NovelToon NovelToon

Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Mertua gila

"Ohh.. Fu- ck.." Geraman pria menggema di dalam kamarnya.

"Noura, Noura.." Berkali-kali nama Noura disebutkan bersama nafasnya yang berat. Tangannya sibuk mengurus gejolak liar di dalam dirinya.

Di sisi lain seorang wanita menyaksikan pemandangan itu, ia mengintip di balik pintu. Selang beberapa saat, wanita itu berbalik dan wajahnya memerah.

"Sialan, kenapa dia melakukan itu sambil menyebutkan namaku?" Gumamnya kecil dan segera lari dari sana, takut ketahuan.

Dalam kehidupan ke-2 Noura, ia harus menemukan kegilaan dari mertuanya yaitu, sedang menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama Noura.

Bagaimana hal ini bisa terjadi?

***

...London - 7 Januari 2028...

"Sampai kapan kamu mau kaya gini?! Kamu selalu aja menduakan-ku!" Suara tinggi itu terdengar memekakan telinga.

Di sana, seorang wanita sedang marah dan terisak karna suaminya yang selingkuh lagi.

Wanita itu adalah Noura Scott, wanita berambut hitam panjang dengan wajah lusuh yang memucat. Tubuh Noura kurus kering lantaran sering disiksa oleh suami-nya sendiri.

Terkadang Noura tidak diberi makan, minum, dan yang lebih parah lagi..

Plak!

Sebuah tamparan keras melayang pada Noura lalu disusul tendangan ke perutnya.

Noura hilang keseimbangan dan jatuh. Rasa sakit itu menjalar di sekujur tubuh dan hati Noura. Pipi dan perutnya terbakar hebat.

"Diamlah wanita nggak tau diri!" Bentak suami Noura dan kembali menendangnya.

"Aah..! Ampun sayang, ampun ini sakit.." Noura terisak dan meringis sakit.

Kekerasan seperti ini sering kali Noura dapatkan, alhasil tubuhnya diselimuti banyak luka dan memar yang tak kunjung membaik.

Noura selalu menjadi samsak kemarahan suaminya, Darrel Scott.

Mendengar rintihan Noura, bukannya simpati tapi Darrel malah meludahi istrinya sendiri.

"Dasar menjijikan, jangan panggil aku sayang lagi!"

Pernikahan yang sudah berjalan 2 tahun harus berakhir penuh penderitaan. Noura terisak dan kali ini ia baru sadar bahwa mencintai Darrel adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Darrel kemudian mengambil sebuah koper dan melemparkannya ke sisi Noura.

"Bereskan pakaianmu dan segera pergi dari sini! Kita akan bercerai!"

Setelah mendengar kata cerai, Noura tidak lagi marah dan sedih. Hal pertama yang ada di pikiran Noura adalah 'bebas'.

Akhirnya setelah 3 tahun berjuang mempertahankan rumah tangga ini, semuanya runtuh.

'Aku akui.. aku bodoh karna pecaya kamu akan berubah dan aku bodoh karna selalu percaya janji manismu'  Batin Noura dengan perasaannya yang tersisih.

Setidaknya ada satu hal yang selalu Noura inginkan dan kali ini emosinya mulai naik.

Pria yang tadinya sangat Noura cintai mulai berbalik. Dengan gemetar, wanita itu mengambil vas bunga yang ada di meja lalu ia berdiri dengan tertatih.

'Setidaknya sebelum ini benar-benar berakhir, aku ingin melakukan apa yang kuinginkan.'  Keberanian Noura muncul seketika.

Tanpa aba-aba panjang, Noura berteriak lalu memukul belakang kepala suaminya dengan vas bunga.

"Dasar baj*ngan!!" Teriak Noura seraya melayangkan vas bunga itu, kacanya pecah dan berserakan dimana-mana.

Kepala belakang Darrel berd*rah, ia memekik sakit dan segera berbalik dengan mata tajam.

Noura terus memukuli suaminya, berteriak sekaligus menangis dengan keras. Noura telah menumpahkan semua hal yang ada di hatinya. Sebuah penyesalan sekaligus emosi yang selalu wanita itu pendam.

"Baj*ngan gila! Kamu akan menderita! Aku akan mengutukmu dan semua kekasihmu!" Noura terus melayangkan kata kasar yang tiada henti. Jelas hal itu membuat Darrel makin emosi.

"Dasar wanita gila!!" Darrel mendorong Noura dan wanita itu langsung terjatuh ke lantai yang keras.

