NovelToon NovelToon

PERNIKAHAN DENDAM

Bab 1

Helena sedang mengeringkan rambutnya yang masih basah.

"Selamat pagi sayang," ucap Firdaus calon suami Helena.

"Selamat pagi, Fir. Ayo lekas bangun. Bukankah kita mau ambil cincin pernikahan?"

Firdaus bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri calon istrinya.

Ia memeluknya dari belakang sambil menggigit leher Helena.

"Fir, apakah kamu sudah mengundang kak Karan untuk datang ke pernikahan kita?" tanya Helena

"Sudah sayang, besok kak Karan akan datang ke pernikahan kita." jawab Firdaus.

Firdaus menatap wajah Helena tanpa berkedip sama sekali.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu, Fir?" tanya Helena.

"Aku bersyukur karena Tuhan memberikan aku wanita yang sangat cantik seperti kamu." jawab Firdaus sambil memeluk tubuh calon istrinya.

Helena bangkit dari duduknya dan membalas pelukan yang diberikan oleh suaminya.

"Fir, aku juga bersyukur karena Tuhan menarik calon suami seperti kamu. Dan sekarang ayo lekas mandi ,Fir."

Firdaus melepas pelukannya dan masuk ke kamar mandi.

Helena kembali mengeringkan rambutnya dan segera memakai pakaiannya.

Tak berselang lama Firdaus keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkari pinggangnya, rambutnya masih basah.

Helena menatapnya sambil tersenyum dan menggoda nya sedikit.

"Sayang, aku sudah mandi. Jangan menggodaku lagi." ucap Firdaus.

"Kamu sangat tampan sekali, Fir."

Firdaus, yang tak bisa menahan rasa gemas, langsung mengejar Helena.

Ia mulai menggelitik pinggangnya, membuat Helena tertawa terbahak-bahak.

"Fiiir! Ampun, jangan, Fir!" Helena teriak sambil tertawa, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Firdaus.

Mereka berdua berhenti sejenak, saling menatap sambil terengah, tawa mereka memenuhi kamar.

Firdaus lekas bangkit dari tempat tidur dan mengganti pakaiannya.

"Ayo sayang, sekarang kita ambil cincin pernikahan kita." ajak Firdaus.

Firdaus menggenggam tangan Helena dan mereka berdua masuk kedalam mobil.

Segera mereka berdua menuju ke toko emas yang ada di jalan Matahari.

Di sepanjang perjalanan, tangan Firdaus masih menggenggam tangan Helena.

"Fir, tumben kamu nggak lepasin tangan kamu?" tanya Helena.

Firdaus tersenyum tipis dan malah mencium tangan Helena.

"Sayang, aku sangat mencintaimu." ucap Firdaus sambil meneteskan air matanya.

Fir, kenapa kamu tiba-tiba nangis begini?" tanyanya, khawatir.

Firdaus tersenyum samar, mencoba menyembunyikan keresahan yang tak bisa ia jelaskan.

"Aku hanya takut kehilanganmu, Helena."

Helena menggeleng, lalu meraih wajah Firdaus dengan kedua tangannya.

"Kamu tidak akan pernah kehilangan aku. Kita akan selalu bersama, Fir. Selamanya."

Lima belas menit kemudian mereka telah sampai di toko emas.

Firdaus mengajak Helena turun dari mobilnya dan segera mereka masuk kedalam.

Pemilik toko menyambut kedatangan mereka berdua.

"Selamat pagi Pak Firdaus, Nona Helena. Cincin anda sudah siap." ucap pemilik toko yang bernama Laura.

Laura meminta mereka untuk menunggu sebentar.

Tak lama kemudian, Laura kembali dengan sebuah kotak beludru berwarna hitam. Ia meletakkannya di atas meja kaca dengan hati-hati.

"Silakan, ini cincin pernikahan kalian," ucap Laura sambil tersenyum.

