^^^Hanya harus seperti air,^^^
^^^mengalir.^^^
Yura merapihkan seragamnya yang sedikit ketat lalu menghela nafas berat." Reihan.. Lihat, apa sudah terlihat? " tanyanya lesu seraya menatap laki - laki yang sedang fokus bermain game di ujung kasur.
" Hmm.." gumam Reihan tanpa mengalihkan fokusnya.
Yura memutar matanya dengan jengah, suami dadakkannya itu benar - benar tidak bisa memproduksi jawaban lain selain hmm apa? menyebalkan pikir Yura bete.
Yura kembali menghela nafas berat, mengingat dirinya yang kini terikat dalam pernikahan dini dan tanpa saling mencintai atau mungkin untuk sekarang belum.
pernikahan ini ada karena sebuah kecelakaan. dirinya hamil anak Reihan, laki - laki yang di temuinya di acara pesta ulang tahun sahabatnya.
Entah apa yang terjadi, yang jelas, dirinya dan Reihan berakhir di kamar yang sama dengan tubuh yang sama - sama polos.
Yura dan Reihan memang bersepakat untuk melupakan kejadian malam itu, namun siapa sangka, satu bulan setelahnya yura di nyatakan hamil. Mau tidak mau yura mendatangi Reihan, anak sebelah kelasnya lalu meminta pertanggung jawaban darinya.
"Han! Liat dulu ih!"rengek Yura seraya menghampiri Reihan yang kini mendongkak dengan berdecak jengkel.
"Apa?"tanya Reihan dengan wajah datarnya yang menyebalkan di mata Yura.
Yura menekuk bibirnya, menatap Reihan dengan tatapan meredup sedih."Aku aja yang tertekan di sini. Padahal ini juga anak kamu! Tapi Kamu cuek - cuek bebek! Harusnya emang aku gugurin aja waktu itu!"
"Jangan sembarangan kalo ngomong"
Reihan berujar semakin datar lalu beranjak melangkahkan kakinya hingga di depan Yura.
Tangan Reihan terulur membenarkan seragam Yura seraya mengamati perutnya."Masih belum keliatan, pulang beli seragam baru yang lebih besar"ujar Reihan masih tanpa ekspresi.
Yura menekuk wajahnya masam, masih merasa jengkel dengan sikap Reihan yang seperti robot.
Reihan mengabaikan tatapan Yura yang menatapnya tajam Penuh dengan kekesalan itu.
Reihan meraih ranselnya dan milik Yura lalu Tanpa kata Reihan berlalu.
Yura pun mengekor di belakangnya, masih dengan menekuk wajahnya masam.
Reihan berhenti di tengah tangga, membuat Yura terheran dan ikut menghentikan langkahnya.
"Ada apa?"tanya Yura dengan alis bertaut bingung.
"Duluan."Jawab Reihan singkat.
Yura mengerjap, namun detik berikutnya dia melanjutkan langkahnya mengabaikan Reihan.
Terserahlah apa maunya dia! Batin Yura jengkel.
Reihan kembali berjalan di belakang Yura lalu sekilas menatap kaki yura yang sedikit di hentak - hentakkan.
Bocah sekali!
Yura melempar senyum kearah papa dan mama mertuanya."Pagi."sapanya dengan riang.
Harumi dan Afwan melempar senyum."Pagi mantu."balas keduanya kompak.
Yura duduk di kursi yang baru saja Reihan siapkan. Yura masih tak percaya kalau Harumi dan Afwan menjadi mertuanya.
Yura kenal Harumi karena dia salah satu anggota arisan yang di adakan oleh sang mama, Farah. sedangkan Afwan, Yura kenal karena Afwan suka menjemput Harumi sehabis arisan.
kebetulan Yura sering duduk bersantai di ayunan dan Afwan selalu menemaninya di saat menunggu Harumi keluar. Yura selalu berbincang dengan Afwan, membahas apapun yang bisa di bahas.
"Belum mual sayang?"tanya Harumi memecahkan keheningan.
Yura menggeleng."Belu..uhuk uhuk!"Yura terbatuk - batuk, membuat semuanya menatap Yura panik kecuali Reihan.
"Kamu ga papa, aduh!"Panik Harumi kelabakan di duduknya.
Reihan meraih gelas yang berisi air, dengan cepat Yura meraihnya lalu meneguknya."Mama jangan ajak dia ngomong, dia lagi makan.. di tambah dia emang ceroboh"terang Reihan dengan begitu entengnya.
Yura menyimpan gelas di tangannya dengan kesal, melirik Reihan dengan sebal dan yang di lakukan Reihan adalah kembali sibuk dengan makanan di depannya. Seolah tak ada yang terjadi.
"Sudah baikan?"tanya Harumi membuat Yura menoleh lalu kembali melembutkan tatapannya, menatap Harumi hangat.
"Baik ma.."balas Yura.
