NovelToon NovelToon

Belenggu Masa Lalu

Prolog

Anja

September 2025,

Lapas Paledang,Bogor.

***

Gemerincing suara besi yang membelenggu kedua tangannya terbuka, melepaskan semua beban yang sempat mengikat erat, membebaskannya dari semua mimpi buruk dan rasa sakit yang ia pikir tak akan pernah usai. Ia akan mengingat dengan jelas, bagaimana kepalanya di benturkan pada tiang besi dan dinding tanpa jendela saat pertama kali datang, makanan nyaris basi yang tertelan dalam kerongkongannya saat jadwal besuk belum tiba, air yang ia minum bekas kocokan tangan atau...suara tawa perempuan yang berusaha menyentuh dan melecehkannya.Ia ingat, dan tak akan melupakan semua penghinaan itu terhadapnya.

Ia melangkah dengan sinar kehidupan yang redup, pikirannya antah berantah, lebih menyakitkan lagi kenyataan bahwa kini ia telah dibenci semua keluargnya. Bahkan, saat itu, suaminya sendiri tidak ada untuk membela semua tuduhan palsu terhadapnya. Dia mengerti ini sulit diterima. Akan tetapi, dia tidak membunuh. Tidak membunuh, namun saat itu... adakah orang yang mempercayainya? Adakah saat itu seseorang yang percaya dengan kata-katanya? Kecuali mereka yang bahkan tak memiliki ikatan darah dengannya.

"Anja!"

Langkahnya terhenti. Ia menoleh, memperhatikan wanita lanjut usia dengan mata berkaca-kaca. Di sampingnya, gadis berusia enam tahun dengan mata bening menatapnya dengan sorot penasaran.

"mami senang akhirnya kamu bebas!" ungkap wanita itu dengan jerit tangis tertahan seraya memeluk tubuh mungilnya dengan sangat erat. Matanya berkaca-kaca, ia ingin sekali melepaskan jerit tangis atas semua yang terjadi, namun...hanya air mata yang menetes secara perlahan untuk mewakili semuanya.

"Reka sangat bodoh, mami harap kamu dapat mengerti dan memaafkannya!" Anja masih tak bergeming. Penghinaan ini, adakah bisa diselesaikan dengan kata maaf saja? Semua itu berawal darinya, apa iya dirinya bisa semudah itu memaafkannya.

Bayangkan saja, tujuh tahun lalu... Ia dituduh dan dipaksa mengaku bahwa dia telah melakukan percobaan pembunuhan terhadap mantan kekasih dari suaminya, yang tak lain ia adalah adiknya sendiri. Semua bukti dan saksi dipalsukan, cctv dihapus, hukum di manipulasi dan dia harus membayar kesalahan yang sama sekali tidak ia perbuat.

"Kamu mau pulang kemana? Ke rumah kalian?" tanya Bu Niar setelah mengurai pelukan.

Rumah kalian yang mana? Ia ingin sekali bertanya. Tidak ada kalian diantara hungan aku dan Reka.

Anja terdiam. Selama dia mendekam dipenjara, keluarga ini yang setia menjenguk dan bercerita tentang dunia luar kepadanya, membawa makanan yang layak dan menyemangatinya, bahkan sampai mendatangkan psikolog dari luar hanya untuk menyembuhkan luka trauma yang dideritanya.

"Bagaimana kalo ikut mami pulang?"tawar Bu Niar setelah lama tak kunjung ada jawaban.

"kalian belum meluruskan kesalah fahaman, pulang ke rumah juga untuk sekarang hanya akan memperburuk keadaan. Pelan-pelan saja, mami yakin semuanya akan baik-baik saja!"

"Sepertinya ini tidak mungkin mam, tetap saja... Mas Reka akan marah kalo tau Anja ada di rumah mami. Mami, Anja tau maksud mami baik, tapi Anja juga tidak mau menghadirkan konfilik lagi. Anja sudah sangat lelah selama ini, Anja harap mas Reka dapat secepatnya menceraikan Anja!" Gadis itu menghela napas usai menyelesaikan kalimat panjangnya.Ia tau maksud wanita itu baik, tapi dia ingin tenang dan mulai membuka kehidupan baru tanpa bergantung pada siapapun. Lagi pula, dalam hidupnya ia tak pernah sekalipun bermimpi bertemu dengan pria itu.

