NovelToon NovelToon

Kembalinya Nona Yang Ternoda

Prolog

"Namanya Rania, mulai sekarang ia akan tinggal bersama kita." Ujar Haryo memperkenalkan Rania di hadapan seisi rumah di meja makan.

"Keisha, besok saat pendaftaran masuk kuliah, kakek mau Rania masuk di kampus kamu. Nanti kamu bimbing dia, ya!" Lanjut Haryo yang membuat seluruh mata termasuk Rania dan Keisha mendelik kaget.

"Loh engga bisa gitu dong, Kek!" Protes Keisha hanya ditanggapi kilatan tegas dari mata dan raut wajah Haryo, dengan kesal Keisha membatalkan protesnya.

Rania yang tak enak hati ingin menolak niat baik Haryo, namun sebelum itu terjadi Haryo telah menutup sesi pembicaraan dan menyuruh seluruh keluarga untuk makan.

Hari-hari berlalu Rania membantu neneknya bekerja sembari meneruskan kuliahnya, meskipun satu fakultas dengan Keisha, namun mereka tak pernah saling sapa karena Keisha merupakan senior Rania, terlebih Keisha begitu enggan menjalin hubungan dengan Rania.

Kepintaran dan keuletan Rania dalam menjalankan kuliahnya membuat para dosen dan banyak orang menyukainya, termasuk para senior laki-laki. Hal ini semakin membuat Keisha muak karena pujaan hatinya juga ikut menyukai Rania. Bahkan kini mereka telah memiliki hubungan spesial.

Angin segar melintas bagi Keisha saat mendapati Haryo yang kondisinya semakin melemah, begitupun dengan orang tua Keisha yang juga tidak menyukai Rania sejak awal. Cerita buruk tentang Rania yang mengalir dari mulut Keisha membuat mereka semakin membenci Rania.

Penderitaan Rania seakan tidak ada habisnya, dirinya bahkan tak ingat lagi sejak kapan pernah merasakan kasih sayang ayah dan ibu. Neneknya yang jarang pulang karena bekerja di kota terpaksa menitipkannya pada saudara jauh di desa.

Selama 16 tahun, Rania selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga saudara jauh neneknya, tentu saja hal itu tanpa sepengetahuan Marni, neneknya.

Saat memulai hidupnya, Rania berharap ada harapan baik untuk hidupnya, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Haryo.

Rania begitu berterima kasih atas kasih sayang yang telah diberikan Haryo untuknya. Namun semua itu tidak berlangsung lama saat kondisi Haryo memburuk, Rania harus bekerja keras untuk kelangsungan masa depannya.

Vano, kekasih Rania terus mendukungnya hal inilah yang membuat Rania luluh dan menyerahkan segalanya untuk Vano. Namun setelah mengetahui Rania hamil, Vano meninggalkannya. Hal yang membuat Rania hancur adalah Vano akan menikah dengan Keisha.

Dan disaat Rania telah pergi menghilang sebuah rahasia terungkap. Haryo mengucapkan rentetan fakta, membuat yang telah terjadi tak lebih dari sebuah penyesalan.

Akankah Rania kembali disaat kehidupan sederhananya begitu sempurna? Terlebih kehadiran Arkan, malaikat kecil yang begitu mewarnai kehidupan Rania sekarang.

"Kamu engga pantas di sini ngerti?!"

"Saya tahu diri."

"Apapun yang terjadi kamu pantas bahagia, Ran."

"Aku janji bakal jagain kamu!"

"Aku hamil."

"Itu anak aku?? Lagi pula aku belum mau punya anak. Kenapa engga minum pil?! bodoh banget, gugurin sekarang!"

"Vano akan menikah dengan Keisha."

"Pergi kamu! *******!"

"Jaga diri kamu baik-baik."

"Aku pergi, terimakasih untuk semua."

"Maaf."

"Aku selalu minta penjelasan dan juga harapan. Namun semua itu kalian ungkapkan saat aku tak lagi membutuhkan."

