NovelToon NovelToon

Pasangan Pengantin Misterius

Bab 1

Hujan turun deras sore itu, membasahi halaman rumah keluarga Wijaya. Petir sesekali membelah langit, menggema hingga ke dalam ruang tamu besar yang penuh hiasan mewah. Namun di tengah segala kemewahan itu, ada seseorang yang duduk diam di pojok sofa Lydia. Tubuhnya tegak, wajahnya tenang, namun mata beningnya menyimpan luka yang dalam.

Sejak kecil, Lydia tidak pernah benar-benar dianggap bagian dari keluarga. Ayah dan ibunya selalu menyanjung kakaknya, Amara, si cantik jelita yang penuh pesona, sementara dirinya selalu jadi bayangan, hanya pelengkap. Apapun yang terjadi, Amara selalu benar. Lydia? Tak lebih dari pengganggu, bahkan meski ia adalah anak kandung yang sah.

“Lydia!” suara keras ibunya, Nyonya Ratna, memecah lamunannya. “Kau sudah dengar, bukan? Besok keluarga Figo akan datang melamar. Kau yang akan menggantikan Amara.”

Jantung Lydia berdetak kencang, meski wajahnya tetap tanpa ekspresi. “Menggantikan? Maksud Mama apa?”

Sebelum sang ibu menjawab, Amara yang duduk anggun di kursi utama, menegakkan dagunya. Senyum sinis tersungging di bibir merahnya.

“Sudah jelas, bukan? Aku tidak sudi menikah dengan pria bertopeng itu. Semua orang tahu Luis Figo itu kejam, sadis, wajahnya pun entah rusak entah seperti apa. Aku tidak akan mengorbankan masa mudaku hanya untuk jadi pengantin monster.”

“Lalu aku?” tanya Lydia pelan, hampir berbisik.

Ayahnya, Tuan Wijaya, meletakkan koran dengan kasar di meja. Tatapan matanya dingin menusuk.

“Kau sudah cukup menyusahkan keluarga ini. Anggap saja pernikahanmu dengan Figo adalah kontribusi kecilmu sebelum kau benar-benar tak berguna. Kau akan pergi besok, dan mulai hari itu, jangan lagi membawa nama keluarga ini dengan aib.”

Lydia tersenyum miring. Senyum yang bagi orang lain mungkin terlihat pasrah, namun di dalam dadanya ada bara api yang menyala. Seumur hidupnya ia sudah terbiasa jadi kambing hitam. Tak ada yang percaya padanya. Tak ada yang tahu apa saja yang ia simpan.

“Baik,” jawab Lydia akhirnya. Suaranya lembut, seolah tak ada perlawanan.

Padahal di dalam kepalanya, ia sudah menyusun rencana.

Mama dan papanya serta Amara tampak kaget mendengar Lidya menerima pernikahan itu dengan mudah tanpa penolakan sedikitpun.

---

Malam Sebelum Pernikahan

Kamar Lydia tak pernah sebesar kamar Amara. Tak ada perabot mewah, tak ada kaca kristal atau lampu gantung. Hanya ranjang sederhana, meja kayu, dan lemari tua. Namun, justru di kamar sederhana itulah Lydia menyembunyikan sesuatu yang tak pernah diketahui siapapun.

Begitu pintu terkunci, ia menyingkap karpet, membuka papan lantai yang longgar, lalu mengeluarkan sebuah kotak hitam. Di dalamnya tersimpan laptop tipis dengan sistem keamanan tingkat tinggi, pistol kecil berwarna perak, dan sebilah pisau lipat.

Jari-jarinya lincah menyalakan laptop itu. Di layar, puluhan kode program berderet. Ia bukan hanya gadis penurut seperti yang dilihat keluarganya. Ia adalah seorang peretas ulung, yang mampu menembus jaringan keamanan besar hanya dalam hitungan menit. Di luar rumah, di dunia maya gelap, Lydia dikenal dengan nama samaran "Shadow Lily" hacker yang ditakuti banyak kelompok bawah tanah.

