NovelToon NovelToon

ROMANTIC ACTOR

Bab 1

SELAMAT MEMBACA😇

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Kamu yakin pengen keluar dari rumah?"

Sean terus menatap Harin tanpa mengedipkan mata. Entah sudah yang ke berapa kalinya ia bertanya pada wanita berparas manis berumur dua puluh tiga tahun itu.

"Sekali lagi kamu nanya, aku yakin isi dalam gelas ini segera pindah ke wajah kamu." ancam Harin merasa dongkol. Padahal sudah berkali-kali ia menjawab pria itu dengan serius.

Sean terkekeh.

"Jadi, kamu udah punya tempat tinggal?" tanyanya lagi. Wanita di depannya menggeleng di tengah-tengah kesibukannya menyeruput jus dari sedotan.

"Hei, bagaimana bisa kamu kabur dari rumah tanpa persiapan apa-apa?" seru Sean tidak percaya. Harin ini memang selalu melakukan banyak hal di luar dugaannya.

"Karena itu aku butuh kamu, sahabat tercintaku." Harin menatap Sean sambil berkedip-kedip lebay membuat lelaki di depannya merasa geli.

Ekspresi Sean berubah bingung, ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dengan tangan terlipat di dada menghadap depan, menatap wanita yang sejak tadi berbincang-bincang dengannya itu.

"Maksud kamu?" ia memicingkan matanya curiga.

Harin kembali tersenyum lebar menatap lelaki itu.

"Kamu pernah bilang apartemenmu punya dua kamar."

Sean mengangguk.

"Kenapa nanya apartemen?" tentu saja ia heran karena wanita itu tiba-tiba menanyakan jumlah kamar di apartemennya.

"Jangan bilang kamu pengen numpang di apartemenku." pria itu memicingkan matanya curiga.

Ia melihat Harin menatapnya dengan senyuman lebar, memamerkan barisan-barisan gigi putihnya rapi.

Sean tertawa setengah mendengus .

"Hei, memangnya putri kaya seperti kamu ngga bisa beli atau menyewa sebuah apartemen?" dasar perempuan aneh. Padahal rumahnya sebesar istana.

Tapi ia sendiri pasti akan kabur seperti Harin kalau memiliki ayah yang selalu mengaturnya juga saudara tiri yang terus-terusan mengganggunya. Ia mengerti kalau sahabatnya itu ingin bebas.

"Kamu pikir aku akan meminta bantuan darimu kalau aku punya uang?"

ucap Harin merasa jengkel.

Sean mencoba mencerna setiap perkataan wanita itu.

"Seorang Harin Adinata nggak punya uang? Jangan bilang ..." gumamnya tertahan menatap Harin. Gadis itu tersenyum masam.

"Yah pikiran kamu benar. Semua kartu kreditku di blokir." ucapnya lalu tertawa jahat. Papanya pikir dengan memblokir kartu kreditnya ia akan pulang ke rumah itu lagi? Huh! Jangan harap. Tanpa uang pria tua itu pun dia bisa hidup mandiri. Lagipula dia kan punya sahabat baik seperti Sean yang bisa membantunya sebelum mendapat pekerjaan.

"Artinya sekarang kamu melarat?"

"Yup, benar. Tapi aku punya kamu yang akan menghidupiku sementara." balas Harin penuh percaya diri.

Sean menatap wanita itu takjub.

"Kamu bener-bener gila." katanya lalu menyesap segelas cappucino miliknya yang sejak tadi belum ia sentuh. Otaknya mulai sibuk berpikir.

Mereka sudah bersahabat selama enam tahun dan Sean tahu hampir semua masalah yang sudah terjadi dalam hidup Harin. Harin selalu curhat padanya. Tentang papanya, serta adik dan mama tirinya yang selalu berulah.

Kalau sekarang gadis itu sedang kesulitan, tidak mungkin kan dia diam saja. Ia sudah menganggap Harin seperti saudari kembarnya. Kamar di apartemennya memang ada dua tapi satunya milik ...

Eh, Sean tiba-tiba ingat minggu depan dirinya akan masuk asrama.

"Harin," ia menatap wanita itu.

"Bagaimana, kamu udah putusin nerima aku di tempatmu? Tenang aja, aku nggak desak kamu kok. Malam ini aku udah mesen hotel, tapi uangku nggak cukup. Jadi besok dengan sedih hati aku harus segera pindah ke tempatmu." Harin memasang tampang kasihan ke pria di depannya.

Sean tertawa kecil.

