NovelToon NovelToon

Aku Kekasih Halalmu

Aku Kekasih Halalmu • Hana dan Pikirannya

Langkah kaki yang terdengar dengan jelas itu menjadi backsound pagi dari keluarga ini. Evan –sang kepala keluarga yang sedang membaca koran ditemani kopi dan Lidia –sang istri yang tengah menyiapkan sarapan untuk dua orang yang ia sayangi.

“Ma, Pa, Hana berangkat dulu ya,” kata Hana sambil berjalan menuju orang tuanya yang akan sarapan. Hana bersalaman lalu mencium kedua pipi orang tuanya.

“Sekarang? Nggak makan dulu?” tanya Lidia setelah ia selesai menghidangkan makanan dan duduk di samping Evan. Evan pun segera melipat korannya dan menaruh dimeja. Pria itu menatap putrinya yang berdiri disampingnya. Ia tersenyum.

Sejenak, Hana melihat jam yang ada dipergelangan tangan kirinya, yang kemudian langsung menggeleng. “Aku sarapan dikampus aja deh, Ma. Takut telat.”

“Berangkat sama siapa?” tanya Evan. Tangannya mengambil kopi dan menyeruput minuman itu.

“Galang, Pa,” jawab Hana. “Yaudah aku pergi dulu. Galang udah nunggu di depan. Bye, Ma, Pa.”

Hana pun segera keluar rumah, setelah melihat anggukan dari mama, sedangkan papa-nya hanya diam tidak mengeluarkan suara apapun.

“Hati-hati!” teriak Lidia.

Lidia menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian tangannya bergerak untuk mengambil makanan untuk sang suami. Setelah itu meletakkan piring yang sudah berisi nasi dan lauk-pauk itu di depan Evan.

“Terimakasih,” kata Evan pada istrinya. Senyuman yang terlihat terpaksa dimata Lidia. Ia pun langsung menggenggam jemari Evan dan tersenyum. Evan pun membalas genggaman sang istri.

“Papa nggak mau bilang aja sama Hana? Aku yakin Hana pasti bakalan ngerti, kok.” Evan menghela napas pelan dan tersenyum. Laki-laki itu menggeleng.

“Aku tahu, aku punya hak untuk melarang Hana biar nggak berhubungan lagi dengan laki-laki manapun. Tapi Hana juga berhak untuk menentukan pilihannya. Kalau laki-laki pilihan Hana benar-benar baik, aku yakin suatu saat dia akan berubah.”

“Kalau nggak?” tanya Lidia langsung membuat Evan terdiam beberapa saat.

“Tuhan punya cara untuk memisahkan Hana dengan laki-laki yang tidak pantas untuknya.”

***

“Maaf, ya, lama,” kata Hana saat baru saja masuk ke mobil Galang –pacarnya.

Galang pun yang sedang berbalas pesan langsung menoleh dan segera menyimpan ponselnya saat mendengar suara Hana. Ia balas tersenyum dengan lembut. “Nggak papa. Aku juga baru sampai.”

Hana tersenyum dan mengangguk. “Makasih. Yaudah, yuk, berangkat.”

Galang lantas melajukan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah Hana menuju kampus.

***

Nissan Lannia milik Galang membelah jalanan ibu kota yang cukup ramai. Perjalanan menuju Universitas Mandala –kampus Hana dan Galang, memakan waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit

menggunakan kendaraan. Suara bising yang berada diluar berbanding terbalik dengan suasana yang ada didalam mobil.

Galang fokus pada jalanan dan Hana yang sibuk memandang keluar sepeti sedang memikirkan sesuatu. Hana sadar dan tahu betul kalau ada yang berubah dari papanya. apalagi ketika ia bicara mengenai Galang, ekspresi papa langsung berubah dan seperti memikirkan banyak hal.

Padahal dulu, diawal mereka pacaran, papa selalu bersikap baik –bukan berarti sekarang tidak baik. Hanya saja, papa tidak lagi seterbuka itu ketika Galang bertamu kerumahnya.

Hana lalu berpindah menatap Galang yang masih menyetir dengan fokus. Pacarnya itu selalu tampil tampan dengan gaya apapun. Tidak mengherankan jika laki-laki ini selalu memiliki daya tarik tersendiri ketika ia melewati orang ramai. Termasuk Hana yang yang langsung terpikat ketika Galang menolongnya saat terkena bola di SMA dulu. Itulah saat pertama kali mereka bertemu dan saling kenal.