“Luis Figo, pria bertopeng yang katanya kejam,” gumamnya sambil mengetik cepat. “Mari kita lihat siapa sebenarnya dirimu.”

Layar laptop menampilkan puluhan berkas tentang transaksi gelap, catatan kriminal, hingga foto-foto samar pria bertubuh tinggi dengan topeng hitam menutupi wajah. Informasi yang ia dapatkan dari jaringan bawah tanah justru membuat hatinya berdegup lebih kencang.

Luis Figo bukan sekadar mafia biasa. Ia adalah raja bayangan.

“Dan besok aku akan jadi… istrimu.” Lydia menutup laptopnya, menyelipkan pisau lipat ke dalam kotak, lalu menutup kembali papan lantai. Semua kembali seperti semula. Tak ada yang akan tahu.

---

Hari Pernikahan pun tiba

Pagi itu, keluarga Wijaya sibuk. Amara tampil cantik dengan gaun putih meski hanya sebagai pengiring, sementara Lydia dipaksa mengenakan kebaya pengantin yang sederhana tapi tetap anggun. Di wajahnya terpasang riasan tipis yang justru menonjolkan kecantikannya yang natural.

Namun tak ada senyum kebahagiaan. Hanya tatapan kosong yang tak ingin diperlihatkan terlalu dalam, orang yang melihat Lydia sangat bingung karena tidak ada expresi apapun dan itu membuat semua orang penasaran

Di ruang akad, keluarga Figo sudah menunggu. Para pengawal berbadan besar berjajar rapi, aura mengintimidasi memenuhi udara. Di kursi utama, duduklah seorang pria dengan jas hitam, tubuh tinggi, dan topeng metalik menutupi wajah. Luis Figo.

Tatapannya menusuk meski mata itu tersembunyi di balik bayangan topeng.

Suara penghulu bergema. Prosesi akad berlangsung singkat, tanpa drama.

Luis Figo mengucap ijab kabul dengan suara berat, penuh wibawa. setelah itu Lydia mencium tangan sang suami dengan takzim

Semua selesai dalam hitungan menit.

Tanpa menoleh pada istrinya, Luis bangkit dari kursinya.

“Kirim dia ke rumahku. Pastikan semua kebutuhan terpenuhi,” katanya singkat pada anak buahnya, lalu pergi begitu saja.

Tidak ada genggaman tangan. Tidak ada senyum. Tidak ada kata selamat datang. Hanya kepergian.

Lydia berdiri kaku. Hatinya terasa perih, tapi wajahnya tetap tenang. Dari kejauhan, Amara tersenyum puas.

“Selamat tinggal, adikku. Nikmati hidup barumu dengan monster itu.” tawanya mengejek sang adik

Namun dalam hati, Lydia berbisik pada dirinya sendiri,

“Monster atau bukan, aku tidak pernah takut.”

---

Hari pertama Lydia tinggal di kediaman Luis terasa asing. Rumah itu begitu luas, rumah mewah yang sunyi dipenuhi marmer dan lukisan mahal, tapi dingin tanpa kehangatan. Ada banyak pelayan yang sigap, namun tatapan mereka penuh rasa ingin tahu.

Di antara mereka, seorang wanita berambut cokelat panjang mendekat dengan senyum tipis.

“Aku Sofia,” katanya sambil menunduk pura-pura hormat. “Mulai hari ini, aku yang akan mengurus semua kebutuhan Nyonya.”

Lydia membalas dengan anggukan sopan. “Terima kasih.”

Namun dari tatapan mata Sofia, Lydia bisa membaca sesuatu, kebencian yang terbungkus senyum karena Sofia tidak suka kehadirannya di rumah itu.

Dan Lydia tahu, masalah baru akan segera datang dan Lydia tidak peduli dengan Sofia, selagi Sofia tidak membuatnya dalam bahaya maka Lydia akan tetap sabar dengan tingkah Sofia.

---

Suasana sunyi di kamar utama rumah mewah itu. Lydia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya sendiri dengan gaun pengantin yang belum sempat ia lepas.

