NovelToon NovelToon

Anak Rahasia Sang CEO

Kecelakaan

"Pelan-pelan Raka, aku takut jika kau menyetir seperti ini," tutur Amanda dengan khawatir.

Malam itu, setelah acara pesta selesai, Raka membawa Amanda pergi dari Club malam dimana acara pesta itu berlangsung. Pria itu bersikeras untuk menyetir meskipun matanya mulai merah dan ucapannya sedikit melantur.

Raka menarik Amanda sejenak agar tubuh mereka lebih dekat, lalu mencium bibirnya singkat.

"Aku bisa kok sayang, jangan khawatir," ucap Raka seraya melepaskan tubuh Amanda.

"Nggak, ini nggak benar, kamu harus fokus menyetir Raka. Jangan menggodaku!" ketus Amanda.

Raka menyunggingkan senyum tipisnya. Meskipun ia dalam keadaan sedikit mabuk akibat menegak banyak wine malam ini, ia tidak kehilangan kesadarannya.

"Kau yang menggodaku, Amanda. Bibir dan tubuhmu membuatku gila."

"Raka!"

Pria itu pun terkekeh. Ia merasa gemas dengan kekasih yang telah 3 tahun mendampinginya itu.

Amanda merasa malu, karena selama menjalin hubungan, baru kali ini Raka menyentuhnya. Tapi malam itu, Raka melakukannya di saat Amanda sedang mabuk berat.

Raka memang menyewa sebuah ruangan VIP saat ia mulai menyadari bahwa Amanda mulai mabuk. Ia tidak ingin semua teman-temannya memandangi reaksi Amanda yang mulai melantur.

"Sayang, apa kau masih malu padaku?" tanya Raka sambil membelai rambut Amanda dengan satu tangannya.

"Aku...ah sudahlah jangan dibahas dulu. Kita bahas jika sudah tiba di rumahku, Raka. Kau harus fokus menyetir  jangan sambil menyentuhku begini," omel Amanda.

"Amanda Rabila, wine itu tidak akan membuatku mabuk sayang. Aku berbeda denganmu."

"Iya tapi...."

"Sssstttt," Raka menempelkan telunjuk di bibir Amanda.

"Jangan mengeluarkan suara seksi mu, aku jadi ingin memakan mu."

"Kau sangat nakal!" sahut Amanda pura-pura kesal.

Mendengar itu, Raka pun kembali tertawa. Rasa mabuk bersama Amanda membuat segalanya menjadi terasa lebih menyenangkan baginya.

Tertawa Raka sangat lepas, hingga tubuhnya bergetar. Amanda hanya menggelengkan kepala melihatnya, Raka sangat sulit dinasehati.

Sementara mereka bersenang-senang, Raka tak menyadari jika di depannya sedang melintas sebuah truk besar dengan arah yang berlawanan.

"Raka, fokus sayang," tegur Amanda.

"Jangan khawatir sayang," sahut Raka tersenyum seraya mencium pipi Amanda.

Raka benar-benar tidak mengindahkan keluhan Amanda, ia masih terus tertawa sambil sesekali menggoda kekasihnya yang terlihat waspada itu.

Hingga sebuah sorot lampu terang menyinari dirinya dan Amanda. Mata Raka kembali menatap ke depan dan terkejut melihat sebuah truk sedang melaju ke arahnya.

Tidak!!

Amanda...

Raka segera membanting stir ke kanan untuk menghindari benturan, dimana ternyata justru terdapat pembatas jalan. Saat itu yang Raka pikirkan adalah keselamatan Amanda hingga ia membanting stir ke arah kemudi.

"Rakaaaa!!!"

"Bertahan sayang!!" teriak Raka.

Suara benturan keras pun terjadi. Mobil Raka menabrak sebuah pembatas jalan hingga tergulir ke kanan dan kecelakaan tak dapat dihindari.

.

.

Beberapa belas menit berlalu...

Amanda sempat memejamkan mata. Benturan tadi membuat kesadarannya menghilang sejenak.

