Seorang gadis berponytail yang mengenakan seragam cleaning service biru berjalan memasuki ruangan CEO. Ia menenteng lobby duster, kemoceng dan tempat sampah. Awalnya ia merasa sangat takut ketika memasuki ruangan yang katanya penuh kesakralan dan diselubungi aura kemistisan itu. Semua karyawan di perusahaan ini menganggap ruangan itu adalah tempat yang dikutuk.
Tepatnya ini adalah ruangan CEO Angkasa, CEO muda yang selama ini selalu menutupi wajahnya dengan topeng. Ada yang bilang wajahnya hancur saat kecelakaan, ada yang bilang dia punya penyakit cacar, kudis, penyakit kulit yang tidak bisa disembuhkan, penyakit menular, ada juga yang bilang dia memiliki tompel besar diwajahnya. Beberapa orang juga mengatakan siapapun yang melihat wajahnya akan terkena kutukan.
Banyak rumor menakutkan yang beredar seputar CEO Angkasa, hingga Riana si cleaning service yang saat ini sedang berada diruangan terlarang itu memberanikan diri membersihkannya.
Riana menahan nafas dalam dalam seolah sedang berenang mengarungi lautan, itu terjadi karena terlalu lama berada didalam ruangan penuh kutukan ini. Mungkin saja lewat udara pun kutukan itu akan menyebar.
"Aku pasti bisa, Riana semangat! Demi ibu dan bapak!" Ucap Riana coba menyemangati dirinya.
Ia berulang ulang membersihkan kursi dan mejanya dengan kemoceng. Terlalu banyak udara yang ia hirup dari ruangan yang dipenuhi kutukan itu.
Ia semakin mempercepat tangannya sambil terus menahan nafas. Dan ia berakhir batuk batuk karena tak kuat menahan nafas, sepertinya kutukan itu sudah merayap ke hidungnya.
Setelah beberapa menit membersihkan ruangannya, ia pun keluar dengan menghirup banyak banyak udara luar. "Hah, parah.. parah.. aku hampir mati."
Kembang kempis nafasnya turun naik seolah ikan yang terlepas didaratan. Tiba tiba ia terkejut saat melihat Angkasa yang berjas hitam rapih muncul dari arah berlawanan dan sedang menuju ke arahnya. Ia ditemani oleh asisten pribadinya yang bernama Shin.
Saat itu Angkasa semakin mendekat sampai berada dihadapan Riana. Dia melihat Riana sekilas, gadis itu jelas tidak mau dilihat olehnya, ia lebih memilih melengoskan wajah karena terus terngiang dengan kata kutukan.
Angkasa sudah masuk kedalam dan Riana lega karenanya. Ia merasa sangat lega.
Riana pun segera bergegas pergi namun tiba tiba saja Angkasa berkata kencang "Hey kamu!" Panggil Angkasa
Riana menoleh ke belakang dan menunjuk dirinya "Saya pak?" Tanya Riana, Angkasa menjawab "Siapa lagi?" Ucap Angkasa ketus.
Riana berjalan masuk ke dalam ruangan menghadap Angkasa. Ia menahan nafas lagi saat masuk.
"Apa kamu tahu cara membersihkan ruangan dengan benar? Taruh semuanya ke tempatnya semula!" Ketus Angkasa. Riana menunduk, ini pertama kalinya ia dibentak seperti itu.
"Coba ingat ingat benda benda ini seharusnya ditaruh dimana?" Angkasa menunjuk buku, dokumen dan berkas berkas diatas mejanya.
"Ma-maaf pak. Saya lupa."
"Lupa katamu?! Bagaimana hal sekecil ini saja kamu lupa! Sekali lagi kamu mengatakan lupa akan langsung saya keluarkan kamu dari pekerjaanmu!"
Riana menunduk sedih.
"Sudah, pergi sana!" Usir Angkasa. Riana berjalan lesu saat keluar dari ruangannya.
