NovelToon NovelToon

Suamiku Dosen Mesum

Wiro Sableng

Lolita tampak lesu ketika turun dari mobilnya. Hari ini dia benar-benar tak bersemangat karena matanya terasa begitu berat. Kalau saja hari ini tidak ada jadwal kuliah pagi, saat ini dia pasti masih asik bergelung di bawah selimut tebalnya.

Sayangnya Dosennya itu benar-benar menyeramkan. Selain harus masuk kelas tepat waktu, Dosennya itu juga terkenal pelit nilai. Dengan wajahnya yang dingin itu, sudah mampu mengintimidasi banyak orang. Kalau istilahnya sekarang, orang-orang menyebutnya sebagai dosen killer.

Brug...

Buku-buku tebal yang ada di tangan Lolita jatuh berhamburan karena dia menabrak seseorang.

"Maaf maaf, aku nggak sengaja!" Lolita langsung memungut buku bawaannya tanpa melihat siapa yang ia tabrak.

Tapi saat ia melihat sepatu kulit berwarna hitam yang mengkilap, kepalanya langsung mendongak untuk memastikan.

"M-maaf Pak, s-saya tidak sengaja!" Rasanya benar-benar gugup sekaligus takut. Orang yang ia tabrak ternyata adalah Dosen yang sejak tadi ada dipikiran Lolita. Dosen killer yang ingin dia hindari.

"Kalau ngantuk, lebih baik tidur di rumah!" Ucap pria berlawanan tinggi dan gagah itu. Kemudian pergi begitu saja sampai membuat Lolita melongo.

"Iishhh!!" Lolita memukul-mukul udara didepannya seolah Dosen itu masih ada di depannya.

"Dasar Wiro sableng!!" Bibirnya masih saja bergumam walau Dosen yang ia sebut Wira sableng itu sudah menjauh.

"Nggak sadar apa kalau badannya tinggi besar kaya gitu? Mana keras banget lagi!" Lolita mengusap keningnya yang tadi menabrak tubuh Dosennya.

"Lo kenapa Ta?" Dara, sahabat Lolita tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya.

"Habis nabrak beton!" Jawab Lolita dengan ketus.

"Beton?" Dara melihat ke kiri dan kanannya. Mencari beton yang disebut Lolita tadi.

"Mana?" Tanya Dara.

"Udah pergi!"

"Hah? Beton bisa jalan?" Dara benar-benar terlihat polos.

"Bisa lah, melotot juga bisa!"

"Hah?" Dara semakin tak mengerti maksud Lolita.

"Udah ah ayo masuk kelas, sebelum Dosen killer itu masuk lebih dulu!" Lolita langsung menarik Dara yang masih penasaran dengan apa yang Lolita katakan tadi.

Seperti biasa, rasanya Lolita muak mendengar semua teman kelasnya membicarakan Dosennya tadi. Di kampusnya ternyata menerapkan standar ganda, mau sekejam apa Dosennya hanya karena wajahnya yang tampan dan katanya berkarisma itu, mereka semua tetap saja mengidolakannya. Bahkan Dara, sahabatnya saja tergila-gila pada Dosennya itu.

Tampaknya hanya Lolita saja yang tak tertarik dengan Dosennya itu. Baginya hanya Excel yang menarik perhatiannya. Hubungan Lolita dengan Excel juga sudah berlangsung dua tahun, namun ketertarikan Lolita pada Excel sudah sejak mereka masuk kuliah.

"Selamat pagi!" Suara bariton itu membuat seisi kelas menjadi bergemuruh. Sungguh hal yang memuakkan bagi Lolita karena harus berada diantara pengagum Dosen killer itu.

"Selamat pagi Pak Wiraaaaaa!" Jawab mereka semua serentak kecuali Lolita. Dia hanya diam dan enggan menatap kedepan.

Sungguh saat ini dia ingin pulang, matanya terasa begitu berat. Menurutnya lebih baik tidur daripada harus berada di sana. Namun dia ingat jika Dosennya itu sangatlah pelit dan tidak pernah mentolerir mahasiswanya yang telat, mangkir ataupun tidak serius memperhatikannya di dalam kelas.

"Hooammm!" Lolita menguap dengan lebar karena rasa kantuknya benar-benar tak tertahan.

Rasanya seperti meminum obat tidur yang membuat matanya ingin tertutup. Ini semua gara-gara drama china yang sedang booming dan membuat kecanduan, dia terus ketagihan hingga menontonnya sampai pagi.