“Aku bukan boneka,” bisiknya. “Aku bukan tumbal. Aku Lydia… dan aku tidak akan kalah.”

Malam pertama sebagai istri sah Luis Figo, Lydia terjaga cukup lama. Ranjang berukuran king di kamar utama terasa terlalu luas, terlalu dingin. Tidak ada suara napas seorang suami di sampingnya, tidak ada sapaan lembut ataupun genggaman tangan yang menghangatkan.

Yang ada hanya dentingan jam dinding mewah, deru angin malam yang menerpa jendela, dan kesunyian yang menjerat.

Lydia menarik selimut tipis hingga ke dadanya. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, tapi hatinya berdebar cepat. Bukan karena takut pada pria yang kini sah jadi suaminya justru karena penasaran.

Luis Figo, pria yang dijuluki Raja Bertopeng, meninggalkannya begitu saja. Seolah pernikahan hanya sebuah kontrak tanpa arti.

Bersambung

Bab 2

Suara burung merpati terdengar samar dari halaman luar. Saat pelayan masuk membawa sarapan, Lydia sudah rapi dengan gaun rumah sederhana berwarna pastel.

“Selamat pagi, Nyonya,” ucap salah satu pelayan tua dengan sopan. “Ini sarapan Anda.”

Lydia tersenyum tipis. “Terima kasih. Taruh saja di meja.”

Pelayan itu menunduk, lalu pergi.

Belum lama ia duduk, seorang wanita lain masuk dengan langkah anggun. Rambut cokelatnya bergelombang indah, kulitnya cerah, bibirnya dipoles merah menyala. Dialah Sofia, pelayan khusus yang semalam sudah memperkenalkan diri.

“Selamat pagi, Nyonya.” Nada suaranya terdengar ramah, tapi mata cokelatnya menyimpan sinar dingin. “Apakah Anda tidur nyenyak tadi malam?”

“Lumayan,” jawab Lydia datar.

Sofia melangkah lebih dekat, merapikan piring-piring di meja, lalu berbisik lirih.

“Rumah ini terlalu besar, terlalu sunyi, bukan? Bisa jadi… menakutkan bagi seorang wanita yang sendirian.”

Lydia menatapnya, tidak menjawab.

Sofia tersenyum manis, tapi senyum itu palsu.

“Kalau saya boleh jujur, Nyonya. Tuan Figo jarang sekali pulang. Kadang berbulan-bulan tidak muncul. Jadi jangan terlalu berharap banyak. Di rumah ini, yang benar-benar berkuasa adalah dia.” Sofia menunjuk dirinya sendiri dengan jemari lentik.

Lydia menahan tawa kecil. “Begitukah, lalu kenapa?”

Sofia mendekat, mencondongkan tubuhnya. “Kalau kau pintar, kau akan tahu posisimu. Kau hanya istri di atas kertas. Hati Tuan Figo sudah lama jadi milik orang lain.”

Ucapan itu diakhiri dengan senyum penuh kemenangan.

Lydia menunduk seolah pasrah, lalu mengambil sendok. “Terima kasih atas sarannya, Sofia. Akan kuingat. Tapi maaf itu bukan urusan mu dan kau boleh pergi”

Sofia yang mendengar jawaban Lydia pun tercengang, karena ketenangan dan keberanian Lydia.

Setelah Sofia pergi, Lydia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan.

Satu hal yang sudah lama ia pelajari. Dunia ini tidak memberi ruang pada orang lemah. Karena itu ia harus selalu memainkan peran.

Di depan orang lain, ia akan menjadi Lydia yang lembut, penurut, dan polos.

Tapi di balik itu, ia tetaplah Lydia yang sesungguhnya kuat, tajam, dan berbahaya.

Ia menatap sekeliling ruangan. Lukisan-lukisan abstrak, kristal di langit-langit, marmer di lantai. Semua tampak sempurna, tapi dingin tanpa jiwa.