Saat membuka mata kembali, Amanda melihat Raka berada di sisi tubuhnya. Tangan pria itu sedang menggenggam tangannya erat, seolah tak ingin terpisahkan.

Amanda tercekat, lalu terisak. Ia perlahan membawa tubuhnya mendekat kepada Raka yang telah tak sadarkan diri dengan banyak d*rah.

"Rakaaaa!!" Amanda menjerit sekuat tenaganya hingga ia pun kembali tak sadarkan diri.

...----------------...

Dua hari kemudian, Amanda membuka matanya dan mulai memperhatikan sekelilingnya.

Ini rumah sakit?

Ingatannya pun kembali pada kejadian dua hari lalu, dimana ia dan Raka mengalami kecelakaan malam itu.

Raka?

Amanda pun bangun, ia terduduk di ranjang dan memperhatikan dirinya.

Hanya ada luka di pelipis kanan dan beberapa lecet di tangan dan kakinya. Ia bahkan dapat bergerak dengan leluasa.

"Mungkin Raka hari ini juga sudah sadar dan bisa menggerakkan tubuhnya seperti aku," gumam Amanda.

Gadis itu pun segera turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar Raka diantar oleh suster.

Setibanya di sana, ternyata Raka sedang ada kunjungan dokter. Amanda pun terdiam di ambang pintu, hingga dokter menyelesaikan pemeriksaannya dan menjelaskan bahwa saat ini Raka sedang dalam kondisi koma.

Amanda terperangah, lalu dengan cepat duduk di sisi Raka. Ia menggenggam tangan pria itu dengan erat.

"Sayang, kamu harus sembuh," bisik Amanda terdengar sendu.

***

Keesokan harinya, Amanda telah diperbolehkan untuk pulang. Tapi Gadis itu memilih tetap tinggal. Ia ingin menjaga Raka dan menyaksikan kekasihnya itu membuka mata.

Ia duduk di sisi Raka seraya menggenggam kembali tangan pria itu. Tangan yang terus menggenggam dirinya ketika kecelakaan itu terjadi.

"Raka, kau berjanji kita akan selalu bersama bukan? Kenapa kau tidurnya lama sekali?" lirih Amanda.

Pandangannya terus menatap Raka, berharap pria di hadapannya dapat membuka matanya. Namun mata Raka masih saja terpejam, dan entah berapa lama lagi keadaan koma nya berlangsung.

Tiba-tiba saja pintu kamar Raka terbuka dengan kasar. Amanda menoleh dan mengernyitkan dahinya.

Di ambang pintu, terlihat wanita paruh baya yang masih sangat cantik, anggun dan elegan.

"Nyonya Hilda," ucap Dito, asisten pribadi Raka saat wanita paruh baya cantik itu masuk.

Mata Amanda pun terbelalak, jantungnya berdetak begitu cepat.

Hilda adalah nama ibu dari Raka yang tinggal di Italia, dan Amanda belum pernah bertemu langsung dengannya. Tapi Amanda tahu, Hilda tak pernah menyukainya.

Wanita itu melangkah masuk dengan angkuh dan tatapan marah, lalu berhenti di hadapan Amanda.

"Dasar kau perempuan jalang! Kau pembawa sial bagi anakku!" sentak nya seraya menunjuk Amanda.

"Tidak nyonya, ini kecelakaan dan—"

"Diam kau wanita jalang! Ini semua salahmu! Keluar dari kamar anakku sekarang!!"

Cek Lima Milyar

"Dasar kau perempuan jalang! Kau pembawa sial bagi anakku!" sentak nya seraya menunjuk Amanda.

"Tidak nyonya, ini kecelakaan—"

"Diam kau wanita jalang! Ini semua salahmu! Keluar dari kamar anakku sekarang!!"

"Tidak nyonya, saya mohon izinkan saya di sini. Saya ingin menunggu Raka hingga ia terbangun," sahut Amanda memohon.

"Putraku tidak butuh wanita jalang seperti mu! Keluar!!" sentak Hilda lalu menarik tangan Amanda dengan paksa.