Helena membuka kotak itu dengan penuh perasaan. Kedua matanya berbinar ketika melihat sepasang cincin emas putih berkilau indah.

"Fir, cincin ini indah sekali." bisik Helena dengan suara bergetar haru.

Firdaus menatap cincin itu lama, lalu memegang tangan Helena erat-erat.

"Ya, sayang. Cincin ini akan mengikat kita selamanya," ucap Firdaus sambil menatap mata Helena dalam-dalam.

Disaat mereka sedang mengobrol tiba-tiba terdengar suara beberapa orang yang membuka pintu sangat kerasa.

Lima orang masuk dengan memakai topeng yang sangat menakutkan.

Mereka menodongkan senjatanya ke arah Laura, Firdaus dan Helena.

"CEPAT MASUKKAN SEMUA EMASNYA KEDALAM TAS INI!!"

Firdaus membuka kotak itu dan memasang cincin ke jari Helena.

"Apapun yang terjadi, kamu akan selalu menjadi istriku," bisiknya lirih.

Helena menatap wajah Firdaus yang sedang melindunginya.

Salah satu dari mereka menjambak rambut Firdaus dan meminta agar mengeluarkan dompetnya.

"LEPASKAN DIA!!" pinta Helena saat mereka menjambak rambut Firdaus.

Lelaki itu langsung melayangkan pukulannya ke wajah Firdaus.

"Apakah dia suami kamu, sayang?"

Helena menganggukkan kepalanya dan memintanya untuk tidak menyakiti Firdaus.

"Terlambat sayang, karena dia akan pergi untuk selama-lamanya."

Lelaki itu mengambil pisau dan menusukkan ke arah perut Firdaus.

"TIDAK!! JANGAN SAKITI DIA!!."

Salah satu dari mereka menjambak rambut Helena dan membenturkannya ke dinding sampai kuning mengelus darah.

Helena samar-samar melihat Firdaus yang menatap ke arahnya.

"I… love… you…" bisiknya, sebelum kelopak matanya tertutup selamanya.

Helena berteriak histeris, tapi suara itu terputus ketika kepalanya dibenturkan ke dinding.

Helena yang mengalami luka di kepalanya langsung tidak sadarkan diri.

Para perampok itu menyeret Helena yang masih pingsan keluar dari toko.

Darah mengalir di pelipisnya, rambut panjangnya kusut dan berantakan.

“Cepat bawa perempuan ini! Jangan biarkan ada saksi!” teriak salah satu dari mereka.

Helena dimasukkan dengan kasar ke dalam mobil hitam yang menunggu di depan toko.

Lelaki itu langsung melajukan mobilnya sekencang mungkin sambil membawa Helena.

"Akhirnya kita kaya dan membawa bidadari ini," ucap lelaki berkulit hitam.

Helena membuka matanya dan menggigit salah satu dari mereka.

Ia membuka pintu dan melompat dari dalam mobil.

"S**L!!"

Saat akan menghentikan mobilnya, beberapa orang mengejar mereka.

Mereka langsung melarikan diri dan meninggalkan Helena.

"Nona! Bangun, Nona!"

Salah satu warga menghubungi ambulans agar segera ke jalan Mangga.

Sementara itu di tempat lain dimana Raka yang berada di Kanada.

Ia bersiap-siap untuk naik ke jet pribadinya menuju ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan Firdaus dan Helena.

Ia yang baru duduk langsung dikejutkan dengan kedatangan Dion sekretaris pribadinya.

"Ada apa? Kenapa kamu seperti orang melihat hantu?" tanya Karan.

"T-tuan Karan. Adik anda dan calon istrinya telah dirampok dan adik anda meninggal dunia. Sementara Helena ada di rumah sakit."

"TIDAK!!! INI PASTI BOHONG!! WANITA ITU SUDAH MEMBUNUH ADIKKU!!"

Dion meminta Karan untuk tenang terlebih dahulu.