“Ini penjara emas,” gumamnya. “Namun aku tidak akan membiarkannya menelan diriku.”

---

Hari berganti malam. Luis Figo tidak muncul sekalipun di rumah itu bahkan kabar jelas pun tidak Lydia dapatkan, hanya kabar samar dari anak buahnya yang mengatakan ia sedang “bekerja.” Bekerja kata halus untuk perang antar geng atau transaksi berdarah.

Lydia duduk di meja kerja, membuka buku catatan kecil. Tangannya menggambar pola-pola angka dan kode. Sesekali ia tersenyum tipis, seakan menemukan puzzle menarik.

Tiba-tiba, pintu kamar diketuk.

“Masuk,” ucap Lydia.

Sofia melangkah masuk dengan nampan berisi teh hangat. “Minumlah, Nyonya. Teh ini bisa membantu tidur.”

Lydia menerima dengan sopan. “Terima kasih.”

Sofia berdiri agak lama, menatapnya. “Boleh saya jujur, Nyonya?”

Lydia menoleh. “Tentu.”

Sofia menurunkan suaranya. “Anda tidak akan bertahan lama di sini. Semua istri yang pernah mendekati Tuan Figo… akhirnya pergi. Ada yang kabur, ada yang menghilang. Anda tidak berbeda.”

Lydia menatap teh di tangannya, lalu mengangkat kepala dengan senyum manis. “Kalau begitu, kita lihat saja, Sofia.”

Lagi lagi ucap Lydia seperti menantang nya dan membuat Sofia kesal lalu pergi begitu saja.

---

Malam semakin larut. Setelah yakin semua pelayan tertidur, Lydia membuka laci meja. Ia mengeluarkan laptop hitamnya, lalu menyalakannya dengan cepat.

Jari-jarinya menari di atas keyboard. Jaringan keamanan rumah Figo langsung terpampang. Kamera pengawas, pintu elektronik, bahkan jadwal patroli anak buah Luis. Semua dalam genggamannya.

Ia tidak berniat menghancurkannya, hanya mengamati.

“Menarik…” gumamnya.

Tiba-tiba layar menampilkan notifikasi. Ada serangan siber dari pihak luar seseorang sedang mencoba meretas jaringan Figo. Lydia mengernyit, lalu dengan mudah membalikkan serangan itu, membuat penyerang kabur.

Ia tersenyum tipis.

“Sepertinya, hidupku di rumah ini tidak akan membosankan.”

Di luar kamar, Sofia berdiri mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Senyum sinisnya perlahan menghilang, berganti dengan tatapan curiga.

“Ada sesuatu dengan perempuan itu,” bisiknya. “Dia bukan sekadar pengantin pengganti. Aku harus mencari tahu.”

Sementara di kamar, Lydia menutup laptopnya, lalu menatap cermin. Bayangan dirinya dengan gaun tidur sederhana menatap balik.

“Aku mungkin hanya istri di atas kertas. Tapi suatu hari, semua akan tahu siapa sebenarnya aku.” ujar Lydia lirih

...----------------...

Matahari pagi menembus kaca jendela besar kamar utama, menyapukan cahaya hangat ke lantai marmer yang berkilau. Lydia membuka matanya perlahan, lalu duduk di tepi ranjang. Rambut hitamnya terurai lembut di bahu, wajahnya tenang, nyaris seperti patung porselen.

Tidak ada ucapan selamat pagi. Tidak ada sosok suami yang duduk di samping ranjang.

Hanya sepi.

Ia menarik napas panjang, lalu berdiri. Tubuh rampingnya bergerak anggun ke arah balkon. Dari sana ia bisa melihat halaman belakang yang luas, dengan taman penuh bunga yang dirawat rapi. Burung-burung kecil beterbangan, seakan tidak peduli bahwa rumah itu adalah sarang mafia paling ditakuti.

“Indah, tapi dingin,” gumamnya lirih.

Seorang pelayan tua mengetuk pintu, lalu masuk membawa baki berisi sarapan.

“Selamat pagi, Nyonya.”