"Kamu itu nggak berguna! Aku muak melihatmu, bahkan kamu nggak bisa memberiku anak!" Bentak Darrel dengan suara yang amat keras.

"Itu salahmu, karna kamu yang mandul!" Noura balas beteriak dan ucapannya langsung menusuk harga diri Darrel.

"Kamu yang mandul j*lang!" Darrel lalu menghajar wajah Noura dengan keras.

BUGH!

Pukulan itu terasa seperti dihantam batu besar, hidung Noura panas dan mulai mengeluarkan cairan merah.

Tak berhenti sampai sana, Darrel yang masih dikuasai kemarahan terus memukul Noura dengan keras.

Noura tidak bisa menghitung rasa sakit yang ia alami, dan Noura mulai tidak sadarkan diri.

Wajah pria yang dulu ia cintai kini menjadi wajah yang paling ia benci. Semua rasa sakit ini perlahan memudar bersama dengan kenangan indah yang mereka lalui.

Sampai akhirnya Noura mulai hilang  sadar, satu kata terlintar di dalam benaknya.

'Kamu akan membayarnya baj*ngan!'

Setelah itu Noura merasakan kegelapan yang terasa hampa. Tubuhnya tidak bisa digerakan lagi, ia tidak bisa bicara maupun melihat.

Apakah ini yang namanya kematian?  Pikirnya.

Tapi dari semua kegelapan itu, yang jelas.. Noura hanya dapat merasakan satu hal yaitu, ia sangat membenci suaminya.

***

Bip Bip Bzzttt.. Bzztt!

Suara alarm modern berbunyi di dalam kamar yang sunyi.

"Hmmm berisik.." Seorang wanita merasa tenganggu dengan suara itu, ia segera mematikan alarmnya dan mulai beranjak dari tempat tidur.

"Ah.. aku masih mau tidur.." Wanita itu megusap matanya dan berjalan karna merasa haus.

Beberapa saat setelahnya, ia mulai tersadar. "Loh!" Wanita itu segera berlari ke kaca di kamarnya dan melihat dirinya sendiri.

"Aku kenapa...?" Bisiknya, suaranya serak dan penuh kebingungan.

Wanita itu mengusap pelan dahinya, merasakan denyut aneh di kepalanya. Ingatan itu jelas sekali—darah, amarah, dan rasa sakit yang mendalam sebelum semuanya menghilang dalam gelap.

Wanita itu ingat betul bagaimana suaminya, memukulnya hingga nafas terakhirnya seolah terlepas. Namun sekarang...

Wanita itu memandang kedua tangannya, kulitnya mulus, tak ada bekas luka. Tubuhnya yang dulu kurus karena siksaan kini terlihat sehat dan berisi seperti sedia kala.

Nafasnya bergetar, mencoba memahami apa yang terjadi. "Aku hidup lagi..?" Ya, dia Noura. Wanita yang tadi mati dibunuh suaminya sendiri.

Ponsel di meja samping bergetar, menginterupsi pikirannya. Dengan tangan gemetar, Noura meraihnya. Nama yang muncul di layar membuat dadanya berdegup kencang.

Darrel: Maaf ya, sayang. Aku harus keluar dulu karna teman-temanku ngajak minum.

Pesan itu membawa Noura ke dalam pusaran memori yang lebih membingungkan.

Ini... ini pesan yang persis sama seperti malam pertama mereka setelah pernikahan.

Hari itu, Darrel meninggalkannya untuk mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Darrel akan pulang mabuk dan memaksa Noura melakukan hubungan suami istri.

Noura buru-buru melirik kalender di ponselnya. Tanggal sekarang..

...7 Januari 2025....

"Hah...?!" Noura terkejut, suaranya pecah di tengah keheningan ruangan. Sekarang 3 tahun yang lalu.

"Bagaimana mungkin...? Bukankah aku sudah mati?"

Kepala Noura semakin berdenyut, mencoba memahami situasi. Noura mencubit lengannya, berharap rasa sakit itu akan membangunkannya dari mimpi buruk ini.

Namun rasa nyeri itu nyata.

"Ini bukan mimpi." Gumamnya, matanya mulai berkaca-kaca. Kalau ini surga, kenapa rasanya seperti neraka?

Karena di tempat ini, Noura harus menghadapi Darrel lagi. Pria yang telah menghancurkan hidupnya.

Noura menghembuskan nafas berat, mencoba menenangkan dirinya. Ia turun dari tempat tidur, kakinya melangkah menuju tangga.

Setiap sudut rumah ini terasa familiar. Dekorasi antik, warna dinding, dan aroma lembut kayu jati menguatkan ingatannya.

