NovelToon NovelToon

Love And Revenge

Bab 1

Terlihat seorang wanita sedang mencoba gaun pengantin, dibantu oleh pelayan. Ia berdiri di depan cermin besar, tersenyum lembut menatap pantulan dirinya yang tampak begitu anggun dan mempesona.

"Wah, Nona, Anda benar-benar terlihat sangat cantik. Saya yakin, Tuan Jack pasti akan terpesona melihat Anda," ucap pelayan itu penuh kekaguman.

Wanita yang bernama Evelyn, hanya membalas dengan senyum manis. Ia perlahan memutar tubuhnya, memperhatikan gaun itu dari berbagai sudut.

"Apa ini benar-benar aku?" batinnya, menatap dirinya yang terlihat begitu anggun dan lembut, jauh berbeda dari sosoknya yang dingin saat menjalankan misi bersama Jack, kekasih sekaligus pemimpin organisasi hitam.

Ya, hari ini, Jack menemaninya mencoba gaun pengantin yang akan ia kenakan di hari pernikahan mereka. Kebahagiaan itu begitu nyata, membuat Evelyn tidak henti-hentinya tersenyum. "Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, impianku untuk bersanding dengan Jack akan terwujud," batinnya lagi.

"Aku akan memperlihatkannya pada Jack," ucap Evelyn penuh semangat. Dengan bantuan pelayan, ia berjalan menuju ruangan sebelah, tempat Jack menunggu.

Namun, langkah Evelyn mendadak terhenti. Senyum yang tadi merekah perlahan memudar, digantikan tatapan terkejut sekaligus hancur. Di depan matanya, Jack sedang bercumbu mesra dengan manajer butik itu.

Jari-jarinya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Nona ... " pelayan itu menatap iba Evelyn saat menyaksikan pengkhianatan yang wanita itu dapat di hari menjelang pernikahan mereka.

Namun, Evelyn justru berbalik. Senyum tipis yang penuh kepahitan terukir di bibirnya. "Aku rasa, dia tidak ingin melihatku. Kita kembali saja." Evelyn berjalan dengan langkah gontai. Dia memilih diam, menahan luka yang mengoyak hatinya, meyakinkan diri bahwa cintanya pada Jack, lebih besar dari rasa sakit itu.

Tapi, benarkah begitu?

Tidak berapa lama, Jack datang ke ruangan di mana Evelyn berada. Dia melihat Evelyn yang diam membisu, menatap bayangan dirinya sendiri di cermin. Wajahnya tampak tenang, namun matanya kosong, seperti menyimpan sesuatu yang tidak terucap.

Pria itu perlahan mendekat, lalu memeluknya dari belakang. "Kenapa kau belum mencobanya, hm?" bisiknya lembut, seolah tidak terjadi apa-apa.

Evelyn tersenyum samar, senyum yang dipaksakan. Ia perlahan melepas pelukan Jack, berbalik menghadap pria yang sangat ia cintai sekaligus yang baru saja menghancurkan hatinya.

"Aku sudah mencobanya," jawabnya tenang.

Jack mengerutkan dahi. "Benarkah? Kenapa aku tidak tahu? Aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin. Kau pasti akan terlihat sangat cantik."

"Tadinya, aku ingin memperlihatkannya padamu." Evelyn menahan napas, menatap pria itu dengan lembut, meski hatinya masih terasa perih. "Tapi, setelah kupikir-pikir, lebih baik kau melihatnya saat pernikahan kita saja."

Jack mengangkat alis. "Kenapa begitu?"

"Kejutan," jawab Evelyn singkat dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya. Lalu, ia berjalan melewati Jack dengan langkah ringan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Namun, baru beberapa langkah, senyum itu perlahan memudar. Wajahnya berubah dingin, dengan sorot mata yang tajam. Kini, bayangan di cermin tidak lagi memperlihatkan seorang calon pengantin yang berbahagia, melainkan seorang wanita yang dalam diam sedang menahan emosi nya.

Di tempat lain, seorang pria berdiri di depan jendela besar, di ruangannya. Asap rokok keluar dari mulutnya, melayang dan mengepul, sebelum menghilang bersama hembusan angin dari celah jendela, di susul seringai tipis yang muncul di bibirnya.

"Jadi, dia akan menikah?" tanyanya dengan nada datar, namun, tersirat ancaman terselubung.