"Ta, Tata!!" Dara menendang bangku Lolita dengan pelan karena dia beberapa kali melihat Lolita memejamkan matanya.

"Apasih?!!" Kesal Lolita dengan suara berisik.

"Jangan tidur, lihat depan!" Ucap Dara disertai dengan gerakan bola matanya yang mengarah ke depan.

"Hmm" Lolita hanya bergumam saja sembari mengerjabkan matanya agar kembali terbuka dengan lebar.

Dia mencoba fokus ke depan, menatap Dosen yang menurut orang-orang sangat tampan itu. Sekarang Lolita bukannya fokus dengan mata kuliahnya, tapi dia sibuk mencari dimana letak ketampanan dan karisma yang dimiliki Dosennya itu. Menurut Lolita, Wira juga terlalu tua untuk diidolakan. Dia dengar, umurnya sudah tiga puluh satu tahun.

Tapi jujur, kalau masalah bentuk tubuhnya, Lolita mengakui jika Wira memiliki tubuh yang tinggi, tegap, dengan otot lengan dan dada yang terbentuk sempurna. Apalagi Wira sering memakai kemeja ketat yang digulung hingga siku, jelas itu membuat otot-ototnya terbentuk sempurna.

Lolita gelagapan sendiri saat matanya tak sengaja bertemu dengan Wira. Dia berkali-kali memalingkan wajahnya namun di depan sana, Wira justru terus menatapnya hingga membuatnya salah tingkah.

Lolita meraih buku didepannya untuk berpura-pura membaca dan menutup wajahnya. Tapi apa yang terjadi, Wira justru tersenyum kepadanya. Senyum yang tak pernah ia lihat sama sekali. Senyum yang membuat Lolita akhirnya menemukan letak tampan dan berkarismanya seorang Wiranata, si Dosen killer.

Jantung Lolita seperti dipompa dengan begitu cepat. Apalagi saat ini Wira berjalan kearahnya dengan senyum yang tak pudar dari bibirnya.

"Lolita?"

Entah mengapa suara Wira terdengar merdu ditelinga Lolita.

"I-iya Pak?" Lolita benar-bener gugup sampai tergagap.

Lolita menatap Wira yang hanya diam saja. Namun Lolita semakin gugup saat Wira justru menunduk, mendekatkan wajahnya pada Lolita.

Kini wajah keduanya begitu dekat. Benar-benar dekat sampai Lolita bisa merasakan hembusan nafas dari Wira.

"B-bapak mau apa?" Suara Lolita terdengar begitu pelan seperti bergumam.

Dia ingin menjauh, namun tak bisa. Lehernya seperti tak berfungsi sama sekali hingga yak bisa bergerak untuk memalingkan wajahnya. Dia justru terpaku pada pria yang wajahnya tetap berada di hadapannya. Matanya terkunci dengan mata Wira yang biasanya menatapnya dengan tajam.

Perlahan mata Wira terpejam, wajahnya juga semakin mendekat hingga ujung hidungnya menyentuh ujung hidung Lolita.

Seakan terhipnotis, Lolita ikut memejamkan matanya. Kalau dari drama China yang ia tonton tadi malam, sebentar lagi pasti Wira akan menciumnya. Bibir Lolita pun bersiap menerima ciuman dari Wira. Bibirnya sudah mengerucut untuk menyambut ciuman dari Dosennya itu. Tapi..

Plug...

"Awww!!" Lolita memekik karena sesuatu mengenai dahinya. Dia mengusap dahinya itu sambil meringis. Dia melihat tutup spidol jatuh di pangkuannya.

Namun tawa dari teman-teman sekelasnya membuat Lolita tersadar. Dia melihat kiri, kanan kemudian ke depan. Dimana Wira berdiri di sana sambil menatapnya dengan tajam.

"Kalau cuma mau tidur di kelas saya, kenapa tidak bawa kasur sekalian?" Ucap Lidah tajam milik Wira hingga membuat Lolita kembali ditertawakan.

"Udah gue bilang kan Ta. Fokus! Jangan tidur! Kena timpuk kan jadinya!" Ucap Dara yang berusaha menahan tawa.

"Jadi tadi cuma mimpi?" Lolita kembali menatap Wira yang saat ini masih menatapnya.

"M-maaf Pak"

Wira hanya melengos tak menanggapi permintaan maafnya sama sekali.

