kebahagianku karena kalian'...
...🦄🥀...
...Bersambung ......
...______________________...
... ...
...Rilis 09/01/2020...
...Revisi 29/06/2020...
Keributan yang masih berlanjut disini. Keributan yang pasti disebabkan oleh Hanna. Di suatu kafe yang tidak jauh dari sekolah kami. Kami duduk menunggu pesanan, sembari meributkan apa yang terjadi saat di jam pelajaran terakhir.
“Kalian bisa udahan nggak ributnya? Malu tahu diliatin,” tegur Gina.
“NGGAK BISA!” cicit Oni.
Hanna hanya mendengar ocehannya, sekalipun tidak membuka mulutnya tidak membalas dengan ocehan lagi. Hanya memberikan balasan senyuman.
“Liat tuh Gin, dari tadi senyum mulu senyum mulu. Ngeledek," sindir Oni masih kesal.
Aku sangat senang bisa bersama mereka selama ini. Walaupun kami sering bertengkar tapi kami akan kembali akur.
Flashback On.
Saat pelajaran di jam terakhir, aku melihat Oni sedang tertidur pulas dengan ditutupi oleh buku. Aku pun tidak tega untuk membangunkannya. Dan akhirnya aku berbicara kepada guru mata pelajaran yang sedang berlangsung yaitu pelajaran yang sangat membosankan menurutku. Sejarah.
Sejarah dimana kita harus mengingat kembali ke belakang. Mengingatkan masa laluku yang aku ingin buang dari pikiranku dan hidupku. Aku mengangkatkan tangan.
“Maaf, Pak?”
Guru itu berhenti bercerita. Melihat salah satu muridnya mengangkat tangan.
“Iyah Hanna, ada yang ingin ditanyakan?” tanyanya.
“Pak, dari apa yang diceritakan oleh bapak itu. Saat-saat itu apa mereka bisa tertidur pulas tanpa adanya suatu yang mengancam mereka?” Sambil melirik ke arah bangku disampingnya itu, Oni.
Semua mengikuti tatapan Hanna kepada Oni. Yang ternyata Oni sedang tertidur. Tanpa sadar dia tidak mengetahuinya bahwa Hanna mengerjainya kembali.
“Hanna!” tegur Gina dengan suara pelan memperingati. Mungkin Gina akan berkata Hana kenapa bilang ke pak Didi. Nggak kasian sama Oni? Itulah perkataan yang menurut Gina ingin katakan sekarang. Aku hanya tersenyum sedikitpun tidak merasa bersalah.
Flashback Selesai.
“Hana, karena ini ulah lo. Jadi lo harus bantuin gue piket di akhir mata pelajarannya pak Didi selama 1 bulan!” decit Oni sambil menyilangkan lengannya karena kesal.
“Loh. Kok gue ikut-ikutan ngerjain hukuman lo sih,” timpal Hanna.
“Idih nggak sadar lo?”
“Ya-yah kan gue....”
“Gue apa? Mau bilang apa?” sindir Oni dengan tegas.
“Gue…”
Tak lama suara dering handphone milik Hanna berdering. Hanna melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata dia adalah Aji ketua ekskul jurnalistik.
📞
“Yah hallo Ji?”
"....."
“Gue lagi di kafe sama temen-temen. Ada apa?"
"....."
“Apa? Emang hari ini yah?”
"....."
Dengan suara pelan Hanna bertanya kepada sahabatnya itu. “Heii, sekarang tanggal berapa? Hari apa?”
“Tanggal 8 September hari Sabtu,” jawab Afra.
Hanna melanjutkan kembali obrolannya bersama Aji di telepon. “Yaampun gue lupa. Sorry Ji, gue sekarang kesana. Dah.”
Hanna langsung mengakhiri obrolan dengan Aji ditelepon. Langsung mengambil tas dan berpamitan kepada sahabatnya itu.
"Gin, kenapa lo nggak ingetin gue sih kan ada rapat. Emang lo nggak ikutan?" tanyanya sembari terburu-buru.
Gina menggeleng. "Gue udah izin tadi."