"Benar, Tuan. Mereka akan menikah di gereja, di lantai dua," jawab anak buahnya dengan hati-hati.

Pria itu mengangguk perlahan, menghisap rokoknya sekali lagi sebelum melepaskan asap dengan napas panjang. "Lalu, bagaimana dengan LV?" tanyanya dengan suara lebih rendah, namun jelas menekan.

Anak buah itu menelan ludah, tampak ragu untuk menjawab. Ia tahu, satu kata salah saja bisa membuat nyawanya melayang.

"Katakan!" sentak nya tiba-tiba.

"Ma-maaf, Tuan. Kami belum menemukan orang bernama LV. Kami sudah menyelidikinya, dan di dalam organisasi mereka tidak ada yang mempunyai nama atau inisial itu," jawabnya terbata-bata.

Pria itu perlahan berbalik. Tatapannya dingin, menusuk, membuat anak buahnya menunduk semakin dalam.

"Tidak ada, kau bilang? Apa kau pikir, aku yang salah, hah?" bentaknya dengan suara menggelegar, penuh kemarahan yang tertahan.

"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan kembali menyelidikinya."

Pria itu mendengus kasar, lalu mengibaskan tangannya, memberi isyarat agar bawahannya segera keluar dari ruangannya.

Begitu pintu tertutup, keheningan kembali menyelimuti ruangan tersebut. Pria itu kembali menatap keluar jendela, sebelum membuka telapak tangannya yang terdapat bekas luka yang membentuk inisial LV.

Matanya menyipit, penuh bara dendam. "Aku tidak akan lupa, dan aku pastikan akan mengukir namaku di tubuhmu, LV." Asap rokok kembali mengepul, seiring dengan janji gelap yang bergema di ruang hampa itu.

...****************...

Beberapa hari kemudian, Acara pernikahan itu akhirnya digelar di sebuah gereja megah yang dijaga ketat oleh anak buah Jack.

Di altar, pria itu berdiri gagah dengan jas putih yang menambah wibawanya, dengan senyum puas yang tidak pernah lepas dari bibirnya.

Dan, tidak lama kemudian, pintu besar gereja terbuka. Semua mata tertuju pada Evelyn yang berjalan anggun dengan balutan gaun pengantin putih. Tiara berkilau di kepalanya, langkahnya mantap meski tatapannya menyimpan sesuatu yang sulit terbaca.

Jack terpesona. Tatapannya tidak berkedip, seakan dunia berhenti hanya untuk melihat Evelyn.

"Kau benar-benar cantik, sayang. Aku beruntung memilikimu," bisiknya penuh kagum ketika Evelyn berdiri di depannya.

Evelyn tersenyum lembut, menyambut uluran tangan Jack. Meski senyum itu indah, ada kilatan samar dalam sorot matanya, sesuatu yang hanya dirinya sendiri yang tahu.

Kini, mereka berdiri bersebelahan, menghadap pendeta, siap mengucapkan janji suci yang akan mengikat mereka seumur hidup. Namun, sebelum pendeta sempat membuka suara, dentuman keras mengguncang suasana.

DOR! DOR! DUARR!

Suara tembakan disusul ledakan memecah keheningan. Kaca jendela gereja bergetar, teriakan panik para tamu menggema di seluruh ruangan.

"KITA DI SERANG!!!" teriak salah satu anak buah Jack sambil menarik pistolnya.

Para tamu berhamburan mencari perlindungan, sementara anak buah Jack segera membentuk barisan, menghalangi siapa pun yang mendekat. Asap dan debu mulai memenuhi ruangan, aroma mesiu menyengat di udara.

Jack segera menarik Evelyn ke belakangnya, melindungi tubuh wanita itu dengan sigap. Wajahnya berubah dingin, penuh amarah.

"Brengsek! Siapa yang berani mengacaukan hari pernikahanku," desisnya geram.

BRAKH!

Pintu terbuka lebar, memperlihatkan seorang pria yang berjalan dengan langkah lebar, diikuti anak buahnya yang berjalan di belakangnya penuh siaga.

"Lama tidak bertemu, Jack," ucap Pria itu.

Jack melebarkan kedua matanya, terkejut melihat pria itu. "Kau ... "

Bab 2

Keduanya sontak terkejut dengan kedatangan pria itu, terutama Evelyn. Ia tidak mungkin lupa pada sosok yang pernah menjadi target mereka dua tahun silam.