Di luar ruangan ia melihat banyak karyawan menguping termasuk Mitha, sahabat baiknya. Mereka terlihat kasihan dengan Riana dan saling menepuk pundaknya. "Kamu yang sabar ya."
"Pagi pagi udah makan korban."
"Dia memang begitu, suka nyari tumbal buat dijadiin pelampiasan "
"Sudah jangan bersedih."
Sedikit lebih jauh, dia adalah Angkasa. Pria berusia dua puluh tiga tahun lulusan Oxford yang lulus dengan predikat cumlaude. Dia adalah anak tunggal dari Sanjaya Hadi Utama.
Ia adalah pemilik sah perusahaan besar Hadi Utama Group yang bergelut di bidang pertelevisian dan dunia hiburan. Selain muda dan kaya raya, ia juga disegani oleh rekan bisnisnya. Ia pintar dalam mengelola perusahaan dan manajemennya patut diacungi jempol.
Banyak perusahaan yang berakhir bekerja sama dengannya karena itu sangat menguntungkan. Namun dibalik kesuksesannya ia memiliki masa lalu yang kelam yang oleh karenanya membuat ia terpaksa memakai topeng setiap harinya termasuk ke kantor.
Mitha menemani Riana makan siang di kantin, gadis berambut pendek itu sesekali meremas sendoknya sambil berkata "Dasar CEO galak, seenaknya ngebentak anak orang. Bener bener deh gue doain nggak ada cewek yang mau sama lo, gue doain jadi perawan tua lo."
"Mit, bukan perawan tapi perjaka tua."
"Nah iya ntuh maksudnya. Semoga doa dari jomblo yang tersakiti kaya gue tembus langit ketujuh."
Riana geleng geleng kepala menanggapinya.
"Ngomong ngomong ibu Lo udah mendingan?" Tanya Mitha
"Iya Alhamdulillah mit, sekarang udah pulang dari rumah sakit."
"Ya lagian ibu Lo ada ada aja masa nyari gara gara sama depkol sih."
"Hmm, aku juga sebenarnya nggak tahu kenapa ibu bisa berurusan sama debt collector. Utang segitu banyaknya juga nggak tahu, bilangnya sih mau tiap bulan bayar tapi nyatanya hasil penjualan sayur nggak cukup buat bayar."
"Emang buat apa sih emakmu ngutang segitu banyaknya?"
"Buat bertani sayur, beli pupuk, benih, dan macam macam. Sekalinya udah siap jual malah nggak laku hufft." Keluh Riana.
"Ah namanya juga hidup Ri." Ucap Mitha.
"Iya."
"Kamu bagaimana dengan TTM-mu?"
"Hancur. Dia nggak pernah chat lagi, gue sapa hallo malah nggak dijawab. Ngeselin nggak?"
"Tapi kan kalian udah sepuluh tahun berteman dan lumayan dekat."
"Ri, udahlah nggak usah ngarep ngarep banget sama cowok yang maunya diperhatiin kita mulu. Apalagi dia cuma teman online, nggak real, nggak kelihatan!"
"Heuh, iya ya. Ah namanya juga hidup mit."
"Kopi paste Lo!"
"Haha!"
Esok harinya Riana melihat pria berpakaian serba hitam keluar dari mobil. Ternyata itu adalah sopir Angkasa. Ia membawa kotak makan berwarna pink dan memberikannya pada Riana. "Ini untuk Tuan Angkasa Hadi Utama." Ucap pria itu. Riana terkejut, maksudmu Angkasa raya yang ada diatas langit? Tidak. Itu pasti Angkasa yang sangat enggan ia temui kapanpun.
Jika dipikir lucu juga, lelaki galak itu masih suka membawa bekal. Mirip anak sekolahan saja. Tapi bagaimana makannya lelaki itu dengan wajah ditutupi topeng? Riana tahu persis, mungkin itulah alasan kenapa Angkasa membawa bekal setiap hari. Karena lelaki itu tidak mau wajah menyeramkan dan bertompelnya diketahui banyak orang saat sedang makan. Ia sangat menghindari tempat seperti kantin dan restoran.