"Ma, aku engga punya Papah ya?"

"Jangan mengorbankan anak kita, Ran."

Bukan tentang siapa yang memenangkan dan siapa yang mengalahkan, bahkan dari awal tak pernah ada persaingan. Tapi kenapa selalu ada perselisihan?

Tolak ukur sebuah kebahagiaan tergantung dari persepsi dan prioritas masing-masing.

Dan jika memang aku tidak diijinkan untuk memangku kebahagiaan, tak apa. Aku terbiasa dengan tamparan penderitaan.

-

-

-

Cast

Rania

-

Revano (Vano)

-

Keisha

-

Farah

-

Rama

-

Haryo

-

Marni

1. "Kamu ga pantas di sini ngerti?!" (part 1)

Terik matahari mulai terlihat, Rania semakin mempercepat kayuhan pada sepeda pemberian Haryo. Tanpa memperdulikan peluh yang terus menetes, Rania ingin cepat sampai kampus tepat waktu.

"5 menit, kamu tau konsekuensinya, kan?" Kata sang dosen muda, idaman para mahasiswi itu saat melihat Rania datang terlambat.

"Maaf Pak Kevin, tadi ban saya kempes." Ujar Rania takut karena sudah tiga kali ia telat pelajaran dosen tampan di depannya ini.

Rania berharap ia boleh mendapat ijin masuk kelas, mengingat minggu depan akan ada kuis. Namun gelengan tegas Kevin seakan meruntuhkan segalanya. Dengan sangat terpaksa Rania keluar dari kelas.

-

"Makanya mulai besok aku jemput ya?!" Tanya Vano yang lebih berupa perintah pada Rania. Setelah selesai perkuliahan Rania menunggu Vano di taman belakang, dan kini mereka telah bercengkrama.

Vano gemas karena sedari dulu Rania selalu menolak untuk diantar jemput olehnya, dan ketika mendengar cerita dari Rania, Vano tidak bisa hanya tinggal diam sembari memeluk gadis tersebut.

"Engga Kak, lagian jadwal kita beda." Vano menghela napas pasrah, saat Rania sudah memanggilnya 'kak' itu berarti pembicaraan sudah serius seolah ada pembatas di antara mereka.

"Terus gimana? Kamu mau setiap hari telat? Atau mau tinggal di apartemen aku?" Pertanyaan terakhir Vano sukses membuat Rania terkejut.

"Terus kamu gimana?" Vano tersenyum jahil memikirkan jawaban yang akan ia lontarkan.

"Ya kita tinggal bareng lah, lebih enak." Nada jahil Vano, membuat Rania tak tahan untuk tidak memukul pundak senior tampan tersebut.

Bukannya ringisan yang seharusnya terdengar, justru tawa lebar Vano lah yang terngiang di taman itu.

"Bercanda sayang, ayo aku antar pulang. Sepeda kamu taruh sini aja, besok aku jemput! Jangan nolak!" Rania hendak protes namun diurungkan saat melihat wajah dingin dan tegas Vano.

Sesampainya di rumah, Rania segera berjalan menuju kamarnya namun saat sampai ruang makan perkataan Keisha sukses menghentikan langkahnya.

"Mulai sekarang kakek ga akan bayarin uang kuliah mu lagi!"

"Maksudnya, Non?" Rania sudah menduga akan hal ini. Setelah kondisi Haryo yang semakin memburuk, cepat atau lambat dirinya harus semakin bekerja keras.

Namun Rania tak mengira akan secepat ini, terlebih tabungannya belum cukup untuk membayar uang semester depan.

"Dengar ya kesayangan Kakek! Mulai sekarang segala macam pengeluaran mu sudah bukan urusan kakek maupun urusan kita! Jadi ya terserah kau mau cari uang seperti apa, kita engga perduli, bahkan kau ingin jual diri juga terserah." Rania memejamkan mata mendengar perkataan menusuk dari Keisha.