"Dih amit-amit" Ucap Lolita dalam hatinya. Dia benar-benar tak menyangka jika bisa bermimpi sejauh itu.

Kesialan Lolita

"Aduh pusing-pusing!" Lolita yang baru saja datang langsung duduk di depan Dara. Rambut panjangnya yang selalu disisir rapi itu tampak berantakan karena ulahnya sendiri.

"Udah terima aja!" Dara tampaknya sudah tau apa yang membuat sahabatnya itu terlihat kacau.

"Enggak, nggak bisa! Kamu tau kan Ra, gimana Pak Wiro sableng itu?" Lolita punya julukan tersendiri untuk Wira. Menurutnya pria itu benar-benar kubu. Dengan usianya saat ini, maka sangat pantas dengan nama Wira seperti salah satu tokoh kesatria dalam film kolosal jaman dulu.

"Pak Wira, Ta!! Nanti kedengeran orangnya tau rasa lo!" Tegur Dara terlihat tak terima.

"Ck, ya pokoknya itu deh!" Lolita berdecak dengan kesal. Dia merasa sial karena Wira yang akan menjadi dosen pembimbing untuk skripsinya.

Kenapa bukan Dara saja, padahal Dara yang ikut tergila-gila dengan Wira. Kenapa malah dirinya yang anti pati pada Dosen tampan itu.

"Kalau menurut gue, Pak Wira oke juga kok Ta. Asal kita rajin dan paham semua yang disampaikan, pasti Pak Wira nggak bakalan marah-marah" Dara asik menasehati sahabatnya itu.

"Nggak marah-marah gimana? Baru mau tanya aja sudah dipelototi. Bisa mati muda kalau sampai lanjut!" Belum apa-apa saja, Lolita sudah berada ditahap menyerah.

"Dipelototi orang ganteng nggak ada ruginya kali Ta" Mata Dara melihat ke atas, membayangkan bagaimana saat Dosen killer itu menatap dengan dingin namun terlihat mempesona.

"Kamu penggemarnya, makanya bisa bilang kaya gitu!" Imbuh Lolita dengan kesal karena Dara merupakan salah satu penggemar Dosen killer itu.

"Lo aja yang belum menyadari betapa mempesonanya Pak Wira. Aduh, rahim gue langsung hangat kalau membayangkan seksinya Pak Wira, ototnya yang sempurna itu. Hmmm, pasti nayaman banget kalau dipeluk"

Mendadak Lolita mengingat mimpinya di kelas beberapa hari yang lalu. Mimpi yang menurutnya sangat menggelikan, dan yang membuat Lolita merasa aneh adalah, kenapa di dalam mimpi dia seolah-olah menyambut ciuman dari Wira.

Dalam mimpi itu, Lolita merasa tak berdaya untuk menolak pesona Wira. Dia terpana dengan tatapan lembut dan juga senyuman Wira. Benar-benar mimpi yang di luar nalar.

"Bagusan juga Excel ke mana-mana. Please deh!" Tekan Lolita untuk menghilangkan bayangan tentang mimpinya itu.

"Kayaknya bukan otak lo aja yang lagi bermasalah, tapi mata lo juga!" Sindir Dara karena menurutnya, Lolita terlalu buta. Menyandingkan Excel dengan Wira, jelas berbeda. Seantero kampusnya juga pasti setuju kalau Wira lebih dari segalanya dibanding Exel.

Ditambah lagi, Wira adalah pria dewasa yang sudah mapan dan matang. Jika dibandingkan dengan Excel yang hanya seorang mahasiswa dengan modal tampang saja, meski Excel juga populer di kampus karena anak orang yang cukup kaya, tapi orang bodoh mana yang memilih Excel daripada Wira? Ya jelas hanya Lolita.

Lolita kembali terdiam, dia tak menanggapi ucapan Dara. Dia justru berpikir bagaimana caranya dia menemui Pak Wira. Menyapanya saja Lolita malas, apalagi harus meminta bimbingan dari dosen menyebalkan itu.

"Kita tukeran ana yuk Ra!" Ajak Lolita begitu menemukan cara untuk menghindar dari Pak Wira.

"Dih, ogah! Masih mending gue sama Bu Rindy, Dosen centil itu kalau dikasih kosmetik pasti juga gampang bimbingannya"

"Ck, curang kamu. Main sogok kaya gitu!"

