NovelToon NovelToon

Kania Dan Luka

BAB 1

Kania Winara namanya. Gadis itu malang sekali. Ibunya meninggal dunia saat ia berusia 10 tahun. Ayahnya kemudian menikahi Bu Anita, janda beranak satu yang terkenal cantik di desanya. Semenjak ayahnya menikah lagi, kesulitan-kesulitan selalu menghampirinya perlahan-lahan. Setiap hari, ia harus terbiasa dengan sikap semena-mena ibu tiri dan anaknya. Kania putri keluarga itu, tapi diperlakukan seperti seorang suruhan.

"Ibu, entah dengan cara apa lagi aku harus bertahan"... Gadis itu terisak perlahan. Ia rapuh sekali. Sosok ayah yang dulunya sangat hangat kini jauh berbeda. Sikap kejam pria itu perlahan-lahan membuat pertahanan putri kecilnya runtuh.

"Ayah terlihat seperti orang asing bagiku, doakan saja agar aku tidak membenci ayah ke depannya"...Gadis itu bangkit perlahan, melanjutkan semua pekerjaannya karena ia tau hukuman apa yang diperoleh ketika pekerjaannya berantakan. Kania Winara namanya. Umurnya bahkan baru menginjak angka 19. Di usianya sekarang, ia harusnya tengah menikmati sibuknya perkuliahan. Namun, ia sangat yakin angan-angannya itu akan dihancurkan oleh sang ayah. Lebih baik ia menguburkan mimpi-mimpi masa kecilnya, bersama kenangan-kenangan indah bersama sang ibu. "Aku ingin jadi dokter, Bu. Jika aku jadi dokter, kupastikan ayah dan ibu akan sehat. Aku sendiri yang akan memastikannya" , kata gadis kecil itu dulu. Ibunya tersenyum hangat mendengar ucapan polos putri semata wayangnya. Wanita itu berdoa, memohon pada yang kuasa agar ia waktu yang lebih lama bersama putri kecilnya. Gadis kecil sejuta mimpi yang mewarisi wajah menawannya.

"Ibu aku merindukanmu". Isak gadis itu. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan larut dalam kesedihan yang diciptakan gadis itu. Kania menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi pipi mulusnya. Sudah cukup ia menangis. Gadis itu kemudian keluar dari kamarnya, kamar yang lebih layak disebut gudang. Di petak sempit ini gadis itu menghabiskan hari-harinya, merenungi setiap kesedihan yang selalu menjadi kawan baiknya.

Kania sedang menyapu di halaman belakang ketika terdengar suara berisik dari arah depan. Ia berusaha tidak peduli, melanjutkan pekerjaannya seolah-olah tidak terjadi apapun sampai pada akhirnya..."Kania, kau dipanggil ayah ke depan".. Kakak tirinya, Rina, meliriknya dengan ekspresi sinis dan enggan seolah dirinya adalah barang rongsokan. Rina bersedekap angkuh, bak nyonya besar.

Perlahan, Kania mengikuti langkah kaki Rina.

" Aku mempunyai dua orang putri, Tuan Kamal pilih saja sesuka hati". Suara Winara terdengar sangat nyaring. ...DEG.. Apa maksud ayahnya? Gadis itu mengerutkan keningnya bingung. Jantungnya kini berdetak dua kali lebih cepat. Firasat buruk kemudian menyusupi relung batinnya perlahan, tanpa bisa dicegah oleh sang pemilik raga.

"Apa maksudmu Winara? Jika ingin melunasi utang, jual saja putri kandungmu dan jangan coba-coba melibatkan Rani putriku".. Ibu tirinya berteriak marah. Wanita paruh baya itu bahkan memukul meja di depannya, menciptakan drama baru yang tidak pernah disukai Kania.

Tunggu.. Siapa laki-laki tua ini? Laki-laki yang lebih pantas dipanggil Kakek olehnya. Laki-laki yang sejak tadi menatapnya tanpa kedip, membuat dirinya risih.