"Maaf mama salah mengajakmu bicara saat makan.."sesal Harumi.
Yura menggeleng cepat."Yura Ga papa kok ma.."
***
Reihan meraih ranselnya dan sekalian milik Yura, langkahnya kembali terayun menuju mobil yang sudah di siapkan sopir.
Reihan masuk lalu duduk di samping Yura yang tengah mengunyah roti tawar.
"Tugas aku udah di masukin?"tanya Yura melirik Reihan sekilas.
"Udah semalem.."jawab Reihan sekenanya.
Yura mangut - mangut."makas_"ucapan Yura tertahan.
Yura meramas jaket lengan Reihan. mobil yang akan mengantarkan mereka menuju sekolah kini melaju sedang membelah jalanan yang lumayan padat.
"Kenapa?"tanya Reihan pelan masih dengan memasang wajah tak terbaca.
Yura mengernyit, seperti menahan sesuatu. Tangan satunya memegang perut."Ga enak.. Pengen muntah"aku Yura dengan susah payah.
Reihan melepas tangan Yura di lengannya lalu tubuhnya dia condongkan kearah depan, mengambil kayu putih di samping sang sopir.
"Pak apa ada plastik?"tanyanya setelah meraih kayu putih.
"Ada den, di belakang.."jawab sang sopir dengan terus fokus menyetir.
Reihan berbalik lalu meraih kantong plastik hitam yang terongok di belakang.
Reihan memiringkan duduknya menghadap Yura yang terlihat pucat.
Yura melirik kayu putih di tangan Reihan. "Ga mau.."Rengek Yura tegas, tangannya menahan tangan Reihan yang hendak membuka kayu putih."panas.."lanjutnya.
Reihan menepis pelan tangan Yura lalu membuka kayu putih itu, meneteskannya ketelapak tangan. Reihan menarik Yura agar sedikit memiringkan duduknya.
Yura ingin kembali menolak, namun terhenti. Matanya membola, tubuhnya menegang saat merasakan tangan hangat Reihan masuk kedalam bajunya lalu mengusapkan kayu putih di punggungnya hingga beralih ke depan perutnya, Yura menahan tangan Reihan yang mengusap perutnya.
"Udah.." rengek Yura sedikit manja.
Yura langsung merutuki mulutnya yang salah berintonasi, harusnya marah karena Reihan menyentuhnya tanpa ijin, tapi yang namanya sedang gugup mana bisa berpikir dengan benar pikirnya membenarkan tindakannya dan setelahnya Yura meringis malu.
Reihan menarik tangannya lalu menyerahkan kantong plastik itu."Muntahin kesini.."titahnya masih dengan wajah datar tak terbaca.
Yura bahkan heran, apa muka Reihan sekaku itu, hingga sulit bagi laki - laki itu untuk berekspresi? Mengabaikan wajah Reihan Yura menggeleng kecil, tubuhnya dia sandarkan dengan lesu di jok mobil.
"lanjut atau pulang?"tanya Reihan masih menatap wajah lesu Yura.
Yura menoleh, membalas tatapan datar itu dengan sayu."Lanjut.. Ada ulangan mat_"
"Pulang.. Pak bawa dia ke rumah.."putus Reihan seraya kembali duduk ke posisi semula.
"Tapi ulangan_"
Reihan menoleh, menatap Yura tak terbaca."Penting mana.. Ulangan? Atau anak kita?"tanyanya yang sukses membuat Yura merona samar.
Anak kita? Kita? Ohmygod! Plis ga usah pake deg - degan segala elah! Batin Yura meringis malu.
***
Yura menahan jaket Reihan dengan wajah menyebalkan, benar - benar terlihat keras kepala.
"Lepas"pinta Reihan setenang mungkin.
Mata keduanya saling menatap, yang satu datar dan yang satu penuh tekad.
"Aku pulang, kamu juga!"tegas Yura.
Reihan membuka jaketnya, semua itu tak lepas dari pandangan Yura yang kini menatap Reihan was - was dan heran.
"Ambil aja.." ujar Reihan seraya turun dari mobil, Yura cengo dengan kedua tangan memegang jaket Reihan.
"Pa bawa pulang.."sambung Reihan lalu setelahnya menutup pintu mobil.
Yura pun sadar bersamaan dengan melajunya mobil.
"Ih Reihan!"pekiknya sebal.
***
Yura membuat sang sopir gelisah di duduknya, dengan terpaksa dan bingung sang sopir pun membawa Yura kembali kesekolah.
"Bapak ga usah khawatir, bapak ga akan di pecat kok.. "yakin Yura Seraya memijat pelipisnya yang kini sedikit pening.
Yura menatap jalanan dengan rasa mual yang tidak terlalu kuat seperti sebelumnya.
Rasa hangat dari kayu putih pun sudah mulai terasa. Mengingat itu Yura merona, usapan Reihan masih terasa di kulitnya.