Sekarang bahkan laki-laki yang penuh karisma itu sudah menjadi miliknya sejak tiga tahun yang lalu. Hana tersenyum tipis.

Diperhatikannya laki-laki-nya dari samping dengan lekat. Hari ini, Galang memakai celana jeans hitam dipadu baju kemeja kotak-kotak biru tua yang lengannya ia gulung hingga siku. Dipergelangan tangan kanannya juga terdapat jam tangan yang ... nampaknya baru saja dibeli laki-laki itu.

Sempurna. Satu kata yang selalu menggambarkan penampilan Galang bagi Hana. Sepatu yang digunakan laki-laki itu juga menambah kesempurnaan untuknya. Tidak ada yang kurang.

“Kenapa, ada yang salah sama penampilan aku?” tanya Galang. Laki-laki itu membagi fokusnya antara jalanan dengan Hana, karena dari tadi ia merasakan tatapan intens dari sebelahnya. Ternyata Hana memang sedang memperhatikannya dengan baik.

Hana menggeleng. “Mana pernah penampilan kamu mengecewakan,” ucap Hana dengan tegas, membuat Galang tertawa pelan dan mengacak rambut pacarnya itu dengan gemas.

Hana juga ikut tertawa dengan pelan. “Bisa aja,” kata Galang.

Setelahnya Galang kembali fokus pada jalanan. Perempuan yang hari ini rambutnya digerai itu kembali menoleh ke jendela lagi, memperhatikan dedaunan yang melambai karena terpaan angin.

Mereka sudah memasuki perkarangan kampus, dan disambut dengan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dikiri dan kanan. Hingga tidak lama, akhirnya mereka sampai diparkiran fakultas Hana. Saat Hana sibuk membuka seatbelt-nya, helaan napas terdengar olehnya.

“Kenapa?” tanya Hana dengan kening mengkerut.

Galang menunjukkan ponselnya. “Nggak jadi masuk.” Hana tergelak, pun dengan Galang.

“Hari ini cuma satu mata kuliah?” Galang mengangguk.

“Terus kamu mau kemana? Pulang?”

Laki-laki itu menggeleng. “Aku mau ke kafe aja, soalnya yang lain mau kesana juga. Sambil nunggu waktu kamu pulang. Kamu hari ini berapa mata kuliah?”

“Dua mata kuliah, jam 9 sama nanti jam 1 siang.”

Galang mengangguk. “ Nanti kabari aku, ya, kalau udah pulang.”

Hana tersenyum dan mengangguk. “Yaudah, aku duluan. Sampai jumpa nanti,” katanya lalu turun dari mobil.

Setelah Galang meninggalkan parkiran, barulah Hana menuju kelasnya. Ia berjalan sambil menggenggam beberapa buku tebal ditangannya.

***

Hana Hafizah. Perempuan dua puluh dua tahun yang berkuliah di Universitas Mandala, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dengan Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan saat ini sudah menginjak semester 6.

Banyak pembelajaran yang ia ambil sejak kuliah bahkan dengan berani mengambil Prodi PG PAUD, karena sejujurnya Hana dari dulu sangat menginginkan kuliah di Hubungan Internasional. Tetapi sayang, nilai yang ia gapai tidak mencukupi harapannya agar bisa mengambil prodi tersebut.

Hingga berakhir di prodi yang cukup membuat sedikit memberontak awalnya. Namun dengan kesungguhan jika apa yang telah ia gapai saat ini memanglah jalannya, dan bukan kesalahan.

Pertama kali Hana mulai duduk dibangku kuliah dan belajar, perempuan itu cukup merasa surprised dengan mata kuliah yang ia jalani. Ia merasa sedikit capek ketika pembelajaran yang ia pelajari tidak semudah saat ia bertepuk tangan dengan gembira bersama anak-anak, karena sejujurnya prodi ini jauh lebih dari itu.

“Hana!”

Perempuan yang baru saja duduk dibagian paling belakang itu menoleh ketika namanya dipanggil.

“Kenapa?” katanya lalu mengarahkan Nengsih–teman dekat yang memanggilnya itu untuk duduk disampingnya.

Nengsih lalu duduk dan menyender dibangkunya. “Nggak papa, sih. Mau nyapa doang dan gue cuma berharap Dosen nggak masuk. Habis itu ke kantin, makan. Laper banget gue.”