Pramugari mengambil air minum dan meminta Karan untuk tenang.

Dion meminta pilot untuk segera menerbangkan nya.

Pesawat mulai lepas landas menuju ke Indonesia.

Di dalam jet pribadinya, Karan mencengkram erat kedua tangannya.

"Seharusnya wanita itu yang mati, bukan adikmu Firdaus!"

Karan menatap ke arah jendela dan ia berjanji akan membalas dendam atas kematian Firdaus.

“Firdaus, adikku. Kenapa harus kamu yang pergi?” bisiknya dengan suara parau.

Dion, sekretarisnya hanya bisa berdiri di samping dengan wajah cemas.

Ia tahu, bukan hanya duka yang sedang membakar Karan, tapi juga kemarahan.

Karan menutup mata, bayangan masa lalu muncul.

Saat kecil, ia menggandeng tangan Firdaus menyeberangi jalan.

Saat remaja, ia bekerja keras hanya agar Firdaus bisa sekolah tinggi. Dan kini adiknya meninggal dunia tepat di hari bahagia yang seharusnya ia rayakan.

"Helena ada di sana dan dia masih hidup, sementara Firdaus mati. Aku tidak percaya semua ini kebetulan. Pasti dia terlibat.”

“Tuan, belum tentu begitu. Mungkin Helena juga korban...”

“Diam!” bentak Karan, matanya menyala penuh kebencian.

“Tidak ada yang kebetulan. Aku akan buktikan. Dan jika benar dia yang menyebabkan kematian Firdaus, maka aku sendiri yang akan membuatnya menyesal.”

Jet pribadi itu terus melaju membelah langit malam.

Di dalam kabin yang hening, hanya terdengar suara mesin dan dentuman hati Karan yang penuh dendam.

Ia bersumpah, begitu kakinya menjejak tanah Indonesia, hidup Helena tidak akan pernah sama lagi.

Bab 2

Helena membuka matanya dan melihat salah satu polisi wanita yang duduk disampingnya.

Saat ini kondisi Helena luka parah dan ada selang yang terpasang di mulutnya sehingga ia susah untuk bicara.

“Nona Helena, tenanglah. Anda sudah selamat sekarang. Kami menemukan Anda di jalan Mangga setelah perampokan itu." ucap polisi wanita.

Air mata Helena mengalir deras saat mengingat kejadian dimana mereka menunggu Firdaus dengan secara kejam.

Polisi wanita menenangkan Helena dan ia berjanji akan menangkap pelaku itu.

Disaat yang bersamaan, tiba-tiba pintu ruang perawatan terbuka.

Karan masuk kedalam dan melihat keadaan Helena yang sedang menangis.

Polisi wanita langsung bangkit dari duduknya saat melihat Karan yang sudah datang.

Karan tersenyum sinis dan ia duduk di samping tempat tidur Helena.

Helena menatap wajah Karan untuk pertama kalinya.

Mata pria itu tajam, penuh kebencian, dan berbeda sekali dengan kelembutan Firdaus.

“Jadi, kamu yang bernama Helena. Calon istri Firdaus?"

Helena berusaha membuka mulut, tapi selang yang menempel membuat suaranya hanya berupa rintihan kecil.

Air matanya kembali jatuh, membasahi pipinya yang pucat.

"Kenapa kamu menangis? Bukankan kamu bahagia karena Firdaus telah tiada?" tanya Karan dengan tatapan sinis.

Helena menggelengkan kepalanya dan ingin mengatakan kalau ia sangat mencintai Firdaus.

Helena mencoba mengangkat tangannya, meski lemah, untuk menuliskan sesuatu di udara dengan jari.

Tapi tenaganya terlalu sedikit, dan hanya air mata yang mengalir makin deras di pipinya.