Tangan Reihan memang selalu hangat, sangat bertolak belakang dengan wajahnya yang selalu dingin dan datar.
"sudah sampai non"
Yura mengedarkan tatapannya."Oke, makasih ya pak"setelah itu Yura turun, memeluk jaket Reihan yang dilepas Reihan tadi.
Yura mengedarkan tatapannya seraya membawa langkahnya masuk ke dalam sekolah.
"Eh dek.."panggil Yura membuat adik kelas yang di hadangnya berhenti.
"Panggil aku kak? "tanyanya malu - malu.
"Iya, Boleh minta tolong?"
"Boleh apa kak?"tanya adik kelas perempuan itu.
"Anterin jaket ini setelah pelajaran ke dua yah. Taukan Reihan yang sering basket? Ketua basket?"
***
"Han, Ada yang cari lo tuh di luar.."ujar Tomas, teman sekelas Reihan.
Reihan mematikan Gamenya lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Reihan Berjalan melewati teman - temannya yang hilir mudik karena jam kosong.
Perempuan berambut sebahu dengan kaca mata tebal, menatap Reihan malu - malu.
Tatapan Reihan turun pada jaket miliknya yang tengah di pegang oleh gadis itu.
"Ini.. Ada ti-titipan dari kak Yura.."gelagapnya dengan tersipu.
Reihan meraih jaket itu, tanpa kata kakinya mengayun kearah kelas sebelah meninggalkan gadis pemalu itu.
Pelajaran tengah berlangsung, Reihan mencari keberadaan Yura.
Yura tengah memijat pelipisnya, keadaan sangat hening di kelas itu karena sedang berlangsungnya ulangan harian.
Reihan bisa melihat, wajah serius Yura yang terlihat Pucat. Dasar keras kepala!
***
Yura menyimpan pulpennya lalu merapihkan buku - buku di dalam tasnya.
"Gimana ulangannya Ra!?"tanya Haruka dengan antusias.
Yura melirik Haruka sekilas dengan lesu."Selalu susah, belajar yang A dan keluar soalnya malah B heran"jawab Yura dengan pening yang semakin menderanya.
Haruka menautkan alisnya, merasa ada yang aneh dengan Yura."Kamu pucet banget Ra.. Sakit?"
Yura melempar senyum kecil. "Pusing dikit.. Yuk ke toilet, aku mau cuci tangan"
Haruka mengangguk lalu beranjak. Langkah Haruka terhenti saat Ken menghampirinya. Dengan malu - malu Haruka menatap Yura.
"Kayaknya aku ga bisa anter deh.."
Yura tertawa pelan. "Aku udah biasa di tinggalin Kamu, santai aja"balas Yura namun tiba - tiba tubuhnya terasa berat, pandangannya buram dan tak lama semua gelap.
Candra yang hendak melintas terkaget saat Yura ambruk di depannya, menimpanya.
***
Ken berjalan tergesa - gesa menghampiri Reihan yang tengah asyik bermain game di ponselnya. Kelas ricuh karena memang waktunya istirahat.
"Han.. Yura pingsan"bisik Ken.
sahabatnya yang satu itu memang tau kalau Yura dan Reihan dalam status menikah dan Yura hamil.
Reihan mendongkak menatap Ken seolah bertanya, lo serius?
"Lagi di kerumunin tuh di kelasnya.. Gue mau ketemu Haruka.. Malah liat Yura pingsan.."
Reihan beranjak, melarikan sedikit langkahnya menuju kelas sebelah.
Yura sudah berada di gendongan Candra, si ketua di kelas Yura.
Tanpa kata Reihan menahan langkah Candra lalu mengambil alih Yura.
"Han.."panggil Candra di selingi kebingungan dengan tindakan kapten basketnya itu.
Semua mata pun sama, menatap kaget dan heran kearah Reihan. Reihan membawa Yura ke uks, di sana perawat sigap menyambutnya.
***
Reihan menoleh saat Suci menepuk bahunya."Kamu pacarnyakan? "
Reihan mengangguk ragu. "Dia hamil.."terang Suci pelan, takutnya ada orang lain yang mendengar.
Reihan menelan ludah gugup, walau Ekspersinya datar. Reihan menatap suci."Sebenarnya kita udah nikah bu.."
Suci melotot kaget."APA!? "Suci memijat pelipisnya sekilas."Jadi kalian sudah menikah?"gumamnya masih tak percaya.
Reihan hanya mengangguk, di tatapnya lagi Yura yang kini tertidur Pulas.
"Apa sekolah tau dan lalu merahasiakannya?"tanya Suci yang di abaikan Reihan.
Suci menghela nafas, tanpa di jelaskan dia mulai mengerti."Usia kehamilannya masih muda. Jangan buat yura terlalu banyak berpikir, bahaya, apa lagi tertekan"sambungnya sebagai penutup.
