NovelToon NovelToon

SELINGKUH DI MALAM PERTAMA

Bab 1 Malam Pertama

Acara akad nikah Nilam dan Angga baru saja selesai. Tamu undangan sudah kembali ke kediaman masing-masing. Yang tersisa saat ini hanyalah keluarga dan para pekerja yang akan membereskan rumah dan halaman usai acara. Karena setelah ini mereka akan pergi ke hotel milik paman Ilham, paman Nilam, adik dari ayahnya, untuk melangsungkan resepsi yang diadakan nanti malam.

"Selamat, sudah menjadi anggota keluarga Mahendra," ucap Novia sambil mengulurkan tangannya. Kakak ipar Nilam itu menghampiri Angga yang tengah menunggu Nilam mengambil barang-barangnya untuk dibawa ke hotel paman Ilham.

Angga menerima uluran tangan Novia. Sangat berbeda dengan istrinya yang tidak ingin disentuh oleh pria yang bukan mahramnya. Angga tersenyum menghormati Novia sebagai saudara ipar istrinya. "Terima kasih," ucap Angga, sambil memperhatikan Novia. "Sama cantiknya dengan Nilam," Angga membatin. Jiwa playboy pria itu masih saja bereaksi setiap melihat perempuan cantik.

Sadar masih berada di rumah keluarga Nilam, Angga segera menarik tangannya, melepaskan jabatan tangannya dengan Novia. Bukan terlepas, Novia justru membuat posisi mereka menjadi semakin dekat. Nyaris tak berjarak.

"Kalau Nilam tidak bisa memuaskan. Kamu bisa mencari ku," bisik Novia tepat di telinga Angga. Angga merasakan bulu halusnya berdiri, mendengar ucapan Novia. Bahkan bibir wanita itu menyentuh kulit telinga Angga dengan memberikan sedikit gigitan kecil.

Wajah Angga memerah, darahnya berdesir, dan tubuhnya terasa panas. Nakal sekali kakak ipar istrinya ini, sangat berbeda dengan Nilam yang baru bisa dia sentuh setelah akad hari ini.

Kalau saja dia belum menikah, akan dia habisi Novia malam ini. Sayang Angga sudah berjanji pada kedua orang tuanya. Dia akan menjadi pria sejati, tidak lagi bermain wanita setelah menikah dengan Nilam.

Tak lama kemudian Novia tertawa. "Aku hanya bercanda," ucapannya.

Angga ikut tertawa, meskipun dia merasa tertipu dengan perlakuan Novia. "Sudah aku duga," balas Angga menutupi rasa kecewanya.

Namun Angga kembali dibuat tersenyum oleh Novia. Setelah menghentikan tawanya, Novia kembali berbisik, "Tapi aku tidak bisa berbohong, aku suka kamu pada pandangan pertama."

"Mas, Ayo berangkat."

Suara Nilam membuat Novia sedikit menjauh dari Angga, sehingga Nilam tidak menaruh curiga. Mereka pun berangkat ke hotel.

Tiba di hotel, tidak ada kesempatan bagi Angga untuk menikmati waktu berdua Nilam. Mereka berdua diminta bersiap untuk acara resepsi nanti malam.

Acara resepsi berlangsung dengan meriah. Bukan keinginan Nilam mengadakan resepsi pernikahan sebesar ini, melainkan permintaan dari paman Ilham. Pria paruh baya yang menjadi wali nikah Nilam hari ini. Karena Nilam sudah menjadi yatim sejak usia lima belas tahun.

Tamu undangan sebagian besar adalah rekan bisnis dan kolega paman Ilham. Karena pria paruh baya itu yang mendampingi Nilam di pelaminan bersama istrinya, bibi Hesti. Nilam mengizinkan paman dan bibinya yang mendampinginya di pelaminan. Begitu juga dengan mama Resti, dia mempersilakan adik iparnya itu untuk mendampingi Nilam. Karena acara malam ini, paman Ilham yang mengatur segalanya.

Paman Ilham dan bibi Hesti tidak memiliki keturunan. Bagi mereka berdua, Nilam dan Nurma, kakak Nilam, adalah putri-putri mereka juga. Karena itu, dia mengadakan pesta untuk Nilam. Selain itu, Angga adalah pria yang mereka pilihkan untuk Nilam.

Sebelumnya Nilam sempat ragu menerima Angga sebagai suaminya. Namun bibi Hesti terus meyakinkan Nilam. Mereka mencarikan jodoh yang baik dan sepadan untuk Nilam.