"Jangan pikirkan yang lain apalagi tentang perceraian. mami akan sedih kalo Anja mau pergi ninggalin mami. Lagipula, tidak kah kamu ingin merasakan bagaimana dicintai putrimu sendiri? Ayolah nak, ini kesempatanmu!"

Mata Anja beralih pada gadis kecil yang sedari tadi memperhatikannya. Setelah besar, tidakkah gadis itu akan membencinya jika mengetahui fakta bahwa ibunya adalah mantan seorang narapidana?

Tidak kah gadis itu akan malu, memperkenalkan dirinya pada teman-temannya?

Bulu matanya gadis kecil itu berkedip dua kali, sudut bibirnya membentuk senyuman pada pipi gembulnya, dan satu hal yang kemudian ia sadari bahwa gadis itu memiliki lesung pipi sama sepertinya, sangat Cantik.

"Mama,kan?",

Tubuh Anja membeku, kepalanya berputar-putar. Ia merasa seperti berada ditengah badai,semua benda menghantamnya dan disitulah pertahanannya runtuh. Tubuhnya berguncang dalam tangis yang menyakitkan, pada jantung nya tertumpu ribuan jarum yang menusuk, apa yang harus ia lakukan, sementara... memeluknya saja ia tak mampu!

Bagian 1, part 1

7 tahun lalu,

*****

Plakkk...

satu tamparan membuatnya tersungkur.Pak Surya menatap bengis pada putrinya yang kini tertunduk tanpa mengeluarkan air mata.

"mau taruh dimana muka saya, hah? Selama ini, kamu tau Reka dan adikmu bertunangan. Tapi, kamu malah seenaknya naik ranjang calon adik iparmu sendiri.

jal*Ng tak tahu malu! Untuk apa selama ini saya menghidupimu?" teriaknya lagi seraya membanting gelas pada kepala putrinya sendiri. Anja semakin tertunduk dalam,kepalanya nya berputar-putar, bau anyir perlahan menusuk hidungnya. Ia tau kepalanya mengeluarkan darah karena bocor.

"Kenapa kamu lakukan ini, Anja? Lihat sekarang adikmu... Kakak macam apa kamu ini, puas kamu sudah menghancurkannya, Puas? "Kali ini, suara ibunya yang menghakimi.

"Jawab ibu ha, kenapa kamu lakukan ini?"cecar sang ibu sambil mengguncang tubuh Anja kemudian mendorongnya dengan kasar "dimana hati dan pikiranmu, kalaupun mau berzina kenapa harus dengan tunangan adikmu sendiri?"tuntutnya penuh emosi. Jika saja terlihat, mungkin kini kepala wanita itu sudah mengeluarkan asap.

"Maukah ibu percaya kalau Anja tidak salah? Anja baru saja selesai mandi dan Anja tidak tau sejak kapan Reka ..."

"cukup! Jangan panggil saya ibu! Saya tak pernah melahirkan anak sepertimu!" teriak Bu Sela memotong pembelaan putrinya.

"sungguh bu, Anja tidak salah!" Anja berteriak histeris mencoba mencari keadilan."Kalau kalian tak memberi kesempatan pada Anja untuk membela diri, bagaimana Anja bisa membuktikan bahwa Anja tidak bersalah?"

"Reka... Aku mohon, kamu katakan apa yang sebenarnya terjadi diantara kita. Aku baru saja mandi, dan kamu sendiri yang masuk kamar dan melece..!"

"Diam!"Bentak Reka tak mau mendengar ucapan Anja. Ia juga sedang diselimuti ketakutan yang dalam karena beberapa kali gagal meyakinkan calon istrinya bahwa ini hanya sebuah kesalah fahaman. Sebuah kesalahpahaman yang patal karena jelas mereka terperegok dalam keadaan telanjang.

Sedari tadi pria itu memeluk tunangannya untuk memohon ampun, tapi wanita itu masih terus menangis tak terima.

Ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi mengapa ia harus lepas kendali. Dasar hatinya bahkan mengakui bahwa memang wanita yang berlumuran darah saat ini juga tidak bersalah.

 Memang benar, dia sendiri yang masuk kekamar Anja. Seandainya saat itu Anja tidak sehabis mandi dan hanya mengenakan handuk sebatas paha saja, mungkin kejadian semacam ini akan terhindarkan. Salahkan juga posisi kamar yang begitu terpencil sehingga memuluskan aksi gilanya saat itu.