***
Yura membuka matanya walau pening masih terasa. Yura menoleh menatap Reihan yang duduk di sampingnya dengan bermainkan ponsel.
“kamu kok di sini? “tanya Yura serak dan pelan.
Reihan menatap Yura lalu memasukan ponselnya ke dalam saku.”Kamu di sini, aku harus di sini juga..”jawab Reihan acuh lalu meraih gelas berisi air di nakas.
Yura merona samar. Reihan membantu Yura duduk. “Minum yang banyak”lanjut Reihan seraya membantu Yura memegang gelasnya.
“kita ijin pulang aja..”sambung Reihan seraya menyimpan gelas itu kembali ke nakas.
Yura mengangguk pelan sebagai jawaban.
“Ah Rei.. “pekik Yura seraya menutup mulutnya.
***
Yura bersandar di bahu Reihan dengan lemas, wajahnya semakin terlihat pucat semenjak muntah di uks tadi. Keduanya tengah berada di dalam mobil yang melaju sedang menuju kearah rumah.
"Rei.. Pijitin pinggang aku, pegel"keluhnya masih dengan terus bersandar.
Reihan menyimpan ponselnya asal lalu tangan yang berada di belakang Yura mulai bergerak memijat pinggang Yura.
"Kencengan dikit..nah gitu" tak lama Yura membungkam mulutnya dengan telapak tangan.
Reihan melirik Yura, tau kondisi dengan cepat Reihan meraih kantong plastik hitam yang di belinya tadi di kantin.
Yura meraih cepat plastik hitam itu."Uwekk...uhuk! Uwekk!"
Reihan memijat pundak Yura lalu mengikat rambut Yura dengan sebelah tangannya.
"Uwek! Ahk! cape"rengek Yura lirih.
Reihan mengambil kantong plastik yang penuh muntahan itu, mengikatnya lalu membuangnya ke tong sampah di pinggir jalanan yang sengaja oleh sang sopir di hentikan di sana.
Yura memberingsut masuk ke dalam dada Reihan, Reihan mematung mendapat tindakan tiba - tiba itu.
"Ga enak.."gumam Yura seraya ndusel - ndusel seragam di dalam jaket Reihan yang wanginya sedikit membuatnya nyaman.
Reihan menghembuskan nafasnya pelan, mencoba menenangkan diri.
Reihan mengusap punggung Yura, membuat Yura semakin tenggelam dalam rengkuhan Reihan.
layaknya anak kucing yang mencari kehangatan di tubuh sang induk.
***
Reihan menggoncang tubuh Yura yang terlelap di pelukan sepihaknya.
"Bangun.." Yura menggeliat dengan lesu, matanya terbuka sayu lalu melirik sekitar seraya melepaskan belitan tangannya di tubuh Reihan."Udah sampe"lanjut Reihan.
Reihan membuka pintu samping, kemudian turun. Setelahnya menahan pintu menunggu Yura untuk turun.
Yura bergerak dengan tak bertenaga."Lemes.."jelasnya saat bertemu pandang dengan Reihan.
Reihan meraih tangan Yura, memapahnya. Pintu mobil pun di tutup sang sopir.
"Rei boleh aku minta sesuatu?"Reihan sedikit menunduk, menatap Yura lalu mengangguk."Gendong”lanjut Yura.
***
"Minum obatnya.."kata Reihan.
Yura mengangguk, seraya membenarkan posisi tubuhnya yang baru saja turun dari gendongan Reihan.
Reihan meraih gelas yang berisikan air beserta obat di tas Yura.
Yura menyambutnya."Makasih.." Lalu memakannya dalam sekali teguk.
"Lemes banget sayang?"suara Harumi menggema lembut di pendengaran keduanya.
Reihan dan Yura menoleh, Harumi berjalan menghampiri keduanya lalu duduk di samping Yura.
"Mau kerumah sakit? Atau panggil om kesini? Periksa di sini aja?"lanjut Harumi.
Yura menggeleng kecil."Ga usah.."
Yura dan Harumi menoleh saat mendengar suara Reihan yang terdengar sedang berbicara lewat ponsel.
"Iya Om.. Di periksa di sini aja..iya makasih om"
Harumi mengulum senyum, anaknya itu memang terlihat datar tanpa ekspresi tapi sangat peka keadaan dan perhatian.
***
"Kamu pikirin apa sih Ra? Jangan banyak pikiran.. Ga baik loh buat bayi kamu.."nasihat Rendra, dokter pribadi keluarga sekaligus om Reihan.
Yura melirik Reihan yang menatapnya lalu dengan cepat Yura memalingkan wajahnya.
"yura ga mikirin apa - apa.."
Rendra menghela nafas pelan."Yaudah.. Om resepkan obat baru.. Di habiskan oke?"
Yura mengangguk dengan senyum kecil.
Setelah meresepkan obat Rendra merangkul Reihan sekaligus mengantarnya keluar.