Semua ini... persis seperti hari itu, saat mereka baru saja menikah.

"Kenapa... kenapa aku di sini lagi?" Noura bergumam, menyusuri rumah dengan hati-hati.

Mendadak, langkah kakinya terhenti ketika samar-samar terdengar suara bisikan dari salah satu ruangan.

Bukan sekadar bisikan—ada suara nafas berat yang sangat jelas.

Noura mengerutkan kening, rasa penasaran mulai menguasai dirinya. "Apa itu...?" Bisiknya pelan.

Noura mendekati sumber suara, yang ternyata berasal dari kamar ayah mertuanya.

Ingatan itu muncul kembali—di awal pernikahannya, ayah mertua tinggal bersama mereka sebelum akhirnya pindah ke rumah lain.

Ayah mertua Noura, Zayn Dominic Scott. Dia pria yang pendiam namun aslinya ramah, dan menyambut Noura dengan baik.

Kalau ingatannya sesuai seperti awal pernikahan. Jika ini mimpi, neraka, atau surga sekalipun.. Noura tidak ingin menghabiskan malam bersama Darrel.

"Aku harus cari cara, mungkin Tuan Zayn bisa membantuku..." Gumamnya, penuh harap lalu menuju kamar Zayn.

Saat sampai, langkah Noura terhenti tepat di depan pintu kamar Zayn. Pintunya sedikit terbuka, Noura membukanya sedikit dan mengintip dari luar.

Noura mematunh dan jantungnya berdetak lebih cepat. Noura melihat sesuatu yang mengejutkan.

Geratakan tangan itu cepat, dongakan kepala dan nafas yang berat.

"F-uck.. Noura.."

"Noura.. Noura.."

Mata Noura membelalak, "Kenapa dia melakukan itu sambil menyebutkan namaku?" Gumamnya kecil. Bukannya pergi, Noura malah terus memperhatinan Zayn.

Sesaat Zayn mulai menoleh dan menangkap basah Noura yang sedang berdiri disana.

Mata itu lebih tajam dari Darrel dan lebih lekat menatap Noura.

Noura gelagapan dan langsung bergidik ngeri, ia akhirnya mneyadari satu hal bahwa anah dan ayahnya sama-sama gila.

Noura segera melesat pergi untuk melarikan diri. Langkah kakinya bergerak cepat, berharap segera meninggalkan tempat itu.

"Aku harus pergi.." Gumamnya dengan panik.

"Mau kemana, Noura?" Suara bariton itu menghentikan langkah Noura.

Noura membeku di tempat, kepanikan mulai menjalar di sekujur tubuh dan pikirannya. 'Gawat, gawat..!' Batinnya mulai panik dan jelas sekali suara itu adalah suara ayah mertuanya, Zayn.

Zayn tersenyum miring, "Apakah menyenangkan mengintip orang dan kabur seperti itu, Noura?"

'Mati aku..'  Noura langsung lemas di tempat.

Tidur bersama mertua

Noura terhenti di tempatnya, nafasnya tercekat. Ini bukan sekadar mimpi buruk—ini bencana yang nyata.

Perlahan, Noura meneguk ludahnya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu liar. Dengan tubuh yang sedikit gemetar, ia memberanikan diri menoleh ke belakang.

“Tuan Zayn...” Ucapnya tergagap, hampir tak terdengar.

Pria itu, Zayn, mertuanya, berjalan mendekat dengan langkah yang santai namun penuh tekanan.

Sosoknya menjulang, postur tubuhnya yang tegap dan besar terlihat menakutkan dalam cahaya redup ruangan.

Wajahnya yang dihiasi janggut tipis tampak dingin, namun matanya menyimpan sesuatu yang membuat Noura bergidik.

Kemeja Zayn terbuka di bagian atas, memperlihatkan da-da bidangnya yang dihiasi bulu-bulu tipis.

“Kamu terlihat pucat, Noura,” ucapnya seraya menghampiri, suaranya berat dan dingin, namun ada nada mengejek yang samar.

Tanpa basa-basi, tangannya terulur, mengambil rambut panjang Noura yang tergerai, lalu menariknya dengan lembut.

Noura mematung. Pria di hadapannya adalah Zayn, ayah dari suaminya. Ia berusia 42 tahun dan seorang duda.

Nafas Noura tersengal, ia mencoba mencari cara untuk menjauh, namun tubuhnya seakan terpaku di tempat.

“Kamu melihat semuanya, bukan?” Zayn menunduk sedikit, menyamakan tinggi wajah mereka.