Amanda berusaha menahan tubuhnya agar tidak terbawa oleh Hilda, tetapi karena ia baru sembuh dari sakit, tenaganya tidak sebanding dengan Amanda.

"Pergi kau! Menjauh dari anakku dan jangan pernah datang lagi!" teriak Hilda seraya menunjuk ke arah Amanda yang telah terjerembab di lantai.

Tanpa menunggu Amanda bangkit, Hilda pun menutup pintu kamar Raka dengan rapat.

"Tidak! Nyonya!" teriak Amanda beranjak dari tempatnya.

Beberapa menit Amanda berdiri di depan pintu, tapi Hilda tidak sekalipun membukanya. Hingga akhirnya Dito datang menghampiri gadis itu.

"Nona Amanda.."

Gadis itu menoleh, melihat Dito sedang menatapnya lembut.

"Aku ingin menemaninya Dito," lirih Amanda.

Dito memperhatikan Amanda sejenak. Ia tahu gadis di hadapannya itu adalah wanita yang begitu dicintai Raka, Tuannya.

Amanda Rabila hanyalah seorang pekerja sales. Tetapi Raka Adhitama, seorang pewaris Adhitama group itu begitu mencintainya. Wanita berparas cantik dan pekerja keras, Raka bahkan telah mengaguminya sejak duduk di bangku kuliah.

"Saya tahu nona, tapi nyonya Hilda bukanlah seseorang yang bisa dilawan," tutur Dito mengingatkan.

Amanda terdiam. Ia tahu bahwa Hilda sangat membencinya. Selain karena ia miskin, Hilda sangat membencinya karena Raka terlalu mencintai dirinya.

"Tuan Raka masih koma, beliau tidak bisa melindungi anda dari Nyonya Hilda, nona. Saya pun tak bisa banyak membantu anda karena kekuatan saya terbatas di hadapannya..." kata-kata Dito menggantung.

Pria itu menarik nafas sejenak.

"Lebih baik nona pulang, saya akan membantu mencari cara agar nona bisa kembali mengunjungi Tuan Raka," ujar Dito bijak.

Amanda menatap Dito beberapa saat, lalu ia pun menganggukkan kepalanya.

"Baiklah," sahut Amanda lalu ia pun pergi meninggalkan rumah sakit.

...----------------...

Keesokan harinya, Amanda menerima kabar dari Dito jika Hilda sedang tidak ada di rumah sakit. Ia pun segera pergi menemui Raka.

Setibanya di sana, Raka masih memejamkan mata. Dito mengatakan Raka masih dalam kondisi koma.

"Sampai kapan Raka seperti ini Dito?" tanya Amanda sendu.

"Dokter belum bisa memastikan, nona."

Amanda tertunduk. Ia menggenggam tangan Raka dengan erat.

Raka, aku sangat merindukanmu. Bisakah kau membuka matamu?

Amanda pun memutuskan untuk tetap berada di sana karena ia berharap Raka membuka matanya. Namun hingga dua jam berlalu, Raka masih setia menutup mata.

Tiba-tiba saja Hilda datang, dan lagi-lagi ia begitu marah melihat Amanda ada di kamar Raka.

"Perempuan jalang! Rupanya kau ini seperti rumput liar yang tak bisa diperingatkan dengan baik-baik," tutur Hilda dengan senyum miring di sudut bibirnya.

"Nyonya, saya tidak akan mengganggu. Saya hanya ingin menemani Raka—"

"Tidak perlu! Keluar atau aku akan membuat kau menyesal!" jawab Hilda, memotong ucapan Amanda.

Matanya melotot dengan urat-urat yang nampak di permukaan kulitnya yang putih.

Amanda pun mulai beranjak. Suara Hilda terlalu menggelegar suntuk sebuah kamar dengan pasien koma, sehingga Amanda tidak ingin memperpanjang lagi urusannya bersama Hilda, agar tidak mengganggu Raka.

Amanda berjalan lesu dan menahan kerinduannya. Beberapa hari tak bertemu dan berinteraksi dengan Raka, membuat hatinya terasa sepi.

