NovelToon NovelToon

PRAHARA CINTA CANDRAMAYA

Bab 1 - Menjemput Maya

Pengenalan tokoh :

Candramaya Prameswari (33 tahun)

Candramaya seorang ibu rumah tangga, juga berstatus karyawan di sebuah perusahaan retail sebagai staff marketing. Dia menikah dengan Krisna saat berusia 25 tahun dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia 5 tahun.

Krisna Yudha ( 37 Tahun)

Krisna Yudha bekerja di sebuah dealer otomotif sebagai mekanik. Dia seorang pekerjaan keras dan sangat menyayangi keluarga. Nasib naas menimpanya, ketika ia hendak menjemput sang istri. Mobil kantor yang biasa ia bawa pulang, menabrak sebuah mobil yang menyalib dan berlawanan arah, hingga membuatnya mengalami kelumpuhan.

Alvin Ardinata (34 tahun)

Alvin seorang bujangan meski usianya sudah menginjak 35 tahun. Kesibukannya sebagai eksekutif muda membuatnya lupa untuk meluangkan waktu mencari pendamping, hingga dia dipertemukan kembali dengan mantan cinta pertamanya, Candramaya.

Prolog

Rumah tangga Candramaya dan Krisna mulai ditimpa badai, saat Krisna mengalami kecelakaan hingga membuatnya lumpuh dan kehilangan pekerjaan.

Sejak saat itu, Candramaya menjalani tugas sebagai tulang punggung keluarga. Untung saja sebelumya ia adalah seorang pekerja, sehingga keuangan keluarga masih dapat ia atasi meskipun pemasukan hanya dari gajinya saja.

Masalah mulai muncul ketika Candramaya dipertemukan kembali dengan Alvin, cinta pertamanya di masa SMA yang kini menjadi bos baru di kantor dia bekerja.

Alvin yang berstatus lajang dan masih memendam rasa cinta pada Candramaya mencoba mendekati wanita yang pernah mengisi hatinya itu. Apalagi ketika ia tahu suami Candramaya lumpuh dan tak lagi bisa menafkahi Candramaya.

Perhatian yang diberikan Alvin pada Candramaya membuat hati wanita itu gamang. Sebagai seorang wanita dan seorang yang menikah, dia butuh bermanja dan dimanja. Apalagi setahun belakangan dia lah yang menopang biaya hidup keluarganya semenjak Krisna mengalami kecelakaan. Namun, ia juga mencintai suaminya dan tak bisa meninggalkan Krisna.

Candramaya kini dihadapkan pada dua pilihan, tetap setia pada Krisna, suaminya yang lumpuh atau pada Alvin, mantan kekasih yang kini menjadi bosnya?

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Di sebuah kamar berukuran tiga kali tiga meter, Krisna sedang menemani Rangga yang hendak tidur dengan membacakan dongeng untuk anaknya yang berusaha lima tahun itu.

Sementara di luar rumah, sejak siang tadi, rintik hujan tak henti membasahi kota Jakarta. Tak deras, tapi cukup membuat orang malas untuk berpergian ke luar rumah apalagi langit mulai gelap.

Jam saat ini menunjukkan pu kul 20.15 menit. Candramaya belum tiba di rumah karena sedang mengikuti event yang diselenggarakan pihak kantornya.

"Pa, mama kok belum pulang? Rangga mau bobo sama mama." Rangga menanyakan keberadaan mamanya. Hari ini ia bertemu mamanya sebelum berangkat ke sekolah pagi tadi.

"Mama sedang kerja, Rangga. Sebentar lagi juga mama pulang, kok." Krisna membelai kepala putranya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Kok, mama pulang nya sampe gelap sih, Pa?" tanya Rangga menyebut kata gelap karena hingga malam hari, sang mama belum juga kembali ke rumah.

