Seorang pria terlihat membuka mata dari tidurnya. Ia menggerakkan matanya kesana kemari melihat sekelilingnya.
"Ini surga atau neraka??" Tanya pria itu.
"Auhhh....." Pria itu mengaduh memegang kepalanya sendiri. Ingatan asing masuk ke dalam kepalanya.
Sebuah ingatan dari tubuh yang ia tempati. Pembantaian, perang, kejam serta semua hal buruk nampaknya telah dilakukan tubuh ini.
Tubuh yang ia tempati bernama Ethan Lazarus Gilardio atau yang kerap dipanggil Kaisar Iblis. Seorang penguasa Tiran dari kekaisaran Gilardio.
"Apa Dewa ingin menghukumku dengan menempatkanku di tubuh pria brengsek sepertinya??" Keluhnya.
Sekarang kita akan panggil dia Ethan atau Kaisar Iblis.
"Tapi sepertinya tak buruk juga menjadi Kaisar. Aku bisa lebih bersantai daripada kehidupan lamaku."
Ia bangkit dan melangkah lalu dengan sekali dorongan, pintu kamarnya terbuka. Ia terkejut saat melihat di lorong kamarnya berderet pelayan yang bersujud.
"Salam untukmu Sang Matahari Kekaisaran." Ucap kepala Pelayan yang ada di paling depan.
"Ah."
Sringgg Jlebbbb
Pengawal yang ada diluar terkejut saat sang Kaisar mencabut pedang mereka dengan begitu cepat dan melemparkannya tepat mengenai seseorang.
Semua orang terkejut memandang orang yang baru saja dibunuh Ethan. Mereka merasa asing dengan orang itu.
Instingnya sebagai Jendral Perang di kehidupan sebelumnya masih terbawa hingga ia bisa mendeteksi bahaya sekecil mungkin.
"Frederick!!" Panggil Ethan.
"Saya Yang Mulia." Sahut Frederick si kepala Pelayan Pria sambil mendekat.
"Periksa mayatnya, cari sesuatu yang mencurigakan lalu minta para Dewan Kekaisaran Kanan dan Kiri berkumpul di Aula Istana!!" Titah Ethan.
"Baik Yang Mulia." Angguk Frederick.
Frederick segera memerintahkan para pengawal yang ada membawa dan memeriksa mayat itu. Ethan kembali masuk dan diikuti pelayan yang akan membersihkan kamar dan membantunya mandi lalu berpakaian.
Setelah titah itu turun, seisi Istana Kekaisaran dan para pejabat yang menerima surat dari merpati heboh.
Begitu pula di Paviliun Anggrek Istana, tempat dimana Ibu Suri Agung Liana tinggal.
"Apa?? Yang Mulia memerintahkan titah itu pagi ini??" Tanya Ibu Suri Agung pada Pelayan yang memberitahunya.
"Benar, Yang Mulia. Hamba dengar Yang Mulia Kaisar sempat membunuh seseorang di Paviliun Matahari sebelum titahnya turun." Ucap Pelayannya.
"Pasti ada yang membuat murkanya. Terakhir kali ia menurunkan titah itu, mantan Duke Castillo terbukti menyuap dan berakhir dipenggal. Terus pantau apa kali ini yang akan dilakukan Yang Mulia!"
"Baik, Yang Mulia." Ucap Pelayannya lalu pergi dari sana.
Semua pejabat dari Dewan Kanan ataupun Dewan Kiri sudah berkumpul di dalam Aula. Mereka saling berbincang satu sama lain mengenai alasan mereka dipanggil.
"Duke George, kira-kira apa yang akan dilakukan Yang Mulia kali ini??" Tanya Pejabat Senior Satu dari Dewan Kanan pada Ketua Dewan Kanan, Duke George Van Edenbell.
"Entahlah. Sudah berapa tahun kita tidak dikumpulkan seperti ini." Ucap Duke George.
Tiba-tiba mereka dikejutkan ucapan seseorang dari seberang mereka berdiri.
"Duke George bukankah ini pasti berkaitan dengan masalah bandit di wilayahmu??" Tanya pria berperut buncit yang merupakan Ketua Dewan Kiri, Marquis Lotso Languis.
Para anggota Dewan Kanan menatap tak suka pada Marquis Lotso. Sementara, Duke George hanya bisa menghela napasnya.
Masalah bandit yang ada di wilayahnya memang sudah lama tak bisa ia selesaikan. Ia pun sudah rela jika harus dihukum mati karena ketidakmampuannya.
"Apa kalian hanya akan berdebat??"
Suara itu mengalihkan atensi semua orang. Mereka melihat di atas tahta sudah ada Kaisar mereka. Sontak, mereka langsung membungkukkan badan mereka 90⁰ lalu berseru,
"Salam Yang Mulia Kaisar!!" Ucap mereka serempak.
"Bangunlah."