“Ihh lo mah," kesal Hanna. "Maaf guys, gue harus cabut. Gue lupa hari ini ada rapat. Sorry yah dahh.” Hanna langsung pergi dan berlari.
“Kebiasaan pelupa,” tunjuk Gina.
Hening disini.
“Tunggu, jadi siapa yang bakal bayar ini?” tanya Oni.
Mereka lupa, bahwa mereka datang kesini karena akan ditraktir oleh Hanna. Bayaran untuk meminta maaf kepada mereka.
Kenapa gue seneng yah? Dalam hati Hanna.
Entah kenapa Hanna merasakan lega yang entah itu apa. Sambil berlari tanpa berhenti. Melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 15.02 WIB. Yang pasti Hanna akan mendapat hukuman karena keterlambatannya.
Hanna pun akhirnya sampai di sekolah lagi. Mencari-cari ruangan yang ditempati untuk kumpulan.
“Multi Media."
Bodohnya sampai lupa.
Langsung bergegas menuju ruang Multi Media. Akhirnya sampai disana yang sudah dipenuhi oleh murid-murid dan aku pun mendapat hukuman terlebih dahulu sebelum memasuki ruang multi. Hukumanku sudah selesai.
Aku memasuki ruangan, dan meminta izin. Aku mencari-cari dimana anak itu berada. Aji. Yang akhirnya dia memberikan kode melambaikan tangannya. Aku langsung menghampiri dan duduk disebelahnya.
“Lo ketinggalan info," ujar Aji.
Karena aku telat, info yang harus ku ketahui aku tidak bisa mendengarnya. Ini adalah kumpulan perwakilan semua ekskul baik ekskul akademik maupun non-akademik. Orang-orang yang terpilih yang bisa mengikuti kegiatan ini. Tentunya aku. Heheh. Sombong dikit nggak papa yah. Kegiatan yang menjadikan kami sebagai panitia.
Kegiatan yang menjadikan pengalaman terakhir disini. Kegiatan sekolah yang diadakan setiap tahun pelajaran. Kegiatan perkemahan yang diikuti oleh murid kelas 10.
“Sesi pertanyaan sudah selesai. Jika ada yang ingin bertanya kembali silahkan di balik layar. Terima kasih atas perhatiannya. Untuk menutupi rapat kali ini kita berdoa menurut kepercayaannya masing-masing,” tutur sekertaris sebagai MC dikegiatan rapat ini. “Tidak ada kata selesai untuk berdoa. Terima kasih. Assalamualaikum warahmatulloh wabarokatuh."
Semua yang berada disini bubar. Terkecuali Hanna.
“Aji?” panggil Hanna.
“Apa?” tanya Aji sambil memasukan buku ke dalam tasnya.
“Gue jadi apa?” tanya Hanna.
“PROKK PROKK PROKK,” sambut Aji sambil tertawa.
Hanna menghela nafas. “Kali ini gue serius.”
“Udah sore, tanya aja sama panitia intinya. Dahh Hanna.” Aji meninggalkan Hanna disini, tanpa memberitahu info apa yang Hanna belum ketahui sama sekali.
Pasrah. Aku melangkah menghampiri Panitia Inti siswa yang duduk di depan.
"Absenannya kosong, mungkin dia nggak dateng." Sekertaris yang tengah duduk di depan.
"Oh gituh mm. Makasih," balas murid laki-laki itu.
Saat tiba. Murid yang tadi tengah bertanya berpapasan dengan Hanna sembari memainkan handphonenya.
Hanna bertanya kepada sekertaris. Karena keterlambatan. Aku belum mengetahui job apa yang aku terima.
"Eh Hanna.
"Hei."
"Lo belum absen, kan?" Hanna mengangguk lalu dia mengisi daftar hadir.
"Maaf nih gue tadi telat jadi ketinggalan info. Gue di bagian apa ya?"
"Ntar gue cek dulu." Sambil membuka lembar-lembaran kertas. "Lo ada di.... koordinator pembimbing."
"Ha? Beneran?"