Noura tersentak, gugup. “Tidak, Tuan Zayn. aku tidak melihat apa pun...” Bohongnya dengan suara serak.

Namun Zayn hanya menyeringai kecil, langkahnya semakin mendekat hingga jarak mereka benar-benar tak nyaman.

“Yakin?” Tanyanya lagi, nadanya menekan. “Aku dengan jelas melihatmu tadi. Apa perlu kita cek CCTV rumah untuk memastikan?”

Kata-kata itu menghantam Noura seperti tamparan. Wanita itu tak bisa berbohong lebih lama.

Noura menghela nafas berat, lalu mendongak, menatap pria itu dengan mata tajam.

“Ya... aku melihatnya tadi.”

Zayn tersenyum, senyum yang sama sekali tidak ramah. Tiba-tiba, tangan besarnya terangkat, menangkup wajah Noura dengan paksa.

Sentuhannya terasa dingin, namun genggamannya cukup kuat untuk membuat Noura tak bisa menghindar.

“Bagaimana?” Tanyanya dengan nada licik. “Besar, bukan kelihatannya?”

“Hah?!” Noura bergidik ngeri, nalurinya langsung membuatnya menepis tangan Zayn dengan kasar.

Wajah Noura merah padam, campuran antara marah dan jijik.

“Jangan aneh-aneh, Tuan Zayn!” Serunya dengan keberanian yang tiba-tiba muncul.

Noura menuding pria itu dengan tangan gemetar. “Kelakuanmu sangat tidak bermoral!”

Zayn terkekeh, "Kalau itu tidak bermoral, kenapa kamu melihatnya begitu lama, Noura?" Tanya Zayn, suaranya terdengar santai, namun penuh dengan sindiran tajam.

Noura terdiam. Ia berusaha mencari kata-kata, tapi hanya udara kosong yang terhirup.

Semua orang di rumah ini gila, pikirnya. Noura tidak bisa bertahan lebih lama, ia harus pergi.

Dengan langkah cepat, Noura berbalik, tetapi belum sempat berjalan, Zayn menarik pergelangan tangannya.

"Apa lagi, Tuan Zayn?" Tanya Noura dengan nada kesal, matanya memancarkan amarah yang bercampur ketakutan. “Lepaskan tanganku!”

Zayn mendekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari wajah Noura. "Kamu tidak bersama suamimu malam ini?" Tanyanya dingin, suaranya rendah namun menghantam seperti tamparan.

"Bukankah ini malam pertama kalian?"

Kata-kata itu membuat tubuh Noura bergetar hebat. Nafasnya tersengal, matanya melebar. Ketakutan terpancar jelas di wajahnya, seperti kaca yang retak, memecahkan usahanya untuk tetap terlihat tegar.

Zayn memerhatikan setiap perubahan ekspresinya dengan cermat, dan senyum kecil terulas di wajahnya.

"Apa ada yang salah, Noura? Kalian bertengkar?" Tanyanya ingin tau.

CKLEK!

Di tengah suasana sunyi dan menegangkan, tiba-tiba suara pintu terbuka membuyarkan semuanya.

"Sayangkuu.. Noura.. aku pulang~"

Darrel, suami Noura, sudah pulang. Langkahnya terdengar berat, penuh rasa tidak sabar.

Noura langsung menarik tangannya dari genggaman Zayn dan berlari ke arahnya.

"Tuan Zayn," bisik Noura dengan suara gemetar.  "Kumohon... sembunyikan aku," Pintanya penuh kepanikan, air mata mulai membasahi pipinya.

Zayn menatapnya, senyum licik perlahan kembali muncul di wajahnya. "Oh? Kamu ingin aku menolongmu sekarang?" katanya, mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat.

"Kalau begitu mulai sekarang, panggil aku Daddy."

Noura tercengang. Tubuhnya gemetar, namun ia tau ia tidak punya pilihan lain. Zayn, adalah satu-satunya harapan Noura saat ini.

Dengan harga diri yang remuk, Noura menggigit bibirnya, menahan isakan.

Mata Noura menatap Zayn dengan penuh permohonan, "Daddy Zayn... tolong bantu aku."

Senyum Zayn melebar, ia tampak sangat puas dengan situasi itu. "As you wish," jawabnya dengan nada penuh kemenangan. "Ikut aku."

Noura hanya bisa mengikuti, air mata terus menetes, sementara hatinya penuh dengan ketakutan dan penyesalan.

...***...

Tangan Noura ditarik dengan tegas oleh Zayn, membawanya menuju kamar pria itu.

Kamar yang menyimpan jejak-jejak kegilaannya barusan, kini menjadi tempat berlindung sementara bagi Noura.