Mendengar itu, Hana hanya geleng-geleng kepala. Tidak heran dengan temannya yang satu ini selalu meminta dosen agar tidak datang.

“Btw ...” Nengsih nampak ragu melanjutkan ucapannya. Ini perihal hubungan Hana yang sama sekali tidak bisa diikut campurkan begitu saja olehnya. Tetapi Galang –bukan laki-laki yang baru saja dikenalnya. Dia sudah lama mengenal Galang, dan Nengsih cukup tahu bagaimana tabiat buruk yang dimiliki Galang.

Saat ia baru saja sampai dikampus, Nengsih melihat Galang sedang …

“Apa?” Hana mengerutkan keningnya menunggu Nengsih melanjutkan perkataannya, tetapi perempuan itu malah diam sambil menatapnya dengan serius. Membuat Hana semakin bingung dan deg-degan.

“Hubungan lo sama Galang masih jalan?”

Hana sangat tidak mengerti alasan kenapa tiba-tiba Nengsih menanyakan hal yang seperti itu. Alisnya langsung terangkat sebelah.

***

Aku Kekasih Halalmu • Teka-teki Tanpa Aba-aba

Setelah mata kuliah pertama-nya selesai pada pukul sebelas lewat beberapa menit, sekarang Hana sudah berada diperpustakaan Universitas Mandala. Ada beberapa buku yang harus dicarinya untuk dijadikan referensi tugas, tetapi memang dia yang salah tempat, alhasil perempuan itu hanya menghabiskan waktunya dengan membaca sebuah novel yang sudah ia ambil sebelumnya. Ia membaca sambil bertopang dagu.

Hal ini dikarenakan buku yang ia cari tidak ada di sini, dan harusnya perempuan itu mencarinya di perpustakaan Fakultas ataupun perpustakaan prodi. Buku-buku tentang PAUD memang sangat sulit untuk dijumpai, disebabkan prodi PG PAUD baru akhir-akhir ini mulai diperbincangkan. Sehingga untuk referensi masih disiapkan oleh Universitas ataupun dosen-dosen PAUD.

Hana duduk seorang diri karena Nengsih tidak pernah ingin ke perpustakaan. Tidak hanya malas, perutnya lebih penting dibanding tugas yang akan dikumpul minggu depan.

“Selagi masih bisa SKS, ngapain sekarang?” menjadi pegangaan Nengsih selama menjadi seorang mahasiswa.

Well, ngomong-ngomong soal Nengsih, perempuan yang bernama lengkap Nengsih Ayuningtyas itu berasal dari Bandung, Jawa Barat. Tidak sesuai namanya yang terdengar ayu, elegan, anggun, dan tentunya manis. Nengsih sangat tomboy dan tidak ada anggun-anggunnya.

Nengsih kebetulan kuliah di jurusan Keguruan, mengharuskannya menggunakan rok. Jika tidak, maka ia tidak akan sudi mengenakannya. Rambutnya selalu dicepol, Hana bahkan berani jamin jika Nengsih jarang menyisir rambutnya kalau bukan sedang ada kelas. Kaki yang tidak pernah lepas dari sepatu. Tidak seperti perempuan lain yang akan memilih mengenakan flat shoes.

Gelang hitam yang tidak lepas dari pergelangan tangan dan wajah yang sama sekali tidak pernah tersentuh sama yang namanya make-up.

“Hubungan lo sama Galang masih jalan?”

Tiba-tiba fokus Hana untuk membaca novel hilang. Perempuan itu tiba-tiba teringat pertanyaan nengsih soal hubungannya dengan Galang.

“Maksud lo?” Hana nampak tidak mengerti kenapa Nengsih tiba-tiba menanyakan perihal hubungannya.

Nengsih mengedikkan bahunya. “Nggak maksud apa-apa. Gue cuma nanya doang. Kan, lo udah lumayan lama sama Galang. Jadi, wajar, kan, gue nanya kayak gitu?”

“Tapi ini bukan lo yang bakalan nanya-nanya begini,” kata Hana.

Nengsih memilih tidak menjawab dan fokus pada ponselnya. Sedangkan Hana masih menatap teman dekaatnya itu dengan kening mengkerut.

“Lo … nyembunyiin sesuatu?”