"Ada acara di mall tempat mama kerja. Biasanya juga mama nggak pulang sampai malam, kan? Biasanya mama pulang sebelum Papa pulang, cuma hari ini Mama pulangnya telat." Krisna menjelaskan kenapa Candramaya belum tiba di rumah.

"Nanti mama pulang bawa kue yang banyak buat Rangga ya, Pa? Rangga mau donut." Rangga berharap sang mama pulang membawa oleh-oleh donut kesukaannya.

"Iya, nanti Papa telepon mama supaya beli donut buat Rangga. Sekarang Rangga bobo, nanti besok bangun pagi, donut-nya sudah ada di meja makan." Krisna memperbaiki posisi Rangga tidur dan merapatkan selimut hingga sebatas lehernya.

Lima menit kemudian, Rangga sudah terlelap dengan buaian mimpi.

Krisna membelai wajah putranya dan memberi kecupan di kening Rangga sebelum meninggalkan kamar Rangga dan kembali ke kamarnya.

Krisna mengambil ponsel yang dia tinggalkan di kamar tadi. Mengecek, apakah ada pesan atau telepon yang masuk di alat komunikasinya itu.

"Mas, jemput aku."

"Aku nggak jadi ikut mobil kantor, mobilnya mogok."

"Jemput sekarang, Mas!"

Tiga pesan dari Candramaya masuk ke dalam poselnya sekitar lima menit lalu, juga lima panggilan tak terjawab.

"Ya ampun!" Krisna segera menghubungi nomer istrinya, untuk mengetahui, apakah Candramaya masih menunggunya atau sudah pulang dengan temannya yang lain?

"Halo, Yank. Kamu masih di mall?" tanya Krisna ketika panggilannya terhubung dengan ponsel Candramaya.

"Masih di mall, Mas udah berangkat belum?" jawab Candramaya dibarengi dengan pertanyaan.

"Ini mau on the way. Tadi aku di kamar Rangga, temani dia tidur. Nggak bawa HP." Krisna menjelaskan kenapa di baru respon.

"Ya udah, buruan! Nanti keburu malam!" suara Candramaya terdengar dengan nada perintah.

"Iya, iya, aku berangkat sekarang." Krisna meraih kunci mobil dan bergegas meninggalkan kamar.

"Yu, Ayu!" Krisna mengetuk kamar Ayuning, adik perempuannya yang ikut tinggal bersamanya. Ayuning seorang yang berkebutuhan khusus. Meskipun usianya dua puluh lima tahun, namun sikap, daya pikir dan ucapannya tak sesuai dengan usianya. Karena itu Krisna membawa sang adik tinggal bersamanya.

Walau berkebutuhan khusus, Ayuning bisa melakukan pekerjaan rumah selayaknya wanita dewasa. Sehingga keberadaan Ayuning di rumah Krisna dan Candramaya sangat membantu mereka terutama untuk menemani Rangga ketika pulang sekolah, sambil menunggu Krisna dan Candramaya pulang dari tempat kerja.

"Yu, Mas titip Rangga, ya! Dia sudah tidur, Mas mau jemput Mbakmu pulang." Sebelum meninggalkan rumah, Krisna perlu menitipkan Rangga pada Ayuning, karena ia takut Rangga terbangun dan mencarinya.

"Mas Isna mau ke mana?" Ayuning selalu memanggil Krisna dengan sebutan Isna.

"Mas mau jemput Mbak Maya," jawab Krisna kembali.

"Mbak Maya nya di mana?" tanya Ayuning, padahal pagi dan sore tadi, dia sudah memberitahu kakaknya kalau Candramaya akan pulang telat.

"Mbak Maya masih kerja, sedang ada acara di mall-nya." Memang harus butuh kesabaran berbicara dengan Ayuning dan Krisna sudah terbiasa menghadapinya.

"Rangga di mana?" Kini Rangga yang ditanya Ayuning, padahal Krisna juga tadi sudah mengatakan jika Rangga sudah tertidur.