Zayn membimbingnya duduk di sofa yang empuk. "Duduklah, kamu aman di sini," ucap Zayn sambil menatapnya penuh keyakinan.

Namun, ketakutan di mata Noura tak kunjung pudar.

Di luar, suara Darrel menggema di seluruh rumah. "Noura! Sayang! Kamu di mana?!" Teriaknya dengan nada marah bercampur mabuk.

PRANG!! 

Suara barang pecah berderai memenuhi udara, membuat Noura menggigil. Napasnya terengah-engah, dan air mata mulai mengalir tanpa bisa ia kendalikan.

"Noura!" Suara itu semakin mendekat, membawa kembali bayangan kelam di benaknya.

Noura teringat saat-saat Darrel pernah berlaku kasar padanya, memukul dan melempar barang ke arahnya saat mabuk.

Tubuh Noura semakin gemetar, ketakutan jelas terlihat di wajahnya.

Zayn, yang mengamati keadaan itu, berjongkok di hadapan Noura. Tangannya perlahan menepuk punggung wanita itu dengan lembut, mencoba menenangkan.

"Kamu akan aman selama bersamaku," ucapnya dengan nada tenang namun tegas. "Percayalah padaku."

Meski suara keras dari luar terus membuatnya cemas, Noura mencoba menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya.

Tok! Tok! Tok! 

Namun, ketukan keras di pintu kamar Zayn membuat Noura kembali tersentak. Tubuhnya mengejang, dan ia secara refleks menutup wajahnya dengan kedua tangan, air mata mengalir deras.

Zayn bangkit berdiri, matanya menyiratkan ketenangan yang dingin. "Aku akan mengurus ini," ucapnya singkat sebelum membuka pintu.

Di depan pintu, Darrel berdiri dengan mata merah dan tubuh sempoyongan.

Aroma alkohol yang menyengat segera memenuhi ruangan. "Di mana istriku?!" Bentak Darrel dengan suara serak, matanya liar menatap Zayn.

Zayn tetap tenang, meski rahangnya mengeras menahan amarah. "Aku tidak tau," jawabnya tegas. "Pergilah. Jangan membuat keributan, ini sudah malam."

Darrel mencoba masuk, tetapi Zayn dengan sigap mendorongnya kembali ke ambang pintu. "Berhenti bersikap seenaknya, Darrel. Rumah ini masih milikku."

Zayn meraih kerah baju Darrel dengan satu tangan. Dalam satu gerakan, ia mendorong pria itu dengan kasar hingga terseret menjauh dari pintu.

Zayn menyeret Darrel kembali ke kamarnya, meskipun pria itu terus mengumpat sepanjang jalan.

Setelah memastikan Darrel terjebak di kamarnya sendiri, Zayn kembali ke kamar, menutup pintu dengan tenang.

Noura masih terduduk di sofa, tubuhnya lemas. Namun, suara-suara mengganggu dari luar akhirnya berhenti, dan keheningan mulai merayap masuk ke kamar.

Untuk pertama kalinya malam itu, Noura bisa bernafas lega meski hatinya masih dihantui ketakutan.

Beberapa saat kemudian, Zayn kembali masuk ke kamar. "Dia sudah kukunci di kamarnya. Kamu aman sekarang."

Noura menghela nafas lega, meskipun tubuhnya masih sedikit gemetar. Air matanya yang sempat mengalir mulai diseka dengan tangan gemetar.

"Terima kasih, umm... Daddy," ucapnya terbata-bata. Kata itu terdengar asing di telinganya, dan ia merasa aneh mengucapkannya.

Namun, Zayn hanya tersenyum samar, seolah menikmati panggilan tersebut.

Melirik jam di dinding, Zayn mulai berpikiran licik, "Sekarang sudah larut. Tidurlah di sini."

"Apa?!" sergah Noura. Tubuhnya segera menegang. "Tidak, aku tidak mau tidur di sini! Aku tidak nyaman tinggal bersama orang gila seperti tuan—"

"Panggil aku daddy Noura," potong Zayn, mendekat dan menutup pintu di belakangnya.

"Tenang saja. Meskipun aku melakukan hal tidak bermoral sebelumnya, aku janji tidak akan melakukan apa-apa padamu."

"Tapi, Daddy—"

Zayn tiba-tiba menariknya dengan paksa, membuat Noura terduduk di tepi tempat tidur.

Mata Zayn menatapnya dengan tajam namun tetap terkendali. "Tidur di sini," ucapnya dengan nada tegas, "Atau aku akan membiarkan Darrel keluar dan menangkapmu."

