"Hiks.. Hiks"
Suara tangis Diana terisak-isak menggema di tengah malam yang sunyi.
"Kemana aku harus melangkah?" batin Diana.
Bajunya basah akibat tersiram secangkir kopi yang di lemparkan Feni saat dia berusaha kabur dari ruang tahanan rumah kosong. Diana melompat kabur dari jendela terjatuh diantara gundukan semak belukar.
Nyaris saja masa depannya hancur akibat ulah jahat yang hampir di susun rapi oleh Feni.
"Diana tunggu! mau lari kemana Lo."
Feni mengejar Diana sampai melewati garis lintas jalan menuju hutan rimba.
Diana bersembunyi di rawa-rawa yang tertutup bebatuan lumpur tebal. Tubuh Diana menggigil kedinginan, dia sangat ketakutan. Sambil menutup mulutnya rapat-rapat menahan suara tangis agar tidak terdengar oleh Feni.
Feni mencari ponsel di kantung jaket merahnya lalu menyalakan senter handphone untuk menyorot jalan. Dia juga merogoh saku di celana jeans-nya mencari pisau lipat di genggam di tangan kiri.
"Diana keluar atau gue sayat leher Lo!"
Amarah Feni memuncak seperti kerasukan setan. Dia menelusuri hutan mencari-cari keberadaan Diana.
Ssseettt..sssttssh.
Terdengar suara desis ular yang menjulur melewati pahanya.
Gue harus berani dan jangan bergerak, gumam Diana.
Sepertinya Dewi Fortuna di malam itu sedang berpihak pada Diana. Ular yang bergeliat di tubuhnya hanya lewat tanpa melilit atau menggigit. Feni merasa kelelahan dan mengurungkan niatnya. Dia berbalik arah dan mencari jalan pulang.
"Hei Diana,tunggu pembalasan dari gue ! gue cari Lo ke ujung dunia sekalipun!"
Teriakan suara Feni terdengar di telinga Diana.
...💀💀💀...
Dengan berbekal cahaya sinar rembulan, sepanjang jalan Diana berpikir kemanakah kakinya harus melangkah. Kini dia sendirian meratapi nasib.
Ayah..ibu, Diana takut! gumam Diana dengan menepis air mata yang mengalir deras di pipinya.
kuk, kuk, kuk.
Suara burung hantu mengiringi perjalanan panjangnya.Tampak dari kejauhan, cahaya remang-remang lampu pijar yang menyala di sebuah rumah gubuk di dekat telaga hijau.
"Kenapa ada rumah di tengah hutan? Apakah aku sedang berhalusinasi?"
Dia perlahan-lahan menghampiri tempat itu dengan perasaan yang tertanam penuh keraguan. Batinnya ingin menolak menghampiri namun apalah daya keadaan yang membuat dia terpaksa bertekad mencari tempat berteduh untuk bermalam. Suasana hutan yang mencekam, sinar rembulan yang tertutup awan hitam dengan berbagai suasana hewan-hewan liar.
Tokk.. tok.. tok. (Suara ketukan pintu Diana ).
Namun tidak ada jawaban, hening senyap bercampur merindingnya bulu kuduk Diana.
Tokk..tok.
Ketukan tangan Diana kembali mendarat namun tidak ada sahutan dari pemilik rumah .
Hati Diana risau, dia mengurungkan niat dan berjalan menjauhi pintu. Tiba-tiba terdengar bunyi suara pintu yang terbuka lebar di hadapannya.
Kenapa aku terasa semakin merinding! batin Diana menuju pintu tersebut.
Diana hanya berdiri di depan pintu, ruangannya tampak di penuhi oleh gantungan kepala-kepala Tengkorak yang di selubungi laba-laba dan hewan-hewan kecil. Di atas meja yang tersusun berbagai macam benda-benda yang terlihat asing bagi Diana.
"Sepertinya ada yang tidak beres!"
Diana terkejut dan berlari menjauhi sejauh mungkin. Larinya begitu kencang, sesekali dia menabrak ranting-ranting dan batang pohon kering. Nafas Diana tidak teratur dan pompa jantung seakan lomba lari maraton jarak jauh.
"Aku rasa sekarang sudah aman."
Diana yang berhenti dan berjongkok sepintas menoleh memandang sekitar. Sepasang bola matanya melotot dan terperangah kaget.
Loh, kenapa aku jadi kembali ke titik nol? aku berada lagi di depan pintu rumah gubuk angker ini! gumam Diana.