"Hahahahaha Tuan Winara, siapa gadis cantik ini?".. Rentenir tua itu mengabaikan drama keluarga itu, fokusnya hanya tertuju pada Kania yang sejak tadi menundukkan kepalanya.

"Tuan Kamal, ini Kania putri kandungku, Apakah Tuan Kamal tertarik?". Winara bertanya tanpa ragu. Senyum sinis terbit di wajah senjanya. Wajah yang dihiasi oleh gurat-gurat usia. Tak bisa berbohong, usianya memang tak muda lagi. Winara tega sekali. Kania ingin protes, namun energinya seolah-olah habis sejak tadi.

" Tuan Winara, jika kau mau memberikan putrimu padaku, kupastikan semua utangmu kuanggap lunas".. Winara tertawa bahagia mendengar kalimat itu..

"Ambil saja Tuan Kamal, aku bahkan tidak peduli jika kau menjualnya lagi".. Winara sangat tidak peduli dengan perasaan putri semata wayangnya. Ia bahkan mengabaikan tatapan kekecawaan yang dilayangkan putrinya. Ah yang terpenting utangnya lunas sekarang, pikir pria itu.

"Aku mau pernikahanku dan putrimu dilangsungkan minggu depan". Ucap rentenir tua itu dengan nada tak sabar. Orang- orang di situ mulai tertawa bahagia..Menertawakan takdir kejam Kania.Gadis malang itu kini menangis tanpa suara, mengabaikan tawa-tawa tak berperasaan di ruangan itu.Tuan Kamal tertawa karena sebentar lagi Kania menjadi miliknya, keluarga Winara tertawa karena tau hidup mereka akan terjamin jika sang rentenir menjadi menantu keluarga itu. Walaupun nanti Kania dijadikan istri kedua, mereka tidak peduli dan tidak akan ada secuil kepedulian pada Kania. Gadis itu memilih pergi ke kamarnya. Kamar kecil di sebelah gudang yang terasa sangat akrab baginya. Perlahan, ia merebahkan diri di ranjang, tatapannya menerawang jauh, berusaha mencerna kejadian barusan. Sebentar lagi, ia akan menjadi istri orang. Ia telah dipersunting seseorang, tidak lebih tepatnya dibeli seseorang dengan sang ayah sebagai pelaku jualnya. "Ibu, sikap sabar mana lagi yang harus kutunjukkan. Aku selalu begini ibu".Gadis itu menangis pilu. Menangisi sikap ayahnya, menangisi takdir ibunya, menangisi kehidupannya di masa yang akan datang. Lelah.Lelah sekali rasanya.. Gadis itu tidak tau berapa banyak waktu yang telah di habiskan untuk menangis. Kantuk mulai menguasainya. Gadis itu kemudian terlelap. Ia bermimpi indah sekali. Bertemu ibunya di taman bunga yang sangat asing baginya. Tempat apa ini? Batinnya. Ibunya tersenyum hangat, senyum yang selalu dirindukannya. Mengenakan gaun panjang berbahan sutra, wanita paruh baya itu terlihat sangat menawan. Wanita itu mengelus rambut putrinya. "Nak, pulang ya di sini bukan tempatmu..Bertahanlah sedikit lagi sampai kau tau arti kesabaran yang sering ibu ajarkan"..Kania terdiam berusaha mencerna semua yang diucapkan ibunya, namun kemudian..BRAK BYURRR...Tubuhnya basah kuyup disiram air satu ember setelah pintunya dibuka paksa. Kania mengerjap panik.. Apa yang terjadi? Rina, kakak tirinya berdiri angkuh di sisi tempat tidurnya. "Apa kau pikir setelah kau dilamar rentenir tua itu kau akan menjadi ratu? Berhentilah bermimpi Kania, percaya padaku kau akan menjadi budak pria tua itu"..