"Jacob Lucifer," lirih Evelyn dengan nada suara yang nyaris tidak terdengar.

Jacob menarik kursi dan duduk dengan angkuh sambil mengisap rokoknya. Kedua matanya menatap sekeliling ruangan dengan tenang.

"Jadi, kalian akan menikah?" tanyanya dengan sorot mata yang tajam saat berhenti tepat pada keduanya. "Sepertinya memang begitu," ucapnya lagi.

"Wah, aku datang di saat yang tepat. Kalau tidak, aku mungkin tidak akan sempat menyaksikan kebahagiaan kalian."

Jack mengepalkan tangannya kuat, sampai-sampai buku-buku jarinya memutih. "Apa maumu, sialan?" hardiknya.

"Mauku?" Jacob tersenyum miring. "Tentu saja menjadi saksi cinta kalian."

"Kau ... " ucapan Jack terhenti ketika ia melihat anak buahnya mulai mengepung Jacob. Begitu pula dengan anak buah Jacob yang segera mengambil sikap siaga dengan mengangkat senjata ke arah musuh.

Seketika, suasana mulai menegang. Ujung laras senjata saling mengarah, hanya menunggu aba-aba untuk menyalak. Namun, Jacob tetap duduk tenang, seolah yakin ia yang akan keluar sebagai pemenang.

"Ck, ck, ck ... Kau benar-benar keterlaluan, Jack," ujar Jacob seraya berdiri. " Kau menodong tamu dengan senjata? Itu benar-benar tidak sopan." Ia kembali mengisap rokok, lalu melemparkan tatapan tajam ke arah Evelyn yang berdiri di belakang Jack.

"Wow ... calon istrimu sangat cantik. Sayang sekali ia harus jatuh ke pelukanmu."

"Dasar brengsek!" Jack tidak kuasa menahan emosi. Ia menarik pistol yang tersembunyi di balik jas, dan langsung mengarahkan moncongnya ke dada Jacob.

DOR!

Peluru melesat cepat, namun, Jacob tidak kalah cepat. Dengan lincah, ia menghindar dengan berguling ke samping, sehingga membuat peluru tersebut justru menembus tubuh salah satu anak buahnya.

Hal itu memicu terjadinya adu tembak antar kedua kubu. Mereka saling menyerang dengan melepas tembakan. Membuat ruangan seketika berubah menjadi medan perang.

Jack menarik Evelyn, berusaha membawanya ke tempat aman. Namun, gerakan mereka tidak luput dari bidikan Jacob.

Satu peluru Jacob lepaskan ke arah keduanya.

DOR!

Jack terkejut. Ia refleks melepaskan tangan Evelyn dan berlari bersembunyi seorang diri.

Evelyn terhenti. Ia menatap tangannya yang kosong, menyadari Jack telah meninggalkannya. Hatinya perih, nyeri yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Dua kali ... Dua kali kau membuatku kecewa, Jack," batinnya pedih.

Jacob menyeringai puas. Tatapannya kini terarah pada Evelyn. "Kau sangat mencintai wanita itu, bukan? Kalau begitu, akan ku buat kau menyesal, Jack." Ia mengangkat senjatanya, siap menekan pelatuk ke arah Evelyn. Namun, perhatiannya teralih ketika melihat Evelyn tiba-tiba mengusap pipinya, seolah menghapus air mata.

"Ada apa dengannya?" pikir Jacob heran.

Mata Jacob tidak lepas dari Evelyn. Ia melihat wanita itu merobek gaunnya tanpa ragu, lalu meraih pecahan kaca yang tergeletak di lantai.

"Apa yang akan dia lakukan?" gumam Jacob pelan.

Evelyn menatap tajam pecahan kaca di tangannya. Lalu, tanpa gentar, ia melompat ke arah musuh. Gerakannya cepat, penuh presisi, membuat satu per satu anak buah Jacob tumbang oleh serangannya, hanya dengan pecahan kaca di genggamannya.

Hal itu membuat Jacob terbelalak. "Apa?"

Belum sempat ia mencerna, Evelyn justru berbalik menghabisi beberapa anak buah Jack yang berada di dekatnya

Jacob benar-benar terpaku. "Apa dia sudah gila?" umpatnya, nyaris tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Suasana di dalam gereja berubah menjadi neraka. Tembakan bersahut-sahutan, di susul suara jeritan yang memenuhi ruangan, dan tercium bau mesiu yang bercampur dengan darah segar.