"Rangga bobo di kamar. Mas khawatir dia bangun dan nyari papanya. Kamu temani Rangga di kamarnya saja!" saran Krisna.

"Iya, iya." Ayuning menganggukkan kepala.

"Pintu Mas kunci dari luar, kamu jangan kunci dari dalam, ya! Kalau ada orang yang ketuk pintu, jangan dibuka! Kamu tetap di kamar Rangga saja temani Rangga tidur!" perintah Krisna pada sang adik.

"Nanti ada perampok, ya?" tanya Ayuning mendengar larangan Krisna membuka pintu.

"Iya, makanya jangan dibuka, ya!?" Krisna membelai kepala Ayuning. "Mas berangkat sekarang, ya! Assalamualaikum ..." pamit Krisna.

"Waalaikumsalam ..." jawab Ayuning menatap langkah sang kakak yang berjalan menjauh darinya.

***

Krisna menyalakan mesin mobil inventaris dealer yang biasa ia bawa. Pihak dealer tempatnya bekerja memberi izin kepadanya untuk membawa mobil, karena terkadang ada job darurat memperbaiki mobil pelanggan di malam hari, karena dealer tempat Krisna bekerja menyediakan layanan servis dua puluh empat jam.

Krisna menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Karena jalanan yang licin akibat rintik hujan yang tak juga berhenti sejak siang tadi. Apalagi jarak pandang pun sedikit terganggu karena air yang mengembun di kaca mobil, meskipun wiper terus bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga dia harus hati-hati mengendarai mobil.

Ddrrtt ddrrtt

Bunyi ponsel di dalam saku celana Krisna berbunyi. Dapat dia tebak, jika orang yang menghubunginya adalah Candramaya.

Krisna merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Namun, ponsel yang keluar dari sakunya tergelincir dan terjatuh. Krisna menatap ke depan, untuk memastikan dia aman jika harus membungkuk mengambil ponsel miliknya yang terjatuh.

Tin tin

Saat Krisna mengambil ponselnya, tiba-tiba terdengar klakson mobil sangat kencang berbunyi dari arah depan, membuat Krisna tersentak. Saat Krisna kembali pada posisi semula, dia terkejut melihat mobil melaju kencang ke arahnya.

"Aakkhh!!"

Braakk

Tak sempat menghindar, dalam sekejap mata tabrakan pun terjadi.

Rasa sakit seketika menyerang di bagian kaki, tangan dan dadanya Krisna. Pandangannya pun seketika memudar, hingga beberapa saat kemudian dia pun tak sadarkan diri.

*

*

*

Bersambung ....

Bab 2 - Mendadak Cemas

Hampir tiga puluh menit Candramaya menunggu kedatangan suaminya. Tapi, Krisna tak juga datang. Berkali-kali dia menghubungi Krisna, namun, baik telepon ataupun pesannya, tak juga direspon oleh sang suami.

Candramaya kini mencoba menghubungi Ayuning, untuk mengetahui, apakah Krisna sudah lama meninggalkan rumah untuk menjemputnya?

Sama seperti Krisna, Ayuning pun tak merespon panggilannya. Padahal setahunya, Ayuning biasanya masih terjaga di waktu-waktu seperti saat ini.

"Ini kenapa, sih!? Pada susah banget dihubunginya!?" umpat Candramaya kesal, karena kakak beradik itu tak ada satupun yang merespon teleponnya. Candramaya tak tahu alasan Ayuning tak merespon, karena saat ini Ayuning berada di kamar Rangga dan meninggalkan ponselnya di kamar.

"May, kamu jadi dijemput suamimu?" tanya Diana, rekan kerja Candramaya yang sudah mengenakan jas hujan, karena hujan yang turun merata di seluruh wilayah Jakarta.

"Iya, Dy. Ini masih nunggu." Candramaya menoleh arloji di tangannya yang sudah menunjukkan pu kul 20.45 menit. Dia tidak tahu di mana posisi suaminya saat ini berada.