Suasana saat itu sepi, lampu di berbagai ruangan gelap. Ada yang tertidur juga diruangannya. Waktu istirahat memang biasa seperti ini, banyak yang memilih tidur atau meninggalkan ruangan. Angkasa terlihat keluar dari ruangannya saat itu, ia lupa tidak membawa bekal.
Sepertinya ia akan ikut dengan beberapa temannya ke kantin.
"Saya ikut kalian ya." Ucap Angkasa kepada dua pria yang ternyata bawahannya. "B-bapak nggak bawa bekal?" Ucapnya gugup. "Nggak, saya kelupaan tadi."
"Sendirinya boleh mengatakan lupa hmph." Gerutu Riana sembari melihat dari jauh.
"Maksudnya Bapak mau makan di kantin? Bapak yakin? nggak ke restoran aja? Apa nggak apa apa, tanpa-- nanti kalo kutukan eh maksudnya--" Belum selesai bicara, Angkasa sudah memotong "Ayo." Ucapnya sembari berjalan duluan.
Riana tersenyum menyeringai, bekal berwarna pink itu ia sembunyikan dibelakang tangannya. Ia punya ide menarik.
Di kantin yang cukup ramai penduduk, kehadiran Angkasa dan dua karyawannya yang mengintil di belakang membuat seluruh karyawan di kantin langsung batuk berjamaah. Bagaimana mungkin seorang CEO perusahaan makan di kantin? Bahkan dari mereka banyak yang mengucek mata mengira salah lihat. Mereka saling bergumul dengan temannya "Itu Pak Angkasa?"
"Serius? Wah gawat dia mau makan disini!"
"Kita harus pergi sebelum dia membuka topengnya."
"Bisa bisa seluruh orang disini terkena kutukan."
"Aku masih belum mau mati."
"Ayo lah pergi."
Beberapa karyawan pun ada yang berniat pergi dari tempat itu. Disela mereka yang berebut akan pergi dari tempat itu, Riana malah masuk ke dalam kantin. Ia tertawa mengikik seperti halnya hantu berambut panjang.
"Hihihi aku akan menjadi orang pertama yang melihat wajah pak presdir saat makan." Ucap Riana tersenyum menyeringai. Untuk menghindari kutukan ia memerlukan sesuatu untuk melindungi wajahnya. Ia comot helm dari motor yang terparkir didepan kantin. Ia pakai helm itu. Situasi aman terkendali sekarang, ia bebas menonton wajah direktur galak itu seraya mengikik.
Angkasa mengatakan sesuatu pada penjaga kantin. "Nasi dan lauk pauknya dibungkus ya."
Penjaga kantin menjawab "Nggak makan disini aja Pak? Kertas nasinya--"
"Diam dan kerjakan, paham?"
"Iya pak, diem."
Dua pria yang sudah mengambil makanannya pun diam diam kabur meninggalkan Angkasa.
Riana yang sudah siap siap akan menonton wajah Angkasa tiba tiba dicolek dari belakang. "Duh." Riana mengabaikan orang yang mencolek pinggangnya, ia terlihat seru melihat angkasa didepan penjaga kantin. Dua tiga kali ia dicolek kembali, Riana pun kesal dan langsung menoleh ke belakangnya. Saat melihat ke belakangnya ia tak mendapati seorang pun. Ia langsung merinding. "Mbak, disini!" Ucap pria yang ternyata ada dibawahnya, posturnya sangat pendek dan kecil mirip seperti Ucok baba. "Ah maaf, maaf." Ucap Riana, pria itu menggeleng "Helm saya tuh!"
"Helm? Eh Iya ini." Ucap Riana seraya memberikan helmnya pada pria itu.
Tiba tiba ia terkejut saat melihat Angkasa berjalan keluar dari kantin seraya membawa bungkusan nasi dan lauk pauknya. Riana sangat menyayangkan hal itu. "Yah kok dibawa makanannya, kirain mau makan disini. Hufft gagal deh aing ngeliat wajah pak direktur."