Polisi wanita yang sejak tadi memperhatikan segera berkata dengan tegas:

“Tuan Karan, tolong jaga ucapan Anda. Nona Helena adalah korban, sama seperti almarhum adik Anda. Jangan membuat kondisinya semakin parah.”

Namun Karan hanya menyunggingkan senyum tipis, dingin.

Tatapan matanya menusuk Helena, seakan ingin mencari jawaban yang tersembunyi.

“Aku tidak percaya begitu saja jika Firdaus adikku meninggal begitu saja sementara kamu tetap hidup. Bagiku, itu terlalu kebetulan.”

Helena menggeleng dengan keras, napasnya terengah karena selang di mulutnya.

Ia ingin berteriak, ingin menjelaskan, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk bicara.

"DION!!"

Dion yang ada di depan ruang perawatan langsung masuk ke dalam.

"Dion, siapkan pernikahan ku dengan wanita ini. Aku tidak mau dia sedih karena adikku meninggal dunia. Jadi aku yang akan menikahi dan menggantikan posisi Firdaus." ucap Karan sambil membelai rambut Helena.

Helena menggelengkan kepalanya sambil menatap wajah Karan.

“Tuan Karan! Anda tidak bisa berbicara seperti itu. Nona Helena baru saja kehilangan calon suaminya dan nyawanya pun nyaris melayang! Tolong, jangan memperparah kondisinya.”

Namun, Karan menoleh perlahan, menatap polisi wanita itu dengan mata yang dingin.

“Ini urusan keluarga kami. Kamu tidak berhak ikut campur.”

Polisi wanita itu hanya bisa menundukkan kepalanya.

Karan menekan tombol darurat agar dokter datang ke ruangan perawatan.

Dokter yang mendengar suara bel langsung masuk ke dalam.

"Tuan Karan, ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter.

"Aku mau dia rawat jalan karena kami akan menikah. Aku tidak mau calon pengantinku lemah seperti ini." jawab Karan.

Dokter meminta Karan untuk bersabar karena kondisi Helena masih lemah.

"Pilih wanita ini atau reputasi rumah sakit ini?" ancam Karan.

Polisi wanita meminta Karan untuk tidak memaksa dokter melakukan tindakan yang tercela.

"Apa anda tidak tahu kalau Nona Helena baru saja sadar?"

Karan memanggil anak buahnya yang ada disana untuk menutup mulut polisi itu.

Mereka menganggukkan kepalanya dan langsung menutup mulut polisi wanita dengan sapu tangan.

Dokter yang melihatnya langsung melepaskan selang infus dan alat medis lainnya yang masih menempel di tubuh Helena.

Setelah itu Karan meminta Helena untuk bangkit dari tempat tidurnya.

"A-aku tidak bisa, tubuhku masih lemah." ucap Helena.

Karan langsung menarik tangan Helena agar bangkit dari tempat tidurnya.

"Jangan manja, kamu itu wanita manja yang sudah membunuh adikku."

Helena yang bangkit dari tempat tidur langsung pingsan kembali.

"Menyusahkan saja, "

Karan langsung membopong tubuh Helena dan membawanya ke rumahnya.

Mobil hitam melaju kencang menuju ke rumah Karan.

Di dalam mobil Karan melihat Helena yang masih pingsan.

Karan meminta sopir untuk mempercepat laju mobilnya.

Sopir menganggukkan kepalanya dan ia segera mempercayai laju mobilnya.

Dua jam kemudian mereka telah sampai dan Karan membawa Helena ke kamarnya.

Karan mengambil rantai dan mengikat kedua tangan Helena ke samping tempat tidur.

Setelah mengikat Helena, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak lama kemudian Helena membuka matanya perlahan-lahan.

Pandangannya kabur, kepala terasa berat, dan tubuhnya seakan kehilangan tenaga.

Begitu penglihatannya mulai jelas, ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar asing yang besar, megah, namun dingin.

Tirai tebal menutupi jendela, membuat ruangan itu remang-remang.