“istri kamu masih muda hamilnya usianya pun masih muda.. Kamu harus lebih siaga Rei..”nasihat Rendra yang di angguki Reihan.
“kamu harus lebih perhatian, kasihan Yura, pokoknya dia ga boleh terlalu banyak pikiran apalagi tertekan.. Bisa bahaya”sambung Rendra.
***
Yura menarik selimut, di ikuti Reihan di sampingnya.
"Lagi ada yang ganggu pikiran?"tanya Reihan tanpa menatap lawan bicara.
Yura menggeleng samar."Engga.." yura membalik badannya menjadi menyamping, memunggungi Reihan.
Reihan melarikan matanya untuk menatap Yura sekilas."Cerita.." Reihan tau kalau ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran Yura.
Perlahan Yura berbalik."Takut.."akunya dengan lirih dan matanya kini mulai berkaca - kaca.
Reihan kembali menoleh, mempusatkan tatapannya tepat di mata Yura yang mulai berair dan jatuh itu.
"Takut?"ulang Reihan.
Yura mengangguk lalu terisak."Aku ga siap hamil hiks..Takut aja nanti lahiran gimana? Hiks"
Reihan terdiam, rasa bersalah semakin melingkupi hatinya. Yang di lakukannya malam itu ternyata membuat orang lain terluka, yang lebih di sesalkan, Reihan tidak terlalu dekat dengan Yura.
semua hanya gara - gara seseorang yang membuatnya dan Yura berakhir seperti sekarang ini.
Reihan akan mencari orang yang menjebaknya, setidaknya harus mendapatkan pelajaran atau bahkan satu pukulan harus dia dapat karena ulahnya itu berhasil menghancurkan masa depan dua orang manusia yang tak saling mencintai.
Reihan ralat, bukan menghancurkan masa depannya dan Yura tapi masa mudanya dan Yura. Harusnya keduanya sibuk bermain, menikmati cinta monyet atau bahkan berkencan layaknya remaja normal.
Tapi tak apa, yang sudah terjadi memang harus terjadi. Yang jelas Reihan akan mencari pelakunya, kalau perempuan pelakunya? tentu saja Reihan tak mungkin memukulnya, tapi Reihan akan menjauhinya sejauh mungkin.
***
Yura menggeliat kecil, membuat Reihan terjaga. Matanya Reihan larikan ke arah jam dinding di samping kirinya.
Pagi sudah menjemput. Beruntung hari ini hari libur, keduanya tak perlu bersiap untuk sekolah.
Reihan melirik Yura yang kini memeluknya, perlahan Reihan melepas lilitan tangan yura di perutnya.
Reihan turun dari kasur lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa menit kemudian..
Yura membawa paksa tubuhnya untuk bangun, tiba - tiba mual kembali menyerangnya.
Yura mengetuk brutal pintu kamar mandi. pintu pun terbuka, yura masuk dengan tergesa, bahkan Reihan sedikit terhuyung karena serangan dadakkan itu.
"Huwekkk! Uwekk! Huwekk"
Reihan menghampiri Yura, membawa rambut panjangnya untuk dirinya ikat dengan tangan.
"Hiks.. Uwek Huwek!" yura menyeka mulutnya lalu terisak."perutnya ga enak sumpah"adunya seraya menatap Reihan sendu.
tanpa banyak kata Reihan menuntun yura menuju kasur agar kembali rebahan lalu Reihan berjalan kearah lemari, membawa kaos dan celana pendek rumahan.
Yura memejamkan matanya repleks."Di bajunya bisa ga sih di kamar mandi ish!"gerutu Yura tak bertenaga.
Reihan tak bereaksi. setelah selesai berpakaian, kakinya ia langkahkan menuju Yura lalu duduk di sampingnya.
Yura mencari posisi ternyaman, perlahan Yura membuka mata menatap Reihan yang kini berada di sampingnya lalu dengan tiba - tiba Yura membuka setengah kaosnya, membuat perutnya yang sedikit buncit itu terpangpang nyata.
"Pakein kayu putih kayak waktu kemarin di mobil"pintanya dengan memelas yang di buat - buat berharap Reihan akan menuruti keinginannya.
Reihan menghela nafas pendek, untung saja Yura sudah menjadi istrinya, kalau belum mungkin Reihan akan menghina Yura, memanggilnya dengan sebutan ****** murahan karena membuka bajunya sembarangan!
Reihan meraih kayu putih di laci, membuka tutupnya lalu Reihan tuangkan ke telapak tangan.
Reihan menatap perut Yura yang sedikit buncit itu sesaat. Reihan tak menyangka akan memiliki anak secepat ini. Reihan masih begitu canggung dengan semua ini, tapi wajahnya yang tak terbaca berhasil menutupi semua rasa yang di rasakannya selama ini.
Reihan mengusap perut mulus itu dengan lembut.