Jack, yang bersembunyi di balik tiang besar, memandang Evelyn dengan mata terbelalak. Ia tidak menyangka Evelyn akan bertindak sejauh itu. Bukan hanya musuh, bahkan anak buahnya sendiri pun tidak luput dari serangan Evelyn.

"Evelyn, apa yang kau lakukan?" teriak Jack dari tempat persembunyiannya.

Namun, Evelyn tidak menjawab. Matanya dingin, penuh luka sekaligus amarah yang tidak lagi bisa ia pendam. Ia terus mengayunkan pecahan kaca tersebut tanpa menghiraukan telapak tangannya yang mulai mengeluarkan darah.

Namun, walaupun ia berhasil menghabisi beberapa orang, ia tidak luput dari serangan lawannya.

Gaun pengantin yang ia pakai saat itu, membuat pergerakan nya tidak leluasa, sehingga beberapa kali ia mendapat pukulan dan tendangan di tubuhnya.

"Evelyn!" teriak Jack. Dia mencari celah untuk menarik wanita itu, kabur dari sana. Namun, anak buah Jacob terus mengincar nya.

"Sial! Jika begini terus, aku bisa mati," umpatnya. "Tidak, aku harus pergi dari sini." Jack memberanikan diri menghampiri Evelyn dan menarik nya untuk keluar dari sana. Namun, langkah keduanya terhenti saat Jacob menghadang mereka.

"Kau mau kemana, Jack? Kita bahkan belum selesai bermain," ujar Jacob dengan seringai yang membuat Jack merasa kesal.

"Kau licik, Jac. Kau pengecut. Kau menyerangku di saat aku lengah," ujar Jack.

Jacob tertawa mendengarnya. "Jika aku pengecut, lalu kau apa, hm? Kau masuk ke kediaman ku saat tengah malam, mencuri barang berharga ku dan sekarang, kau mengatakan aku pengecut?"

Jack mengepalkan tangannya erat. Dia melihat Evelyn yang terlihat lemah dengan luka pukulan yang di dapatkan. Lalu, matanya menyapu sekitar, dimana anak buahnya mulai tidak berdaya.

"Sial! Aku tidak mau mati," batin Jack. Ia kembali menatap Jacob dan bertanya dengan lantang, "apa mau mu sebenarnya?"

"Kau masih bertanya?" Jacob menyeringai dan mengarahkan senjatanya pada Jack. "Tentu saja, aku menginginkan nyawamu." Jacob menekan pelatuk senjatanya, membuat peluru melesat dengan cepat ke arah Jack.

Namun, yang terjadi selanjutnya membuat Jacob terkejut karena Jack justru menggunakan Evelyn sebagai tameng, sehingga pelurunya menembus tubuh wanita itu.

"Ugh!" Evelyn terkejut. Kepalanya menunduk, menatap darah yang mengucur deras di tubuhnya. Lalu, ia menoleh, menatap Jack dengan air mata yang menggenang. "J-jack ... Kau ... "

"Maafkan aku, Evelyn!" Jack menarik tubuh Evelyn yang lemah dan menjadikannya tameng sehingga Jacob tidak bisa menembaknya.

"Brengsek!" umpat Jacob. Dia mencoba mengejar Jack yang berlari di lorong dengan terus menarik Evelyn. "Pria itu benar-benar tidak waras." Jacob tidak habis pikir dengan tindakan Jack yang tega menjadikan calon istrinya sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.

Sementara itu, Evelyn yang tidak berdaya hanya bisa pasrah. Tubuhnya lemah, hatinya hancur. Tiga kali, ia di kecewakan oleh pria yang sangat ia cintai.

Dan, saat mereka menuruni anak tangga, tanpa sengaja genggaman Jack terlepas, sehingga tubuh Evelyn jatuh terguling.

Jack tidak peduli. Dia terus menembaki anak buah Jacob yang mencoba mengejarnya. Dan, saat sampai di halaman gereja, ia segera naik kedalam mobil dan pergi meninggalkan Evelyn yang tergeletak dengan keadaan yang mengenaskan.

"Sial! Dia berhasil lolos," umpat Jacob. Dia menarik nafas dalam dan kembali ke dalam saat teringat dengan Evelyn.

"Dia masih bernafas, tuan," ujar salah satu anak buahnya.