"Angga itu anaknya baik Nilam. Dari keluarga baik-baik. Kakeknya pemilik pesantren. Ilmu agamanya pasti bagus. Pekerjaannya juga mapan, setara dengan keluarga kita."

Ucapan bibi Hesti dibenarkan oleh keluarga ayah Nilam yang lain. Sementara mama Ratih, ibu kandung Nilam, membebaskan putrinya untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Dia tidak melarang Nilam menikah dengan Angga, tidak juga menyarankan.

Karena keluarganya dan keluarga suaminya menyarankan Nilam menerima lamaran Angga, mama Ratih pun akhirnya merestui Nilam menikah dengan Angga.

Acara resepsi pernikahan Nilam dan Angga berjalan dengan lancar hingga selesai. Nilam yang akan kembali ke kamar dihampiri oleh Novia dan Bintara, kakak sepupu Nilam. Bintara harus segera kembali ke Lampung malam ini juga. Sebelum pergi, dia ingin pamit pada Nilam, adik kesayangannya.

"Abang harus kembali ke Lampung," ucap Bintara setelah berdiri di hadapan Nilam, sambil membingkai wajah adiknya itu dengan kedua tangannya.

"Malam ini?" Nilam bertanya dengan raut wajah kecewa.

"Besok ada pekerjaan yang harus Abang kerjakan," jawab Bintara.

Hubungan Nilam dan Bintara sangat dekat. Karena bagi Nilam, Bintara adalah kakak laki-lakinya. Hubungan mereka bukan hanya sebagai saudara sepupu, tetapi juga saudara sepersusuan. Bintara kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan, saat usianya baru tiga bulan. Sedangkan usia kakak Nilam yang bernama Nurma saat itu baru dua minggu. Karena tidak tega dengan keponakannya, mama Ratih pun membagi asinya untuk Bintara.

Kedekatan Bintara dengan Nilam selalu saja membuat Novia cemburu. Apalagi saat suaminya itu memanjakan Nilam seperti sekarang ini. Novia menjauh dari kedua saudara yang akan berpisah itu.

Novia mencari Angga. Dia menemukan suami Nilam itu sedang duduk bersama teman-temannya. Bibir Novia menyunggingkan senyum menghampiri Angga dan teman-temannya sambil membawakan mereka minuman dan makanan ringan yang masih tersedia di meja prasmanan.

"Ngobrol itu enaknya sambil minum dan ngemil," ucap Novia menyela pembicaraan Angga dan teman-temannya.

"Terima kasih," ucap Angga sebelum Novia pergi meninggalkan dia dan teman-temannya.

Novia kembali mendekati Nilam dan Bintara. "Mas, nanti semakin larut kalau terus bicara," ucap Novia mengingatkan suaminya.

"Abang pulang dulu," ucap Bintara setelah mendapat peringatan dari Novia.

Bintara merentangkan tangannya. Nilam pun segera masuk ke dalam pelukan kakaknya. Sebenarnya dia masih merindukan kakaknya ini. Tapi Nilam tidak mungkin menahan Bintara. Bisa hadir saja, Nilam sudah sangat senang. Karena kehadiran Bintara sangat berarti bagi Nilam.

"Sudah menikah jangan manja lagi," ucap Bintara mengingatkan Nilam disela-sela pelukannya.

Bintara juga masih merindukan Nilam. Dia sangat menyayangi Nilam lebih dari dirinya sendiri. Jika sampai ada yang menyakiti Nilam, maka jangan salahkan Bintara membuat perhitungan dengan mereka.

Selepas kepergian Bintara dan Novia, Nilam memutuskan kembali ke kamar hotel yang akan dia tempati malam ini bersama Angga seorang diri. Karena Nilam melihat Angga masih sibuk berbincang dengan teman-temannya. Nilam tidak ingin menganggu Angga. Lagi pula mereka tidak bisa melakukan malam pertama, karena Nilam sedang datang bulan.

Nilam baru saja selesai membersihkan diri saat Angga masuk ke kamar. "Mas, Saya sudah menyiapkan pakaian ganti di kamar mandi," ucap Nilam memberitahu Angga.

Bukan segera membersihkan diri, Angga justru mendekati Nilam. Melihat rambut Nilam yang setengah kering, membuat Angga berhasrat. Bukan hanya penampilan Nilam tanpa hijab yang membuat adik kecil Angga berdiri. Tapi juga akibat obat yang dia minum. Angga tidak tahu, jika minuman yang dia minum telah dicampur obat oleh seseorang. Akibatnya, tubuhnya terasa panas.