"Mungkin ini ya rasanya ngidam.."celetuk Yura. Reihan melirik yura yang kini mengulum senyum dengan bibir pucatnya itu."kayaknya anak kamu pengen di elus.. Mual aku berkurang"lanjutnya.
Reihan terpaku ke dalam mata yang kini menyipit, melengkung seperti sabit, pertanda kalau si empunya tengah tersenyum lebar.
Reihan terpesona sesaat, jantungnya berdebar tak beraturan, perasaannya menjadi aneh, menggelitik dan juga senang entahlah.
***
Reihan kembali masuk ke dalam kamar lalu merebahkan tubuhnya di samping Yura, meliriknya sekilas sebelum memainkan ponsel.
Reihan melihat media sosial Yura yang belum sempat dirinya lihat waktu itu, karena lupa.
Tak ada yang spesial pikir Reihan seraya terus melihat – lihat akun Yura. Ada sepuluh foto dan itu semua Yura. Begitu manis dengan gaya imutnya.
Reihan menyimpan ponselnya lalu ikut memejamkan mata. Yura menggeliat lalu memeluk Reihan, mencari kenyamanan. Reihan membuka matanya melirik Yura lalu membalas pelukannya.
***
Yura menggeliat, matanya terbuka dan betapa terkejut dirinya saat melihat wajah damai Reihan begitu dekat dengan wajahnya dan jangan lupakan tangan kaki yang membelit di tubuh Reihan. Dengan cepat Yura menarik tubuhnya menjauh, wajahnya merona.
"Bangun.. Terus sarapan"gumam Reihan seraya membenarkan posisinya dengan mata masih terpejam.
Yura mengangguk kaku walau tidak di lihat Reihan."Hmm.."
Reihan membuka matanya lalu menoleh ke arah Yura dengan muka bantalnya.
"Baikan?"tanya Reihan dengan suara serak khas bangun tidur.
Reihan mengabaikan reaksi Yura saat bangun tidur tadi.
Yura kembali mengangguk."Baikan.."
Reihan mendudukkan tubuhnya."Siap - siap.. Sore ini kita nginep di rumah mama Farah.."
Yura memekik senang."Beneran?"
Reihan mengangguk seraya beranjak turun."Tapi makan dulu.."Perintahnya seraya terus berjalan.
"Siap bosku!"
***
Reihan melirik Yura yang sudah kembali berenergi, berbeda dengan kemarin.
"Kuenya enak ih ga buat aku mual.."puji Yura dengan begitu berlebihan.
Reihan mengulum senyum samar untuk pertama kalinya. Yura terus berceloteh membuat Reihan tak bisa fokus dengan gamenya.
"Oh iya.. Seragam buat besok gimana? Eh aku sih ada di rumah.. Kamu ga bawa? Eh tunggu ada ga sih di rumah kok aku jadi lupa gini.. tapi kayaknya ga ada deh, gimana dong di bawa atau beli.. Tapi kalau beli agak jauh tokonya.. Balik aja lagi lebih deket"
Reihan meletakkan ponselnya di pangkuan lalu tangannya terulur mengusap bubuk kue di sudut bibir Yura, Yura repleks bungkam.
"Bisa ga sih sehari ga cerewet? Istirahat.. Kamu belum pulih.. Jangan buang - buang tenaga.."
***
Yura turun dari mobil dengan begitu senang. Yura rindu wangi khas rumahnya beserta isi – isinya.
“Ayunan kesayangan!”pekik Yura begitu riang.
Reihan menggeleng samar melihatnya. Yura seperti bertahun – tahun tidak pulang ke rumah, padahal beberapa kali selalu pulang.
Setelah main ayunan sebentar Yura kembali membawa langkahnya ke kolam ikan.
“Rei.. Liat! Ikannya nambah.. Udah lahiran”pekik Yura masih dengan begitu riang.
Reihan bahkan kini meragukan kalau Yura sudah SMA. Terlalu terlihat kekanak – kanakkan.
Reihan membawa langkahnya untuk melihat ikan yang di tunjuk Yura. Benar juga, ikannya bertambah.
“Loh kalian sudah sampai, kenapa ga masuk?”tanya Farah yang membuat keduanya menoleh.
Yura melempar cengiran.”kita mau masuk kok ma.. Yuk Rei”ajak Yura lalu menghampiri Farah.
“Kangen mama”ujar Yura Seraya memeluk Farah.
***
Malamnya setelah makan malam Yura kedatangan tamu, kata pembantu rumah tangga tamunya teman Yura.
“Aku keluar sebentar..”pamit Yura pada Reihan lalu berlalu.
Reihan yang penasaran pun mengikuti Yura secara diam – diam.
Sesampainya di depan sang tamu Yura langsung menatapnya tak suka, di depannya kini Yuli melambaikan tangan.
Perempuan ular satu itu bertamu tanpa tau waktu. Tapi bukan itu yang membuat Yura kesal.