“Selamat pagi.” Lydia tersenyum sopan.

Pelayan itu menunduk dalam-dalam sebelum keluar. Tak lama, pintu terbuka lagi, dan kali ini Sofia yang masuk. Wajahnya segar, bibir merahnya berkilau. Dengan gaya percaya diri, ia menaruh vas bunga di meja dekat ranjang.

“Pagi, Nyonya. Tidur nyenyak?” suaranya ramah, tapi matanya memandang Lydia seakan menilai kelemahan.

“Nyenyak,” jawab Lydia datar. Ia menutup balkon, lalu duduk di kursi.

Sofia mendekat. “Senang mendengarnya. Saya hanya ingin mengingatkan, hari ini ada beberapa aturan rumah yang harus Nyonya pelajari. Tuan Figo mungkin tidak ada, tapi sebagai pelayan senior, saya bertanggung jawab menjaga keteraturan.”

Nada suaranya terdengar seperti seorang penguasa, bukan pelayan.

Lydia menatapnya sekilas, lalu mengangguk kecil. “Baik. Aku akan mendengarkan.”

Sofia tersenyum puas, lalu mulai menjelaskan hal-hal sepele: kapan waktu makan, bagian rumah mana yang tidak boleh dimasuki, hingga tata krama di hadapan tamu. Semua disampaikan dengan nada seolah Lydia hanyalah tamu sementara.

Di akhir, Sofia mendekat lebih jauh, hampir membisikkan.

“Kalau ingin bertahan lama di rumah ini, Nyonya harus pintar menempatkan diri. Jangan berharap banyak dari pernikahan ini. Tuan Figo tidak pernah benar-benar peduli pada seorang wanita.”

Lydia terdiam, menunduk seakan pasrah. Ia memainkan sendok di tangannya, senyum kecil terbit di bibirnya.

“Terima kasih sudah mengingatkanku. Aku ingat kata-katamu, dan itu sudah beberapa kali. Aku tidak pikun”

Sofia sangat kesal lalu pergi dengan langkah penuh kesal.

Bersambung

Bab 3

Siang hari, Lydia berjalan di taman belakang. Beberapa pelayan sedang memangkas rumput, sebagian lagi menyiram bunga. Begitu melihatnya, mereka buru-buru menunduk. Ada rasa hormat, tapi juga jarak.

Lydia duduk di bangku batu dekat kolam ikan. Ia tampak sibuk menatap air, padahal pikirannya jauh melayang.

Dalam diam, ia menilai setiap sudut taman, menghitung jarak antar gerbang, menghafal pola patroli penjaga. Semua ia simpan dalam ingatannya.

Di balik penampilan lemah lembut, Lydia bekerja layaknya mesin pengamat.

Tiba-tiba, dua pelayan muda lewat sambil berbisik.

“Kasihan sekali Nyonya baru. Tuan Figo bahkan tidak pulang.”

“Ya, mungkin dia juga akan pergi seperti istri-istri sebelumnya.”

Lydia pura-pura tidak mendengar. Ia hanya tersenyum kecil pada ikan-ikan di kolam. Tapi jauh di lubuk hati, tekadnya makin menguat: ia bukan wanita yang akan dilupakan begitu saja.

Sore menjelang, Sofia muncul lagi. Kali ini ia membawa nampan berisi teh dan kue.

“Nyonya, silakan cicipi. Saya sendiri yang menyiapkannya.”

Lydia menatap nampan itu, lalu mengangguk. “Terima kasih.”

Ia mengambil cangkir, menyeruput sedikit. Teh hangat itu pahit, tapi wajah Lydia tetap tenang. Ia tahu, Sofia sedang menguji keberaniannya.

“Bagaimana rasanya?” tanya Sofia manis.

“Pahit,” jawab Lydia singkat.

Sofia terkejut sesaat, lalu tertawa kecil. “Ah, maaf. Mungkin saya terlalu lama menyeduhnya.”