Semua pejabat bangun dari membungkuk. Ketua Dewan Kanan, Duke George menundukkan kepala lalu bertanya,
"Ada gerangan apa Yang Mulia mengumpulkan kami disini??" Tanyanya dengan sopan.
"Duke George, sebentar lagi kalian akan tahu. Lempar dia!!"
Brukkk
Pengawal melemparkan jasad yang dibunuh Ethan ketengah Aula. Para pejabat bisa melihat bagaimana perut dari jasad itu tertancap pedang yang masih ada disana.
"Frederick! Beritahu mereka." Ucap Ethan.
"Baik, Yang Mulia. Pagi hari di Paviliun Matahari, Yang Mulia telah membunuh seorang penyusup yang berani mengintainya. Aku menemukan bahwa ada surat yang memerintahkannya." Ucap Frederick.
"Dan surat itu dikirim dari salah satu pejabat yang ada disini. Dengan kata lain, ada pengkhianat disini." Lanjutnya.
Riuhlah seisi Aula Istana. Para pejabat saling berbisik tentang siapa pelakunya.
Brakkk
Ethan meninju pegangan tahta hingga patah yang membuat para pejabat diam seketika. Ethan menghela napas kasar lalu berkata,
"Aku tak meminta kalian saling tuduh atau gaduh seperti tadi. Aku hanya ingin salah satu dari kalian mengakuinya atau semua yang ada disini aku hukum mati." Ucapnya dingin.
Sontak para pejabat berlutut lalu bersujud meminta pengampunan pada Kaisar mereka.
"Yang Mulia, orang tua ini rasa terlalu berat menghukum kami semua karena satu orang. Yang rendah ini menyarankan agar Yang Mulia mencari kebenaran dari hal ini lebih dalam. Dikhawatirkan ini adalah adu domba yang menginginkan Kekaisaran dalam kekacauan." Ujar Duke George.
Walaupun takut dan diliputi kecemasan, ia tetap ingin menyarankan yang terbaik untuk kelangsungan Kekaisaran.
"George Van Edenbell!! Aku menghormatimu karena kau pejabat setia dari masa pemerintahan Ayahku. Tapi masalah bandit sialan yang ada di wilayahmu pun kau belum bisa menghentikannya. Beraninya kau menasehati aku!!!" Bentak Ethan.
Jiwa tanpa belas kasih Ethan ditambah ketegasan dari Jiwa seorang Jendral membuat sosok Tiran darinya semakin terlihat.
"Pengawal!! Penggal mereka semua!!" Teriak Ethan.
Frederick sudah menutup matanya begitupun Jendral Agung Kekaisaran, Count Erland yang berada di sampingnya.
Saat para pengawal hampir menebas mereka, masuklah seorang pria muda berseragam Penyidik Pengadilan Kekaisaran lalu bersujud.
"Mohon maaf Yang Mulia, hamba telah lancang."
"Beraninya----" Ucapan Frederick dipotong tangan Ethan yang keatas.
"Apa yang ingin kau katakan??" Tanya Ethan.
"Hamba mohon untuk berikan hamba waktu mencari dan menyeret pelaku ke Aula Pengadilan Istana." Ucapnya.
Ia merupakan putra Duke George, Luis Edenbell. Ia komandan di Pasukan Penyidik Pengadilan Kekaisaran.
"Apa hukumanmu jika kau tidak tepat waktu??" Tanya Ethan.
Dalam hati, Duke George sudah berteriak agar anaknya pergi dari sana. Meskipun ia mati, ia masih memiliki penerus. Namun jika putranya yang mati, siapa penerusnya.
"Hamba akan membakar diri di Alun-Alun Kekaisaran." Ucap Luis.
Tanpa diduga, Ethan mengangguk menandakan setuju lalu berkata,
"Baik. Aku akan memberimu waktu 2 bulan mencari rubahnya. Jika tidak, lanjutkan sumpahmu! Pergilah. Kalian semua bangun!"
"Terima kasih, Yang Mulia."
Luis bangkit beranjak pergi lalu saling lempar senyum dengan Ayahnya yang menatapnya sendu.
"Duke George!!" Panggil Yuan Tian.
"Saya Yang Mulia" Sahut Duke George cepat.
"Aku akan membantumu mengejar bandit itu karena gerakanmu yang seperti siput sawah. Dalam waktu 3 bulan, aku mau kau menangkap mereka. Pertemuan selesai." Ucap Ethan lalu bangkit diikuti oleh Frederick dan Count Erland.
"Terima Kasih, Yang Mulia!!" Ucap serempak Pejabat mengiringi kepergian dari Ethan.
Mereka semua menghela napasnya lalu perlahan pergi dari sana. Terlihat Marquis Lotso berbincang dengan anggota Dewan Kiri lainnya di perjalanan.
"Singkirkan dia dan hapus semua jejaknya." Ucap Marquis Lotso lalu diangguki oleh anggota itu.
Ethan sedang berjalan di area Kekaisaran saat matanya melihat seorang wanita cantik yang duduk dan sedang merajut di bawah pohon dikelilingi Pelayannya.