Yuli tersenyum mengejek."Danu udah punya gue Ra, bisa ga sih buat lepasin dia aja? Lo bilang dong secara tegas kalo lo udah punya Reihan.. Danu nungguin lo terus, gue muak tau!"celetuknya tiba – tiba.
Yura membenarkan posisi duduknya, kini keduanya berada di ayunan depan rumah, Suasana sepi karena ini sudah jam 9 malam.
"Aku ga deketin Danu Yul.. Bahkan aku ga terima dia jadi pacar aku.. Kenapa harus libatin aku sih?"tanya Yura jengkel.
"Karena kamu! Alasan Danu ga mau sama aku Ya karena kamu Ra.. Aku cuma minta kamu buat tegasin aja ke dia kalau kamu udah punya cowok baru.. Danu ga percaya kalau ga denger langsung lewat mulut kamu"Jelas Yuli sedikit tersulut.
"Aku ga mau ikut campur! Pokoknya jangan temuin aku lagi Yuli!" tekan Yura.
Yura pun beranjak, namun langkahnya terhenti Saat Yuli kembali bersuara.
"Aku bakalan bantu kamu buat cari siapa yang jebak kamu waktu pesta kalau kamu mau bantu aku bilang ke Danu"
***
Reihan meninggalkan tempat di mana dirinya bersembunyi lalu menyusul Yura yang hendak menuju dapur.
"Ngapain Yuli kesini?"tanya Reihan tiba – tiba.
Yura tersentak kaget dalam langkahnya."Kaget ish!"gerutu Yura kesal.
Reihan melangkah meninggalkan Yura, Yura menautkan alisnya heran."Nanya tapi ga mau nunggu dulu jawabannya..heran"
Yura ngabaikan Reihan lalu kembali pada niat awalnya, mengambil cemilan dan susu hamil yang sudah di buatkan Reihan sebelum dirinya menemui Yuli.
***
Keduanya kini berada di dalam mobil hendak menuju sekolah. Yura terlihat diam, Reihan mematikan gamenya, merasa tumben Yura tak secerewet biasanya.
"Kenapa?"tanya Reihan tanpa menatap Yura.
Yura menoleh, menatap wajah datar yang tak menatapnya itu dengan senyum kecil."Ga papa.. Emang kenapa?"
Reihan tak menjawab, membuat Yura mendengus kesal. Kebiasaan!
"Siapa Danu?"tanya Reihan. Kali ini dengan menatap Yura.
Yura menoleh, menatap Reihan yang kini menatapnya tak terbaca."Kamu nguping ya semal_"
"Kata mama kamu belum pernah pacaran.."potong Reihan seraya mengalihkan tatapannya kejalannan.
Yura mengangguk."Emang.. Danu cuma sahabat aku....dulu"
Reihan diam, tak kembali bersuara.
"Kenapa? Jangan jangan kamu pikir aku selingkuh ya?"selidik Yura yang di abaikan Reihan."Aku ga selingkuh! Ga ada bakat buat selingkuh! Yang ada kamu kali?"tuduhnya seraya mencebik sebal.
Reihan masih tak merespon, Yura memicingkan matanya penuh curiga."Atau jangan - jangan... bener kata orang kalau...kamu Gay?"
Reihan sontak menoleh kaget, wajah kakunya sedikit berekspresi dan itu sukses membuat Yura terbahak.
"hahaha woa woa woa.. Muka kamu berubah Rei tadi! selama kita nikah dua bulan ini, baru pertama kali aku liat kamu kaget.. Lucu tau.."gemasnya dengan terkikik riang.
***
Yura menghampiri Yuli yang kini berdiri di samping perpustakaan yang sepi.
"Gimana?"tanyanya to the point.
"Oke.. Aku mau"balas Yura dengan ragu.
Yuli memeluk Yura sekilas."Makasih! Abis sekolah kita ke tempat Danu"
Yura hanya mengangguk lesu, Tiba tiba perasaannya tidak enak. Entahlah Yura pun memutuskan untuk kembali ke kelas.
***
Bel pulang sudah terdengar membuat Yura semakin di landa gelisah.
Haruskah dirinya menolak? Atau ajak Reihan? Yura menatap Yuli yang sudah di ambang pintu.
“Ayo.. “ajak Yuli begitu bersemangat.
“Aku ijin dulu Reihan..”pamit Yura lalu membawa langkahnya mencari Reihan.
Reihan baru keluar dari kelasnya, dengan Cepat Yura memanggil Reihan.
“Rei..”
Tanpa menjawab Reihan menghampiri Yura.
Yura meremas jemarinya yang gugup. "Reihan.. Eum.. Aku mau ke tempat buku dulu sama Yuli.."bohongnya dengan lancar namun jantung berdebar.
"Aku anter.."