Ia pun duduk di sebuah Cafe yang tak jauh dari rumah sakit. Matanya menatap meja dengan pandangan kosong, sambil memainkan sedotan yang ada di gelas jusnya.

Amanda mengingat bagaimana sikap Raka yang begitu mencintainya. Selalu membela dari apapun yang menyakitinya.

Terlalu banyak melamun, Amanda tak menyadari jika di hadapannya telah berdiri seseorang yang Amanda kenal.

"Gadis jalang," tutur seseorang yang Amanda bisa menebaknya, suara itu milik siapa.

Amanda menengadahkan kepalanya dan benar saja, Hilda sedang berdiri di depan meja sambil menatapnya. Tatapan itu penuh ejekan dan rasa jijik kepada Amanda, seolah gadis itu adalah kotoran hina yang harus dihindari.

Hilda pun merogoh tas mahalnya lalu  mengeluarkan selembar cek kepada Amanda. Ia meletakkannya dengan kasar di atas meja.

"Lima milyar," tutur Hilda.

Amanda terdiam seraya memandang lembaran kecil itu.

"Ini cek berisi uang lima milyar. Semua ini milikmu, asalkan kau mau pergi dari kehidupan putraku selamanya."

Apa?

Aku akan pergi

Amanda berjalan ke arah rumahnya dengan menahan sesak di dada, memikirkan bagaimana Hilda memperlakukan dirinya.

"Lima milyar, apakah dia pikir bisa membeli semua hal di dunia ini dengan uang?" gumam Amanda sedih.

Setibanya di rumah, ia begitu terkejut ketika melihat rumah kecil yang ia tinggali bersama ibunya telah dihancurkan.

Amanda pun berlari dengan cepat menghampiri ibunya yang terlihat menangis di antara para pekerja kontruksi yang menghancurkan rumahnya.

"Ibu, Ibu ada apa ini?" tanya Amanda terdengar panik.

Wanita paruh baya bernama Arum itu menoleh ke arah Amanda lalu memeluknya.

"Rumah kita nak, rumah kita dihancurkan."

"Kenapa bisa Bu?"

"Kata mereka, surat yang kita miliki tidak sah. Mereka memiliki aslinya," tutur Arum.

Amanda terdiam, tubuhnya gemetar mendengar cerita ibunya. Memang rumahnya pernah mereka beli dari seseorang yang dianggap teman alm. ayahnya.

Tapi, apakah dia menipu?

"Kita mau tinggal dimana nak? Hanya ini rumah yang kita punya," tutur Arum dengan sedih.

Amanda menghela nafasnya. Ia pun melerai pelukannya pada Arum.

"Ibu, sementara aku akan mencari kontrakan dulu ya Bu. Ibu bisa kan menunggu sebentar? Aku akan menghubungi temanku dulu."

Amanda pun meninggalkan tempat itu dan pergi ke area rumah sewa tidak jauh dari sana. Ia ingat teman kerjanya juga menyewa rumah kontrakan dan Amanda ingin menanyakan apakah ada rumah sewa yang lebih murah.

Baru saja Amanda tiba di sana, terlihat Sofi sudah menunggu kehadirannya. Meskipun Amanda bingung tapi ia tetap menghampiri temannya itu.

"Amanda...."

"Sof, aku mau tanya tentang—"

"Aku diusir Amanda, dan tadi ada yang mengatakan kepadaku bahwa nyawaku terancam," tutur Sofi menghentikan ucapan Amanda.

"Maksudnya? Kamu diancam?" tanya Amanda.

Sofi menganggukkan kepalanya.

"Mereka datang bersama pemilik rumah, lalu mengusirku begitu saja. Mereka mengatakan...." ucapan Sofi menggantung, terlihat raut bingung di wajahnya.

"Ada apa Sofi, apa yang mereka katakan?" tanya Amanda.

"Mereka mengatakan, ini hanya permulaan. Selanjutnya nyawaku menjadi taruhannya apabila kamu tidak meninggalkan Tuan Raka."

Amanda tersentak. Ia tak menyangka jika hubungannya bersama Raka akan serumit ini.