"Bukan sogok Ta, cuma main cantik aja. Biar mulus jalannya. Kalau kamu mau, kamu bisa kok kasih Pak Wira apa gitu!" Usul Dara meski dia sendiri tidak tau apa yang bisa membuat Wira luluh seperti Rindy.

"Kasih apa? Yang ada malah di lempar duluan sama dia kaya tutup spidol waktu itu!" Lolita tampaknya sudah tau bagaimana sifat Wira. Sepertinya Wira adalah dosen yang tidak mempan dengan hal-hal seperti itu.

Masih untung waktu itu dia tidak diusir keluar oleh Wira karena ketahuan tidur di kelasnya.

"Huuhhh!!" Nafas kasar keluar dari bibir Lolita.

Baru kali ini gadis berusa dua puluh satu tahun itu merasakan pusing dengan kuliahnya. Dia bukan gadis yang terlalu pintar, namun dua juga tidak bodoh, namun kali ini sungguh otaknya tidak bisa berpikir apapun.

Kalau dosen pembimbingnya tetap Pak Wira, yang ada semua yang telah tersimpan di otaknya untuk bahan skripsi bisa hilang semua. Belum lagi kalau harus berhadapan secara langsung. Lolita yakin semua yang telah ia susun dengan rapi langsung diminta revisi.

"Kamu kenapa sayang?"

Lolita langsung merapikan rambutnya ketika mendengar suara Exel.

"Kamu ada masalah?" Exel khawatir melihat kekasihnya dalam keadaan yang begitu berantakan.

"Bukan masalah lagi, tapi bencana!" Jawab Lolita dengan wajah memelas.

"Bencana?" Exel menatap ke arah Dara untuk meminta penjelasan.

"Pak Wira jadi Dosen pembimbingnya" Jawab Dara.

"Pak Wira?" Exel terkejut.

"Iya, mana aku nggak bisa ganti Dosen pembimbing. Aku udah coba, tapi tetap nggak bisa katanya" Lolita kembali mengeluh, pikirannya saat ini bukan soal skripsi, justru tentang Dosennya itu. Dia memikirkan cara bagaimana untuk genti Dosen pembimbing.

"Ya udah kalau nggak bisa sayang, Pak Wira juga nggak galak-galak banget kok kalau kamu serius dan mendengarkan semua yang Pak Wira katakan. Katanya sih, Pak Wira nggak segalak kelihatannya"

"Ya udah deh, mau gimana lagi. Pasrah deh pasrah!" Ucap Lolita menyerah. Dia tak mungkin bisa mengganti Dosen pembimbingnya.

Lagipula kalau dia mengajukan keberatan, apa yang akan menjadi alasan Lolita? Mana mungkin Lolita mengatakan jika dia tidak suka Wira yang sok ganteng, dingin, ketus dan pelit.

Alasan yang dapat diterima hanyalah kalau Wira mengabaikan mahasiswanya, tidak memberikan bimbingan sebagaimana mestinya. Tapi sekarang saja Lolita belum menemui Wira sama sekali, bagaimana mungkin dia mendapatkan alasan-alasan itu.

"Kayaknya kamu butuh hiburan deh, kita jalan aja yuk! Kuliah kamu udah selesai kan?"

Mata Lolita langsung berbinar. Memang itu yang dia butuhkan saat ini. Dia harus menyegarkan pikirannya sebentar. Melupakan Dosen itu sejenak untuk meremajakan isi otaknya.

"Ke Mall!" Pinta Lolita dengan manja.

"Boleh" Exel mengacak rambut Lolita dengan gemas.

"Dih geli deh!" Cibir Dara yang muak dengan kemesraan mereka berdua.

"Bilang aja iri!" Lolita mengejek Dara yang sampai saat ini masih jomblo.

"Nggak sudi!" Balas Dara.

"Udah yuk, pergi aja!" Lolita menarik tangan Exel sambil menatap terus mengejek Dara.

Brug...

Lolita kembali menabrak seseorang karena dia tak memperhatikan jalannya.

"Maaf Pak, pacar saya tidak sengaja" Ucap Exel membuat Lolita ikut terkejut. Ternyata yang ia tabrak adalah Wira.

"Jadi kalian malah pacaran daripada mulai bimbingan sama saya?" Wira justru menatap tajam pada Lolita.

"Maaf Pak, saya memang belum sempat menghubungi Pak Wira. Kira-kira kapan saya bisa bimbingan ya Pak?" Lolita terlihat begitu gugup.

"Satu jam lagi saya tunggu kamu di ruangan saya!"