Yura menggeleng cepat."Ga usah ga usah.. Kamu pulang aja duluan"
Reihan berlalu, meninggalkan Yura. Yura mendesah lega karena Reihan tidak bertanya lebih lanjut. tak lama Yuli menghampiri .
“Ayo.. “ajak Yuli.
***
"Kenapa di rumah? Kata kamu di cafe?"tanya Yura heran.
Yuli mengulum senyum penuh arti, tiba - tiba Yura kembali di landa rasa cemas.
"Yura sayang!"pekik Danu seraya memeluk Yura dari belakang."Kamu mau juga ke sini?"Lanjutnya tak percaya.
"Aku udah bawa dia Danu.. Jangan lupa janji kamu"ujar Yuli sedikit ketus, jujur Yuli tak suka dengan sikap Danu barusan. Begitu mesra pada Yura.
"Iyah.."jawab Danu sekenanya tanpa menatap Yuli.
Yura berusaha melepas pelukan Danu.”Danu apaan sih! Lepas!”
"Cuma sekali, abis itu udah!"bisik Danu.
Yura terus berusaha melepas pelukan Danu dan akhirnya terlepas dari pelukan Danu dengan repleks Yura menjauh.
"Sekali apa?"tanya Yura tak santai. Semakin di landa cemas.
"Aku tau kamu lagi hamil.. Anak Reihankan? Aku ga percaya kamu hamil, di tambah bukan anakku.. Tapi aku ga papa, aku bakalan lepas kamu asalkan kita bercinta sekali"jelasnya dengan santai.
Yura membolakan matanya."Bercinta? Kamu gila Danu! Kenapa kamu jadi gini nu?"tanya Yura lirih. Tak percaya dengan perubahan Danu.
"Aku gini ya karena kamu! Aku kecewa karena kamu hamil anak Reihan, oh iyah kamu tenang aja, aku udah baca - baca artikel gimana cara bercinta sama wanita hamil kok"jelasnya santai.
Yura memundurkan langkahnya dengan mata berkaca - kaca. Dia bukan Danu yang di kenalnya dulu.
Reihan..tolong!
Yura berbalik, mencoba kabur, namun Danu lebih dulu menahannya, menyeretnya ke sebuah kamar.
"Yuli kamu jahat! Kenapa lakuin ini?"teriak Yura di sela - sela pemberontakannya.”Lepas Nu! Tolong lepas! “teriak Yura.
"Danu janji sama aku Ra, dia bakal jadi milik aku selamanya kalau aku berhasil bawa kamu, dia cuma lakuinnya sekali kok Ra, Reihan ga akan tau kalau kamu tutup mulut"
Yura menatapnya tak percaya, Yuli sudah gila karena cinta dan Danu sama gilanya dengan Yuli!
"Stop Nu!"pekik Yura saat Danu merobek seragamnya hingga terkoyak.
Yura terisak dengan terus berontak ingin di lepaskan.
"Aku mau kamu Ra.."tekan Danu seraya berusaha terus menelanjangi Yura di sela - sela pemberontakkan Yura.
Yura menangis histeris, yura melirik ke tempat Yuli berada tadi, ternyata Yuli sudah hilang entah kemana.
"Nu! Dulu hiks kamu janji bakalan jagain aku! Tapi apa sekarang? Hiks"
Danu menatap lekat mata Yura."Kamu yang buat aku kecewa, kamu hamil, kamu nikah, aku gimana Ra?"tanya Danu kalut.
Pintu terbuka membuat keduanya menoleh, di sana Reihan melangkah dengan kepalan tangan di kedua sisi tubuhnya.
Danu terhempas, dengan membabi buta Reihan memukuli Danu hingga terkulai lemas tanpa memberi celah untuk Danu melawan.
Tanpa kata Reihan menghampiri Yura yang terisak, beberapa kancing seragam atasnya lepas sebagian, rok seragamnya pun sudah sobek sedikit, Reihan bisa melihat goresan kuku di dada Yura yang panjang dan sedikit berdarah.
Reihan membuka seragamnya, memasangkannya pada tubuh Yura lalu mengangkatnya dengan mudah.
"Reihan"bisiknya lirih dengan masih terisak pilu, wajahnya dia tenggelamkan di dada Reihan yang tak tertutupi apapun itu.
Danu menatap kepergian mereka dengan terisak pilu, dia memang sudah gila karena Yura. Harusnya Yura jadi miliknya bukan Reihan. Ketakutannya selama ini akhirnya terjadi. Dia benar benar kehilangan Yura.
***
Reihan meraih jaket di mobil, melirik sang sopir yang melirik kearahnya.
"Jangan kasih tau ke mama, papa.. Ini uang tutup mulut, dan tolong bilang juga ke mama, papa malam ini kita tidur di hotel.. Yura ngidam"
Sang sopir mengangguk saja. Tidak berani bertanya, wajah Reihan benar - benar terlihat tidak bersahabat.
Mobil pun melaju sedang, menuju tempat yang di tuju.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!