"Aku tinggal duluan nggak apa-apa, May? Mumpung hujannya nggak terlalu deras." Diana berpamitan, tapi sebenarnya dia juga kasihan melihat Candramaya menunggu sendirian di lobby mall.

"It's OK, Dy. Bentar lagi juga suamiku sampai, kok." Walau Candramaya tak tahu keberadaan suaminya sekarang, tapi dia yakin suaminya akan segera tiba di mall itu.

"Ya sudah, aku duluan, ya? Bye, May ..." pamit Diana.

"Oke, Dy. Hati-hati, awas jalanan licin!" Candramaya mengingatkan Diana agar berkendaraan yang aman dan tidak ngebut.

Candramaya kembali fokus pada ponselnya dan mencoba menghubungi nomer Krisna kembali.

"Iiihh, kok malah nggak aktif?" Candramaya mendengus kasar. Alih-alih panggilannya diangkat, nomer Krisna justru tidak aktif.

Tiba-tiba saja jantung Candramaya berdebar kencang. Perasaan cemas pun secara mendadak menggelayuti hatinya.

"Ya Allah, kenapa perasaanku tiba-tiba nggak enak, ya?" Candramaya membantin, karena perasaan aneh seketika menyer4ngnya.

Candramaya mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, mencoba membesarkan hati dan menenangkan diri, menganggap semua baik-baik saja dan tidak perlu dicemaskan.

***

Dua orang berseragam polisi berdiri di depan rumah Krisna. Mereka mendatangi rumah Krisna, setelah mendapatkan alamat rumah Krisna dari kartu tanda penduduk yang ada di dompet Krisna.

Mereka tidak menemukan ponsel Krisna di dalam mobil yang dikendarai oleh pria itu, Karena setelah terjadi kecelakaan, ada orang yang memanfaatkan situasi dengan mengambil ponsel milik Krisna, sehingga polisi tidak bisa menghubungi pihak dari keluarga korban kecelakaan tersebut.

Lebih dari lima menit mereka menunggu di depan pintu rumah Krisna. Namun, ketukan pintu dan bel yang mereka bunyikan tak berhasil membuat orang yang ada di dalam rumah membukakan pintu untuk mereka. Karena sebelumnya Krisna sudah berpesan kepada Ayuning, agar tidak membukakan pintu kepada siapapun orang yang datang ke rumah itu.

"Maaf, Bapak-bapak ini cari siapa, ya?"

Suara terdengar dari sebelah rumah Krisna, Pak Asep, tetangga Krisna bertanya kepada polisi-polisi itu. Tentu saja kunjungan orang berseragam polisi pasti akan menimbulkan kecurigaan warga, termasuk Pak Asep, yang kebetulan menjabat sebagai ketua RT di lingkungan rumah Krisna.

Kedua polisi itu kemudian berjalan menghampiri Pak Asep.

"Selamat malam, Pak. Saya Toni dan ini rekan saya Bahar. Apa benar ini rumah Pak Krisna?" tanya polisi yang mengaku bernama Toni.

"Benar, Pak. Ini rumahnya Pak Krisna. Tapi, kayaknya Pak Krisna nya nggak ada di rumah, Pak. Tadi saya lihat pergi bawa mobil." Pak Asep sempat melihat Krisna membawa mobil pergi meninggalkan rumah dan menerangkan kepada kedua polisi tersebut. "Memangnya ada apa, ya, Pak?" tanya Pak Asep penasaran.

"Kami ingin menyampaikan berita tentang kecelakaan yang dialami Pak Krisna kepada pihak keluarganya, Pak." Bahar menjelaskan tujuan kedatangan mereka ke rumah Krisna.

"Innalillahi! Lalu bagaimana kondisi Pak Krisna, Pak?" Pak Asep tersentak mendengar kabar kecelakaan yang dialami oleh tetangganya.