Noura terbelalak, tubuhnya kembali mengejang. "Daddy Zayn, kau mengancamku?!" Serunya dengan nada yang sedikit meninggi, menatap pria itu dengan marah.

Zayn tersenyum kecil,  "Aku hanya melakukan apa yang kuinginkan," bisiknya pelan.

"Tidurlah disini Noura. Kamu tidak ingin menghabiskan malam dengan Darrel, bukan?" Ucap Zayn lagi dengan nada rendah yang penuh tekanan.

Bagaimana mungkin Noura bisa merasa tenang jika tidur dengan pria yang berpikiran kotor tentangnya?

'Semua orang disini gila..'  Batin Noura kesal.

Pengganti malam pertama

Ancaman itu begitu jelas, dan Noura tau bahwa Zayn tidak akan mudah dikalahkan.

Pria itu begitu licik, selalu mampu menemukan celah untuk menekan dirinya.

“Baiklah,” kata Noura akhirnya, suaranya terdengar tegas meski sedikit bergetar. Ia mengambil guling dan meletakkannya di tengah ranjang.

“Ini pembatas. Jangan melewati ini, Daddy.”

Zayn memandangnya, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum yang nyaris mengejek.

“Kalau aku melewatinya, apa yang akan kamu lakukan?” Tanyanya dengan nada rendah, seperti memancing.

“Aku tendang, Daddy,” balas Noura cepat, tanpa ragu. Ia segera memalingkan wajah, membelakangi Zayn, dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya.

Namun, di balik sikap tegasnya, jantungnya berdetak keras, seakan mengkhianati keberaniannya.

Zayn tertawa kecil, pendek, dan dingin. “Baiklah,” katanya singkat, kemudian diam.

Noura mencoba memejamkan mata, tapi tubuhnya terasa tegang.

'Semoga semua ini hanya mimpi buruk. Semoga aku ini semua berakhir'  Batin Noura memaksa dirinya untuk tidur, meski hatinya penuh kekhawatiran.

Namun, tengah malam, Noura terbangun dengan tiba-tiba. Ada sesuatu yang berat melingkari tubuhnya, menekan, dan membuatnya sulit bernapas.

Saat Noura membuka mata, ia menyadari apa yang terjadi—lengan Zayn melingkar di pinggangnya, erat seperti belenggu.

“Apa yang daddy lakukan?!” Serunya, mencoba menggeliat dan melepaskan diri.

Zayn tidak menjawab. Ia tetap diam, nafasnya terdengar teratur dan tenang di dekat telinga Noura, seolah benar-benar tertidur.

Noura menggeliat lebih keras, berusaha menggerakkan dirinya agar bisa bebas.

Tapi, Zayn tetap tak bereaksi, hanya mempererat pelukannya secara alami.

“Daddy, menjauhlah!” Noura berbisik dengan nada tajam.

Pria itu masih tidak memberikan respons, membiarkan Noura berjuang sendirian melawan kekuatannya.

Ketika usahanya sia-sia, Noura hanya bisa mendesah frustasi. Ia merasa tubuhnya semakin lelah. Tangannya yang berusaha mendorong lengan Zayn mulai kehilangan tenaga.

Noura akhirnya menyerah, membiarkan dirinya terperangkap dalam pelukan yang terasa seperti jebakan.

Dan dalam jebakan itu, Noura merasa ada yang mengganjal di punggungnya.

'Jangan bilamg miliknya berdiri..?'  Batin Noura agak panik.

Wajahnya memerah dan Noura mulai berpikir kemana-mana. Bukan hanya tidur bersama tapi kini ia dipeluk pria yang gila.

Noura menahan kemarahannya. Ia menarik nafas panjang, mencoba mengabaikan semuanya.

"Besok aku akan menendangmu." Tekadnya kuat.

Dengan segala usaha, Noura memejamkan mata dan mencoba kembali tidur.

...***...

Bip Bzzt.. Bzztt!

Suara alarm pagi memecah keheningan. Noura membuka mata, mengerjap beberapa kali, dan mendapati dirinya masih di tempat yang sama.

Tidak ada yang berubah. Tapi, Noura menarik nafas lega karna tidak ada Zayn. Hanya dirinya sendiri di kamar itu.

"Kurang ajar," gumamnya kesal, mencoba bangkit dari tempat tidur. Tapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Kenapa semuanya terasa begitu nyata? Pikirnya.

Mata Noura tanpa sadar tertuju pada kalender di meja kecil dekat tempat tidur. Wanita itu memicingkan mata, melihat sebuah tanggal yang dilingkari dengan tinta merah.