Dia mengangguk. "Lo jadi pembimbing 10 - MIPA 1."
Aku masih tidak menyangka menjadi pembimbing. "Sendirian?"
"Nggak, kok. Berdua. Rekan lo dari kelas 12 - MIPA 1. Namanya....."
...🦄🥀☔...
...Bersambung .......
...____________________...
...Rilis 09/01/2020...
...Revisi 29/06/2020...
Dalam perjalanan untuk pulang. Pikirannya masih terpacu oleh nama yang bernama Fauzi. Siapa Fauzi? Sampai di rumah, Hanna mendapat dering telepon dari seseorang yang selalu membuat Hanna ingin menjahlinya.
📞
“Ada apa?”
“Yaaa! Lo lupa yah?” serang Oni. Seperti biasa terdengar kesal kepadanya.
“Apa lagi, sih? Gue baru sampe rumah banget. Gue nggak mau ribut dulu,” seru Hanna sambil menuangkan air kedalam gelas dan meminumnya.
“Yang dari tadi nyari ribut siapa? Lo kan tadi mau traktir kita. Lo lupa huh?”
BYURR. Air yang sudah diminum keluar kembali karena kaget dan lupa.
“Kenapa lo? Ginih yah karena tadi lo ngelanggar janji, jadi lo harus traktir kita ulang dan memenuhi permintaan kita.”
“Apa? Itu sih kemauan lo pada,” lirih Hanna tidak terima.
“Nggak bisa nolak. Liat aja besok. BHAYY!"
Tut Tut Tut
“Hallo? Oni?”
Terdengar suara telepon terputus.
Hanna pasrah dengannya. Karena Oni tidak mau mengalah sedikitpun. Yahh itulah Oni, lumayan keras kepala.
“Tadi gue mikirin apa yah? Oh pasangan pembimbing gue? Siapa yah ko gue lupa sih. Faa? Fa-fa... Ahhh gara-gara Oni nih."
Bergegas ke kamar sambil memikirkan nama yang ia lupakan.
Esok telah tiba. Hari untuk beristirahat di hari Minggu. Bangun siang bersantai di rumah. Pukul 07.43 WIB Hanna baru bangun tidur. Ia langsung membasuhi wajahnya agar terlihat segar. Dia menuruni tangga dan bergegas ke dapur untuk mengambil minum dan membawanya ke meja makan.
Air yaang sudah memasuki tenggorokannya ini sangatlah segar. Minum disaat kita kehausan, makan disaat kelaparan, dan Hanna masih bisa merasakan rezeki dari-Nya.
TING ... TONG ....
“Ada tamu?”
TING TONG TING TONG TING TONG
“Tunggu sebentar.” Hanna berteriak karena tamu itu sangatlah tak sabaran.
Ketika membuka pintu. Sudah terlihat sosok mengerikan berambut panjang terurai dan memakai pakaian berwarna putih. Aku pun langsung membulatkan mata karena terkejut.
Astagfirullah
“Kenapa?” tanya Gina.
Dan terlihat keluarlah dua orang yang berdiri dibalik tubuh Gina yang mungil yaitu Oni dan Afra. Tanpa dipersilahkan masuk Oni masuk ke dalam rumah. Diikuti oleh Afra dan Gina dibelakangnya. Aku pun memasang wajah jengkel kemudian menutupi pintu. BRUKK.
“Pemilik rumah sarapan hanya dengan roti selai saja di atas meja makan dan segelas air putih?” Berkata dramatis Oni yang menyebalkan.
“Udah liatkan? Jadi kalian nggak bisa numpang makan disini. Gue belum belanja bulanan," balas Hanna dan duduk.
Tidak lama kemudian Afra meletakkan bungkusan yang entah itu berisi apa.
“Karena kita sahabat lo yang paaaaaling baik, bukan kayak lo. Jadi kita tau lo pasti kelaparan,” terang Oni.
Hanna pun membuka bungkusan itu dan ternyata isinya adalah makanan kesukaannya. Nasi goreng. Hanna tersenyum-senyum melihatnya. Dan melirik ke arah mereka.