"Boleh Saya minta hak Saya malam ini?" Angga bertanya sambil merapatkan tubuhnya dengan Nilam.

"Maaf Mas, Saya sedang kedatangan tamu bulanan."

Mendengar jawaban Nilam, Angga segera meninggalkan Nilam ke kamar mandi. Pria itu menganti pakaiannya dengan pakaian yang Nilam siapkan. Kaos oblong dan celana panjang berbahan kaos.

"Saya keluar sebentar," ucap Angga pamit pada Nilam.

Nilam tidak sempat berkata apa-apa, pria yang belum dua puluh empat jam menjadi suaminya itu sudah hilang dibalik pintu kamar hotel.

Keluar dari kamarnya, Angga mengetuk pintu kamar lain di lantai yang sama. Baru satu kali ketukan pintu itu sudah terbuka. Seorang wanita dengan pakaian tidur yang tipis menyambut Angga.

"Akhirnya kamu datang juga," ucap Novia tersenyum lebar sambil menarik Angga masuk.

"Kamu sengaja memberikan aku obat," balas Angga.

Novia tertawa, "Nilam tidak bisa melayani kamu," balasnya.

"Kamu pasti tahu dia sedang berhalangan," sahut Angga.

"Tentu saja aku tahu, dia adik iparku." Sambil bicara, Novia menjauh dari Angga. "Tapi kamu tetap datang padaku dan meninggalkan dia sendiri di malam pertama kalian," ucap Novia lagi.

Angga tidak lagi bicara. Dia menarik Novia lalu menjatuhkan tubuh istri Bintara itu ke atas tempat tidur. "Jangan salahkan aku kalau besok pagi kamu tidak bisa keluar dari kamar ini," ucap Angga.

Bukan takut, Novia justru tertawa dan menggoda Angga. Sudah lama dia ingin rasakan milik Angga. Novia mengenal Angga, tapi tidak dengan pria itu. Angga dulu adalah kekasih sahabat Novia. Dari sahabatnya itulah, Novia mengetahui bagaimana kehebatan Angga di tempat tidur.

Saat mengetahui suami Nilam adalah Angga, Novia sudah menyusun rencana agar malam ini dia bisa memiliki suami adik iparnya itu. Hubungannya dengan Bintara akhir-akhir ini kurang menarik, menurut Novia. Bintara hebat, tapi membosankan. Tidak ada salahnya dia mencoba merasakan apa yang pernah sahabatnya rasakan.

Dan hal yang seharusnya tidak terjadi pun terjadi. Angga berbagi peluh dengan Novia yang sengaja menggodanya. Lupa semua janji yang pernah Angga sampaikan pada kedua orang tuanya sebelum menikahi Nilam. Dia tidak akan bermain wanita lagi seperti biasanya. Tapi karena ulah Novia, malam ini Angga butuh menyalurkan hasrat yang tidak bisa dia tahan lagi.

Bab 2 Selalu Seperti Ini

Enam bulan kemudian.

Nilam menatap layar smartphone miliknya yang menunjukkan waktu pukul sepuluh malam, tapi Angga belum juga kembali dari kantor. Beberapa pesan yang Nilam kirimkan belum juga dibaca oleh suaminya itu. Padahal hari ini Angga berjanji akan pulang lebih awal, agar memiliki banyak waktu bersama Nilam.

Sudah enam bulan Nilam dan Angga menjadi sepasang suami istri yang sah, tapi Angga belum juga menyentuhnya. Padahal di malam pertama mereka, suaminya itu sangat bersemangat untuk meminta haknya sebagai suami.

Namun semangat malam pertama itu ikut hilang dengan bergantinya malam. Angga pamit hanya sebentar. Sebentar yang Angga sampaikan ternyata hingga pagi hari. Nilam tidak tahu kemana suaminya itu pergi. Karena Angga meninggalkan smartphone miliknya di kamar yang Nilam tempati.

Saat Angga kembali, pria itu tampak segar dan baik-baik saja. Hanya Nilam yang tidak baik. Karena hingga detik ini, Angga tidak sekalipun menjelaskan di mana dan dengan siapa suaminya itu di malam pertama mereka. Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar di kepala Nilam. Apalagi tidak ada permintaan maaf dari Angga yang sudah meninggalkannya seorang diri di malam pertama mereka.