Kania diam. Huff, hidupnya selalu begini. Gadis itu bangkit, ia memilih mengabaikan ucapan pedas kakak tirinya. Kania tau manusia bebal seperti mereka tidak akan tau artinya menghargai. Rina melengos pergi setelah membuat adik tirinya basah kuyup persis ayam kehujanan. Kania mengganti pakaiannya dengan setelan pakaian rumah sederhana. Wanita itu mengganti seprai lusuhnya yang dibuat basah oleh kakak tirinya. Gadis itu menyelesaikan pekerjaannya dengan kilat, terlihat sangat lihai karena itu bukan hal asing baginya. Gadis itu menghembuskan napasnya kasar. Beban berat kini sedang dipikulnya. Sebentar lagi ia akan menjadi istri orang. Kania menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap ini hanyalah mimpi buruk. Gadis itu kemudian mencubit lengan kanannya. "Sakit". Pekiknya lirih. Tidak, ini bukan mimpi buruk. Ini bahkan kenyataan pahit yang siap menemaninya.

BAB 2

Hari ini pernikahan Kania dan Tuan Kamal akan dilangsungkan. Sejak pagi, halaman depan rumah keluarga Kania telah disulap menjadi tempat resepsi sederhana. Keluarga dan kenalan yang hadir sangatlah sedikit. Maklumlah ini bukan pernikahan pertama Tuan Kamal yang kaya raya itu. Istri pertama Tuan Kamal juga hadir. Duduk di kursi roda didampingi oleh seorang suster. Sejak tadi, tatapan ibanya tak lepas dari wajah Kania, gadis malang itu. Jika orang lain berada di posisinya, mungkin Kania akan dihakimi habis-habisan, menganggap Kania adalah perusak rumah tangganya. Ia tau, Kania adalah gadis baik-baik. Mungkin itu alasan kedua sang suami mau memperistri gadis itu. Alasan pertama? Tentu saja karena anak. Pria itu merindukan sosok anak yang tak bisa diberikan istrinya. Huft, semoga gadis malang itu baik-baik saja, batinnya. Keraguan kecil hinggap di kepalanya. Apakah suaminya bisa memiliki anak di usianya yang tak muda lagi? Wanita tua itu bingung dengan isi kepala suaminya. Namun, membantah pun ia tak punya keberanian cukup. Wanita tua itu mendesah pelan, berusaha terlihat dalam drama pernikahan yang diciptakan suaminya.

Kania dan Tuan Kamal telah disandingkan di depan altar, di hadapan seorang pendeta. Kania terlihat sangat ketakutan. Bulir-bulir keringat membasahi wajahnya yang telah didandani oleh perias yang disewa rentenir tua itu. Hari ini ia akan menikah, namun ia tidak merasa bahagia sedikit pun. Siapa yang bahagia jika berada di posisi rumitnya saat ini? Pemberkatannya baru akan dimulai ketika terdengar suara gaduh dari arah depan. Seorang pria tinggi tegap berjalan tanpa ragu ke arah Tuan Kamal diikuti beberapa pria kekar berpakaian serba hitam. Pria itu terlihat sangat asing di mata Kania. Tatapan angkuhnya lurus ke depan, mengabaikan tatapan penuh tanda tanya orang di sekelilingnya. "Siapa pria itu?" Bisik-bisik lirih mulai terdengar.

"Lunasi dulu utangmu Tuan Kamal supaya kau bebas menikahi gadis manapun"..Pria itu berucap angkuh. Tangan kekarnya bersedekap tanpa ragu, membuat lawan bicaranya tak berkutik. Tatapan matanya tajam bak elang, membuat lawan bicaranya kehabisan kata atau mungkin salah tingkah. Si rentenir tua itu terlihat sangat panik. Wajahnya memucat. "Tu-tuan Edward, kenapa anda bisa ada di sini?". Pria tua itu mendadak gagap. Sikap arogan yang selalu ditunjukkannya kini hilang, digantikan dengan rasa takut yang tak ada ujungnya.