Nengsih kembali menatap Hana saat login mobile legend tinggal menunggu war. Perempuan itu menampilkan senyum manisnya. “Tahu atau enggaknya gue tentang sesuatu, kalau itu menyangkut lo sendiri, mending lo aja yang langsung tahu atau orang yang bersangkutan yang ngasih tahu lo. Karena, gue yakin manusia kalau udah jatuh cinta, perkataan orang lain bagaikan pasir diatas batu yang diterpa angin ribut. Nggak bakalan ada yang nyangkut.”

Hingga kelas pertama usai dan Hana yang sudah ada diperpustakaan, omongan Nengsih masih terbayang oleh-nya. Tidak hanya papa-nya saja yang mengundang teka-teki untuknya, Nengsih juga ikut memberikan teka-teki yang membuatnya semakin pusing. Lagi pula, tumben sekali manusia seperti Nengsih itu berbicara seperti tadi?

***

Jarak antara perpustakaan utama dengan Fakultas Hana cukup jauh. Setelah selesai membaca –walaupun hanya membaca novel dan lebih banyak kepikiran soal omongan Nengsih, Hana keluar dari perpustakaan dan menuju ruang kelasnya. Karena jam sudah menunjukkan pukul 1 untuk mata kuliah berikutnya.

Matahari yang terik menemani perjalanan Hana menuju kelas. Flat shoes hitam, kaus kaki semata kaki, rok dasar bergaya span, tank top hitam, dan cardigan rajut putih menunjang penampilannya ke kampus hari ini. Serta rambut yang dibiarkan tergerai dan totebag.

Setelah sampai diruang kelas, Hana segera mengambil tempat dan duduk disebelah Nengsih yang tadi melambai padanya. Perempuan itu sedang meminum boba kesukaannya dan menawarkannya pada Hana. Dengan senang hati Hana menyeruputnya, kebetulan sekali ia sangat haus.

“Haus, Bun?”

“Banget.” Nengsih geleng-geleng kepala.

“Dari mana, sih, emangnya?” tanya Nengsih karena ia melihat keringat Hana yang lumayan banyak.

“Perpustakaan.”

“Fakultas atau Prodi?"

Hana menggeleng. “Universitas.”

Nengsih melongo lalu menyentil kening Hana dengan kesal.

“Auh! Apaan sih?!” bentak Hana tidak terima karena perempuan itu tiba-tiba menyentil keningnya yang tentu saja sangat sakit.

Nengsih juga langsung mengambil paksa minumannya yang masih dipegang Hana. “Lo ngadem? Udah tahu nggak ada buku PAUD di sana. Ngapain kesana, hm?”

“Iya. Ngadem. Puas lo!” balas Hana nge-gas.

Nengsih tertawa mendengarnya. “banget,” katanya lalu menyeruput minumannya membuat Hana berdecak.

Mengenai anggota kelas, semua anggota kelas dikelas Hana ini perempuan. Maklum saja, Keguruan apalagi prodi PG PAUD, sangat jarang diminati oleh laki-laki. Meskipun begitu, diangkatan Hana masih ada satu laki-laki, tetapi dikelas yang berbeda.

Semuanya sudah hadir, namun sang dosen belum juga datang. Saat ditanya pun pada ketua kelas, jawabannya ‘belum dibalas sama Ibu’. Jadilah mereka menunggu hingga tiga puluh menit berlalu.

“Riska, gimana? Udah ada kabar belum? Udah lewat dari setengah jam nih, ngantuk banget gue, sumpah,” teriak Lana pada Riska setelah sepuluh menit berlalu, kabar dari dosen masih belum ada.

Riska –ketua kelas yang dipanggil pun menoleh. Ia yang sedang duduk bersama teman-temannya sambil bermain tik-tok pun melirik ponselnya sebentar, dan yang lain ikut menyimak sambil menunggu.

Riska kemudian mengangkat ponselnya. “Belum. Di read aja belum sama Ibu. Kalian sabar, yaa.” Terdengar helaan napas dan decakan dari semua anggota kelas.

“Asem! Dikira nggak capek apa, nunggu!”

“Kuat, kok gue. Kuat. Nunggu doi selama bertahun-tahun aja, kuat. Apalagi ini.”

“Cukup jemuran aja yang digantung, yang ini jangan, deh.”

“Dosen, woi! Dosen! Sabar!”