Suara kendaraan yang memasuki halaman rumah menarik Nilam dari kenangan malam pertamanya. Sulit untuk Nilam lupakan hingga saat ini. Selain Angga tidak menjelaskan apapun pada Nilam saat dia kembali di pagi harinya. Angga juga engan menjawab setiap kali Nilam mencoba untuk bertanya, di mana suaminya itu berada di malam pertama mereka? Angga selalu saja mengalihkan pembicaraan mereka dengan membahas hal lain.

Kecewa? Jawabnya tentu saja Nilam kecewa dengan sikap Angga. Karena tidak adanya keterbukaan dan kejujuran dalam rumah tangga mereka.

Kecurigaan pun hadir di benak Nilam atas sikap Angga. Meskipun Nilam tidak bisa melayaninya malam itu, setidaknya Angga tetap bersamanya. Menemani Nilam meskipun mereka hanya tidur saja. Bukan pergi meninggalkan Nilam hingga pagi hari.

"Belum tidur?" Angga bertanya pada Nilam yang membukakan pintu untuknya.

Suami Nilam itu seolah lupa dengan janjinya pada Nilam. Selalu saja seperti ini. Setiap kali berjanji, selalu saja Angga lupa dengan janjinya. Pria itu selalu saja sibuk dengan pekerjaannya. Itu alasan yang Angga sampaikan pada Nilam, setiap kali dia ingkar janji.

Benar karena pekerjaan atau bukan, Nilam tidak tahu pasti. Yang jelas, biarpun pulang terlambat, Angga tetap saja menyelesaikan pekerjaannya di rumah, bukan menyelesaikannya di kantor.

Nilam tidak menjawab, namun Nilam tetap meraih tangan Angga untuk mencium punggung tangan suaminya itu. Setelah itu Nilam mengambil tas kerja Angga, lalu menyimpannya di meja kerja suaminya. Meja kerja yang Angga letakkan di kamar yang ada di lantai satu, kamar kosong yang terkadang menjadi kamar tamu.

"Mau mandi dulu apa langsung makan?" Nilam bertanya setelah menyimpan tas kerja Angga.

"Mas sudah makan," jawab Angga, yang mengikuti Nilam ke kamar tamu tersebut.

Nilam mengangguk, itu berarti suaminya akan langsung mandi. Bukan mandi di kamar mandi yang ada di kamar mereka, Angga lebih suka mandi di kamar mandi bawah. Dia akan menaruh sendiri pakaian kotornya di keranjang pakaian kotor.

Bukan Nilam yang mencuci pakaian kotor mereka, melainkan asisten rumah tangga yang datang setiap pagi, dan pulang setelah pekerjaannya selesai. Jadi Angga tidak perlu takut Nilam menemukan sesuatu yang mencurigakan di pakaiannya. Itu alasan Angga tidak menggunakan kamar mandi di kamar tidur utama.

Asisten rumah tangga yang membantu Nilam adalah asisten rumah tangga orang tua Angga. Jadi Angga merasa tenang, karena asisten rumah tangga tersebut sudah sangat tahu seperti apa putra majikannya. Hanya Nilam saja yang tidak tahu. Mungkinkah karena Nilam terlalu polos? Atau Angga yang terlalu pintar menyembunyikan perselingkuhannya.

"Mas masih punya pekerjaan, kamu tidur duluan saja." Angga memberitahu Nilam sebelum masuk ke kamar mandi.

Nilam memaksakan senyum, namun hatinya merasa sakit. Apa dirinya tidak menarik, sehingga suaminya tidak berminat menyentuhnya. Sambil menahan air mata yang tergenang, Nilam menaiki anak tangga. Tiba di kamarnya, Nilam masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Nilam sempat tertidur di sofa saat menunggu Angga pulang. Jadi Nilam sudah bisa melaksanakan sholat malam untuk menenangkan diri. Dari pada pikirannya memikirkan sesuatu yang tidak baik, lebih baik dia mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.

Dalam doanya Nilam meminta petunjuk, apa yang harus dia lakukan dengan rumah tangganya. Tidak mungkin selamanya akan seperti ini. Hanya saja, Angga sulit sekali diajak bicara untuk membahas masalah yang seharusnya sejak lama mereka selesaikan.

Sementara di kamar bawah, Angga sibuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Sebenarnya Angga membawa pulang pekerjaannya karena ingin pulang lebih awal. Angga ingin menepati janjinya pada Nilam. Namun, pesan yang dikirimkan Novia membuat Angga terpaksa membelokkan kendaraannya menuju kediaman Bintara.