Wanita itu juga tadi berusaha membela diri dengan memukul kepalanya dengan gelas, hanya itu tak berhasil membuatnya bisa mengendalikan diri. Apalagi, tubuh Anja juga sangat kecil dibandingkan dengannya.

Tapi,bukan itu yang ada dalam pikirannya sekarang. Pada minumannya, ia tau ada sesuatu yang salah. Kalaupun tidak, tidak mungkin reaksi tubuhnya sampai segila tadi.Ia meyakini dalam hati bahwa seseorang telah menjebaknya, tapi siapa?

wanita itu?

"Vi, kakak tau ini berat bagi kamu. Tapi, kakak menyayangimu. Kakak tak pernah berniat mengkhianatimu sekalipun dalam hati. Percayakah bahwa kakak tidak bermaksud menghancurkanmu?"

"Lalu ini apa kak,ha? Apa yang baru saja aku lihat tak pernah aku bayangkan walaupun itu hanya dalam sebuah mimpi. Aku benci, mengapa itu harus kakak, aku benci mengapa itu harus orang yang aku sayangi? "Jeritan histeris itu menggema dalam ruangan penuh tuduhan. Air mata Anja perlahan mencair, sakit sekali melihat adik yang disayanginya hancur seperti ini, namun ia yang paling tidak berdaya walau hanya sekedar membela diri.

"Pergi. Kalian pergi! Aku tak mau melihat kalian di sini!" Jerit histeris Silvi sambil memegangi kepalanya frustasi.

"Silvi,sayang...!" bujuk Reka panik.

"pergi, aku juga mau kamu pergi!"usir Silvi sambil mendorong tubuh kokoh Reka.

Pak Tias menarik napasnya yang panjang setelah memperhatikan perdebatan yang sama sekali tak mendapat titik terang. Matanya yang tajam menatap putranya dengan sorot kecewa,

"Reka, mari pulang!" putusnya kemudian.

Reka masih tak mau mengalihkan pandangannya pada Silvi, sebelum kekasihnya percaya, ia sungguh enggan meninggalkannya.

"Kamu tak akan berhasil. Berikan kesempatan pada Silvi untuk menenangkan diri, dia pasti syok dengan apa yang terjadi hari ini!"tutur pak Tias melanjutkan.

"Anja, mari ikut saya pulang!"

"Kamu tetap disini!"sela pak Surya dengan tatapan menghunus tajam.Pak Tias memejamkan matanya sejenak berusaha tenang.

"Melihat kondisimu, saya takut kamu membunuh putrimu sendiri. Saya akan membawanya sekarang, kamu bisa menjemputnya jika Susana sudah merasa tenang!"

"Anja, ayo bangun!" pak Tias membantu Anja untuk berdiri. Reka tak setuju, namun tak dapat berkomentar apa-apa sebab ia tau selama ini papinya selalu mengambil keputusan paling bijak.

Akhirnya, dengan berat hati... pria itu meninggalkan kediaman rumah kekasihnya dengan penuh rasa bersalah..

Bagian 1, part 2

Darah yang keluar membuat kepalanya berdenyut pusing. Tak ada hal apapun yang dapat Anja pikirkan dengan tenang, jadi... Saat tadi pak Tias membantunya berdiri dan berniat membawanya pulang, ia menurut tanpa paksaan.

Jalanan sekitar Tugu Lenggang, alasannya entah karena malam sudah kian larut atau mungkin juga karena hujan yang mengguyur kota Bogor selama dua jam. Mobil kemudian terjebak macet didaerah Citeureup karena jalanan licin, pengendara harus berhati-hati sebab ada begitu banyak mobil pengangkut barang ditengah jalan berlubang yang sedang beroperasi.Itu yang kemudian membuat wajah kesal dan tak sabar pak Tias nampak kepermukaan. Bukan kenapa, kepala Anja terluka dan beliau takut penanganan yang lambat dapat menyebabkan lukanya infeksi. Sebenarnya, ia bisa saja mampir ke klinik atau rumah sakit, tapi... beliau ingin segera sampai rumah dan menyelesaikan apa yang sudah terjadi. Lagipula di rumah ada Erna, putrinya yang saat ini baru diangkat sebagai dokter bedah.