"Kamu kenapa cemberut gitu?" Tanya Mitha yang tiba tiba datang
"Aku kira dia bakal makan di kantin." Keluh Riana
"Siapa?" Tanya Mitha
"Ce-E-O."
"Maksud Lo si Angkasa pura? Orang serba misterius kayak dia mana mau makan disini."
"Iya ya, dia pasti bakalan menghindari keramaian."
"Tuh tau. Apalagi dia direktur di perusahaan ini, tau sendiri selera orang kaya gimana."
"Tapi jujur loh, aku penasaran sama wajahnya."
"Maksud Lo mengenai rumornya yang punya tompel gede di mukanya."
"Pengen ketawa tapi takut dosa." Ucap Riana berseloroh
"Apa kayak Kakashi di anime Naruto? yang Kakashi bibirnya dower itu."
"Ah kamu ngomong anime lagi, nggak ngerti aku. Dasar kaum wibu."
"Haha."
"Iya loh Ri, dia kenapa ya menyembunyikan wajahnya. Masa sih untuk menghindari kutukan?"
"Dia punya kurap apa ya?"
"Lo kenal si Sari nggak?"
"Sari...wangi?"
"Lo kira teh celup!"
"Sekretaris Angkasa yang beberapa bulan lalu keluar akibat terkena kutukan karena melihat secuil wajah Angkasa tanpa topeng."
"Nggak, aku nggak tahu."
"Itu baru secuil loh, seupil! Dia katanya langsung mencret mencret sesudah melihat secuil wajah Angkasa."
"Masa sih sampe segitunya?"
"Iya udah gitu, ada rumor kalo ngeliat matanya selama lebih dari lima detik bakal kena sial."
"Ih serem."
"Makanya udahlah Lo nggak usah coba nyari tahu wajah Angkasa kayak gimana. Bisa celaka lo."
"Iya ya. Iya deh, aku nggak bakal mencoba nyari tahu lagi."
"Anak pintar."
Angkasa baru saja menyelesaikan makan di dalam ruangannya. Ia merasa cukup kenyang saat itu, ia minum beberapa teguk air dan membuang bungkus nasinya kedalam tong sampah. Ia menutup wajahnya dengan topeng kembali. Ketika ia sedang terduduk didepan laptopnya dan bersiap memulai pekerjaan seseorang masuk.
Pria berusia empat puluh delapan tahun, berpakaian rapih dengan jas dan celana hitam berjalan mendekati mejanya. Ia berjalan tegas dengan memasang ekspresi wajah sedikit kesal, Angkasa terkejut melihat ayahnya itu tiba tiba muncul. "Apa apaan kamu Angkasa, baru satu bulan kamu sudah memecat seratus karyawan. Hal konyol macam apa yang kamu lakukan huh?" Tanya Sanjaya.
"Sebelum memecat orang, saya sudah mempertimbangkan layak tidaknya dia berada disini."
"Masalahnya adalah kamu memecat orang yang penting penting dan sangat memerlukan pekerjaan." Ucap Sanjaya.
"Jika mereka sangat memerlukan pekerjaan, tentu mereka akan memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan."
"Angkasa, kamu tidak tahu mencari pekerjaan diluar sana susah. Hidup semakin sulit, kamu yang lahir dari keluarga berada sejak kecil pasti tidak tahu tentang masalah ini. Kamu hidup dengan sendok emas di mulut."
"Ah sudahlah pah."
"Kamu tuh, papa nggak ngajarin kamu untuk bersikap sombong dan semena mena. Kamu harus menjadi orang yang prihatin terhadap sesama."
"Iya pah, iya." Ucap Angkasa coba menurut, padahal ia tidak memperdulikannya.
Sanjaya mengeluarkan sebuah dokumen dari tangannya dan menyodorkannya pada Angkasa. "Apa ini?" Tanya Angkasa.