Rasa di hati mengganjal di pikirkan Diana. Dia meyakinkan diri dengan mencubit lengannya sendiri.
"Aduh, sakit! Ini bukan mimpi dan aku benar-benar masih bernafas di atas bumi"
Diana terduduk lemas menyaksikan hal aneh dari yang di alaminya.
Ini benar-benar nyata.
Di usia yang belum matang kini harus berani menanggung semua beban di pundaknya sendiri. Sanak saudaranya menjauh karena tidak ingin terbebani kehadiran Diana, mereka acuh dan tidak menganggap Diana sebagai saudara. Angin berhembus menusuk tubuh, Dia sudah tidak sanggup lagi memikul beban pahit di hidupnya yang penuh derita.
"Apakah aku harus masuk ke dalam rumah yang terlihat menyeramkan?"
Pikiran Diana kembali terguncang, dia sudah membulatkan tekad untuk masuk ke dalam ruangan. Langkah ragu perlahan beranjak dengan kaki yang bergetar. Kondisi Diana yang memprihatinkan, perutnya terasa lapar, tenggorokannya kering akibat di sekap Feni berjam-jam dan berusaha untuk melepaskan diri. Kaki Diana sedang terluka dan kotor tercampur lumpur. Rasa dahaga yang sangat kuat mengalahkan rasa perih lukanya.
Suara langkah dari balik pintu menuju Diana.
"ihihihh..hihi"
Suara cekikikan wanita dari keluar ruangan menampakkan diri. Nyaris saja Diana yang kaget jatuh pingsan, Diana menyenderkan badannya ke kursi kayu di dekat meja. Nampak seorang wanita tua membungkuk menampilkan dirinya pada Diana. Baju lusuh berwarna hitam legam, dengan hiasan tusuk konde berbentuk lekukan ular melilit di sanggul pada rambut putih. Bau aneh tercium membuat Diana merasa sesak dan hampir mual.
"Silahkan, duduklah anak manis."
Wanita tua itu mempersilakan Diana duduk lalu dia berjalan menuju ruangan lain dengan gerakan yang ringkih. Diana melirik air yang berwarna merah menyala di atas meja. Bau amis yang menyengat membuat dia bertambah mual. Keringat dingin bercucuran dari tubuhnya menahan aroma aneh tersebut. Diana berusaha menahan isi perutnya dengan perlahan melangkah ke luar rumah.
Pintu rumah tertutup di banting tiupan angin yang entah dari mana asalnya. Wanita tua itu mendekati dan mengelus punggung Diana, sekejap saja rasa mual telah hilang.
"Apa yang sudah kamu lakukan pada ku nek."
Wanita tua itu hanya tersenyum menyeringai dan menarik tangan Diana duduk kembali. Seolah manik mata itu telah terhipnotis.
"Anak manis, aku melihat penderita yang berlarut-larut dalam sudut pelupuk sepasang mata indah engkau."
Diana hanya terdiam dan menyahut seadanya lalu menganggukkan kepala dan menunduk malu.
"Aku tidak tau harus berbuat apa sekarang nek" ucapnya menunduk.
"Coba kau minumlah air ajaibku ini."
Wanita tua tersebut menyodorkan air di dalam batok kelapa kepada Diana. Kedua tangan Diana refleks menepis tangan wanita itu.
Namun sedikit ada rasa janggal di benaknya.
"kenapa aku menjadi tidak mual mencium bau amisnya?"
"Tidak ada lagi air yang tersisa untuk melepas rasa dahaga mu itu dan melepas penderitaan mu."
"Apakah yang sedang kamu bicarakan nek?"
"Ihihih, ini tentang kebahagiaan hidupmu anak manis, kemarilah mendekat."
Diana mendekatinya dan mendengarkan bisikan setan di telinga yang berusaha meyakinkan dengan segala keyakinan.
"Ikutlah bersamaku dan berbahagialah di dunia"
"Bagaimana caranya nek, tunjukkan padaku?"
"Kau minumlah dulu air ku, ini adalah darah manusia, ihihihh"
Pikiran Diana yang sudah tersesat dan buntu meraih air yang ada di tangan wanita itu dengan tangan yang gemetar.
"Bagus.. hanya satu tegukan saja."
Diana semakin tenggelam dalam kegelapan, bagai ayam yang terlepas dari dari kandang singa malah terperangkap ke kandang buaya. Diana memilih jalan kelam tanpa bersabar melewati segala rintangan di hidupnya.