Ia berusaha bangun, namun tubuhnya terlalu lemah.

Helena melihat tangannya yang terikat dengan rantai.

"Fir.... Firdaus...." bisik Helena.

Helena berharap kalau ini hanya sebuah mimpi buruk.

Pintu kamar mandi terbuka dan Karan melihat Helena yang sudah sadar.

"Putri tidur, sudah bangun ternyata. Apa kamu mau pingsan lagi?"

Karan melepas handuknya di hadapan Helena yang terikat.

Helena langsung memejamkan matanya saat Karan sedang telanjang.

"Buka matamu, Helena. Dan setelah ini kamu akan sering melihatku seperti ini." ucap Karan sambil mengenakan jas pengantinnya.

Helena memalingkan wajahnya, menolak menatap Karan yang kini mengenakan jas pengantin.

Air matanya kembali mengalir, tubuhnya gemetar bukan hanya karena lemah, tapi juga ketakutan.

"Kamu tidak punya pilihan lagi, Helena. Karna mulai hari ini, kamu adalah milikku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi, sampai aku tahu kebenaran tentang kematian Firdaus."

"Kak Karan, aku juga korban disini. Aku mencintai Firdaus dan mana mungkin aku membunuh calon suamiku sendiri." ucap Helena.

Karan naik ke atas tempat tidur dan langsung menjambak rambut Helena.

"Wanita licik seperti kamu, pasti akan menghalalkan segala cara untuk membunuh Firdaus." ucap Karan.

Helena meringis kesakitan saat Karan menjambak rambutnya.

Karan menatap wajah Helena dari jarak yang sangat dekat.

“Jangan pernah lagi sebut nama adikku dengan bibirmu yang penuh kebohongan itu!” geram Karan sambil menekan kepala Helena ke bantal.

Helena menggelengkan kepalanya karena tidak bisa bernafas.

"MMMMPPPHHH!"

Karan masih menekan kepala Helena ke bantal, sampai Helena tidak bisa bernafas.

Helena meronta sekuat tenaga, tubuhnya gemetar hebat.

Rantai di pergelangan tangannya berderak-derak, menimbulkan suara besi yang bergema di kamarnya.

Sesaat sebelum napasnya benar-benar habis, Karan melepaskan tekanan tangannya.

Helena terbatuk keras, terengah-engah sambil menelan udara dengan paksa.

“Aku tidak akan membunuhmu sekarang, Helena. Aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya kehilangan harapan, sedikit demi sedikit sama seperti aku kehilangan Firdaus.” ucap Karan dengan senyuman yang menakutkan.

Helena menatap Karan dengan mata penuh ketakutan sekaligus kepasrahan.

Air matanya tak berhenti mengalir, bercampur dengan keringat dingin di wajah pucatnya.

Karan bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.

Ia melihat perias pengantin sudah datang dan akan mendandani Helena.

"Cepat lakukan dan jangan buat aku menunggu." ucap Karan.

Mereka menganggukkan kepalanya dan langsung masuk ke kamar.

Helena berteriak meminta Karan untuk melepaskannya.

Bab 3

Mereka bergegas keluar dari kamar setelah selesai merias dsn memakaikan gaun pengantin untuk Helena.

Karan masuk kedalam dan melihat Helena yang masih mencoba melepaskan rantai yang ada di tangannya.

"Sekarang, ayo kita temui para tamu." ajak Karan sambil membuka ikatan Helena.

"Kak Karan, aku tidak bisa. Aku mencintai Firdaus! Jangan seperti ini, Kak!"

Helena menggelengkan kepalanya dan meminta Karan untuk tidak menikahinya.

Karan tersenyum dan ia tidak peduli dengan perkataan dari Helena.

"Pilih menikah denganku atau aku akan menjualmu ke rumah bordil?"

"K-kak, aku mencintai Firdaus. Jangan paksa aku, Kak."