"Hahahaha, Tuan Kamal anda sangat susah dihubungi akhir-akhir ini. Apa karena anda terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan anda dengan gadis ingusan ini? aku harap anda tidak lupa dengan kesepakatan kita, Tuan Kamal atau apa aku perlu mengingatkan nominal utangmu?".Siapa pria itu? Beberapa orang bertanya-tanya. Drama yang diciptakan pria asing itu bahkan membuat Tuan Winara harus angkat bicara.

"Maaf Tuan, saya tidak peduli siapa anda, tapi saya harap Tuan bersedia meninggalkan tempat ini tanpa keributan karena pernikahan putri saya dan Tuan Kamal akan dilangsungkan".Winara menginterupsi pembicaraan dua pria di depannya.

Bodoh, umpat Tuan Kamal pelan. Apa calon mertuanya tidak mengenali pria itu?

"Diamlah, Tuan Winara ini urusanku".Tuan Kamal berusaha menekan emosinya yang kini menguasainya.

Pria itu Edward Lamos. Pemilik kerajaan bisnis di negaranya. Pria kejam itu seolah-olah tak terjangkau. Kehadirannya di tempat itu tentu saja mengejutkan Tuan Kamal dan beberapa rekan bisnis yang turut hadir.

"Anda terlalu naif, Tuan Kamal. Mengabaikan peringatanku dan lebih memilih bersenang-senang..Baiklah, kuikuti permainanmu sebutkan apa dulu yang harus kuhancurkan?"...Edward Lamos menyeringai.. Ia sangat suka ketika lawan bicaranya merasa terintimidasi.

"Tuan Edward, saya bersedia memberikan apapun asal kau tidak menghancurkan bisnis-bisnisku", Tuan Kamal memohon dengan iba, berusaha bernegosiasi.

"Pria tua, apa maksudmu? Melanggar perintahku kemudian memohon sesuka hati, kau pikir kau siapa? Kutekankan aku tidak sebaik itu". Sentak Edward Lamos terlihat kesal. "Maa-maafkan saya, Tuan Edward saya telah mengecewakan anda. Saya bersedia membayar kekecewaan anda dengan harga berapa pun. Edward Lamos menatapnya sinis. "Kau yakin dengan perkataanmu, Tuan Kamal?"..Pria kejam itu mengalihkan pandangannya ke arah pengantin wanita. Gadis mungil itu terlihat takut. Ia berkali-kali menundukkan kepalanya ketika tatapannya bersirobok dengan pemilik manik coklat gelap itu.

Gadis ini masih sangat muda, batin Edward. Edward tak habis pikir mengapa gadis kecil ini mau dinikahkan dengan tua bangka seperti rentenir itu. Apa gadis ini gila harta? Pikir Edward menerka. Ia terlihat sedikit kesal ketika gadis itu lebih menundukkan wajahnya dari pada menatapnya. Ckkkk sok suci sekali, batin pria itu. Tatapannya masih fokus pada gadis itu, mengabaikan suara berisik rentenir tua itu yang sejak tadi mengoceh tidak jelas.

" Tuan Kamal, aku menginginkan gadis ingusan ini menjadi istriku..Apa kau bersedia memberikannya?"

Percakapan-percakapan itu ditangkap oleh telinga wanita tua yang duduk di kursi roda itu, istri sang rentenir. Wanita itu diam, pura-pura mengabaikan drama tiba-tiba di depan matanya. Namun, siapa sangka dalam diam ia berdoa agar suaminya bersedia menyerahkan gadis kecil itu pada si pria asing. Wanita itu masih sibuk dengan isi pikirannya, ketegangan di depan matanya meningkat namun ia lebih peduli pada perasaan gadis kecil itu. Tatapan matanya tak lepas dari gadis itu yang sejak tadi menundukkan wajahnya, mengabaikan berbagai jenis tatapan yang dilayangkan padanya. Ada yang menatapnya iba, sinis, bahkan ada yang terlihat bahagia atas apa yang menimpanya. Ya Tuhan malang sekali gadis itu, batin wanita tua itu.