Begitulah keluhan yang terdengar sebagai bentuk kekesalan mereka ketika masih harus menunggu. Entah berapa lama lagi mereka harus duduk diam diruangan ini tanpa kepastian.

Terlebih Nengsih yang sudah mengeluarkan sumpah serapahnya sejak tadi. Membuat Hana yang mendengarnya hanya bisa tertawa sambil berkata, “sabar, yaa.”

***

Tiga puluh menit kemudian kembali berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda jika mereka akan pulang. Ada yang bermain ponsel, bercerita, berfoto, berjoget, dan sebagainya. Mereka melakukan hal itu untuk melawan kebosanan yang sudah melanda sejak tadi.

Ting!

Riska yang dari tadi masih asik berjoget tik-tok dengan teman-temannya pun langsung membuka ponsel ketika ada pesan masuk. Saat itu juga setelah membuka dan membaca chat tersebut, sang ketua kelas tersenyum dengan sangat lebar.

Ibu Nina Dosen

Hari ini saya tidak bisa masuk.

Kita ganti hari saja yaa.

Anak saya lagi di rawat.

Riska

Baik, Bu.

Akan Riska sampaikan ke teman-teman ya Bu.

Ibu Nina Dosen

Makasih

Riska

Sama-sama Ibu

“Woi! Ibu nggak masuk. Kita bakalan ganti jadwal!” Riska langsung meneriaki informasi yang ia dapat dan seketika kelas menjadi heboh.

“Gitu dong! Dari tadi kek.”

“Tahu, nih. Malah disuruh nunggu dulu.”

“Udah, nggak usah Bacot. Mending langsung pulang.” Riska segera menyudahi bacotan anggotanya, dan hanya menampilkan cengiran khas gigi rapi pada sang ketua.

Kemudian kelas bubar dan semuanya kembali pada kost dan rumah masing-masing.

***

Aku Kekasih Halalmu • Cerita Tidak Terduga

Hana dan Nengsih duduk digazebo depan kelas–ruangan J8 yang disampingnya terdapat lapangan bola kaki FKIP, yang baru saja bubar karena dosen yang berhalangan masuk dan akan ganti jadwal. Mereka–khususnya Hana, sedang menunggu Galang yang sudah diperjalanan untuk menjemputnya. Ditemani WI-FI prodi, keduanya dengan senang hati tetap berada digazebo itu walaupun sudah lebih dari dua puluh menit mereka duduk di sana.

Hana hanya menonton sambil scroll beberapa aplikasi dan itu sangat membuatnya bosan. Sedangkan Nengsih masih asik menonton Youtube, sangat jelas karena mereka duduk bersebelahan, juga suara yang terdengar olehnya.

Hana lalu mematikan ponsel miliknya kemudian mengintip apa yang ditonton Nengsih. “Lo nonton apaan?” tanyanya sambil melirik tontonan sahabatnya itu.

Nengsih menoleh. “Hm? Ini, DMS,” jawabnya dan melanjutkan tontonannya lagi.

Hana mengangguk kemudian ikut menonton. “Gue lebih sering KBP, sih.”

“Jadi lo suka nonton yang beginian juga?” perempuan kuncir kuda itu menatap Hana lagi.

Hana mengangguk. “Suka. Kalau lagi bosan aja, sih, baru gue nonton. Lagian di KBP mereka per-part gitu. Ada ngobrol-ngobrol, abis itu baru mereka melakukan penelusuran.”

“DMS?” tanya Nengsih pada Hana.

“Kalau DMS, sepupu gue, sih, yang sering nonton. Kalau dia nonton, gue ikutan. Bahkan sampai ketiduran.” Hana tertawa ringan, begitu juga Nengsih.

“Bisa-bisanya nonton yang kayak gini, lo ketiduran.” Hana hanya mengedikkan bahunya tanda tidak tahu kala Nengsih mengatakan hal yang seperti itu.

Mereka masih menonton youtube sambil terus mengobrol, dengan posisi bersebelahan dan Nengsih yang memegang ponselnya untuk mereka tonton berdua.

“Lo nggak takut emangnya nonton beginian?”