"Daftar pengeluaran perusahaan. Kamu cari tahu kenapa pengeluaran kita banyak sekali di bagian kebersihan."
Angkasa melirik sebentar ke dokumen itu lalu berkata. "Sampai 1M?" Tanya Angkasa mengernyit.
"Sepertinya ada yang korupsi di bagian ini, benar benar tidak bisa dibiarkan. Ayah harap kamu bisa membongkar ini semua secepatnya. Atau kita akan menderita kerugian yang banyak."
Seseorang mengetuk pintu dan mempermisikan diri mengambil tempat sampah lalu pergi. Ternyata dia adalah seorang Cleaning service.
"Apakah kita harus menyewa orang untuk menyamar dan membongkar korupsi itu?" Tanya Angkasa.
"Tidak, kamu saja." Ucap Sanjaya
"Eh? Maksud papah?" Tanya Angkasa
"Kamu yang akan menyamar menjadi orang itu."
"What, aku?!"
###
Ada anak baru yang bekerja sebagai cleaning service. Riana mendengar gosip itu dari Mitha. "Tapi aneh deh, dia masa nggak lepas lepas maskernya. Lagi kerja pakai masker terus, apa nggak sumpek itu idung." Ucap mitha, Riana seru mendengar gosipannya. "Dia lagi flu kali." Ujar Riana. "Maybe dan dia ganteng banget loh Ri." Ucap Mitha. "Kamu ini, nggak bisa liat yang jidat bening dikit nih." Balas Riana. "Emang bener, penglihatan gue mah nggak pernah salah. Lu liat aja banyak cewek yang bantu dan ajarin dia saat kesusahan. Dia populer dalam waktu sehari tau nggak." Ujar Mitha lagi. Riana hanya mengekeh mendengarnya. "Namanya juga keren Ri."
"Apa namanya?" Tanya Riana.
"Awan!"
"Hmm bagus ya."
"Iya bener banget, kamu selaksa awan yang menggantung diatas sedangkan aku adalah langitmu!"
"Pret"
"Haha."
Beberapa jam kemudian Riana melihat seorang anak PKL meminta bantuan Awan. Ternyata mereka sedang mengotak atik mesin foto kopi besar yang sedang paperjam. Awan terlihat kesusahan hingga sampai keringatnya bercucuran saat mengotak atik mesinnya.
Anak PKL itu meminta bantuan Riana. "Kak tolong bantuin kakak ini membenarkan mesin fotokopinya kak." Mohon anak PKL itu, Riana pun membantu Awan. "Misi dulu deh." Ucap Riana menyuruh Awan keluar. Riana mulai memasukkan tangannya kedalam mesin. Awan langsung memegang tangannya
"Jangan, nanti kesetrum!" Ucap Awan, Riana menatapnya dan tersenyum. "Nggak apa apa kok, kan hati hati." Ucap Riana. Awan perlahan melepas tangan Riana.
"Usahain tangan kamu nggak nyentuh dua besi ini karena nanti akan nyetrum." Ucap Riana, Awan menyimak.
"Nih lihat, tarik kertasnya perlahan dan dia akan keluar." Jelas Riana seraya menarik kertas yang menggulung itu. Awan mengangguk angguk paham. Riana mulai menutup pintu mesinnya dan menekan bermacam tombol. Ia bertanya pada Anak PKL "Mana yang mau difoto kopi?"
"Ini kak." Ucap Anak PKL itu.
Riana memasukkan dokumen yang mau difoto kopi. Ia menekan beberapa tombolnya lalu foto kopi. Awan melihat betapa cepatnya gadis itu memfoto kopi tanpa kendala.
"Makasih ya kak." Ucap Anak PKL lalu bergegas pergi.
Awan dan Riana segera keluar dari ruangan sempit itu. "Cleaning service disini emang sering dimintai bantuan anak PKL dalam menangani mesin foto kopi. Jadi kita mesti terbiasa hehe."
"O-oh gitu." Ucap Awan.