“Kenapa ngeliatin kita? Lo nggak mau, Han?” tanya Gina.
“Kalau nggak mau buat gue aja,” sambung Afra mengambil bingkisannya kembali.
Tapi bingkisan itu tertahan oleh Hanna. Bahwa dirinya akan memakannya. “Maulah." Hanna menarik kembali bingkisan makanan itu sambil tersenyum penuh arti.
Hanna langsung memakannya dengan lahap. Rasa laparnya suda terisi.
“Berapa lama lo nggak makan, Na? Rakus bener,” lontar Oni.
“Nawarin juga enggak,” lanjut Gina.
Dan Afra sibuk dengan mengoles selai pada roti. Hanna menguyah. “Gue itu belum makan pas itu lohh, gue pergi dari kafe.”
“Telen dulu baru ngomong, nanti kese-lek,” kata Gina.
Benar akhirnya Hanna tersedak. Afra memberikan minum kepada Hanna.
“Makasihhh ... emang deh kalian sahabat terbaik gue.” Dengan tulusnya Hanna mengatakan.
“Dari dulu kelesss, jadi lo harus kabulin permintaan kita,” terang Oni yang membuat Hanna terbungkam dengan itu. Dan kembali tersedak.
Gue tarik kembali ucapan tadi.
Tempat yang kami suka. Tempat yang selalu kami datangi ini. Timezone. Tempat bermain berbagi kebahagiaan bersama teman-teman. Dan mengingatkan aku ke masa-masa dulu yang menyenakan sekaligus mimpi buruk. Permintaan mereka adalah ini. Ingin bermain bersama yang sudah lama kami tunda karena kesibukan kami sendiri karena kami sudah beranjak kelas 12. Kami disni bersenang-senang, setelah selesai kami pun makan.
Dan semua hari ini aku Hanna yang traktir. BOKEE DONG GUE.
“Jadi gimana Na?” tanya Gina.
“Gimana apa?” tanya kembali.
“Lo jadi panitia apa? Bagian apa?”
Oni dengan cepatnya membalas. “Paling juga jadi seksi kebersihan biar dia mungut sam-”
“Pembimbing," jawab Hanna membuat ketiga sahabatnya terdiam. "Gue jadi pembimbing dari kelas 10 - MIPA 1."
“Kayaknya ada yang salah deh.”
"HAHAHAHAHAHA."
“Lo jadi pembimbing nggak salah tuh? Apa ketua pelaksananya yang salah nempatin?” ejek Oni.
Hanna mengabaikan namun merasa jengkel. Tapi Hanna tahu mereka hanya bercanda.
“Gue serius," timpal Hanna sambil meletakkan gelas minumannya.
“Pasangan lo siapa?” tanya Gina.
Pasti banyak pertanyaan. Gina adalah ketua MPK, namun ia tidak ikut bergabung dalam kegiatan tersebut. Yah. Dia berhalangan tidak ikut karena harus menjaga neneknya di rumah sendiri dan kakeknya dalam perjalanan pulang ke rumah dari markas TNI. Walaupun ada asisten rumah tangga, Gina tidak tega. Kakeknya adalah pensiunan TNI, beliau kesana karena ada urusan. Oke. Orangtua Gina kemana? Gina adalah anak yatim piatu. Nanti kita cerita lebih lanjut.
“Pasangan gue?”
“Jangan bilang lo lupa," sahut Gina.
“Yah-yah gue juga nggak tahu heheh. Kalau nggak salah sih Fa... Fa...?”
“Farhan?” kata Oni.
“Bukan.”
"Fatin?" Hanna menebak-nebak.
"Itu penyanyi Hanna," kilah Oni.
“Hehehe gue lupa."
Mereka pun jengkel dengan Hanna karena kelupaanya yang sering dipelihara dalam otak kecil miliknya. Namun kalian akan terkejut sebenarnya siapa Hanna.
...🦄🥀☔...
...Bersambung ......
... _____________________...
...Rilis 09/01/2020...
...Revisi 29/06/2020...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!