Hana mengangkat bahunya. “Takut nggak takut, sih, sebenarnya. Toh, dari kecil gue sering dirumah sendirian. Nyokap sama Bokap lebih sering keluar karena kerja. Jadi kalau soal rasa takut, nggak terlalu, sih, buat gue. Mungkin karena gue positive thinking terus kalau ada dengar suara-suara yang aneh, jadi nggak terlalu ngaruh buat gue kalau 'mereka' beneran ada. Malahan dari gue nonton yang beginian, gue jadi tahu kalau 'mereka' bisa jadi jahat, usil, bentuknya aneh, menyeramkan, dari pikiran kita sendiri. Makanya nggak usah mikir yang aneh-aneh, 'mereka' juga nggak bakalan aneh-aneh, kok,” jelas Hana panjang lebar.

Nengsih pun mengangguk membenarkan. “Bener. Gue setuju.”

“Lo emangnya nggak takut nonton yang horor gini? Lagian ini real, loh? Bahkan, kadang suara 'mereka' yang dari sana kedengeran sama kita,” tanya Hana pada Nengsih.

“Takut mah, manusiawi, Han. Siapa juga yang nggak takut kalau nonton beginian. Tapi dari sini gue juga tahu, kalau hidup kita itu berdampingan. Asal kita nggak mulai dan nggak punya pikiran yang macem-macem, 'mereka' juga nggak bakalan ngapa-ngapain kita. Kalau menurut 'mereka', 'mereka' emang kuat, toh itu cuma didunia 'mereka' Karena dasarnya manusia lebih diatas 'mereka' yang udah nggak ada didunia ini. Jadi menurut gue, takut wajar, tapi jangan jadiin itu kekuatan buat 'mereka'. Paham?”

Hana malah berdecak karenanya. “Paham gue,” jawabnya dengan nada jengkel.

Dengan senyum mengembang, Nengsih menyapu lembut rambut Hana. “Pinter banget adik gue.”

“Ih! Apaan sih lo!” Nengsih tergelak melihat wajah kusut Hana. Sangat menyenangkan membuat orang kesal baginya.

Setelah itu, mereka lanjut menonton Youtube. Tidak terlalu serius karena mereka takut membayangkan makhluk yang diceritakan oleh pemilik channel itu lalu makhluk yang ada disekitar mereka menyerupai bentuk yang mereka bayangkan. Sesekali mereka mengobrol diluar dari yang mereka tonton. Untuk menghindari bayangan yang akan muncul dikepala mereka.

Tidak lama, seseorang duduk agak berjarak dengan mereka. Dua perempuan beda fashion itu menoleh.

“Loh, belum balik, Mai? Pulangnya udah dari tadi perasaan,” tanya Nengsih bingung pada Maira –perempuan yang baru saja gabung bersama mereka.

Maira menggeleng. “Masih nunggu jemputan,” jawab Maira. Hana dan Nengsih nampak mengangguk.

“Lo darimana?” tanya Nengsih lagi, ia sudah mematikan ponselnya. Lebih tertarik untuk mengobrol dengan yang ada didepannya sekarang.

“Dari halte FISIP. Nemenin Zahra sama Lena nunggu Bis,” jawab Maira yang lagi-lagi dibalas anggukan oleh keduanya.

“Padahal FISIP ke FKIP lumayan jauh, loh, Mai,” kata Hana.

Maira tertawa kecil. “Nggak papa. Sekalian olahraga.” Hana dan Nengsih juga ikut tertawa kecil.

“Oh, iya. Aku mau cerita,” kata Maira yang menarik perhatian dua temannya itu.

“Apa?” jawab keduanya.

“Tadi waktu Riska sama yang lain lagi tik-tok-kan, ada yang ngikut, loh,” kata Maira.

Nengsih mengernyit, sedangkan Hana memilih diam.

“Lah? Kan emang harus diikutin, Mai. Kan bikin video?” ucap Nengsih.

Mendengar itu, membuat Hana memutar bola matanya lalu menoyor kepala Nengsih dari belakang. “Aish! Apaan sih, remaja tua!” kesal Nengsih.

Maira malah tertawa mendengar panggilan Nengsih untuk Hana. Sedangkan Hana melotot. “Lo juga remaja tua! Jangan ngatain gue!”

“Ya, terus ngapain lo mukul kepala gue!”

“Karena lo bego! Makanya jangan perut doang yang dipikirin!”

“Dih? Perut-perut gue, ngapain lo yang sewot?!”

Maira langsung melerai temannya yang masih meribut itu. Tetapi cukup menghiburnya. Tidak hentinya ia tertawa melihat tingkah dua orang teman yang di depannya itu.