BAB 3

"Tuan Kamal, aku menginginkan gadis ingusan ini menjadi istriku apa kau bersedia memberikannya?" Ucap pria itu angkuh. Tak ada keraguan sedikitpun. Seperti telah menyiapkan ini dari jauh-jauh hari.

"Apa kau yakin, Tuan Edward? Gadis ini bahkan masih sangat muda untuk bersanding dengan orang sepertimu". Edward Lamos tersenyum miring mendengar penuturan pria rentenir itu. Entah pujian atau hinaan yang ia terima

"Lalu bagaimana denganmu, Tuan Kamal? Kau bahkan lebih cocok menjadi kakek dari gadis ingusan ini". Tuan Kamal menutupi mulutnya rapat-rapat, takut salah bicara.

Winara panik mendengar percakapan dua pria berbeda generasi di depannya. Pria itu terlihat kalang kabut. Jika Tuan Kamal memberikan putrinya pada pria asing ini, kemewahan yang sejak tadi dibayanginya akan lenyap. Bagaimana nasibnya? Pikir pria egois itu.

"Maaf Tuan, saya ayah dari gadis ini. Saya tidak bersedia memmberikan anak saya pada pria asing sepertimu". Winara berusaha bersikap tenang padahal lututnya sudah gemetar sejak tadi melihat tatapan pria asing itu. Edward Lamos mengalihkan tatapannya ke arah Winara, terlihat menilai. Tuan Winara menelan ludahnya gugup. Siapa pria asing ini? Ia penasaran sekali. Bahkan Tuan Kamal yang terkenal kaya raya harus tunduk padanya. Bisa dilayangkan sebesar apa pengaruh pria asing ini. Winara membaca peluang apa yang mungkin didapat jika pria ini menikahi anak gadisnya.

" Berapa harga yang harus kubayar agar aku bisa memilikimu putrimu, Tuan?".. Winara yang gila harta itu tentu saja tergiur mendengar kalimat itu. Senyum licik tersungging di wajah tuanya. Pria itu berusaha terlihat tenang, menunggu pria asing itu menyelesaikan kalimatnya.

"Aku tidak tau apa urusanmu dengan Tuan Kamal, tapi kupastikan urusanmu dengan Tuan Kamal akan selesai ketika putrimu menjadi milikku.Bagaimana kau tertarik Tuan?"..Edward terlalu sering menghadapi manusia gila harta. Ia tau uangnya akan cukup membungkam mulut orang-orang seperti mereka. Pertama kali melihat wajah Tuan Winara, ia tau pria paruh baya itu mudah sekali diajak bicara ketika disuguhi uang. Gila harta itu pola lama, pikir Edward.

"Lihatlah bu, pria itu sangat tampan dan tentu saja kaya raya. Kenapa dia menginginkan gadis kampung itu? Uhhh, menyebalkan". Rina mulai mengeluarkan is hatinya. Gadis itu bahkan menatap Kania penuh kebencian, tanpa sebab.

"Kau benar nak, gadis kampung itu terlihat seperti orang beruntung saja. Cihh, ibu sungguh jijik melihat kemunafikannya..Sejak tadi menundukkan wajahnya seolah-olah tidak tertarik pada pria asing itu".Anita berucap sinis. Rina sedikit merasa iri pada adik tirinya. Jika tau kejadiannya seperti ini, ia akan sukarela dinikahkan dengan rentenir itu.

Anita sedikit panik saat ia tau mungkin saja pernikahan Kania dan Tuan Kamal akan dibatalkan. Padahal ia sudah membayangkan beberapa tas mewah yang aka dibelinya ketika Tuan Kamal memberikan uang seserahan bagi keluarganya. Pria asing itu pasti kaya raya, tapi apakah pria itu bersedia memberikan uang secara cuma-cuma bagi mereka? Anita menggigit kukunya cemas. Ia tidak mau kemewahan yang akan menghampirinya hanya menjadi dongeng di pikirannya. Perlahan, ia mendekati pria asing itu. "Maaf, Tuan saya adalah ibu dari mempelai wanitanya. Mohon jangan merusak hari bahagia putriku". Aktingnya bagus sekali. Terlihat seperti ibu yang mencintai putrinya tanpa syarat. Wanita itu bahkan tanpa ragu menggenggam erat tangan kanan putri bungsunya agar aktingnya semakin meyakinkan.