...8 Januari 2025...

Hatinya mencelos. Kemarin tanggal 7 sekarang tanggal 8.. Rasanya hari berjalan seperti biasa tapi, 3 tahun sebelum Noura meregang nyawa.

"Apa berarti aku kembali ke masa lalu?" Bisiknya pelan, nyaris tidak percaya. Semua ini terlalu aneh untuk disebut kebetulan.

Cklek!

Belum sempat Noura memproses kenyataan itu, pintu kamar terbuka perlahan. Zayn masuk dengan langkah tenang.

Noura yang masih diliputi emosi dari kejadian kemarin langsung berdiri mendekatinya.

Dengan penuh amarah, Noura menendang kaki pria itu tanpa ragu. “Daddy tidak bisa dipercaya! Aku bilang jangan melewati batas!” Serunya sambil menendang lagi, kali ini lebih keras.

"Udah gitu kenapa peluk-peluk aku coba?!" Noura masih tidak terima dengan kejadian semalam.

Zayn tidak bergeming. Ia hanya menatap Noura dengan senyum tipis, nyaris seperti mengejek. “Sudah selesai menendangnya?” Tanyanya ringan sebelum tertawa kecil.

Dengan gerakan cepat, Zayn mendorong Noura hingga tubuhnya terjepit di antara dinding dan dirinya.

Tangan besar Zayn mencengkeram pinggangnya, membuat Noura tak bisa bergerak.

“Kamu lupa ya kalau ini kamarku? Terserah aku ingin melakukan apapun.” Ucapnya penuh dominasi.

Noura terdiam, tubuhnya kaku. Ia tidak tau harus berkata apa. Otaknya masih memproses pernyataan Zayn ketika pria itu menatapnya dalam, seakan menantangnya untuk melawan lebih jauh.

Dengan sisa keberaniannya, Noura mendorong Zayn. “Terima kasih atas kebaikanmu kemarin, Daddy,” katanya sinis.

“Aku tidak akan kesini lagi!” Bentak Noura lalu berbalik, mencoba meninggalkan kamar itu.

Benar-benar tidak bisa dipercaya, Zayn bahkan lebih gila daripada Darrel.

“Pergilah ke meja makan, Noura. Aku akan masak sesuatu untuk sarapan,” kata Zayn tiba-tiba.

Noura jelas mendengarnya namun, ia tidak berbalik. Noura memilih pergi sambil menghentakkan kakinya.

Semuanya benar-benar sama—rumah ini. Rumah yang tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Rumah ini selalu kosong dan tidak memiliki pelayan.

Setiap minggu, pasti ada orang yang datang untuk membersihkan rumah. Untuk urusan makanan, biasanya Zayn yang memasak.

Tapi jika Zayn tidak ada, maka tugas itu jatuh pada Noura. Entah apapun alasannya, Zayn tidak pernah mengizinkan adanya pelayan disini.

“Sayangku, Noura!”

Mendadak, suara yang memanggil itu, membuat Noura bergidik.

Darrel, suami Noura, menghampirinya dengan cepat, mencoba memeluknya.

Noura refleks menghindar, melangkah ke samping agar tubuh pria itu tidak menyentuhnya. Tatapan matanya dingin, tapi Darrel tidak menyadarinya.

“Eh? Kamu kenapa?” Tanya Darrel dengan ekspresi terkejut, tapi segera berubah menjadi senyum manis yang memuakkan bagi Noura.

Noura diam, menatap wajah pria itu. Rasa mual muncul dari dalam dirinya, bukan karna fisik, tapi karena kebencian yang begitu dalam.

“Sayang, kamu marah? Kamu kenapa, hmm?” Suara Darrel terdengar manis, tapi bagi Noura, itu seperti racun.

Noura menggigit bibir bawahnya, berusaha keras menahan ekspresi jijiknya.

'Dia nggak boleh tau kalau aku kembali ke masa lalu. Kalau benar aku hidup untuk kedua kalinya, aku harus memanfaatkan ini. Aku harus balas dendam'  Tekad Noura kuat.

Dengan senyum yang dipaksakan, Noura menjawab pelan, “Kabarmu baik?”

Darrel tampak sedikit lega mendengar pertanyaan itu. “Ya, ayah memberiku obat mabuk tadi pagi, jadi sekarang aku sudah jauh lebih baik.

"Oh, dan maafkan aku soal kemarin, ya. Aku meninggalkanmu terlalu lama,” Lanjut Darrel dengan nada penuh penyesalan palsu.