Karan mengambil ponselnya dan ia menghubungi rumah bordil untuk menjual Helena.

"K-kak! A-aku akan menikah dengan kamu." ucap Helena ketakutan.

Karan langsung menggenggam tangan Helena dan mengajaknya ke ruangan lain dimana pernikahan mereka diadakan disana.

Helena melihat para tamu yang menatapnya heran.

Banyak tamu yang mengatakan kalau Helena tidak setia dengan Firdaus yang baru saja meninggal dunia.

"Kamu diam saja dan jangan meminta tolong kepada mereka." ancam Karan.

Karan mengajaknya duduk di depan penghulu yang sudah siap.

"Apakah sudah bisa dimulai acaranya?" tanya penghulu.

Karan menganggukkan kepalanya dan meminta agar acara segera dilaksanakan.

Ia menggenggam erat tangan Helena sampai membekas.

Penghulu menjabat tangan Karan yang siap mengucapkan Ijab Kabul.

"Apakah engkau, Karan bin Alm Hidden bersedia menikahi Helena Larasati binti Alm Hendrawan dengan maskawin yang telah ditentukan, serta menerimanya sebagai istri dalam pernikahan yang sah menurut syariat Islam?”

"Saya terima nikah dan kawinnya Helena Larasati binti Alm Hendrawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Pak penghulu menatap para saksi yang kemudian mengatakan 'SAH'

"Alhamdulillah, sekarang kalian berdua telah resmi menjadi pasangan suami istri" ucap penghulu sambil memberikan buku nikah kepada mereka berdua

Penghulu meminta Helena untuk mencium tangan Karan yang sekarang sudah menjadi suaminya.

Para tamu yang hadir bertepuk tangan atas pernikahan mereka diadakan berdua.

Karan memanggil Dion agar menyambut para tamu dan mengajak mereka untuk menikmati hidangan yang sudah dihidangkan.

"Ayo, kita kembali ke rumah." ajak Karan.

Helena menatap wajah Dion yang sedang menatapnya.

"Percuma saja kamu menatap wajah Dion. Karena ia tidak akan bisa menyelamatkanmu." ucap Karan.

Dengan kasar Karan mencekal lengan Helena dan membalas kembali ke kamar.

"K-kak, lepaskan aku. Aku mencintai Firdaus, bukan Kak Karan!"

Karan yang mendengarnya langsung mendekat dan mencekik leher Helena.

"Jangan kamu teruskan lagi atau tangan ini yang akan membunuhmu!"

Helena mengangguk kecil, tidak bisa bernafas sampai terbatuk-batuk.

Karan kembali mengambil rantai dan mengikat tangan Helena.

Setelah mengikatnya, Karan melepas jas pengantinnya dan semua pakaian yang ada di tubuh Karan.

Helena langsung menutup matanya saat Karan berjalan kearahnya.

"Apakah kamu sudah tidak sabar melakukannya malam pertama?" ucap Karan sambil merobeknya gaun pengantin yang dikenakan oleh Helena.

Helena hanya bisa menangis di hadapan Karan yang merobek gaun pengantin Helena.

"K-kak, aku mohon. Jangan lakukan itu."

Karan yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak.

"Helena, Helena. Memang kamu kira aku akan melakukannya dengan kamu? Jangan mimpi! Sampaikan kapanpun aku tidak akan pernah menyentuhmu!!"

Helena menangis di hadapan Karan, tubuhnya gemetar karena ketakutan dan lelah.

Disaat mereka berdua berada di kamar, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

"MASUK!!"

Kemudian seorang wanita membuka pintu dan masuk kedalam kamar mereka.

Karan menghampiri wanita yang mempunyai paras cantik dan ia langsung mencium bibirnya tepat di hadapan Helena.

Helena yang akan memalingkan wajahnya langsung ditahan oleh Karan agar melihatnya.

"Kamu berani memejamkan mata, aku akan menghabisimu sekarang juga."