"Saat ini korban sudah dibawa ke Rumah Sakit Sumber Sehat. Kami datang kemari untuk memberitahu pihak keluarga, karena tidak ditemukan ponsel di mobil yang dikendarai oleh korban," kata Toni, sedikit menginformasikan soal keberadaan Krisna saat ini yang sudah ditangani oleh pihak medis.

"Ya Allah, kasian sekali Pak Krisna." Pak Asep ikut berempati atas apa yang menimpa Krisna.

"Apa ada pihak keluarga Pak Krisna yang tinggal di rumah ini, Pak?" tanya Burhan menoleh ke arah rumah Krisna.

"Pak Krisna tinggal bersama istri, adik dan anaknya, Pak." Pak Asep menerangkan.

"Apa mereka tidak ada di rumah? Sejak tadi kami mengetuk pintu tidak ada anggota keluarga yang keluar." Toni menerangkan kesulitan mereka bertemu dengan keluarga korban.

"Mungkin Bapak bisa membantu kami menghubungi pihak keluarga korban?" Karena Pak Asep dan Krisna bertetangga, Burhan menduga keluarga Pak Asep menyimpan no telepon keluarga Krisna.

"Oh, sebentar saya tanya istri saya dulu, Pak. Istri saya kayaknya punya nomer HP istrinya Pak Krisna. Bapak silakan menunggu di rumah saya saja dulu." Pak Asep mempersilakan polisi duduk di kursi teras rumahnya.

"Baik, terima kasih, Pak." Toni dan Burhan menerima tawaran Pak Asep, kemudian melangkah ke teras rumah Pak Asep, sementara Pak Asep sendiri masuk ke rumah untuk menemui istrinya.

***

Candramaya akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah menggunakan ojek online. Dia terlalu lelah menunggu, sementara Krisna tak kunjung datang, padahal waktu yang digunakan untuk sampai ke mall dari rumah biasanya tidak lebih dari dua puluh menit.

Biasanya, Krisna tak pernah memperbolehkannya memakai kendaraan umum untuk beraktivitas, karena Krisna sendiri yang siap mengantar dan menjemput Candramaya beraktivitas di kantor.

Sementara hati Candramaya masih gusar, karena dia masih belum mendapat kabar dari sang suami. Begitu juga dengan Ayuning yang masih belum merespon panggilan teleponnya.

Ayat Kursi tak putus dibaca dari mulut Candramaya. Dikala hatinya gelisah, dia selalu mengandalkan membaca ayat Kursi untuk membuatnya tenang.

Ddrrtt

Dering telepon di tangannya membuatkan Candramaya yang sedang memejamkan mata dan berdoa terkesiap. Dia pun segera melihat layar ponselnya, berharap sang suami yang menghubungi saat ini.

"Bu Dini?" Candramanya terkejut saat mengetahui orang yang menghubunginya adalah tetangga rumahnya. Keningnya berkerut karena merasa heran, ada apa istri Pak RT menghubunginya?

Candramaya langsung mengangkat panggilan telepon dari ibu Dini, Karena ia merasa ada yang sesuatu yang terjadi yang berkaitan dengan keluarganya.

"Halo, assalamualaikum, ada apa, Bu?" tanya Candramaya saat mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Waalaikumsalam. May, kamu ada di mana?" tanya Ibu Dini.

"Saya dalam perjalanan pulang, Bu. Ada apa ya, Bu?" Detak jantung Candramaya makin kencang, karena rasa penasaran dan cemas yang menerpanya.

"Ada tamu yang ingin bicara denganmu, May," jawab Ibu Dini.

"Tamu siapa, Bu?" Candramaya heran, Siapa yang datang mencarinya malam-malam begini?

"Sebentar, May. Kamu bicara langsung saja sama orangnya," ucap Ibu Dini sebelum akhirnya seseorang yang tak Candramaya kenal bicara kepadanya.