"Uhukk..uhuk"
Batuk Diana menyemburkan percikan air darah dari dalam rahang mulut.
"Kau harus terbiasa dengan jus segar setiap waktu"
"Tinggal mengikuti beberapa ritual lagi engkau akan mencapai semua kebahagiaan di dunia yang kau inginkan."
"Apa yang terjadi ketika aku nanti setelah selesai melaksanakan semuanya nek?"
"Diamlah, cukup ikuti petunjuk dariku."
Kini Diana seperti terhipnotis semua perkataan dari wanita tua yang menjerumuskan dalam kesesatan. Dia adalah penyihir yang sudah berusia ratusan tahun yang tinggal di tengah hutan terlarang.
"Aku tidak berani melakukan sejauh ini nek, bagaimana rasanya jika kepala ku yang terlepas nanti tidak bisa kembali ke badanku?"
wanita tua itu melotot dan menepuk pundak Diana tiga kali. Gerak mulutnya komat-kamit dan meniupkan dengan nafas panjang ke arah kepala bagian belakang Diana. Dia jatuh pingsan dan di seret wanita tua itu menuju belakang halaman. Dia mengubur Diana dari ujung kaki sampai sebatas leher. Rambut Diana bak ombak terurai basah di keramas dengan air kembang setaman.
...⛈️⛈️⛈️...
EMPAT PULUH HARI KEMUDIAN.
Terik matahari menyinari wajah pucat Diana. Nafasnya yang sudah hampir di ujung tanduk dengan percikan air ke wajah Diana. Sang wanita tua kembali mengucapkan mantra kepada Diana. Tubuhnya di gotong menuju ruang sesajian, dengan selimut kain kafan. wanita tua itu membakar dupa seperti mengasapi tubuhnya. Diana yang tersadar dan terkejut menyaksikan keadaan dirinya sendiri.
"Mengapa aku berada disini?" bisik Diana.
"ihihih, kau selamat melewati bagian masa sulit! sekarang kau bisa mencobanya.Cukup memberikan sesajian ini kau bisa melepas kepala mu hanya di malam bulan purnama."
"Melepaskan Kepalaku? untuk apa nek?"
"Dasar gadis polos, di tubuhmu sudah tertanam ilmu hitam keabadian."
"Tapi aku jadi sangat ketakutan dan tubuhku terasa berbeda"
"Tutup mulut mu, sekarang dengarkan lah semua pesanku ini Diana."
...⛈️⛈️⛈️...
Lama sekali mereka berbincang-bincang di gubuk kecil yang penuh dengan lubang kesesatan. Diana kini sudah menjadi manusia yang berbeda dari yang lain. Sepertinya dia ingin mencoba ilmu yang baru saja di dapatkan. Purnama penuh yang bersinar dan hadir setiap dua atau tiga tahun sekali sudah di tunggu-tunggunya. Diana dengan tekun melakoni ilmu hitam sampai dia benar-benar hafal cara dan ritual dari sang penyihir. Karena merasa sudah tidak takut menghadapi dunia kini dia mencoba keluar dari hutan terlarang untuk mencari hidup baru.
"Jangan pernah kau lupakan aku."
Wanita tua itu cemberut dan membanting pintu dari dalam rumah. Belum sempat Diana berjabat tangan dengannya, seolah hati si penyihir yang dingin tidak pernah berubah dari awal dia bertemu dengannya.
...----------------...
Diana keluar dari hutan dan berhenti di tengah jalan. Air liur menetes, siang hari dengan pekat terik matahari sangat membantu dahaga.
Tin..tin..tin.
"Eh, Lo mau bunuh diri ya!"
Seseorang pria muda keluar dari dalam mobil dan menghampiri Diana.
"Ya benar sekali! aku sedang mencoba ilmu ku" gumamnya.
Wajah pria muda semula yang eksepsi marah kini menjadi tersenyum lebar melihat dia.
"Gila benar! cantik sekali gadis ini"
"Apakah kau sedang menatap ku!" bentak Diana dengan tatapan tajam.
"Maafkan aku yang tidak melihat jalan, aku yang salah. Mana yang sakit? aku kita ke rumah sakit"
"Dasar pria hidung belang!" gumam Diana.
Sepertinya dendamnya kepada semua lelaki sudah mendarah daging akibat trauma yang di alaminya di masa lalu.
"Kenapa diam saja. Kamu mau kemana?bolehkah aku mengantarkan mu?"
"Beruntung sekali aku hari ini mendapatkan darah segar!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!