Tubuh Helena bergetar hebat ketika mendengar ancaman dari Karan.

Kemudahan Karan mengajak wanita itu untuk naik ke atas tempat tidur.

Mereka berdua melakukan hubungan i**m tepat di samping tubuh Helena yang melihat mereka berdua.

Karan tersenyum sinis saat melihat air mata Helena mengalir.

Setelah hampir satu jam melakukannya, Karan meminta wanita itu untuk pergi.

Dengan keadaan yang masih belum mengenakan pakaian.

Karan meminta Helena tengkurap dan disaat itu juga ia mengambil ikat pinggangnya.

"Cepat katakan kalau kamu yang membunuh adikku!"

"Bukan aku yang membunuh Firdaus! Aku mencintainya."

Karan langsung mencambuk punggung Helena yang sedang tengkurap.

"Cepat katakan!!"

Helena mengatakan kalau ia tidak membunuh Firdaus.

Karan yang gelap mata kembali mencambuk punggung Helena sampai kulitnya mengelupas.

Helena menggenggam erat tangannya ke sprei untuk menahan rasa sakit yang diberikan oleh Karan.

"K-kak, tolong jangan..."

Helena langsung pingsan dan itu membuat Karan kembali mencambuk nya sampai tangannya memerah.

"Dasar wanita lemah,"

Karan kembali memakai jas hitamnya dan keluar dari kamarnya.

Ia meminta pelayan untuk tidak masuk kedalam kamarnya.

Pelayan yang mendengar perintahnya hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Setelah itu Karan kembali berjalan ke ruangan lain untuk menyapa para tamu.

"Tuan Karan, dimana istri anda?" tanya salah satu tamu yang hadir

"Istri saya sedang tidak enak badan dan saya memintanya untuk istirahat." jawab Karan dengan santai.

Karan berlanjut menyapa tamu yang lain dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Sementara itu Helene baru saja sadar dari pingsan nya dan merasakan punggungnya yang sakit.

Tangannya masih terikat rantai sehingga membuatnya susah untuk melarikan diri.

"Firdaus, tolong jemput aku." gumam Helena.

Helena hanya bisa tengkurap dengan air yang mengalir.

Ia melihat jendela kamar yang tertutup tirai tebal dan beberapa benda di sekitarnya yang mungkin bisa membantunya suatu saat nanti.

Helena menundukkan kepala dan mencoba menenangkan dirinya.

"Aku harus bertahan untuk Firdaus dan untuk diriku sendiri,” bisiknya Helena.

Helena kembali mencoba untuk melepaskan ikatannya yang begitu kuat.

"Tolong! Apakah ada orang disini? TOLONG!!"

Pelayan disana mendengar teriakan Helena, tetapi mereka memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya.

Helena kembali berteriak meminta tolong tetapi masih tetap saja kalau tidak akan ada orang yang menolongnya.

Karan yang sudah selesai dengan para tamu, kembali berjalan masuk kerumahnya.

Ia mendengar suara teriakkan Helena yang meminta tolong.

"Bi, buatkan bubur dan teh hangat untuk wanita manja itu." pinta Karan.

Bibi Fia yang sudah lama ikut dengan Karan, langsung menuju ke dapur.

Karan masuk kedalam kamar dan melihat Helena yang masih tengkurap.

"Simpan tenagamu, Helena. Karena setelah kamu makan malam. Aku akan mencambukmu lagi."

"Kak, tolong jangan siksa aku seperti ini. Aku juga korban, Kak!"

Karan tidak menghiraukan perkataan dari Helena dan ia meminta Helena untuk mencari alasan lagi.

"K-kak, aku mencintai Firdaus. Dan bukan aku yang membunuh Firdaus!".

Karan mengambil sapu tangan dan menutup mulut Helena.

"Sssshhh... Jangan berisik dan aku mau mandi dulu." ucap Karan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!