"Selamat malam Bu Maya. Kami dari kepolisian, ingin menyampaikan kabar soal kecelakaan yang dialami oleh Pak Krisna."

Deg

Jantung Candramaya seakan ingin lepas dari tempatnya, ketika suara pria itu mengucapkan kalimat Krisna mengalami kecelakaan.

"Ya Allah ..." Tubuh Candramaya melemas. Nafasnya tertahan, air matanya pun tak dapat terbendung menetes di pipinya.

Mendengar kabar suaminya mengalami kecelakaan adalah hal paling mengerikan yang ia dengar, meskipun ia tidak tahu bagaimana kondisi suaminya saat ini. Pantas saja hatinya sejak tadi sangat gusar, pantas saja suaminya sedari tadi tak merespon teleponnya.

"Suami saya gimana, Pak? Apa suami saya baik-baik saja?" Dengan terisak Candramaya berusaha mencari informasi tentang kondisi Krisna.

"Saat ini korban sudah berada di IGD Rumah Sakit Sumber Sehat, Bu," jawab polisi yang memberi kabar pada Candramaya.

"Ya Allah, Mas Krisna, hiks ..." Tak tertahan kesedihan Candramaya saat ini, mengetahui orang yang dicintainya mengalami musibah tak terduga. "Pak, tolong bawa saya ke Rumah Sakit Sumber Sehat! Suami saya kecelakaan." Candramaya meminta driver taxi untuk mengubah arah tujuannya karena dia ingin segera mengetahui kondisi suaminya saat ini. Dia juga langsung mengakhiri percakapan dengan pihak polisi setelah mengucapkan terima kasih karena telah memberinya kabar.

*

*

*

Bersambung ...

Bab 3 - Tugas Menjemput

Dengan terburu-buru Candramaya turun dari taksi. Dia bahkan tak menunggu uang kembalian dari supir, karena dirinya panik ini segera mengetahui kondisi sang suaminya.

Rasa lelah yang dirasakan seolah sirna, bergantikan rasa khawatir, takut dan sedih atas musibah yang menimpa Krisna.

Candramaya berlari menuju ruang IGD seperti yang diinfokan oleh polisi yang menghubunginya tadi.

"Mbak, mau tanya, pasien atas nama Krisna Yudha dirawat di mana? Dia pasien yang baru saja mengalami kecelakaan." Dengan mata sembab dan memerah karena menangis, Candramaya bertanya kepada petugas yang ada di ruang IGD.

"Sebentar, Bu. Saya cek dulu." Petugas rumah sakit langsung mengecek data pasien yang ada di ruangan tersebut.

"Yang baru saja kecelakaan, udah dibawa ke ruang jenazah bukan, sih?" Rekan dari petugas yang ditanya oleh Candramaya berbisik.

Bola mata Candramaya seketika membulat, mendengar suara pegawai tadi yang tertangkap di telinganya. Air matanya tak tertahan dan berderai. Tubuhnya pun hampir limbung, jika saja dia tak berpegangan pada meja, mungkin dia sudah jatuh luruh ke lantai.

"Suami saya meninggal, Mbak?" Dengan nada terkejut, Candramaya bertanya tak percaya kalau suaminya sudah meninggal.

"Eh, hmmm, maaf, Bu. Bukan suami Ibu yang meninggal, beda pasien." Petugas yang tadi berbicara dengan Candramaya langsung mengkoreksi ucapan rekannya.

"Alhamdulillah ..." Candramaya narik nafas lega, karena orang yang disebut berada di kamar jenazah bukanlah suaminya.

"Kamu hati-hati kalau kasih informasi, Dis!" Petugas tadi langsung menegur rekannya yang salah memberi informasi.

"Maaf, ya, Bu. Saya keliru, soalnya tadi juga ada korban kecelakaan lainnya." Petugas itu langsung meminta maaf kepada Candramaya setelah ditegur oleh rekannya.