"Mana mungkin aku nolak kamu." sahutnya.

"Kamu bisa tinggal di kamarku. Minggu depan aku akan segera masuk asrama."

"Yeyy! Thankyou Sean! Kamu memang yang terbaik!

                          

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Apartemen Sean.

Harin menatap Sean bingung.

"Mau pergi? Ke mana? Kenapa kamu nggak tinggal bareng aku aja di sini? Jangan bilang kamu malu tinggal bersama wanita cantik seperti aku?" godanya. Ia meringis kesakitan ketika Sean menjitak kepalanya.

"Jangan asal bicara. Clubku akan bersiap lomba tiga bulan lagi. Kamu tahu aku ini seorang atlit andalan bukan? Aku akan tinggal di club mulai mulai minggu depan, itu udah ketentuan club."

Harin menatap pria itu jengkel. Kepalanya masih agak sakit.

Sean memang adalah salah satu atlit renang nasional dan pernah juara di kejuaraan renang master internasional, meski belum banyak yang mengenalnya.

"Oh ya, mana barang-barangmu?"

Sean menengok ke sisi kanan kiri Harin namun tidak melihat satu koper pun.

"Aku nggak mikir bawa barang saat kabur."

Sean menjatuhkan rahangnya. Wanita di depannya ini betul-betul membuatnya pusing. Lihat sekarang, sih gila ini malah tersenyum tanpa dosa menatapnya. Astaga.

                           

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seoul, Korea Selatan

Hyun jae sedang duduk melamun di antara para rekan kerjanya di sebuah pup di Gangnam-gu ketika hpnya berdering. Ia langsung menjawab setelah melihat siapa yang menelpon.

"Ada apa?" tanyanya langsung sambil bangkit dan berjalan keluar.

"Kau harus ke Indonesia."

Hyun jae mengerutkan kening mendengar suara manajernya di ujung sana. Sudah hampir enam tahun ini ia tidak pernah ke sana lagi. Memang ada adik laki-lakinya tinggal di sana tapi ia pernah punya kenangan tidak enak di kota itu. Dirinya masih merasa canggung dan kadang terbayang-bayang dengan kejadian dulu.

Tunggu, untuk apa dia ke sana? Pekerjaannya di Seoul sudah cukup membuat kepalanya pusing.

"Kau mengambil pekerjaan baru lagi?" ada nada tidak suka pada cara bicaranya. Ia yakin manajernya itu ingat sekali kalau ia pernah punya pengalaman pahit di kota tersebut.

"Tidak, lokasi syuting video klipmu di pindahkan di sana.

Sial

Hyun jae mengerang kesal. Ia menutup matanya dalam-dalam dan menarik nafas kasar. Ia tahu pekerjaannya membuatnya harus siap pergi kemana saja. Tapi ...

Ah sudahlah. Biar bagaimana pun ia harus profesional. Sekalipun ia tidak suka, ia tetap harus bekerja dengan baik bukan?

"Kau urus keberangkatannya."

katanya mengambil keputusan.

"Baik. Sekalian aku akan urus tempat tinggalmu disana." balas sih manajer bernama Jin woo itu.

"Tidak usah." sahut Hyun jae cepat.

"Kau lupa aku punya apartemen  di sana? Aku akan tinggal bersama adikku saja."

"Baik aku mengerti."

Setelah itu sambungan terputus.

                              

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jakarta, Indonesia

Harin dan Sean membaringkan diri di sofa. Tenaga mereka sudah habis karena seharian ini harus berbelanja beberapa kebutuhan wanita. Tentu saja milik Harin tapi pakai duit Sean.

Sean menggeleng. Kalau bukan sahabat sehidup sematinya, ia nggak akan rela susah-susah begini bahkan menghabiskan banyak uangnya untuk gadis itu.

Harin menatap berkeliling apartemen Sean. Ia memang sering datang ke tempat ini, tapi belum pernah benar-benar memperhatikan isinya.

"Ayo ikut aku."

Harin melihat Sean bangkit dari sofa dan ia ikut-ikut saja. Sean membuka sebuah kamar yang selama ini terkunci. Ia pernah cerita itu adalah kamar kakaknya tapi Harin tidak pernah melihat orangnya. Lelaki itu tidak pernah muncul. Tiap kali Harin bertanya, Sean hanya bilang kakaknya itu orang yang sibuk dan sudah lama balik ke kampung halaman mereka.

Harin juga tidak begitu peduli dengan kakak pria itu. Lagipula ia tidak kenal.