Bahkan ketika Keisha pergi Rania masih memejamkan matanya, ia berusaha menghilangkan setiap penekanan dari kata-kata Keisha tadi.

Setelah semalaman berkutat dengan pikirannya, Rania akhirnya memutuskan untuk bekerja sampingan di restoran milik temannya.

Tak besar memang gajinya, namun pekerjaan yang santai dan tidak mengganggu kuliah adalah hal yang penting untuk saat ini, setidaknya sampai Rania menemukan pekerjaan yang sesungguhnya.

-

"Kenapa baru cerita sekarang?" Rania menghela napas mendapati nada kecewa dalam pertanyaan Vano.

Dua minggu sudah Rania dan Vano jarang bertemu karena kesibukan keduanya, Vano menyadari ada yang tidak beres dan ia pun segera menemui Rania di kelasnya setelah jam perkuliahannya usai.

Rania akhirnya menceritakan semua pada Vano. Merasa tidak berguna, Vano begitu kecewa pada dirinya sendiri karena baru mengetahui kesulitan yang dialami Rania.

"Aku engga sempat cerita Van, kamu lagi fokus skripsi dan aku nggga mau ganggu." Rania mencoba menjelaskan, ditatapnya Vano dalam-dalam.

"Aku masih bisa menyelesaikan masalah ini, kamu fokus sama skripsi kamu, ya." Bujuk Rania yang kini telah menempatkan kedua tangannya di pipi Vano.

"Aku selalu ada buat kamu, jangan pernah ngerasa sendiri." Rania tersenyum bahagia mendengarnya tanpa sadar ada tatapan terluka dan marah dari seseorang di sebrang sana.

Akhir-akhir ini berat badan Rania turun drastis, bukan hanya karena restoran yang semakin ramai, tapi karena pekerja restoran tersebut yang sedikit berkurang.

Teman Rania berkata bahwa pemilik restoran tersebut bukan lagi dirinya melainkan kakaknya yang tak lain adalah teman kuliah Keisha. Tak ingin berpikir negatif Rania hanya perlu bertahan sampai menemukan pekerjaan baru.

-

"Nak, Kalau semisal nenek tinggal 3 minggu kedepan engga papa?" Rania yang sedang belajar, dikagetkan oleh perkataan sang nenek yang kini tengah berdiri di depan pintu.

"Kok tiba-tiba, Nek? ada apa?" Sang nenek mulai mendekati Rania dan mengelus rambut cucunya dengan sayang.

"Pak Haryo semakin parah keadaannya, keluarga sepakat untuk memindahkan beliau ke Singapura." Jelas sang nenek.

"Lalu untuk apa Nenek di sana? Kan sudah ada suster." Seakan kurang puas dengan jawaban sang nenek, Rania mulai gelisah dan bertanya kembali.

"Nenek juga engga tahu. Tapi kata Nyonya Farah, ada sepupu Pak Haryo yang akan ikut. Nyonya Farah menyuruh nenek untuk menemani dan membantu dia selama di Singapura." Rania jelas merasa ada yang janggal di sini, namun ia tak lagi ingin melanjutkan rasa penasaran nya.

"Kamu engga papa kan kalau nenek tinggal?" Dengan berat hati Rania mengangguk.

Setelah ikut mengantar neneknya ke bandara, Rania segera pergi ke kampusnya. Keisha yang juga ada jadwal kuliah enggan memberi tumpangan pada Rania. Bodohnya Rania lupa membawa dompet, segera ia menghubungi Vano menggunakan ponsel jadulnya.

"Halo Van, kamu sibuk engga? aku boleh minta tolong jemput di Bandara?" Sekilas Rania melihat lirikan tajam Keisha yang berhasil membuatnya meringis seketika.

"Nanti aku ceritain... Iya, aku tunggu ya... Makasih Van." Berbarengan dengan tertutupnya pembicaraan antara Rania dan Vano, saat itu juga Keisha pergi dan sengaja menyenggol bahu Rania.