Tidak perlu ditanya apa yang Angga dan Novia lakukan. Sudah pasti olahraga berdua. Angga harus mau melayani Novia, jika tidak ingin Novia membongkar hubungan mereka pada Nilam. Hubungan terlarang yang terjalin sejak malam pertama itu trus berlanjut hingga detik ini.

Angga menyelesaikan pekerjaannya hingga pukul satu dini hari. Karena kelelahan, pria itu tidur di kamar tamu. Ini bukan kali pertamanya Angga seperti ini. Nilam tidak lagi merasa terkejut mengetahui suaminya tidur di kamar tamu, bukan menyusulnya di kamar mereka.

Keesokan harinya. Seperti biasa Nilam akan memeriksa berkas-berkas yang berserakan di meja kerja Angga, sebelum dia membangunkan suaminya itu untuk sholat subuh. Dari memeriksa berkas-berkas tersebut, Nilam bisa melihat suaminya benar-benar menyelesaikan pekerjaan. Nilam berusaha untuk tidak berprasangka buruk pada Angga, karena suaminya itu memang menyelesaikan pekerjaannya. Tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Angga, sehingga pria itu menyelesaikan pekerjaannya di rumah.

"Sayang, Mas lembur lagi malam ini." Angga memberitahu Nilam saat mereka sarapan.

Nilam menghentikan kegiatannya yang akan memasukkan makanan ke mulutnya. "Lagi?" Balas Nilam, mempertanyakan Angga yang sejak menikah sering sekali izin lembur dan keluar kota.

"Akhir-akhir ini perusahaan sedang banyak mendapatkan proyek," jawab Angga dengan alasan yang selalu sama setiap kali lembur maupun keluar kota.

Angga menjawab tanpa melihat Nilam, pria itu tetap melanjutkan sarapannya. Sementara Nilam sudah tidak lagi berminat untuk menghabiskan makanannya.

Selalu saja begini, Angga terus saja menghindar setiap kali ingkar janji. Tidak ada waktu untuk mereka menyelesaikan masalah yang sebelumnya terjadi. Semua terlewatkan begitu saja, bahkan kata maaf pun tidak pernah Nilam dapatkan.

Bukan tanpa sebab Nilam kecewa. Nilam sedang berusaha memenuhi permintaan orang tua Angga. Bahkan Angga sendiri juga ingin segera mereka memiliki momongan. Sekarang, bagaimana caranya bisa memiliki momongan jika Angga selalu saja sibuk lembur dan keluar kota.

Setiap lembur Angga pasti kelelahan seperti kemarin malam. Dan pada akhirnya rencana untuk menjalankan ibadah sebagai suami istri pun gagal. Dan setiap Angga memiliki waktu luang, selalu saja disaat Nilam sedang mendapatkan tamu bulanan.

Setelah tamu bulanan Nilam pergi, Angga ikut pergi keluar kota. Sedangkan ibu mertuanya terus mendesak agar Nilam segera memberikan dia cucu. Bahkan ibu mertuanya beberapa kali mengancam Nilam dengan mengatakan, "Saya akan menikahkan Angga dengan wanita lain kalau kamu tidak juga hamil."

Menyebalkan sekali ibu mertuanya itu. Anaknya yang bermasalah, tapi Nilam yang disalahkan. Anaknya yang selalu sibuk dengan pekerjaan, tapi Nilam yang dianggap tidak bisa memberikan keturunan. Ingin sekali rasanya Nilam memberitahu ibu mertuanya itu jika Angga belum juga membuka segel dirinya.

"Minggu depan Mas usahakan bisa dapat cuti." Angga mencoba menghibur Nilam, sebelum meninggalkan meja makan. Satu kecupan Angga daratkan di pucuk kepala Nilam.

"Kita sekalian liburan ya Mas," balas Nilam.

"Boleh. Kamu tentukan saja kemana kita pergi minggu depan. Anggap saja bulan madu yang tertunda. Bagaimana?"

Angga mengusap pucuk kepala Nilam setelah bicara. Mendengar ucapan Angga, Nilam teringat rencana bulan madu mereka yang gagal karena tamu bulanannya. Dan terus tertunda hingga detik ini.

"Mas pergi kerja dulu," ucap Angga lagi sambil memberikan tangannya.