"S-satu jam Pak?" Bola mata Lolita hampir saja keluar.

"Kenapa? Kamu pikir saya tipe Dosen yang di WA sekarang jawabnya tahun depan yang sengaja menunda-nunda bimbingan mahasiswanya?" Wira terlihat begitu ketus. Itu yang membuat Lolita kesal setengah mati.

Pembully

"Aduh mampus!" Lolita menepuk keningnya.

Lolita mengurungkan niatnya untuk pergi bersama Exel, dia memilih duduk kembali bersama Dara.

"Kita nggak usah jadi pergi ya sayang?" Lolita menatap kekasihnya yang masih berdiri

"Iya, kita pergi nanti saja kalau kamu sudah selesai bimbingan" Exel mengusap pucuk kepala Lolita.

"Tapi Ta, satu jam loh Ta? Lo yakin?" Dara yang tadi mendengarnya saja masih melongo.

"Satu jam dapat apa Ra? Topik penelitian aja aku masih belum dapat, apalagi judul. Aku kira Pak Wira bakalan kasih jadwal bimbingan, mau besok kek atau lusa, tapi ini tiba-tiba banget. Ya Allah, tolonglah hamba!" Lolita hampir menangis saat ini.

Sudah ia bilang kalau Wira adalah Dosen yang sangat menyebabkan. Kini tidak ada angin dan tidak ada hujan, Wira langsung memberikan bimbingan.

"Semangat sayang, kamu pasti bisa!" Hanya Exel yang menjadi penyemangat bagi Lolita saat ini.

Waktu yang diberikan Wira benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Lolita. Dia terus mencari topik penelitian yang pas menurutnya. Sebenarnya bukan mencari karena Lolita sudah menyiapkan beberapa namun dia masih bingung memilihnya.

Dia juga mempelajarinya lagi agar nanti ketika dihadapan Wira, Lolita tidak kehilangan isi dari topik penelitiannya itu.

"Siapa tuh Ta?" Suara Dara membuat Lolita berpaling dari laptopnya. Menatap ke arah mata Dara memandang.

Seroang wanita cantik berjalan mendekat ke arah Lolita. Tubuhnya yang sudah cukup tinggi ditambah sepatu heels membuat tinggi tubuhnya semakin menjulang. Namun itu semua diimbangi dengan bentuk tubuhnya yang ramping dan indah. Rambut panjangnya yang berwarna dark brown dibiarkan tergerai. Jangan lupa wajahnya yang dirias sengan cukup tebal itu, benar-benar menarik perhatian anak-anak kampus.

Lolita, Exel dan juga Dara masih termangu menatap wanita itu meski suara sorak dan juga siulan terdengar nyaring di telinga mereka.

"Gina?" Guma Lolita.

Lolita sangat mengenal wanita itu, wanita yang membuat hati Lolita menyimpan dendam berkepanjangan. Wanita yang membuat masa putih abu-abu Lolita menjadi suram dan tak menyenangkan seperti kata orang. Dia adalah penyebab Lolita tak ingin masuk sekolah setiap harinya.

"Hay Lola? Upss, maksudku Lo-li!" Wanita itu terlihat begitu centil dengan suaranya yang dibuat-buat.

"Nggak nyangka ya kita ketemu lagi disini. Padahal gue kira kita bakalan satu kampus"

Lolita masih diam saja, mengabaikan celotehan wanita yang sudah berdiri di depannya itu.

"Mau apa lo ke sini?" Lolita menatap datar ke arah Gina. Tak ada rasa takut seperti dulu lagi dimata Lolita.

"Woww, lo banyak berubah ya ternyata!" Gina terkejut karena keberanian Lolita saat ini.

"Dia siapa sayang?"

Gina tersenyum merekah ketiak mendengar Exel memanggil Lolita dengan mesra seperti itu. Dia mengulurkan tangannya pada Exel.

"Hay, gue Gina. Teman SMA Lola, aduh maaf. Lolita maksudnya" Gina menepuk jidatnya pelan seolah benar-benar lupa dengan nama Lolita.

"Lo pacarnya Lolita ya?"

"Iya" Exel tak membalas ukuran tangan Gina. Dia hanya menatap Gina dari atas ke bawah beberapa kali.

Gina langsung menarik tangannya kembali. Dia merasa kesal karena ada pria yang menolak ukuran tangannya. Padahal sejak ia menginjakkan kakinya di kampus, banyak mahasiswa yang menyorakinya bahkan mendekatinya untuk berkenalan.