"Suami saya di mana, Mbak?" Tak menggubris permintaan maaf petugas itu, Candramaya kembali menanyakan posisi suaminya berada.

"Pasien atas nama Krisna Yudha ada di kamar kedua sebelah kiri, Bu." Petugas rumah sakit menunjuk ke tempat Krisna dirawat.

"Makasih, Mbak." Candramaya langsung berlari ke ruangan yang ditunjuk oleh pegawai rumah sakit tadi, hingga akhirnya ia menemukan suaminya yang berbaring tak berdaya di salah satu brankar yang ada di ruangan itu dengan mata terpejam.

"Mas ..." Candramaya menghampiri dan memeluk tubuh Krisna. Air matanya kembali tumpah. "Mas nggak apa-apa, kan?" Candramaya menyingkap selimut yang menutupi tubuh hingga kaki Krisna. Terlihat balutan di bagian kaki selain di tangan dan di dekat pelipis.

"Maaf, Ibu dengan keluarganya pasien?" Seorang perawat membuka gorden yang memisahkan pasien yang satu dengan pasien lainnya di kamar itu.

"Iya, saya istrinya, Sus." Candramaya membenarkan apa yang ditanya oleh perawat tadi. Sementara tangannya sibuk menyusut air mata yang membasahi pipinya.

"Bisa ke bagian administrasi sebentar, Bu? Ada perlu ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien." Perawat tadi meminta Candramaya untuk melengkapi beberapa dokumen yang berhubungan dengan penanganan medis terhadap Krisna.

"Suami saya bagaimana, Sus?" Sebelum pergi ke bagian administrasi, Candramaya menanyakan bagaimana kondisi Krisna yang sebenarnya, karena saat ini suaminya masih memejamkan mata.

"Menurut hasil Rontgen yang tadi dilakukan, sepertinya ada patah tulang di bagian paha. Menurut dokter kemungkinan pasien harus menjalani operasi. Sebaiknya Ibu temui saja bagian administrasinya untuk penjelasan lebih lanjut." Perawat itu memberitahu kemungkinan Krisna menjalani operasi.

"Dioperasi?" Mendengar kata operasi seketika membuat Candramaya stress, karena pasti akan mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Apalagi seingatnya kartu sehat yang dimiliki suaminya tak mengcover untuk kecelakaan. "Biayanya berapa ya, Sus?" tanya Candramaya penasaran.

"Silakan Ibu tanyakan saja ke bagian administrasi untuk info lebih jelasnya. Permisi." Perawat langsung meninggalkan Candramaya.

Candramaya menghempas nafas panjang karena tak mendapat jawaban dari perawat tadi. Netranya kembali menatap suaminya dengan perasaan sedih. Tak langsung menemui bagian administrasi, Candramaya malah menarik kursi dan duduk di samping brankar Krisna.

"Mas harus operasi, aku nggak tahu berapa biayanya, Mas? Gimana ini, Mas?" Candramaya bukannya sayang mengeluarkan uang untuk pengobatan suaminya, hanya saja dia masih memikirkan jumlah pengeluaran yang harus ia tanggung. Dia khawatir dana yang ia dan Krisna miliki tak dapat mengcover biaya operasi, rumah sakit dan lain-lainnya.

Beberapa saat Candramaya hanya duduk termangu menatap sang suami, hingga akhirnya dia bangkit dan melangkah ke bagian administrasi untuk menandatangani beberapa form dan membicarakan soal biaya operasi.

"Mbak, saya istri dari pasien atas nama Krisna Yudha. Tadi ada perawat bilang, katanya saya disuruh menghadap kemari," kata Kirana setelah menghadap ke pegawai administrasi.

"Sebentar, ya, Bu. Ditunggu dulu." Petugas administrasi menyuruh Cadramaya untuk duduk di kursi tunggu.

"Iya, Mbak." Candramaya duduk di kursi tunggu yang berada di ruangan itu. Sebenarnya tubuh Candramaya tak kuasa menahan penat. Tapi, mana mungkin dia bisa beristirahat dalam kondisi seperti ini.