Nilam mencium punggung tangan Angga. Pria itu membalasnya dengan mengecup kening Nilam. Seperti inilah setiap kali Angga akan berangkat kerja. Manis sekali hubungan mereka, bukan? Tapi sayang, Nilam tidak tahu jika ada yang Angga sembunyikan dari sikap manisnya pada Nilam.

Setelah kendaraan Angga menghilang dibalik pagar rumah, Nilam masuk ke dalam rumah untuk membersihkan meja makan. Tidak lupa dia menyimpan sisa makanan di piringnya kedalam kotak makan. Akan dia habiskan nanti di tempat kerja.

Sungguh menyedihkan, Angga bahkan tidak memperhatikan Nilam yang tidak menghabiskan makanannya. Beginilah jika menikah tanpa cinta, karena Nilam dan Angga menikah melalui proses taaruf.

Nilam masuk ke dalam mobil hasil jerih payahnya bekerja selama ini. Baru saja Nilam akan melajukan kendaraan miliknya menuju sekolah taman kanak-kanak tempat dia mengajar. Smartphone milik Nilam berbunyi.

Nama Bintara yang tertera di layar. Nilam pun segera menerima panggilan dari kakak sepupunya itu.

"Abang ingin bertemu kamu. Ada yang ingin Abang bicarakan. Besok siang kita bertemu di tempat biasa."

Bab 3 Ingin Bertemu Kamu

"Assalamualaikum Bang," ucap Nilam begitu panggilan Bintara tersambung.

"Kamu di mana Dik?" Bintara bertanya setelah membalas salam dari Nilam.

"Baru mau berangkat kerja. Abang sendiri di mana?" Nilam balik bertanya.

"Masih di apartemen. Rencananya besok Abang pulang ke Jakarta," jawab Bintara.

"Kangen kak Novia ya?" Nilam membalas penjelasan Bintara dengan menggoda kakaknya itu.

Bintara tersenyum kecut di seberang sana mendengar godaan adiknya. Dulu mungkin Bintara akan merindukan istrinya itu, apalagi sejak Novia memutuskan untuk menetap di Jakarta. Tapi sekarang rasa rindu itu hilang karena perbuatan Novia sendiri.

"Abang ingin bertemu kamu." Bintara menegaskan tujuannya pulang ke Jakarta.

"Kangen Nilam ceritanya nih," balas Nilam yang mengira Bintara bercanda, pulang ke Jakarta untuk bertemu dengannya.

Namun jawaban Bintara selanjutnya yang mengatakan, "Iya, Abang kangen adik abang yang cantik dan baik hati ini. Jadi, .... Abang tidak ingin kamu disakiti." Membuat suasana hening sesaat.

"Ada yang ingin Abang bicarakan. Besok siang kita bertemu di tempat biasa." Bintara kembali bicara setelah hampir saja dia salah bicara. Untung saja Bintara segera tersadar dengan ucapannya.

Nilam mengangguk menjawab ucapan kakaknya itu, meskipun Bintara tidak melihatnya. Jika seperti ini, Bintara biasanya akan membicarakan sesuatu hal yang penting.

Nilam jadi penasaran, apa yang akan Bintara bicarakan dengannya besok? Entah mengapa Nilam merasa kakaknya itu mengetahui apa yang terjadi dengan rumah tangganya.

Pertanyaannya, dari mana kakaknya itu tahu? Nilam tidak pernah memberitahu keluarganya tentang hubungannya dengan Angga yang tidak baik-baik saja. Nilam menutup rapat bagaimana sikap dan perlakuan suaminya itu selama mereka menikah, termasuk pada mama Ratih dan Nurma kakaknya.

Nilam hanya membagi keresahannya tentang sikap Angga pada Sisil sahabatnya. Bintara tidak mungkin mengetahui hal tersebut dari Sisil, karena mereka tidak saling kenal.

Bintara menutup panggilannya setelah memberitahu tujuannya menghubungi Nilam. Matanya menatap laut biru yang terhampar luas. Apartemen milik perusahaan yang Bintara tempati berada di daerah teluk Sumatra bagian Selatan.

Bintara suka sekali berdiri di balkon apartemen yang dia tempati ini. Bintara bisa menatap hamparan laut biru ditemani Novia, sambil menikmati secangkir kopi dan sarapan yang dibuatkan istrinya itu.

Rumah tangganya menurut Bintara baik-baik saja selama ini. Meskipun pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi Bintara bisa menerima Novia dengan sepenuh hati.