"Rania! sudah tahu itu jalanan, minggir dong!" Farah yang tak melihat secara keseluruhan, terpancing emosi melihat Keisha yang sempat terhuyung karena menyenggol Rania.

"Maaf." Rania berusaha bangun, saat tersenggol tadi dirinya tidak siap dan akhirnya terjatuh.

"Huh! Dasar emang kamu, ingat ya saya tidak mau tahu, untuk kedepanya kamu yang akan gantikan kerjaan nenek kamu!" Setelah mengucapkan itu Farah, suaminya dan juga Keisha pergi meninggalkan Rania.

Rania menghela napas dan sejenak memejamkan mata, pekerjaan yang menyita waktu serta tenaga sudah menantinya.

Rania menghempaskan rasa sesak di hatinya, bukan saatnya untuk mengeluh, ia harus bekerja keras untuk masa depannya dan orang-orang yang dicintainya.

2. "Kamu ga pantas di sini ngerti?!" (part 2)

Rania menghempaskan rasa sesak di hatinya, bukan saatnya untuk mengeluh, ia harus bekerja keras untuk masa depannya dan orang-orang yang dicintainya.

-

Sudah 2 bulan lamanya Haryo di rawat di Singapura dan sampai saat ini, Rania berusaha bertahan atas segala macam tekanan yang diberikan oleh keluarga Haryo di rumah itu.

Pekerjaan Rania seakan tidak ada habisnya, mulai dari pagi ia berangkat kuliah, lalu siang menjelang sore ia harus pergi bekerja hingga malam. Tentu saja pekerjaan rumah masih sempat ia selesaikan walau terkadang harus bolak-balik.

Rania memang tidak sendiri mengurus rumah tersebut, masih banyak pembantu lain yang juga bekerja di rumah itu. Namun entah mengapa pekerjaannya lebih banyak dan sedikit lebih berat dari yang lain.

Rania bahkan tidak memiliki waktu untuk Vano. Ingin rasanya Vano membantu tapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh Rania, mengingat kesibukan Vano akan skripsinya membuat Rania tidak ingin menyusahkan kekasihnya itu.

"Rania, nanti bisa kan kerja kelompok? Kita harus terjun ke lapangan soalnya." Rania meringis kecil mendengar nada kesal yang terselip di perkataan temannya.

Rania sadar ia sering kali mangkrak dari survey lapangan, meskipun ia selalu mengerjakan tugas bagiannya, namun survey lapangan juga perlu kontribusi darinya.

"Maaf, Sil. Aku engga bisa untuk sekarang." Seperti yang Rania duga respon kecewa dan sinis pasti akan didapatinya. Jangankan mereka, bahkan Rania pun kecewa dengan dirinya sendiri.

"Terus bagaimana, Ran? Tugas kita 60% di lapangan, ini survey terakhir, minggu depan kita presentasi. Bukannya apa, Ran. Tapi yang lain juga ingin mengejar nilai." Rania benar-benar merasa bersalah apa yang dia harapkan begitu sulit menjadi kenyataan.

Ia hanya berharap dapat menjalankan perkuliahan dengan baik, namun keadaan selalu tak memihak kepadanya.

"Baiklah kalau begitu, Sil. Aku engga papa dikasih nilai seadanya, kalau semisal aku bisa atur waktu aku akan langsung ke lapangan. Oiya, kalau semisal tugas bagian aku kamu lebih kan juga engga papa kok, dan kalau kalian nanti ada kesulitan pasti akan aku bantu." Jelas Rania dengan tatapan penuh harap dan sesal, helaan napas terdengar dari lawan bicaranya.

"Sorry banget ya, Sil. Aku juga sebenarnya mau ikut terjun lapangan, tapi keadaan aku sulit. Aku usahakan semampuku untuk membantu." Rania menyatukan kedua telapak tangannya tanda memohon.