Harin mengamati kamar bercat monokrom tersebut. Desain tempat tidur yang besar senada dengan warna netral kamarnya. Dekorasinya tidak ramai. Simple namun tetap elegan. Tampak sederhana namun tidak kehilangan kesan mewahnya. Sepertinya sang pemilik kamar ini adalah lelaki yang sangat maskulin dan rapi.

"Kalau kakakku tahu aku mengijinkanmu tidur di kamarnya, ia pasti membunuhku." Pandangan Harin berpindah ke Sean.

Bab 2

Kening Harin berkerut menatap Sean.

"Katamu kakakmu itu sudah enam tahun nggak kesini. Jadi kenapa takut?" ia ingat betul pria itu pernah mengeluh padanya tentang kakaknya yang tidak pernah balik-balik lagi ke kota ini.

"Siapa tahu saja dia tiba-tiba muncul di depan kita. Lelaki itu sangat dingin, kita berdua bisa mati di tangannya kalau sampai dia benar-benar muncul dan melihatmu berada di atas tempat tidurnya." balas Sean asal sekaligus menakut-nakuti.

"Hush, kalau begitu aku tidur di kamar kamu aja. Aku masih sayang nyawaku."

"Nggak,nggak." sergah Sean.

"Aku harus merapikan barang-barangku dulu. Kamu bisa pindah minggu depan setelah aku masuk asrama." tambahnya. Harin terus menatapnya.

"Tapi kakak kamu?" gara-gara pria itu ia malah jadi parno sendiri.

Sean berdecak.

"Aku pernah ceritakan kalau kakakku sudah bertahun-tahun nggak pulang kesini lagi, nggak mungkin dia bisa tiba-tiba muncul malam ini juga." ucapnya. Itu sangat mustahil.

Harin kembali menimbang-nimbang. Benar sih.

"Baiklah kalo gitu." gumamnya.

"Kalau begitu kau istirahatlah. Barang-barangmu nanti diatur besok." ujar Sean bersiap-siap keluar.

Harin mengangguk-anggukan kepala lalu membanting dirinya ke atas kasur besar itu.

"Ingat, jangan sekali-kali menyentuh barang-barang di kamar itu." seru Sean lagi dari balik pintu. Kakaknya paling tidak suka barang-barangnya di sentuh orang lain.

Harin hanya mengangguk-angguk setuju. Siapa juga yang mau menyentuhnya. Ah, lebih baik sekarang dia mandi dan langsung tidur saja.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kira-kira pukul dua tengah malam terdengar seseorang membuka pintu apartemen. Harin sudah tenggelam dalam mimpinya dan Sean pergi ke Clubnya, belum muncul sampai sekarang. Tentu saja Harin tidak dengar apa-apa kalau ada yang masuk.

Hyun jae bersandar di sofa sambil mengusap-usap pelipisnya. Hari ini sungguh melelahkan. Dia harus bekerja pagi-pagi, belum lagi dari Seoul dia harus berangkat ke Indonesia. Dan di sinilah dia sekarang. Tempat yang sudah lama ia tinggalkan.

Saat tiba di bandara tadi, ia sempat terpikir kejadian dulu lagi tapi cepat-cepat dibuangnya jauh-jauh. Ia harus melupakannya. Hyun jae berdiri dari sofa dan melangkah ke kamarnya. Ia tidak mau berlama-lama lagi dan langsung berbaring di kasurnya tanpa mandi.

Dirinya sudah sangat capek. Ia tidak punya tenaga lagi untuk melakukan hal lainnya.

Matanya tertutup dengan tangan dan kakinya yang bergerak memeluk sesuatu yang diyakininya sebagai guling.

Keningnya berkerut dengan mata yang masih tertutup. Ia merasakan sesuatu yang berbeda. Apakah bantal gulingnya berubah? Seperti memiliki sepasang tumpukan yang pas dalam genggamannya. Tapi ...

Pria itu merasa semakin aneh. Tangannya mulai bergerak pada sesuatu yang menumpuk itu. Berusaha mencari tahu apa yang kini sedang dipegangnya. Matanya terbuka.

Hyun jae memang belum pernah menyentuh bagian sensitif yang dimiliki oleh wanita, ia adalah aktor laga, tidak pernah main film romantis, serta yang ia tahu dari kecil sampai sekarang hanya kerja, tetapi ia jelas tahu dan sadar betul pada apa yang sedang disentuhnya sekarang ini.