Lydia hanya tersenyum samar, tidak menyinggung lebih jauh. Namun begitu Sofia pergi, ia menaruh cangkir itu di meja dan tidak menyentuhnya lagi.

Malam tiba. Rumah besar itu kembali sunyi. Pelayan-pelayan sudah masuk kamar masing-masing.

Lydia duduk di depan meja kerja, menyalakan laptop hitamnya. Layar menyala, kode-kode muncul. Dengan cepat ia masuk ke jaringan rumah Figo, kali ini lebih dalam daripada semalam. Ia menemukan jalur rahasia di lantai bawah tanah sebuah ruangan tersembunyi yang tidak tercatat di denah resmi.

“Ruang rahasia…” Lydia mengernyit, matanya berkilat penasaran.

Ia mencatat lokasi itu di buku kecilnya. Tidak akan ia buru-buru periksa. Semua ada waktunya.

Setelah itu, ia menutup laptop, lalu berdiri di depan cermin besar. Dengan gerakan tenang, ia membuka laci meja rias, mengeluarkan pisau lipat kecil yang tersembunyi di balik setumpuk kain.

Lydia tersenyum tipis. “Jika mereka mengira aku lemah, mereka akan menyesal.”

Di luar kamar, Sofia kembali mengintip. Ia melihat sekilas pisau yang menancap di dinding sebelum Lydia menutup gorden.

Sofia menggertakkan giginya. “Perempuan ini… tidak seperti yang terlihat.”

----

Keesokan paginya, Lydia duduk di meja makan untuk sarapan. Semua pelayan berdiri rapi, menunggu perintah. Sofia dengan angkuhnya menuangkan teh ke cangkir Lydia.

“Nyonya, semoga harimu menyenangkan,” ucapnya manis.

Lydia menatapnya sekilas, lalu tersenyum kecil. “Terima kasih, Sofia. Aku akan selalu mengingat perhatianmu.”

Nada lembut itu membuat para pelayan lain tidak curiga. Tapi hanya Sofia yang menangkap arti ganda dalam senyum Lydia.

Dan untuk pertama kalinya, Sofia merasa sedikit tidak nyaman.

Rumah mewah itu tetap sunyi tanpa tuannya. Namun di balik kesunyian, benih konflik sudah mulai tumbuh. Lydia memainkan perannya dengan sempurna istri penurut di depan orang lain, tapi penyusup berbahaya di balik layar.

Sementara Sofia, yang merasa berkuasa, mulai menyadari bahwa wanita yang ia anggap lemah itu bisa jadi jauh lebih berbahaya daripada dirinya.

Hari-hari di rumah Figo baru saja dimulai, dan permainan di balik senyum Lydia semakin dalam.

...----------------...

Pagi itu, sinar matahari masuk menembus tirai sutra yang menjuntai di jendela kamar besar itu. Lydia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Sejenak ia mencoba mengingat mimpi semalam, lalu mengembuskan napas panjang. Hidupnya kini sudah benar-benar berbeda. Tidak ada lagi suara riuh keluarganya, tidak ada lagi tatapan dingin dari sang ayah atau sindiran tajam dari Amara. Yang ada hanyalah kesunyian, para pelayan yang lalu-lalang, dan tatapan penuh rasa ingin tahu dari Sofia yang seolah menunggunya melakukan kesalahan sekecil apa pun.

Lydia turun dari ranjang, menyibakkan rambut hitam panjangnya ke belakang telinga. Ia mengenakan gaun sederhana yang telah disiapkan pelayan malam sebelumnya, lalu keluar dari kamar. Di sepanjang koridor, beberapa pelayan yang berpapasan langsung menunduk hormat.

“Selamat pagi, Nyonya,” ucap salah seorang pelayan muda, gugup.

Lydia hanya mengangguk singkat, senyumnya lembut, nyaris tak terlihat. Dalam hati, ia menimbang-nimbang bagaimana orang-orang di rumah besar ini memandangnya. Mereka menyebutnya Nyonya, tapi jelas terlihat tak ada rasa hormat sejati. Itu bukan salah mereka semua orang tahu istri Tuan Figo hanyalah seorang pengganti, dipaksa masuk ke dalam ikatan yang bahkan sang kakak sendiri menolak.