Namun sayang, rupanya Novia masih belum bisa menerima Bintara sepenuhnya. Bintara tidak menyangka keinginan Novia untuk menetap di Jakarta karena ada maksud yang berbeda.

Kesenangan Bintara menatap laut terganggu oleh suara dering smartphone miliknya. Sahabat Bintara yang menghubungi kakak Nilam itu.

Sementara Nilam masih saja memikirkan permintaan Bintara yang mengajaknya bertemu besok siang. Karena sedikit melamun, Nilam tidak sengaja menabrak salah satu kendaraan milik wali murid yang parkir saat berbelok ke area parkir sekolah.

Nilam segera menepikan kendaraannya, lalu dia bergegas turun untuk menghampiri kendaraan yang dia tabrak. Sebagai guru, Nilam harus menjaga sikap dan etika yang baik. Dia yang salah, dia harus meminta maaf dan ganti rugi kerusakan kendaraan tersebut. Sialnya, kendaraan wali murid tempat Nilam mengajar kebanyakan kendaraan mewah. Seperti kendaraan yang baru saja dia tabrak ini.

"Bu guru cantik." Seorang gadis kecil turun dari kendaran yang Nilam tabrak.

Gadis kecil itu bernama Adela, murid Nilam yang cukup dekat dengan Nilam. Dan panggilan kesayangan Adela untuk Nilam adalah bu guru cantik. Nilam tidak terkejut melihat Adela yang keluar dari kendaraan mewah itu. Salah satu murid yang terkenal kaya, keluarganya pun sebagai donatur tetap di yayasan tempat Nilam mengajar.

"Hai Adela sayang, Assalamualaikum." Nilam membalas panggilan muridnya itu.

Tak lama kemudian, seorang pria dewasa turun dari kendaraan yang Nilam tabrak. Pria itu masih bicara dengan seseorang lewat panggilan telepon.

"Daddy sini!" Suara Adela yang memanggil pria itu membuat Nilam dengan ayah Adela saling pandang.

Baru kali ini Nilam bertemu ayah Adela. Selama ini Adela hanya ditemani nenek dan pengasuhnya saja saat datang ke sekolah atau pulang sekolah. Nilam tidak menyangka, pagi ini Adela diantar ayahnya. Seorang pria tampan dengan postur tubuh yang tinggi dan, "Sempurna," gumam Nilam dalam hati.

"Pantas saja Adela sangat cantik, ayahnya saja setampan ini." Nilam kembali membatin.

Sedetik kemudian Nilam beristighfar "Astaghfirullah." Nilam sadar dia salah. Matanya sudah melakukan dosa dengan memperhatikan ayah Adela, pria yang bukan mahramnya.

"Daddy, ini bu guru cantik yang sering dibicarakan oma," ucap Adela mengenalkan Nilam pada ayahnya.

Pria itu hanya mengangguk. Nilam pun membalas dengan menangkupkan kedua tangannya. "Perkenalkan Saya Nilam, guru kelas Adela. Saya minta maaf atas kelalaian Saya yang tidak sengaja menabrak kendaraan Bapak. Saya akan bertanggung jawab dengan mengganti rugi kerusakan pada kendaraan Bapak."

Ayah Adela tidak menjawab. Dia memeriksa bagian kendaraan yang Nilam tabrak. Nilam ikut memeriksa, ada goresan yang dia buat di kendaraan mahal itu. Tidak terlalu besar, tapi cukup merusak pemandangan untuk mobil mewah milik ayah Adela.

"Lain kali hati-hati, jangan sampai ada korban yang lainnya," ucap ayah Adela pada Nilam. Lalu pria itu bicara dengan Adela "Daddy harus kerja sekarang," ucapnya.

"Iya Daddy. Dela masuk sama bu guru cantik saja," jawab Adela.

"Adela, nama bu guru bukan Cantik." Nilam mengingatkan muridnya itu.

"Dela tahu, tapi bu guru sangat cantik," balas Adela. "Iya kan, Daddy?" Anak usia empat tahun itu beralih pada ayahnya.

"Cantik." Ayah Adela setuju dengan ucapan putrinya.

"Pak, bagaimana dengan ganti rugi kerusakan kendaraan Bapak?" Nilam bertanya karena dia merasa urusan dia menggores kendaran ayah Adela belum selesai.

"Bu guru Cantik tidak perlu ganti rugi."