"Anja, bagaimana perasaanmu sekarang?" mengekspresikan bentuk kekhawatirannya, beliau bertanya seraya melirik pantulan wajah Anja dibalik kaca kemudi.Gadis itu, sepanjang jalan diam saja. memandang keluar jendela dengan tatapannya yang jauh, seolah jiwanya sedang tidak bersamanya kini.

Anja diam tak merespon, ada berbagai emosi yang bercampur pada matanya yang kini memandang kosong kedepan. Pikirannya dipermainkan, namun ia tak dapat melakukan apapun walau hanya sekedar menangis. Ia belum sempat membela diri, belum menjelaskan apapun, tapi tadi sudah dihakimi, bahkan dipukul hingga berdarah. Apa memang sudah sepantasnya dunia tak mau mendengar suaranya?

"jangan khawatir, semua akan baik-baik saja!"tutur pak Tias berusaha memberinya ketenangan.

Benarkah?

Anja ingin sekali bertanya, hanya saja lidahnya terasa kelu. Sesuatu membius hingga kerongkongannya terasa sakit, seutas tali tak kasat mata mengikat hingga dadanya terasa sesak. Ayah dan ibunya membenci dirinya, sang adik menyalahkannya, apa benar mengingat apa yang terjadi semua akan baik-baik saja?

Sejenak, pak Tias membiarkan wanita berusia duapuluh tahun itu larut dalam pikirannya sendiri.

"Apa menurutmu, ini merupakan pukulan terbarat dalam hidupmu?" Ia melanjutkan,saat baru saja membanting stir dan memisahkan diri dari jalan utama.

"Saya adalah saksi bagaimana adik saya jatuh cinta. Sejak pertama kali bertemu Reka, bahkan saat terakhir kali menangis meminta izin untuk melangkahi pernikahan saya, semua itu tak ada yang tidak saya ketahui tentang hubungan mereka!"Anja mulai membuka suara.

"hanya... Saya tidak tahu hal ini akan terjadi!"tambahnya seraya tersenyum semu, kalimat itu terlalu pedih untuk diucapkan.Tenggorokannya tercekat oleh berbagai emosi yang tak dapat ia suarakan.

"maafkan kakak Vi!" jeritnya dalam diam, dadanya terasa sesak sementara tubuhnya berguncang menahan tangis dalam diam.

"maafkan kakak..."bisiknya dalam tangis yang menyakitkan.

"jangan takut, saya melihat dengan jelas kamu tidak bersalah.Saya tau permintaan maaf hanya sebuah kata yang tak berarti, tapi sebagai papinya Reka, saya ingin mengucapkannya. Bagaimanapun, saya mengerti disini kamu yang paling di rugikan"

"Terimakasih, Anja hanya tak tau bagaimana cara menjelaskannya pada Silvi!"Pak Tias tersenyum senang karena gadis itu mulai membuka diri.

"Reka yang akan bertanggung jawab menjelaskan semuanya pada adikmu, jangan khawatir lagi"

"Terimakasih!"

Dua mobil baru saja terparkir dihalaman rumah keluarga Tias. Sisa air hujan menyambut begitu Anja menjejakan kakinya diatas rumput hijau yang terbentang luas, aroma bunga sedap malam menusuk penciumannya, sejenak memberikannya rasa damai.

Ia ingin disini dulu sebentar, menghirup udara malam yang menenangkan.Namun, itu tak berlangsung lama. Saat kemudian, Reka turun dengan tatapan menghunus tajam.Wajahnya kusut, lampu taman berkedip bersamaan dengan suara pintu mobil yang ditutup dengan kencang.

Anja balik menatapnya, berpikir mengapa pria itu seolah menjadi korbannya disini.

"Reka, apa yang kamu lakukan?"Bentak pak Tias, Reka mendengus dan melepaskan tubuh Anja dengan kasa. Lalu, pria itu pergi dengan amarah yang mendominasi wajahnya.

"Reka, masukan mobilmu ke garasi!", teriak pak Tias, tapi laki-laki itu terus berjalan tak peduli.

"Anja, kamu masuk duluan ya. Saya mau masukan mobil Reka dulu!"

Anja tak menjawab, namun perlahan-lahan dia mulai memasuki rumah besar itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!