Di ruang makan, meja panjang sudah dipenuhi berbagai hidangan. Aroma roti panggang, sup kaldu hangat, dan teh hitam memenuhi udara. Lydia duduk dengan tenang, tetapi matanya segera menangkap sosok Sofia yang melangkah masuk dengan gaun yang terlalu mewah untuk ukuran seorang kepala pelayan. Senyumnya manis, tapi matanya penuh sindiran.

“Selamat pagi, Nyonya,” ucap Sofia, suaranya terdengar sopan tapi menusuk. “Saya harap Anda tidur nyenyak di kamar besar itu. Ah, biasanya Tuan Figo jarang mengizinkan siapa pun menggunakan kamar tersebut.”

Lydia tersenyum tipis, tidak terprovokasi. “Tidurku cukup baik. Terima kasih sudah menyiapkan semuanya dengan rapi.”

Jawaban tenang itu membuat beberapa pelayan yang berdiri di sekitar ruangan saling berpandangan. Mereka jarang melihat seseorang menanggapi Sofia tanpa gugup.

Sofia mendekat, pura-pura menata sendok dan garpu di depan Lydia, lalu berbisik pelan, “Jangan berpikir tempat ini milikmu, gadis manis. Kau hanya tamu sementara.”

Lydia menatap piring di depannya, seolah tidak mendengar. Namun dalam hati ia sudah mencatat, Sofia semakin berani.

----

Siang itu, Lydia meminta izin berjalan-jalan di taman rumah besar itu. Dua pelayan mengikutinya dari jauh. Ia menunduk, pura-pura menikmati bunga mawar merah yang bermekaran. Namun sebenarnya, matanya sibuk menghitung jumlah kamera tersembunyi yang terpasang di area luar. Setiap sudut rumah diawasi ketat.

"Menarik… seolah rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan benteng." batin Lydia

Ia menekan jam tangannya dengan lembut. Sekilas tampak seperti aksesori biasa, padahal itu perangkat kecil yang sudah ia modifikasi sejak lama. Di layar mungil yang hanya bisa dilihat dari sudut tertentu, ia menerima sinyal gelombang dari beberapa kamera. Lydia tersenyum samar. Hanya butuh waktu, ia bisa menembus sistem keamanan rumah ini.

----

Menjelang sore, Sofia kembali mencari gara-gara. Kali ini, ia mengatur agar Lydia mendapat teh panas yang terlalu manis.

“Maafkan saya, Nyonya,” ucap seorang pelayan muda dengan wajah panik. “Saya tidak tahu kenapa rasanya seperti ini. Biasanya—”

“Sudahlah,” potong Lydia lembut, meletakkan cangkirnya. “Bukan salahmu.”

Sofia mendengus halus, lalu bersuara lantang agar semua mendengar, “Nyonya kita rupanya terlalu lembut. Kalau Tuan Figo ada di sini, tentu sudah memarahi pelayan seperti ini. Bagaimana Anda bisa menjaga kehormatan rumah tangga bila sekadar teh saja Anda diamkan?”

Beberapa pelayan menunduk takut. Mereka tahu Sofia sedang mencari kesempatan mempermalukan nyonya baru itu.

Lydia menoleh, menatap Sofia dengan sorot mata tenang. “Menghukum karena teh terlalu manis tidak menunjukkan kehormatan, Sofia. Justru kesabaran lah yang akan menjaga nama baik Tuan Figo.”

Ruangan hening seketika. Kalimat itu diucapkan dengan suara lembut, tapi maknanya menusuk. Para pelayan berani mengangkat kepala, menatap Lydia dengan kekaguman yang disembunyikan.

Sofia terdiam sepersekian detik, lalu tertawa kecil. “Tentu saja, Nyonya. Pandangan yang… menarik.” Namun wajahnya menegang saat ia berbalik.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!