Pria asing itu menatapnya enggan.

"Jika kau mau, kau bisa menikahi putriku yang lain. Putriku yang ini terlalu muda untuk pria seusiamu, Tuan. Ia juga sangat cantik". Anita mengulas senyum palsu. Ia memanggil putri kandungnya dengan lembut. Rani mendekat, tersenyum malu-malu saat Edward Lamos menatapnya dengan tatapan menilai.

Ckkk menjijikan, batin Edward Lamos. Ia benci sekali melihat pemandangan menjengkelkan di depan matanya.

"Maaf nyonya, saya hanya tertarik pada gadis ingusan itu bukan putrimu yang lain. Beritahu putrimu yang ini agar bisa berpakaian dengan benar. Apa keluargamu semiskin itu sampai-sampai uangnya tidak cukup untuk membeli pakaian yang sedikit tertutup?". Wajah Anita memerah, marah dan malu di saat yang bersamaan ketika ada yang berani menghina putrinya di depan matanya.Sementara Rina tertunduk malu. Tamu-tamu terlihat berbisik-bisik bahkan ada yang menertawakannya. "Kau dengar apa kata pria asing itu? Ckkk aku akan sangat malu jika berada di posisi Rina".

"Yah kau benar. Pria itu bahkan tanpa ragu dengan ucapannya". Para tamu mulai berbisik-bisik.

Edward terlihat tidak peduli jika perkaataannya menyakiti dua perempuan di depannya. Tatapannya kembali fokus pada Tuan Kamal dan Winara.

"Bagaimana tuan-tuan? Apakah tawaranku kurang menggiurkan?".

Tuan Winara panik. Bagaimana jika pria asing itu membatalkan tawarannya.

"Baik Tuan, saya setuju dengan kesepakatan kita. Nikahi putriku dan berikan bayaran fantastis padaku"..Winara berucap licik.

"Hahahaha, anda terlihat tidak sabar, Tuan..Baiklah aku setuju".. Satu hal yang dipelajari Edward, Kania tidak dicintai keluarganya. Edward mulai berbisik ke salah satu pria kekar yang tadi bersamanya. Pria itu mengangguk-angguk kepalanya tanda mengerti. Entah apa isi pembicaraan mereka.

Edward Lamos kemudian mengambil alih mikrofon yang dipegang pemandu acara yang menatapnya dengan kagum. Wanita itu bahkan tak berkedip ketika diajak bicara oleh Edward. Pria itu tak peduli, ia sudah biasa dengan pandangan memuja seperti itu. Wajah tampannya memang sering membuat lawan jenisnya kerepotan.

"Selamat siang semuanya, aku Edward Lamos. Aku ingin mengatakan bahwa pernikahan Tuan Kamal dan calon istrinya dibatalkan. Gadis itu akan menjadi istriku. Kuharap kalian yang hadir di sini bisa menjadi saksi pernikahanku". Pria itu berucap tanpa ragu. Suara nyaring penuh percaya diri itu menggelegar, meruntuhkan sisa-sisa kepercayaan diri rentenir tua itu. Saat itu sang rentenir sadar, ia kalah telak dari pria mapan itu. Tak ada protes, rentenir tua itu kemudian meninggalkan tempat resepsinya bahkan tanpa pamit pada mantan calon mertuanya. Wanita tua yang duduk di kursi roda itu tersenyum lega melihat kepergian suaminya. Perlahan, wanita itu berbisik pada sang suster. Wanita itu memilih pergi walaupun ia ingin sekali menyaksikan langsung pernikahan gadis malang itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!