Candramaya menyandarkan kepala di dinding sambil memejamkan mata dan berdoa agar suaminya tak cidera serius hingga tak perlu menjalankan operasi seperti yang dikatakan oleh perawat tadi.

Bukan! Bukan karena ia sayang mengeluarkan uang. Dia hanya bingung memikirkan, dari mana mendapat uang tambahan kalau simpanannya mencukupi untuk melunasi pengeluaran selama di rumah sakit.

"Ibu, silakan!" Tak lebih dari lima menit Candramaya menunggu, petugas administrasi memanggilnya.

Candramanya bangkit dan menghampiri meja petugas administrasi lalu duduk di hadapannya.

"Ibu ini istrinya pasien atas nama Bapak Krisna Yudha?" tanya petugas administrasi memastikan.

"Benar, Mbak. Saya istrinya beliau." Candramaya membenarkan.

"Begini, Bu. Mohon maaf sebelumnya untuk sementara Pak Krisna masih ditaruh di ruang IGD, karena ruang rawat lainnya masih penuh." Petugas administrasi menjelaskan karena keterbatasan ruang rawat inap, Krisna masih harus menunggu di ruang IGD.

"Mbak, apa suami saya harus dioperasi? Kondisinya gimana sebenarnya? Dan berapa biaya operasinya?" Candramaya masih terbebani soal biaya operasi, sehingga ia ingin tahu jumlah yang diperlukan olehnya.

"Tadi sudah sempat dicek dokter dan diperiksa rontgen, ada tulang paha yang patah hingga membutuhkan operasi dan untuk biayanya kisaran dua puluh sampai tuga puluh jutaan." Petugas administrasi menyebut nominal yang mesti dibayar untuk operasi Krisna.

Kepala Candramaya seketika kencang mendengar nominal tadi. Itu baru dari operasinya saja, belum mencakup biaya lain-lainnya.

"Itu nggak bisa dicover dari kartu sehat, Mbak?" tanyanya lirih dan pasrah.

"Kalau untuk kasus kecelakaan memang nggak bisa dicover menggunakan kartu sehat, Bu. Tapi, bisa diklaim dari pihak Jasa R4harja atau mungkin Pak Krisna punya kartu ketenagakerjaan? Itu juga bisa diklaim dari sana untuk mengcover biayanya, Bu." Kalimat petugas administrasi kali ini sedikit memberi angin segar bagi Candramaya.

Candramaya menarik nafas lega. Beban yang sejak tadi membuat dadanya terhimpit, hilang seketika. Dia ingat jika suaminya itu mempunyai kartu ketenagakerjaan, mungkin itu bisa membantunya mengatasi biaya rumah sakit.

"Iya, suami saya punya kartu ketenagakerjaan, Mbak," jawab Candramaya.

"Kalau begitu biayanya bisa diklaim dari sana, Bu. Asalkan syarat-syaratnya terpenuhi." Petugas rumah sakit memberi penjelasan pada Candramaya, karena melihat Candramaya kebingungan menghadapi musibah yang menimpa keluarganya.

"Syarat-syaratnya apa saja ya, Mbak?" tanya Candramaya.

"Ada surat keterangan dari pihak kepolisan jika memang terjadi kecelakaan. Ada surat tugas dari pihak kantor jika kecelakaan ini terjadi saat suami ibu melakukan tugas dari kantor. Mengisi Formulir klaim dan menyiapkan dokumen lainnya yang diperlukan," jawab petugas administrasi.

Candramaya menghela nafas berat mendengar syarat yang disebutkan petugas tadi. Baru saja dia bernafas lega, kini dia dibuat bimbang, karena suaminya mengalami kecelakaan bukan karena sedang menjalani tugas kantor, tapi tugas hendak menjemput dirinya pulang.

*

*

*

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!