"Kamu anak baru itu kan? Kalo ada kendala minta bantuan aja sama cleaning service yang lain, nggak apa apa kok. Awalnya juga aku malu tapi akhirnya aku sadar orang orang sini terlalu baik."
Baik?
"Iya." Jawab Awan, Riana pun bergegas pergi meninggalkan lelaki itu sendirian.
Jika saja gadis itu tahu siapa dirinya, ia pasti akan sangat terkejut. Ini gila, dia harus menjadi seorang Cleaning service untuk membongkar korupsi di perusahaannya. Dan kenapa harus menjadi Cleaning service? Ini tidak lain bagian dari rencana konyol ayahnya yang ingin anaknya itu lebih menghargai orang lain. Ia benar benar paham sedang berada di situasi seperti apa.
Ditambah ia harus melakukan banyak pekerjaan memalukan yang mengikis harga dirinya sebagai CEO perusahaan. Ini menjengkelkan.
Riana dipanggil oleh seorang supervisor. Ia mendekati wanita yang juga memakai seragam biru itu. Vika.
"Kamu belanja alat dan perlengkapan kebersihan ya. Diantara kalian, siapa yang mau temenin Riana?" Tanya Vika, beberapa cleaning service yang mendengarnya terdiam dan saling menunjuk.
Tiba tiba seorang lelaki menunjuk tangan. "Saya Bu." Ucap Angkasa. Riana terkejut.
Bagi Angkasa ini adalah kesempatannya untuk menyelidiki tentang pengeluaran yang tidak masuk diakal itu.
"Baik, ini kunci motornya, kamu bisa pakai motor kan?" Tanya Vika sambil memberikan kunci motor pada Angkasa. "Maaf Bu, saya nggak bisa." Ucap Angkasa langsung ditertawai oleh Vika.
"Oke, Riana yang bawa motor kamu yang dibelakang. Ada ada aja kamu jaman millenium gini enggak bisa naik motor." Ujar Vika. "Baik Bu." Balas Angkasa.
"Riana nanti pulangnya jangan lupa mampir ke tempat biasa ya." Ucap Vika.
"Yes! diteraktir lagi ya Bu?" Tanya Riana.
"Iya khusus buat kamu ditraktir, yang lain bayar sendiri." Ucap Vika, beberapa Cleaning service yang baru terlihat senang langsung meng-yahkan ucapan Vika.
"Oke, yang lain mau nitip apa aja nih?" Tanya Riana. Beberapa cleaning service berkumpul sambil menyebutkan pesanannya pada Riana, sedangkan gadis itu langsung mencatat ke kertas.
Beberapa menit kemudian Riana sudah berada diatas tunggangannya bersama Angkasa. Ia ngebut tanpa basa basi dan meluncur cepat melintasi jalanan beraspal itu. Angkasa yang merasa sedikit ketakutan langsung memegang pinggang Riana. Gadis itu merasakan pinggangnya dipegang. Ia pun langsung menurunkan kecepatan motornya.
"Nama kamu siapa?" Tanya Angkasa.
"Riana! Panggil aja Rian!" Ucap Riana, Angkasa mengangguk.
"Kita mau kemana sekarang?" Tanya Angkasa.
"Ke Swalayan M-mart dulu." Jawab Riana
"Oh. Itu tempat paling murah?" Tanya Angkasa
"Sangat murah dibanding swalayan manapun. Namanya juga Murah-mart hehe sesuai nama."
"Oh."
"Tapi untuk membeli alat kebersihan biasanya beli di pasar. Biar murah."
"Oh gitu." Jawab Angkasa.
Mereka pun sampai di M-mart, banyak yang mereka beli seperti sabun, pembersih, pewangi, deterjen, tisu roll dan masih banyak lagi. Bahkan setelah berbelanja dari M-mart dan pasar pun Angkasa tidak kuat menahan berat barang bawaannya. Belanjaannya segunung. Setelah berbelanja mereka pun mampir ke tukang sosis bakar. Mampir ke sana memang sudah jadi rutinitas jika sehabis pergi berbelanja.