"Kita pergi aja dari sini. Suasananya udah nggak enak nih, ada pancaran aura negatif yang sangat kuat" Lolita membereskan semua buku dan juga laptopnya.

"Loh lo mau kemana Lol?"

Lolita menatap Gina tajam, dia dari dulu paling tidak suka dipanggil seperti itu. Gina memang sengaja memanggilnya seperti itu untuk mengejek.

"Emangnya lo nggak penasaran kenapa gue bisa ada di sini?"

"Bukan urusan gue!" Jawab Lolita dengan singkat.

"Ah kamu nggak asik, padahal gue mau kenalin lo sama pacar gue loh. Pacar, emm lebih tepatnya calon suami gue jadi Dosen di sini. Lo pasti kenal sama dia!" Ucap Gina dengan bangga.

"Apa? Jadi lo pacarnya salah satu Dosen di sini? Lo jadi ani-ani?" Dara yang sejak tadi bungkam mulai meresapi omongan Gina. Meski Dara belum tau apa-apa, tapi dia bisa melihat ketidaksukaan dari Lolita pada wanita yang mengaku sebagai teman sekolah Lolita itu.

Apalagi sikap Gina yang sejak tadi terlihat sombong, membuat Dara jelas tidak menyukainya.

"Jaga mulut lo ya! Pacar gue ini masih lajang!" Kesal Gina.

"Terserah, gue nggak peduli!" Lolita menarik tangan Exel dan mengajak Dara pergi dari sana untuk menghindari Gina.

Bukannya takut menghadapi wanita itu, tapi saat ini dia tak ada waktu untuk berdebat. Waktu satu jam hanya tinggal lima belas menit lagi. Dia harus bersiap untuk bertemu dengan Wira.

"Sebenarnya wanita tadi siapa Ta?" Dara terlihat penasaran.

"Namanya Gina, dia dulu yang membully ku waktu SMA!"

"Apa yank, jadi kamu korban bully?"

"Iya. Aku dulu sempat mau pindah sekolah. Tapi kami baru pindah ke Jakarta dan Papa baru memukai usaha barunya, jadi keadaan kami belum stabil waktu itu. Jadi aku bertahan walau setiap hari Gina terus mengganggu ku!"

"Tapi kenapa? Kalian ada masalah apa sampai dia bully lo kaya gitu?" Tanya Dara lagi.

"Aku nggak tau, tapi Gina mulai seperti itu setelah ada teman yang menyatakan perasaan sama aku!"

"Mungkin dia suka sama cowok itu makanya dia marah dan melampiaskan kemarahannya sama kamu" Itu menurut Exel.

"Mungkin saja"

"Tapi, dimana cowok itu sekarang? Kamu sempat menerima cintanya?" Exel terlihat cemburu meski itu hanya masa lalu Lolita.

"Aku nggak tau dia dimana. Kau tidak menerima perasannya karena memang tidak menyukainya"

"Hufftt" Exel merasa lega sekarang.

"Ya udah aku mau ke ruangan Pak Wira dulu. Takut kalau dia tiba-tiba berubah jadi macan karena telat"

"Oke, semangat!" Dara mengepakkan tangannya untuk menyemangati Lolita.

"Semangat sayang!" Begitu pun dengan Exel.

Lolita mengangguk dengan yakin. Kali ini dia benar-benar memberanikan diri untuk datang menemui Wira. Semoga saja suasana hati Dosennya itu sedang baik-baik saja, jadi bimbingan kali ini bisa berjalan dengan lancar.

Langkah Lolita yang sejak tadi tegas dan terlihat berani mendadak menjadi pelan dan ragu ketika hampir saja sampai ke ruangan Wira. Bahkan pintu ruangannya saja hanya tinggal berjarak beberapa langkah.

"Duh, kenapa jadi gugup lagi?" Gumam Lolita. Tangannya mengepal kuat karena mendadak berkeringat.

"Kamu memang calon suami terbaik. Aku cintaaa banget sama kamu"

Samar-samar Lolita mendengar suara yang tak asing di telinganya ketika dia sudah berada di depan ruangan Wira.

Pintu yang sedikit terbuka membuat Lolita penasaran, siapa wanita yang ada didalam ruangan Wira dan bicara dengan begitu mesra seperti itu.

Lolita mendorong pintunya sedikit untuk melihat ke dalam sana.

"G-gina?" Lolita benar-benar terkejut setengah mati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!