Nilam terkejut mendengar jawaban ayah Adela. Nilam tidak ingin berhutang budi, dia tetap harus bertanggung jawab atas kesalahannya.

Belum sempat Nilam membalas ucapan ayah Adela, pria itu sudah lebih dulu bicara. "Saya permisi dulu Bu Guru Cantik." Pria itu berjalan menuju pintu kendaraannya bagian belakang.

Nilam ingin protes dengan nama panggilan yang disematkan ayah Adela. Namun, lagi-lagi Nilam kalah cepat. Karena sebelum masuk ke dalam mobil, ayah Adela kembali bicara pada Nilam. "Titip Adela," ucapnya.

Nilam merasa aneh dengan sikap ayah Adela. Tapi mau bagaimana lagi, dia yang salah. Bersyukur pria itu tidak marah. Dan lebih bersyukur lagi dia tidak perlu mengganti rugi kecerobohannya dengan uang.

"Daddy Dela tampan ya Bu Guru," ujar Adela.

Nilam menoleh pada gadis kecil itu. "Ayo kita masuk ke kelas," ucap Nilam. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan Adela. Nilam tidak akan menjawab pertanyaan Adela tentang ayahnya.

Adela masuk ke dalam kelas, sementara Nilam kembali ke tempat mobilnya berhenti. Dia harus memarkirkan kendaraannya di tempat parkir khusus guru. Setelah itu, barulah dia menuju ruang guru. Belum juga sampai di ruang guru, Sisil menarik Nilam ke tempat lain. "Daddy Adela kenapa?" tanyanya penasaran.

"Aku tidak sengaja menabrak mobil dia," jawab Nilam.

"Kok bisa?" tanya Sisil terkejut. Nilam itu sangat berhati-hati dalam berkendara. Bisa sampai menabrak pasti ada sesuatu yang sahabatnya ini pikirkan.

"Melamun ya Neng?" Tanya Sisil lagi. Nilam mengangguk, lalu memberitahu Sisil apa yang menyebabkan dia melamun.

"Kakak kamu ingin bertemu, bukannya hal biasa?" tanya Sisil.

"Kami bertemu memang biasa, tapi ucapannya yang tidak ingin aku disakiti, seperti mengarah pada kehidupan rumah tangga aku dan mas Angga."

Tidak ada rahasia antara Nilam dan Sisil. Satu-satunya orang yang tahu bagaimana hubungan Nilam dengan Angga adalah Sisil. Begitupun sebaliknya, satu-satunya orang yang tahu bagaimana kehidupan Sisil yang sekarang menjadi single parent hanyalah Nilam.

"Besok kamu ikut ya, bertemu mas Bintara. Biar kalian kenalan. Mas aku tampan lho," ucap Nilam.

"Suami orang, NILAM!" Sisil mengingatkan sahabatnya itu. Dia memang janda, tapi janda bermartabat. Tidak suka menjadi orang ketiga, karena yang ketiganya itu setan. Sisil manusia tidak mau jadi setan,. Selain itu, Sisil tahu betul bagaimana sakitnya dikhianati pasangan karena ada orang ketiga.

Dari pengalamannya yang pernah diselingkuhi, Sisil menilai sikap Angga terhadap Nilam hampir sama dengan sikap mantan suaminya. Hubungan dia dan mantan suaminya semakin lama semakin dingin. Bicara seperlunya saja, itu pun hanya masalah anak. Mantan suaminya sering pulang malam, meski tidak pernah beralasan keluar kota seperti Angga.

Nilam terlalu baik, masih saja berusaha untuk berpikir yang baik-baik terhadap apa yang Angga lakukan. Sisil menghargai itu, karena bisa saja Nilam benar. Angga tidak seperti mantan suaminya.

Sayangnya apa yang dipikirkan Sisil lebih tepat dari pada apa yang dipikirkan Nilam. Buktinya malam ini Nilam menghabiskan malam seorang diri seperti biasanya.

Nilam melihat jam dinding yang ada dihadapannya. Sudah lewat jam sebelas malam, Angga belum juga kembali. Pesan Nilam yang bertanya pulang jam berapa pun diabaikan Angga.

Mana sempat Angga membalas pesan Nilam. Pria itu sedang sibuk. Bukan sibuk dengan pekerjaannya di kantor karena lembur seperti yang pria itu sampaikan pada Nilam. Angga sibuk memanjakan juniornya dengan Novia.

Tanpa Angga dan Novia sadari, apa yang mereka lakukan malam ini dilihat oleh Bintara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!