Hyun jae terkesiap kaget dan cepat-cepat bangun untuk melihat siapa yang ada dalam selimut besar itu.

Pada saat yang sama, seseorang keluar dari dalam selimut itu di iringi dengan teriakan kencang yang menggema di seluruh ruangan kamar tersebut, membuatnya membelalak kaget.

"ARGH!!!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Dalam tidurnya, Harin merasa ada sesuatu yang bergerak di bagian dadanya. Rasanya seperti seseorang sedang memijit payudaranya. Ia sempat menggeliat sebentar namun semakin lama ia jadi merasa makin aneh. Apa yang dirasakannya sekarang ini seperti sangat nyata.

Harin cepat-cepat membuka matanya. Ia ingin memastikan apakah itu nyata atau dia hanya sedang bermimpi mesum. Ya ampun, kalau itu mimpi bagaimana bisa rasanya terlalu nyat ...

"ARGH!!!

Ia berteriak sekencang mungkin dan kaget bukan main ketika melihat seorang pria dewasa tengah duduk di sampingnya sambil menatapnya dengan ekspresi yang tak kalah kaget.

Tangannya cepat-cepat terangkat menutupi payudaranya yang tadi di remas tadi ...

Harin tidak menyangka area yang masih perawan itu kini telah di sentuh pria yang tidak dikenalnya sama sekali. Dia siapa sih, kenapa bisa ada di kamar ...

Tangannya kemudian berpindah menutupi kedua mulutnya sambil membelalak lebar menatap pria itu. Jangan bilang kalau dia itu kakaknya Sean. Mana ada kebetulan yang seperti ini yah ampuun.

Harin terus menatap pria di sampingnya yang kini menatapnya tajam dan dingin.

"Pakai bajumu, kita bicara di luar." ucap pria itu dingin lalu keluar.

Pandangan Harin turun menatap tubuhnya yang hanya memakai tank top dan celana pendek yang memperlihatkan sebagian auratnya. Ia meringis malu. Tapi tidak ada salahnya kan ia pakai sesuatu seperti itu saat tidur. Pria itu saja yang tiba-tiba datang tanpa di undang.

Harin berdiri mengganti bajunya. Mulutnya berkomat-kamit sendiri. Kalau memang pria itu kakaknya Sean, lelaki itu akan habis di tangannya nanti. Kan katanya sudah enam tahun kakaknya tidak pernah balik, kenapa malah tiba-tiba muncul di saat yang tepat begitu? Dan lagi, ia menatap kebagian dadanya lalu menggeram kesal.

Sean tidak sedang mengerjainya kan? Astaga, dia benar-benar malu mengingat kejadian tadi.

Di ruang tamu, Hyun jae masih tidak habis pikir siapa perempuan yang berani-beraninya tidur di kamarnya. Dan lagi, ia menatap tangannya dan mengingat kejadian tadi. Ya ampun, apa yang sudah ia lakukan?

Siapa wanita itu? Kalau dilihat sekilas dari wajahnya tadi ia pasti seumuran Sean. Apa pacarnya Sean?  tapi kalau sudah sampai di bawah ke apartemen, kenapa tidur terpisah begitu? pria itu menggeleng-geleng.

Sean tidak seperti yang dibayangkannya kecuali sifatnya sudah berubah.

Pandangannya berpindah ke kamar yang tertutup di dekat situ, kamarnya Sean. Tengah malam begini pria itu pasti sudah tidur. Ia tidak tahu kalau sebenarnya Sean belum balik.

Baiklah, ia akan bertanya pada wanita itu dulu. Tak lama kemudian wanita yang sedang di tunggunya itu terlihat keluar dari kamarnya dan berhenti tepat di depannya sambil menundukkan kepala. Mungkin masih malu karena kejadian tadi. Ia juga sebenarnya merasa canggung memikirkan kejadian itu tapi tertutupi dengan ekspresi datarnya.

Hyun jae baru bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas sekarang karena di kamar tadi lampunya remang-remang.

Cantik.

Itulah hal pertama yang muncul dalam benaknya. Rambut kecoklatannya panjang berkilau dan agak berombak, bulu matanya lentik, kulit putih bersih, bodynya bisa membuat para pria yang melewatinya bersiul-siul kagum dan ...

Yah ampun, Dirinya sudah gila.

Kenapa ia malah memikirkan itu.

Sadar Hyun jae, sadar. Pria itu kembali memasang tampang datar menatap wanita yang berdiri dihadapannya itu.

"Kau siapa? Kenapa ada di kamarku?