"Yasudah, nanti aku usahakan kamu dapat nilai aman, Aku engga janji nilai sempurna, ya." Rania tersenyum lega dan berucap syukur saat itu juga.

"Makasih banget, Sil." Ucap Rania yang diangguki oleh temannya itu.

-

Restoran yang mulai sepi, membuat Rania memiliki keberanian untuk meminta ijin agar dapat pulang lebih awal, ia ingin ikut kelompoknya untuk terjun lapangan.

Saat Rania menghadap pada kepala penanggung jawab tempatnya bekerja, tak beberapa lama datang si pemilik restoran yang tak lain adalah kakak dari teman Rania, ia tak datang sendiri melainkan bersama para temannya.

"Mau kemana kau?! Enak saja mau ijin, saya memberikan gaji bukan untuk main-main tapi untuk kerja!" Rania tersentak kaget mendapati perkataan dari bos tempatnya bekerja.

"Tapi saya ada urusan Non, saya janji besok saya akan lembur." Rania tak ingin menyerah, kepala penanggung jawab di sebelahnya pun hendak membantu, namun perintah mutlak dari bosnya tak bisa dibantah.

Rania tertunduk lesu dan kembali ke belakang, namun netranya tak sengaja melihat Keisha yang tersenyum senang pada bosnya tadi, tak lama ia mendapati senyum mengejek dan pandangan sinis dari Keisha dan juga dari teman-temannya. tanpa menggubrisnya lebih lama, Rania segera bergegas ke belakangan.

-

Hari yang cukup melelahkan bagi Rania. Setelah selesai menutup restoran Rania langsung berlari pulang, ia lupa menyiapkan makan malam untuk orang-orang di rumah. Di tengah jalan ia mendapati pesan dari satpam rumah bahwa semua orang rumah baru saja pergi ke Singapura.

Rania panik dan juga gelisah karena tiba-tiba pikirannya terlintas akan kesehatan Haryo, kakek tua yang selama ini memberikannya kasih sayang juga pembelaan. Rasa khawatir Rania membuatnya tak fokus berjalan hingga tak menyadari sebuah mobil melaju kencang dari arah kanannya.

Tinnn...

Rania terkejut bukan main, ia hendak berlari namun kakinya malah keseleo dan membuatnya terjatuh. Rania memejamkan matanya melihat mobil yang semakin mendekat, namun setelah menunggu 10 detik ia merasa tidak terjadi apapun, hanya suara rem yang begitu memekakkan telinganya.

Tepat saat Rania membuka matanya saat itu juga terdengar suara bantingan pintu dari mobil tersebut. Jantung Rania berdetak keras, sedetik kemudian matanya melotot mendapati sosok pemilik mobil.

"Pak Kevin!" Tak kalah terkejut dari Rania, Kevin pun terlihat kaget dan juga khawatir. Namun rasa keterkejutannya dapat disembunyikan dengan cepat oleh dosen idaman banyak mahasiswi tersebut.

"Kamu tidak papa?" Tanya Kevin memastikan sedangkan Rania masih terkejut, ia menjawab dengan gelengan sambil memegang kakinya yang sakit. Kevin menyadari hal tersebut, dengan segera ia membopong Rania ke dalam mobilnya.

"Eh, Pak!" Rania hendak Protes namun pelototan tajam Kevin menghentikannya.

"Saya akan obati kamu dulu, kebetulan rumah saya tidak jauh dari sini." Rania hanya mengangguk, dirinya masih takut dihadiahi pelototan oleh dosen di sampingnya itu.

-

Begitu sampai rumah Kevin, Rania segera membuka pintu dan hendak keluar, namun dirinya lupa akan kakinya, sehingga detik selanjutnya pekikan kesakitan terdengar dari bibir mungil Rania.

Kevin menggelengkan kepala mendapati kelakukan merepotkan salah satu mahasiswinya itu, dengan segera ia keluar mobil dan menghampiri Rania.