“Udah, jangan berantem. Ntar diliat adik tingkat sama yang lain malu, loh.” Keduanya pun diam. Walaupun sempat menghela napas kasar.

“Maksud aku ada yang ngikutin itu, selain dari Riska dan yang lain. Bukan anggota kelas, dia juga bukan manusia,” jelas Risa yang membuat mata Nengsih membelalak.

“Maksudnya … hantu gitu?” bingung Nengsih dan Maira mengangguk, tetapi Hana hanya diam, karena dia sudah paham kemana arah bicara Maira.

Humaira. Gadis cantik berjilbab dan berkacamata, berwajah bulat dan pipi yang chubi serta paling pintar dikelas. Maira, panggilan untuknya, terkenal sebagai anak indigo. Hana sudah cukup lama tahu, tetapi tidak dengan Nengsih. Ia hanya tahu kalau ada anak indigo dikelasnya, tetapi tidak tahu siapa. Begitulah Nengsih.

Tidak peduli sekitar, karena baginya yang penting adalah perut.

“Terus gimana, Mai? Dia ganggu? Perempuan atau laki-laki?” Hana tentu saja penasaran dengan cerita itu.

Maira menggeleng. “Dia laki-laki, remaja. Kayaknya seumuran sama kita. Tapi dia sama sekali nggak ganggu. Dia cuma lagi jalan-jalan kayaknya. Keliling gitu. Terus nggak sengaja lihat anak-anak lagi joget pake musik gitu. Aku pikir dia langsung pergi. Eh, ternyata malah nyamperin, dan dia sempet joget. Ngikutin Riska sama yang lain. Malah aku sempet ketawa tadi. Sampai-sampai dikatain aneh sama Lena karena ketawa sendiri.” Maira kembali tertawa sambil geleng-geleng kepala saat mengingat kejadian dikelas tadi.

“Anjir.” Nengsih mengumpat, sedangkan Hana tertawa pelan.

“Itu hantu narsis juga. Tahu aja ada tik-tok,” gumam Nengsih yang semakin membuat Maira maupun Hana tertawa.

“Terus-terus?” Nengsih menagih kelanjutannya.

Begitupun dengan Hana yang sudah terwakilkan.

Maira nampak berpikir. “Eum, kalau nggak salah, Nisa masuk kelas. Tiba-tiba dia pergi gitu aja.”

“Kok bisa?” Heran Nengsih.

“Karena Nisa ada yang jagain. Jadi 'dia' langsung pergi. Kayak segan gitu nggak, sih?” Hana yang menjawab, lalu ia menatap Maira.

Maira mengangguk. “ Benar.”

“Kok, lo tahu?” kaget Nengsih.

“Maira pernah cerita kalau Nisa ada yang jagain. Turunan dari keluarga Mamahnya kayak buyutnya gitu, lah. Makanya dia takut. Segan,” jelas Hana. Nengsih mengangguk. Begitu juga dengan Maira.

Tidak lama, ponsel Maira berbunyi. “Ya udah gue duluan yaa. Udah dijemput, assalamualaikum.”

“Oke. Hati-hati yaa, Mai. Waalaikumussalam,” jawab keduanya bersamaan, dan Maira sudah berjalan menjauhi mereka menuju mobil yang sudah terparkir didepan sana untuk menjemputnya.

Tidak lama setelah itu, ponsel Hana juga berbunyi. “Yuk, Neng. Kita pulang. Galang udah diparkiran.”

Nengsih mengangguk lalu keduanya menuju parkiran. Hana ke mobil Galang, dan Nengsih ke arah motornya. Keduanya berpisah menuju tujuan masing-masing.

Sebelum ia mencapai motornya, Nengsih terus memperhatikan dua manusia yang tengah menjalin hubungan itu.

Nengsih terpaksa harus memberhentikan motornya, ketika melihat orang yang mirip dengan seseorang yang ia kenal. Dipelataran Fakultas Teknik, Nengsih menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa laki-laki yang sedang berduaan sambil saling merangkul itu adalah orang yang sama dengan seseorang yang sudah beberapa tahun ini bersama sahabatnya. Ketika wajah laki-laki itu sudah terlihat sangat jelas olehnya, secara tidak sadar, wajah perempuan itu mengeras dan mencengkram setir motornya dengan erat.

"Sialan! Gue pikir lo udah berubah, Lang. Ternyata lo masih jadi bajingan berengsek!”

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!