Bab 3

Harin menggigit bibirnya sambil memainkan kakinya maju mundur di lantai dan tersenyum kikuk menatap pria yang di depannya.

"An-anda kakaknya Sean?" ia malah balik bertanya.

"Kau siapanya?" balas Hyun jae dengan bertanya lagi. Tatapannya dingin.

"Aku sahabatnya." sahut Harin langsung.

Sahabat? Hyun jae mencibir. Mana ada sahabat di antara pria dan wanita. Sahabat tidur maksudnya?

"Kau pikir kau bisa membodohiku?" tatapannya makin tajam.

"Aku nggak berbohong, suer." Harin mengangkat dua jarinya kedepan Hyun jae yang menunjukkan huruf V tanda peace. Dia sedikit takjub mendengar pria itu yang lancarkan sekali berbicara bahasa Indonesia. Padahal kata Sean kakaknya tidak terlalu senang tinggal di negara ini.

"Kalau begitu sekarang panggil dia. Aku ingin mendengar sendiri dari mulutnya." kata pria itu datar, tapi penuh penekanan.

Harin mengangguk takut-takut dan melangkah ke kamar Sean lalu mengetuk pintunya pelan. Dia tidak tahu kalau Sean belum pulang.

Gerak-geriknya tak lepas sedikit pun dari lelaki yang tengah duduk di sofa di ujung sana. Tangan lelaki itu terlipat di dada menunjukkan keangkuhan dan sifat dominannya. Huh! Harin mencebik kesal. Dia pikir dia siapa.

Keberanian wanita itu mengutuk hanya bisa saat berada dibelakang pria itu. Harin merengut kesal karena sejak tadi tak ada tanda-tanda Sean akan membuka pintu.

Sialan. Dirinya sudah mau mati berdiri karena kakaknya tapi pria itu malah santai tidur-tiduran di dalam. Sekali lagi, Harin tidak tahu kalau Sean tidak ada di kamarnya.

"S ... Sean," untuk kesekian kalinya wanita itu mengetuk.

"SEAN!" tanpa sadar suaranya meninggi dan tangannya mengetuk keras. 

Ia tiba-tiba kaget karena seseorang sudah berdiri tepat belakangnya dan membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.

Harin menoleh sebentar ke pria di belakangnya dan menatap ke dalam kamar Sean. Alisnya terangkat. Ia mencari-cari keberadaan sahabatnya itu di segala sisi tapi tidak ada.

Kemana Sean? Hatinya mulai ketat-ketir, jangan sampai kakaknya ini menganggapnya penipu lagi karena buktinya si Sean itu tidak ada. Ia melirik pria yang masih berdiri di sebelahnya dengan senyum paksa.

"S.. Seannya kemana yah?" gadis malah bertanya pada si cowok kulkas. Jujur ia sangat gugup karena takut sekarang. Apalagi tatapan itu seolah mengintimidasinya. Bisa saja kan pria itu melaporkanya ke polisi. Jangan sampai deh pokoknya.

"Telpon."

"Hah?" Harin melongo bingung. Ucapan pria itu tidak jelas. Dari tadi cara ngomongnya selalu dingin dan tidak jelas. Kalimatnya pendek-pendek.

"Katamu kalian sahabat, jadi kau pasti bisa menelponnya bukan?"

Oh. Harin mengangguk lalu cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya dan menekan nomor panggilan.

Satu panggilan, tak ada jawaban.

Dua ...

Tiga ...

Rasanya Harin ingin membunuh Sean sekarang juga. Kenapa di saat penting seperti ini dia malah tidak mengangkatnya. Lihat tatapan pria tampan itu padanya sekarang, menakutkan sekali.

Tampan?

Oh iya, karena rasa takut dan malunya ia jadi tidak memperhatikan wajah pria itu yang ternyata sangat tampan. Pria itu memiliki jenis wajah yang berbeda dengan Sean. Keduanya sama-sama tampan tapi bedanya pria di depannya ini bisa menyihir banyak wanita untuk menyukainya hanya dengan sekali saja melihatnya.

Tidak, tidak! Harin menggeleng cepat. Ia tidak mau menyukai pria dingin itu. Tapi, kok wajahnya familiar yah? Di mana ia pernah melihatnya?

'Hyeong!"

Panggilan itu membuat Hyun jae dan Harin sama-sama menoleh ke pintu masuk apartemen. Sean sudah berdiri di sana dengan wajah heran sekaligus kaget melihat mereka.