"Kakimu tambah parah, bengkaknya semakin besar." Rania menahan tangisnya namun tidak bisa, setetes demi setetes air matanya jatuh.

Rupanya selain keseleo kakinya juga mendapatkan luka yang menganga, tak banyak memang darah yang keluar tapi begitu perih rasanya ketika Kevin menyentuh luka itu.

"Eh! apa ini sakit? Ya ampun ini berdarah." Kevin sedikit panik mendapati Rania yang menangis, juga luka yang menganga lebar di kakinya.

Segera Kevin menggendong Rania ala bridal style. Kaki Rania sempat tersenggol pintu saat hendak masuk, ringisan Rania semakin membuat Kevin panik, ia juga merasa bersalah karena tidak hati-hati.

Dengan segera Kevin meletakkan Rania di kursi ruang tamunya. Sekali lagi karena ketidak hati-hatian Kevin, kaki Rania kembali terpentok. Kali ini lebih parah karena luka Rania mengenai pinggiran meja, sehingga membuat luka itu semakin lebar dan dalam.

"Aduh! Sakit!" Rania reflek teriak dan semakin menangis, Kevin berulang kali mengucapkan maaf.

Dengan hati-hati Kevin mengobati kaki Rania, dalam hati ia menyesal tidak membawa Rania ke rumah sakit. Ia berpikir rumahnya jauh lebih dekat dari pada harus ke rumah sakit yang memerlukan 30 menit untuk perjalanan ke sana.

Namun melihat luka Rania yang tambah parah, dan raut kesakitan yang tak pernah lepas dari wajah ayu mahasiswinya itu, membuat Kevin merutuki keputusannya.

"Terimakasih Pak Kevin dan maaf merepotkan, saya akan pulang sekarang." Kevin mengernyit heran mendengar ucapan Rania, pasalnya keadaan Rania tidak bisa dikatakan baik.

"Kamu yakin?" Tanya Kevin memastikan, Rania mengangguk mantap dan dengan pelan ia berusaha berdiri namun kembali duduk karena kakinya masih terlalu sakit.

"Nanti dulu Rania, tunggu baikan dulu." Rania menggeleng keras membuat Kevin pasrah.

Dengan cepat Kevin membawa Rania ke dalam gendongannya, sejenak mereka saling bertatapan, Rania melihat tatapan berbeda dari Kevin namun suara petir segera menyadarkan mereka.

"Tuh kan, Hujan. Itu artinya kamu tidak boleh pulang dulu." Kevin kembali mendudukkan Rania di atas kursi.

"Tapi kan, kita naik mobil pak." Kevin terdiam sesaat mendengar perkataan Rania.

"Saya tidak mau menggendong kamu sambil hujan-hujanan dan juga kaki kamu jauh dari kata baik, Rania." Tegas Kevin. Rania hendak protes namun dirasa percuma, akhirnya ia hanya bisa diam dan menunggu hujan reda serta keadaan kakinya membaik.

"Sepertinya, hujannya akan lama dan saya harus lembur malam ini. Kamu menginap saja karena saya tidak mungkin mengantarkan kamu. Itu perintah!" Kevin seakan tahu Rania akan protes, dengan segera ia memberikan perintah mutlak yang seperti dugaannya, tidak ada perlawanan dari Rania. Meskipun gadis itu sempat terkejut dan menatapnya tajam, namun setelahnya Rania memejamkan mata dan menghembuskan napas pelan.

Rania benar-benar lelah ia tak ingin berdebat, istirahat adalah hal yang diperlukan saat ini. Rania sangat bersyukur Keisha dan kedua orang tuanya tidak ada di rumah, Rania tidak perlu mencari alasan atau jawaban jika ditanya mengapa tak pulang malam ini.

Namun detik berikutnya ia tersenyum miris, memangnya adakah seseorang yang akan mengkhawatirkannya? Tanpa Rania sadari segala macam perubahan raut wajahnya telah diperhatikan oleh Kevin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!