Noura tersenyum tipis. “Ya...” jawabnya singkat. 'Justru lebih bagus kalau kita jarang ketemu, aku sangat muak melihatmu'  Batinnya menggerutu.

Tapi Darrel tampaknya tidak menyadari ketidaksenangan Noura. Ia melangkah lebih dekat, suaranya menurun.

“Oh, ngomong-ngomong, selama aku pergi, kamu kemana aja? Aku mencarimu di kamar tadi, tapi kamu nggak ada.”

Noura terkejut mendengar pertanyaan itu, tapi ia segera menenangkan diri. “Aku tidur diluar. Kamu mabuk dengan parah dan aku takut,” jawabnya datar.

"Ah maafkan aku.." Darrel menggandeng tangan Noura dengan percaya diri.

Noura menepis tangan Darrel dengan kasar, rasa jijik itu masih kuat di pikirannya.

“Ah.. ayo, kita ke meja makan. Ayah masak sesuatu hari ini,” kata Darrel riang, mencoba mencairkan suasana.

Noura mengangguk lalu mereka pergi ke meja makan bersama.

...***...

Noura duduk di meja makan, perasaan tidak nyaman mulai menyelimutinya. Zayn belum datang, meninggalkan Noura hanya dengan Darrel.

Situasi itu membuat Noura gelisah, apalagi Darrel, seperti biasanya, mulai menunjukkan sisi menjengkelkannya.

"Kenapa kamu terlihat tegang, Sayang?" Suara Darrel memecah keheningan.

Noura tidak menjawab, hanya menunduk dan menggenggam ujung bajunya. Tapi Darrel, dengan gaya santainya, mulai mendekatkan kursinya ke arah Noura.

Tangannya yang dingin tiba-tiba menyentuh pa-ha Noura, membuatnya bergidik ngeri.

“Nanti malam kita akan menyelesaikan urusan kita di kamar, ya?” Bisik Darrel, suaranya rendah dan licik.

Noura menahan nafas. Ia langsung berdiri dari kursinya, menghindari sentuhan pria itu. “Aku akan membantu di dapur,” katanya singkat, berusaha menjaga nada suaranya tetap stabil.

Tanpa menunggu jawaban, Noura segera melangkah ke dapur. Ketika ia tiba, aroma masakan yang hangat menyambutnya.

Di sana, Zayn berdiri dengan tenang, sibuk menyiapkan makanan. Wajahnya terlihat fokus, tangan-tangannya dengan cekatan mengaduk panci dan memotong bahan.

Dia benar-benar mahir memasak,  pikir Noura.

“Daddy... ada yang bisa kubantu?” Tanyanya, berusaha terdengar santai.

Zayn berhenti sejenak, lalu menoleh. Senyum tipis terukir di wajahnya. “Oh, kamu sudah tidak marah?"

Noura mengernyitkan alisnya, "Masih daddy, jangan berbuat aneh-aneh lagi padaku."

Zayn tertawa kecil, "Tidak kok, kemarilah,” katanya lembut. “Tolong aduk sup ini.”

Walau tidak percaya, Noura berjalan mendekat dan mengambil sendok kayu yang diberikan Zayn.

Setidaknya disini lebih baik daripada berdua dengan Darrel, pikir Noura.

Noura mulai mengaduk perlahan, berusaha fokus pada uap hangat yang keluar dari panci. Namun, konsentrasinya buyar ketika tiba-tiba ia merasakan tangan Zayn di perutnya.

“Daddy!” Serunya kaget, suaranya nyaris bergetar.

Zayn, yang kini berdiri di belakangnya, memeluk Noura dengan santai. Kepalanya mendekat ke telinga Noura, suaranya terdengar begitu rendah dan dalam.

“Tenanglah, Noura. Aku hanya ingin menuangkan garam,” bisiknya.

Sambil tetap memeluk Noura, Zayn mengambil garam di dekatnya dan menuangkannya ke panci sup.

Noura menahan nafas, tubuhnya kaku dalam pelukan pria itu. Namun, Zayn tampaknya tidak peduli. Ia justru mempererat pelukannya, menempelkan dagunya di pundak Noura.

"Kamu tidak ingin bersama suami-mu ya.." Gumam Zayn dan Noura semakin gugup di pelukan pria itu. Zayn tersenyum kecil dan kembali berbisik.

"Apakah aku bisa menggantikan Darrel untuk malam pertama-mu?" Bisik Zayn dengan suara rendah dan sedikit serak.

Bukan hanya ucapan yang membuat Noura terkejut, di belakangnya lagi-lagi ada sesuatu yang mengganjal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!