Jacob terdiam, menatap Evelyn dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Bawa dia!" perintahnya.

"Baik!"

Bab 3

Jacob mengetuk-ngetuk kan jarinya di atas meja. Tatapannya menusuk ke arah dokter yang baru saja memberikan penjelasan.

"Trauma psikologis?" ulang Jacob dengan nada datar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Benar, Tuan," jawab sang dokter dengan hati-hati. "Secara medis, seharusnya pasien sudah sadar. Peluru tidak sampai mengenai organ vital, dan beberapa tulang yang retak pun bukan hal serius. Namun, sudah tiga hari berlalu dan pasien masih belum sadar. Jadi, kesimpulan saya, kondisi ini lebih disebabkan oleh trauma psikologis, yang membuat pasien jatuh ke dalam koma."

Jacob menghela napas panjang. "Lalu, kapan dia akan sadar?" tanyanya, kali ini suaranya terdengar lebih menekan.

"U-Untuk hal itu, saya tidak bisa memberi kepastian, Tuan. Bisa lebih cepat, bisa juga lebih lama. Semua bergantung pada keinginan pasien untuk melawan trauma itu sendiri."

Hening.

Jacob menegakkan tubuh, kedua tangannya kini saling menggenggam erat di atas meja.

Bayangan saat terjadi pertarungan antara dia dan Jack, kembali terlintas di benaknya.

Wanita itu pasti sangat bahagia saat akan melangsungkan pernikahan dengan Jack, pria yang sangat wanita itu cintai. Tapi, dia justru datang dan mengacaukan semuanya.

Jadi, apa karena dia gagal menikah, membuat psikologis nya terganggu?

Tidak! Di bandingkan dirinya yang sudah merusak acara pernikahan mereka, lebih menyakitkan saat pria yang ia cintai justru menjadikannya umpan dan melarikan diri, meninggalkan nya dengan keadaan menyedihkan.

"Jika tidak ada yang bisa di lakukan, maka kita hanya bisa menunggu." Jacob keluar dari ruangan tersebut dan memilih melihat langsung keadaan Evelyn.

Dan, saat pintu ruang rawat inap terbuka, ia melihat seorang wanita yang terbaring dengan mata terpejam. Wajahnya pucat, namun nafasnya teratur.

Jacob mendekat, menatap Evelyn dengan tatapan yang sulit di artikan. Lalu, pintu kembali terbuka, namun tidak membuat Jacob mengalihkan pandangannya dari wanita itu.

"Tuan!" Dean, orang kepercayaan Jacob, datang untuk melapor.

"Katakan!"

"Kami sudah mendatangi rumah Jack. Tapi, tidak ada siapa-siapa di sana. Sepertinya, dia tahu jika kita akan datang," seru Dean.

Jacob masih menatap Evelyn. Walaupun ia diam, namun tatapannya jelas sudah memberikan tekanan. "Lalu, apa kau menemukan sesuatu?" tanya Jacob.

"Saya sudah mencari benda peninggalan keluarga anda yang di curi oleh Jack. Tapi, benda itu tidak ada di manapun. Bahkan, benda berharga lainnya sudah tidak nampak. Sepertinya, Jack membawa semua barang penting di rumah itu," terang Dean.

Jacob menaikkan sudut bibirnya. "Sulit di percaya. Dia meninggalkan kekasihnya yang sekarat, dan menyelamatkan benda-benda itu. Miris," seru Jacob dengan nada dingin.

"Mengenai wanita ini, saya sudah mendapatkan identitas nya, tuan," seru Dean. "Wanita ini bernama Evelyn Lenora Valerie. Dia sudah tiga tahun bersama Jack, tapi, dia tidak tercatat dalam daftar anggota organisasi milik Jack."

Jacob mengkerutkan keningnya, berbalik menatap Dean yang menunduk. "Tidak terdaftar? Maksud mu, dia bukan anak buah Jack?"

"Maaf, tuan, sepertinya begitu. Saya hanya menemukan buku-buku tentang ilmu pengetahuan di kamar wanita itu. Dan, saya sudah memeriksa dengan teliti jika tidak ada data tentang LV, " jawab Dean dengan hati-hati.

Jacob terdiam, seolah tidak percaya. Lagi-lagi, anak buahnya tidak menemukan data tentang LV. Apa Jack menyembunyikan nya? Atau, LV hanya orang bayaran saja?