Sembari menunggu sosis bakarnya, Riana dan Angkasa duduk di kursi yang telah disediakan. "Disini sosis bakarnya enak banget, bumbu dan pedasnya super enak. Kamu mau beli nggak?"
Angkasa geleng geleng.
"Nyesel loh, karena belum gajian ya makanya nggak beli?" Tanya Riana sambil berseloroh, Angkasa diam saja dan malah mengalihkan wajahnya ke arah ibu yang sibuk membakar sosis.
Ini pertama kali dalam hidupnya ia diajak membeli sosis bakar atau apalah itu. Ia seumur umur belum pernah mencicipi makanan jalanan seperti ini. Wanginya terasa sedap tapi ia merasa enggan jika disuruh memakan makanan itu.
Saat sudah sampai, mereka meletakkan alat dan perlengkapan kebersihan itu ke dalam gudang. Waktu makan sudah hampir habis. Riana dan Angkasa pun bergegas menuju kantin untuk mengambil makanan.
Di kantin suasananya sudah sangat sepi, hanya ada beberapa orang saja termasuk penjaga kantin. Riana dan Angkasa mengambil makanannya bersama. Setelah itu Angkasa berkenan keluar dari kantin namun Riana memanggilnya. "Awan! Kamu mau kemana? Disini aja!"
Angkasa dicecar, ia yang merasa tidak ada pilihan lalu mengurungkan niatnya pergi. Ia hampiri Riana dan duduk disampingnya.
"Kamu pilih apa? Wah ayam, sama. Entah kenapa aku kalo disuruh memilih antara ikan atau ayam aku pilihnya ayam." Ucap Riana yang sedang mempermasalahkan makanan dihadapannya.
Angkasa jadi menonton Riana yang lahap memakan makanannya. Ia sangat ragu untuk membuka maskernya dan mempertontonkan wajahnya didepan gadis itu.
"Jangan bilang kamu mau makan pake masker?" Tanya Riana, Angkasa terdiam ragu.
Riana coba melepas masker namun Angkasa menolaknya. Mereka terus berebutan memegang masker sampai masker itu copot dan secara cepat menyingkapkan wajahnya yang sempurna.
Angkasa coba menutup nutupi wajahnya dengan tangan, Riana coba menyingkirkan tangannya.
"Kamu kenapa sih? Biasa aja napa, kamu malu sama aku iya? Atau takut dilihat sama semua orang yang ada disini? Emangnya wajah kamu tontonan apa? Kamu bukan badut!" Ucap Riana, Angkasa terkejut.
Perlahan ia langsung melepas maskernya meski dengan pandangan kesana kemari.
"Nah gitu dong, kamu nggak perlu takut. Di dunia ini ada yang lebih menakutkan dibanding wajah manusia." Ujar Riana, Angkasa memandang gadis itu lama lalu berakhir tersenyum.
Angkasa lalu mulai melahap makanannya bersamaan Riana. "Kamu mau sosis bakar nggak? Nih aku kasih kamu tiga." Ujar Riana seraya memberikan tiga sosis bakarnya ke tempat makan Angkasa. "Buat kamu aja." Ujar Angkasa.
"Mau disuapin?" Tanya Riana lalu mengambil sosis bakarnya dan mengarahkannya ke mulut Angkasa. "Aku nggak mau." Ucap Angkasa namun ia tak bisa mengelak suapan itu karena sudah menyentuh bibirnya.
Ia pun memakannya dan ia merasakan cinta rasa yang berbeda dari rasa sosis yang pernah ia makan. "Kok pedas ya?" Tanya Angkasa, Riana tertawa "Iya, pedas. Minum dulu nih." Riana menyodorkan gelas Angkasa.
"Gimana rasanya? Enak kan?" Tanya Riana.
"Iya enak." Jawab Angkasa langsung menghabiskan tiga sosis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!