Bisa yah ada kebetulan seperti ini.

Sean maju mendekati Harin dan Hyun jae. Pandangannya turun ke Harin yang wajahnya sudah terlihat merah padam. Pria itu tersenyum merasa lucu. Ia tahu bagaimana perasaan gadis itu sekarang. Padahal mereka baru menyebut kakaknya tadi sore, eh kakaknya malah tiba-tiba muncul di hadapan mereka sekarang.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Harin, kau tunggu di kamarku. Aku akan berbicara dengan kakakku sebentar." pinta Sean menatap Harin. Gadis itu mengangguk lemah dan masuk ke kamar Sean. Untung tuh cowok muncul juga. Setidaknya kesalahpahaman tadi akan diurus olehnya.

"Hufft.."

Harin menghembuskan nafas panjang. Baru sekarang ia menghadapi situasi canggung dan menakutkan begini.

Hyun jae dan Sean memilih bicara di ruang kerja Hyun jae yang sudah lama tak ia pakai itu. Hyun jae menatap berkeliling ruangan itu. Masih sama dan tetap bersih.

Sean selalu menyewa orang untuk bersih-bersih di apartemen itu makanya semuanya selalu terurus walau pemiliknya sudah lama tidak datang-datang.

Pemilik apartemen ini memang Hyun jae. Awalnya ia dan kakaknya ingin menetap di Jakarta, namun terjadi suatu kejadian tidak menyenangkan yang membuat Hyun jae memilih kembali ke Seoul. Sean cukup kaget ketika melihat pria yang empat tahun lebih tua darinya itu tiba-tiba muncul tanpa menghubunginya.

"Kapan hyeong sampai?" tanyanya menatap lurus Hyun jae.

"Satu jam yang lalu." jawab

Hyun jae setelah melirik jam tangannya.

"Traumamu?" ia menatap pria itu ingin tahu.

Oh iya. Karena kejadian gadis tadi, Hyun jae jadi lupa ia punya masalah psikologis dengan kota ini. Khususnya di sebuah tempat yang berada di kota ini.

"Sudah enam tahun Sean, aku hanya perlu menghindari tempat-tempat yang bisa memicuku mengingat kejadian itu lagi." tuturnya. Ia menatap Sean dengan wajah serius.

"Siapa wanita itu?" tanyanya.

"Ah, Harin?

Jadi namanya Harin. Hyun jae mengusap-usap dagunya masih menatap adiknya.

"Harin adalah sahabatku."

Hyun jae tersenyum remeh.

"Jangan membodohiku. Kau pikir aku percaya?"

Sean berdecak pelan dan memilih duduk di kursi yang berhadapan dengan Hyun jae. Sebelumnya banyak teman-temannya juga tidak percaya kalau hubungannya dengan Harin hanya sebatas sahabat. Ia malas menjelaskan kalau mereka kekeuh begitu. Tapi yang bertanya sekarang adalah Hyun jae, kakak kandungnya. Ia tidak ingin kakaknya mengira ia membawa seorang kekasih tinggal bersamanya.

"Kami tidak saling menyukai seperti itu. Aku tidak menganggapnya sebagai wanita, dia kuanggap saudara sepertimu." Alis Hyun jae terangkat menatap Sean.

Tidak menganggapnya wanita? Jelas-jelas perempuan itu adalah seorang wanita tulen dan area yang disentuhnya tadi itu ... ah, kenapa ia jadi memikirkan kejadian tadi lagi?

"Hyeong ingat aku pernah cerita bertemu seseorang yang seperti kembaranku?" Sean mulai antusias.

"Harin adalah gadis itu. Kami sangat cocok bersahabat. Selama enam tahun ini kami selalu saling menolong kalau di antara kami ada masalah."

Hyun jae menyelipkan kedua tangannya di dada.

"Jadi, apa maksudmu membawa wanita itu ke apartemen ini bahkan tidur di kamarku?" ekspresinya berubah tidak senang. Ia paling tidak suka ada orang lain yang masuk ke kamarnya, apalagi tidur di kasurnya.

Sean menelan ludah. Ia sungguh tidak menyangka Hyun jae akan datang hari ini. Sepertinya yang kebanyakan orang bilang itu benar. Ucapan adalah doa. Lihat, ia baru mengucapkan kakaknya tadi siang dan pria itu benar-benar muncul.

"Hyeong, Harin lagi ada masalah. Sebagai sahabat, aku tidak bisa membiarkan dia tidur di jalan."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!