Lalu, ia menoleh ke arah Evelyn yang masih memejamkan matanya. Sekilas, wanita itu memang tampak seperti wanita biasa. Tapi, jika teringat kejadian tiga hari yang lalu, rasanya sangat jauh berbeda.

"Selama ini, aku terobsesi untuk membunuh LV. Tidak di sangka, sekarang aku justru tertarik padamu, Evelyn." Jacob membuka telapak tangannya, yang terukir inisial LV.

"Tempatkan bodyguard untuk berjaga di luar. Tangkap siapapun jika ada orang yang mencurigakan," perintah Jacob.

"Baik, tuan."

Jacob berbalik, keluar dari ruangan tersebut, tanpa menyadari jika ada gerakan kecil di jari Evelyn.

...****************...

Jacob kembali menjalani rutinitas biasa sebagai pemimpin perusahaan. Dia terlihat sibuk dengan dokumen-dokumen yang menumpuk di depannya.

Namun, walaupun begitu, ia tidak mengeluh sama sekali. Baginya, tenggelam dalam pekerjaan, bisa mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang membuat suasana hatinya buruk. Seperti, saat ia teringat pertarungannya dengan LV tiga tahun yang lalu.

Saat itu, Ia terlelap setelah lelah seharian bekerja. Namun, ia terbangun karena suara tembakan. Dia bangkit dan langsung meraih senjatanya.

Tapi, saat ia membuka pintu, ia justru di serang oleh orang berbaju hitam yang memakai penutup wajah.

Ia yang saat itu belum sadar sepenuhnya, beberapa kali jatuh akibat serangan orang itu. Dan, yang lebih menyakitkan, dengan kejam orang itu menginjak lengan nya dan mengukir inisial LV di telapak tangannya. Setelahnya, orang itu mengambil benda berharga, warisan Keluarga nya.

Sejak saat itu, ia bersumpah akan merebut kembali benda itu dan membunuh LV.

"Hah!" Jacob menghela nafas, dan menyandarkan punggungnya di kursi dengan mata terpejam. Lalu, ia kembali menegakkan tubuhnya, meraih ponsel yang ada di meja. "Kenapa belum ada kabar?" gumam Jacob.

Dia sangat tidak sabar menunggu Evelyn sadar. Baginya, wanita itu bisa ia manfaatkan untuk menemukan Jack dan LV.

Ya, setelah mendengar penjelasan Dean, ia yakin jika informasi tentang Evelyn tidak sepenuhnya benar. Sama halnya dengan LV, wanita itu mempunyai rahasia yang tidak semua orang tahu.

"Evelyn Lenora Valerie?" gumam Jacob. "Kenapa, aku merasa ada sesuatu pada nama itu?" Belum sempat ia mengurainya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia buru-buru menjawabnya, saat melihat nama si penelepon di layar.

"Halo, tuan. Pasien sudah sadar."

Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari si penelpon, Jacob bergegas meraih jas nya dan keluar dari ruangannya dengan tergesa-gesa.

Dan, tidak membutuhkan waktu lama, Jacob sampai di rumah sakit. Dia berjalan dengan langkah lebar, tidak sabar ingin melihat langsung keadaan Evelyn. Tapi, sesampainya di ruang rawat inap, Ia terdiam menatap Evelyn yang duduk bersandar dengan wajah pucat, tengah tersenyum ke arahnya.

"Suamiku!" seru Evelyn.

DEG!

Jacob menghentikan langkahnya dengan kedua mata yang sedikit melebar. "Kau ... Memanggil ku apa?" tanya Jacob, memastikan jika ia tidak salah dengar.

Evelyn merentangkan kedua tangannya, dengan wajah meringis menahan perih di lukanya. "Aku merindukanmu, suami ku."

Jacob menoleh ke arah dokter dan Dean yang sejak tadi berdiri di sana. Mereka hanya menunduk, dalam diam.

"Kenapa kau diam, Jac? Apa kau tidak merindukanku, hah?" Gerutu Evelyn.

"O-oh ... " Jacob terlihat bingung dengan situasi saat ini. Tapi, ia tetap mendekat dan memeluk Evelyn. "Aku juga merindukanmu, Istriku," sahut Jacob pelan.

Evelyn tersenyum senang. Ia memeluk erat Jacob, walaupun harus menahan rasa sakit di tubuhnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!