Jangan-jangan penghancuran rumahku ada hubungannya dengan semua ini?

Ini pasti bukan kebetulan, ini sengaja dibuat. Dan pasti ini ulah dari Hilda, ibu Raka Adhitama yang begitu membencinya.

"Amanda, aku tidak mengerti mengapa mereka mencampuri urusanmu dengan Tuan Raka dan membawaku terseret di dalamnya?"

Amanda menghela nafasnya. Ternyata Dito benar, Hilda bukanlah seseorang yang bisa dilawan. Apalagi untuk orang kecil sepertu dirinya.

Ia bahkan bisa menghancurkan rumah orang lain dalam sekejap mata dan mengancam menghilangkan nyawa orang lain.

Jangan-jangan setelah ini, mereka menginginkan nyawa ibuku?

"Sofi, kamu tenang saja ya. Aku akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu kemana-mana dan tunggu kabar dariku," tutur Amanda lalu segera pergi dari sana untuk menghampiri ibunya.

Amanda dengan cepat kembali ke rumah yang telah dihancurkan untuk menjemput ibunya, namun setibanya di sana, ia tidak lagi melihat keberadaan ibunya.

Amanda terperangah, ia berlari mencari ke semua sisi, tapi tetap tak menemukan ibunya.

"Dimana ibu? Apa mereka menyakitinya?" gumam Amanda

Tiba-tiba saja seseorang datang menghampirinya.

Hilda bersama beberapa pengawalnya.

"Ibumu ada bersamaku, wanita jalang!" tuturnya datar namun begitu tajam.

"Nyonya? Jadi benar, semua ini ulah anda?"

Hilda menarik sudut bibirnya. "Tentu saja, aku ingin membuatmu melihat sejauh apa aku berkuasa."

"Lepaskan ibuku! Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!" tegas Amanda.

"Oh ya? Kamu pikir apa yang aku dapat jika aku melepaskan ibumu yang tua itu hm?"

"Sepertinya temanmu juga bisa menjadi hiburanku yang menarik," lanjut Hilda.

"Jangan ganggu mereka. Urusan anda adalah aku. Apa yang kau inginkan?" tanya Amanda.

"Pergi."

Amanda menatap Hilda tajam.

"Pergi dari kehidupan putraku dan carilah pria yang bisa menerimamu, karena Raka tidak pantas untukmu!" ujar Hilda tegas.

Ia kembali memberikan cek kepada Amanda, namun kali ini nominalnya berbeda.

"Delapan Milyar, saya rasa ini harga yang pantas bahkan lebih untuk membayar kedua nyawa yang saat ini ada di genggam ku."

Amanda mengeratkan rahangnya. Saat ini ia harus mengutamakan nyawa ibu dan Sofi daripada harus mempertahankan hubungannya dengan Raka.

"Kau wanita jalang dan miskin tapi kau begitu sombong Amanda. Hanya demi egomu kau tidak mau menerima uang dariku, padahal uang itu dapat merubah hidupmu yang dibawah garis kemiskinan."

"Apakah kali ini kau tetap memilih egomu dan membiarkan dua nyawa mati sia-sia demi cinta bodoh mu itu?"

Amanda menahan kemarahan di dalam dirinya. Ia pun menatap Hilda dengan tajam.

"Mengapa kau sangat membenciku?" tanya Amanda.

"Karena kau miskin dan aku tidak suka melihat Raka mencintai gadis miskin sepertimu!"

"Delapan Milyar, dan pergi dari kehidupan putraku atau aku akan menghancurkan kedua orang yang kau cintai."

"Kau seperti psikopat, nyonya," cibir Amanda.

"Apa?" Hilda pun tersentak.

Amanda pun mengambil cek itu dengan kasar.

"Aku kasihan dengan Raka yang memiliki ibu psikopat sepertimu Nyonya," ujar Amanda tersenyum getir.

"Apa? Dasar wanita jalang yang tak tahu sopan santun!"

Amanda hanya tersenyum tipis.

"Terima kasih untuk uangnya, aku akan pergi."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!