Ia berhenti dan melihat wanita itu. Frederick dan Count Erland saling pandang lalu mengikuti pandangan sang Kaisar yang mengarah ke wanita itu.
"Siapa dia??" Tanya Ethan pada Frederick.
"Apa Yang Mulia melupakannya?? Beliau yang duduk disana adalah Istri Yang Mulia sendiri, Permaisuri Jesselyn Von Caspian." Ucap Frederick.
Ethan terkejut. Tak ada satupun ingatan tentang wanita itu kecuali tentang pernikahan mereka. Ia pun tak tahu wajah wanita itu.
"Ah, mungkin aku melupakannya." Ucap Ethan.
Ia perlahan berjalan mendekati wanita itu. Frederick saling pandang lagi dengan Count Erland.
Tak biasanya Ethan mendekati Istrinya. Biasanya ia tak peduli dan bahkan tak menggubris wanita manapun yang mendekatinya.
Ethan juga bahkan mengusir Permaisurinya sendiri saat kedinginan menunggunya di bawah guyuran hujan.
Melihat kedatangan Kaisar, para Pelayan dari Permaisuri langsung bersujud mengejutkan Permaisuri itu sendiri.
Permaisuri Jesselyn berbalik dan alangkah terkejutnya ia saat melihat figur Kaisar ada di depannya.
Ia melepaskan peralatan rajutnya segera bangun dan membungkuk. Tapi, ia ditahan lengan Ethan.
"Kalian semua menjauh!!" Ucap Ethan.
Frederick, Count Erland dan para Pelayan menjauh mengikuti titah dari Kaisar mereka.
"Duduklah Permaisuri. Kau Permaisuri kan??" Ucap Ethan.
Sementara itu, Kepala Pelayan Wanita, Marry menghampiri Frederick dan memegang lengannya.
"Freddie apa yang akan dilakukan Yang Mulia Kaisar pada Yang Mulia??" Tanyanya sambil menangis.
Frederick hanya diam tak menjawab. Ia juga tak tahu mengapa junjungannya mau menemui Permaisuri.
Kecanggungan terjadi di antara Ethan dan Jesselyn
"Ada gerangan apa Yang Mulia menemui aku?? Dan aku memang Permaisuri." Ucap Jesselyn.
"Entahlah. Aku tak tahu. Aku hanya lewat lalu melihatmu ada disini." Jawab Ethan santai.
Ia memandang wajah cantik Jesselyn. Ia juga merutuki kebodohan Ethan menyia-nyia kan wanita secantik ini.
"Apa yang kau buat, Permaisuri??" Tanya Ethan.
"Memangnya apa peduli anda, Yang Mulia?? Aku tak ingat kita sedekat ini bahkan anda tak mengingat wajahku." Jawab Jesselyn datar.
Ethan diam dan bangun dari duduknya. Lalu menatap mata Jesselyn yang tak memiliki pancaran cinta. Ethan sedikit kasihan melihat keadaan wanita yang menjadi Istrinya.
Namun, Ia tak bisa berbuat apa-apa karena Ethan asli yang membuatnya seperti ini.
"Kau benar. Aku bahkan tak mengingat kapan pernikahan kita. Baiklah, aku hanya sekedar ingin menyapa. Ayo!" Ucap Ethan lalu bangkit mengajak Kedua pengikutnya mengikutinya.
Frederick dan Count Erland mengangguk dan mengikuti langkah besar Ethan.
Jesselyn hanya bisa mematung. Kaisar bahkan tak mengingat pernikahan mereka. Ia sudah sering sakit hati namun entah kenapa ia tak bisa pergi dari sisi Kaisar.
Marry mendekati junjungannya dan mengelus lengan Jesselyn.
"Apa aku salah mengharapkan cinta darinya, Marry??" Tanya Jesselyn getir.
"Tidak, Yang Mulia. Sama sekali tidak. Yang Mulia Kaisar memang tak pernah menganggap wanita manapun."
"Tapi aku Istrinya, pasangannya!!! Marry!!! Tidak bisakah ia sedikit saja memperhatikanku??" Ungkap Jesselyn. Ia kembali menumpahkan air matanya.
Awalnya ia sangat senang karena berhasil di pemilihan Permaisuri. Ia yang memang jatuh cinta pada Ethan sedari remaja bertekad akan mengejarnya.
Namun harapannya sirna ketika Ethan bahkan langsung meninggalkannya di malam pernikahan mereka.
"Sudah 3 tahun aku bertahan dengannya. Tapi, ia bahkan tak mengingat pernikahan kami..."
Jesselyn kembali menangis di pelukan Pelayannya, Marry. Sementara itu, Ethan kembali memikirkan pertemuan pertamanya dengan Permaisuri.
"Tubuh ini terlalu brengsek. Butuh waktu lama menyembuhkan luka wanita itu." Ucap Ethan sambil memandang pemandangan Kekaisaran dari balkon ruang kerjanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!