NovelToon NovelToon

Cincin Hitam Incaran Banyak Orang

Cincin Hitam

Malam itu sedang hujan deras dengan gemuruh petir yang menggelegar di langit.

Di bawah langit yang sedang hujan terlihat ada sekelompok orang yang sedang parkour di atas gedung-gedung tinggi.

Mereka bergerak begitu lincah seakan tak takut akan jatuh yang mana kalau saja mereka jatuh dari sana bisa di pastikan akan meninggal.

Dan mereka yang sedang parkour itu sebenarnya sedang mengejar-ngejar seseorang yang lari paling depan.

Yang paling depan itu terlihat sangat sengsara dengan luka yang terlihat masih baru.

Setelah tak kuat lari lagi ia kemudian menjatuhkan sesuatu ke bawah ketika tidak ada yang melihat.

Benda tersebut adalah sebuah kotak kecil berwarna hitam dan kotak itu jatuh tepat ke kepala seorang pemuda.

Dan pemuda yang kejatuhan kotak kecil itu tidak lain adalah aku sendiri.

Tukk!!

"Aduhh!!...." Refleks aku melihat ke atas sambil memegangi kepalaku yang tadi di timpa sesuatu.

"Apa itu tadi?..." Aku langsung mencari-cari benda yang jatuh dan menemukannya di genangan air.

Benda itu langsung aku ambil untuk memeriksa apa isinya.

"Hah!?" Aku terkejut karena yang ada di dalamnya adalah senjata cincin dengan motif yang sangat detail.

Warna cincinnya hitam dengan corak berwarna emas.

"Waduh... Kayaknya ini milik seseorang. Aku harus kembalikan kalau orangnya ketemu!" Niatnya begitu.

Tapi setelah aku pikir-pikir benda ini jatuh dari atas sana jadi bagaimana caranya aku tahu cincin ini milik siapa?...

"... Sudahlah, nanti aku cari saja pemiliknya di sini besok. Untuk sekarang aku mending pulang daripada nanti masuk angin!" Aku langsung bergegas pergi sambil hujan-hujanan.

Setelah cukup jauh menempuh perjalanan di bawah guyuran hujan aku tiba di tempat tinggalku.

Yaitu sebuah pondok pesantren yang cukup besar.

Aku sendiri adalah anak dari orang yang punya pesantren ini.

Aku punya tiga kakak dan semuanya itu laki-laki.

Setibanya aku di rumah aku langsung di sambut oleh ibundaku yang terlihat khawatir berdiri di dekat pintu.

"Raihan! Kamu pulangnya kok malam sekali!" Ibuku langsung bertanya sambil membawa handuk.

"Iya, tadi ada tragedi di tengah jalan yaitu kecelakaan jadi aku bantu-bantu dulu di sana. Ketika pulang sudah hujan deras seperti ini!"

"Oh, begitu...!"

"Ya sudah. Kamu mandi sana atau nanti kamu masuk angin!" Aku langsung mengangguk dan pergi untuk mandi.

Ketika aku masuk kakakku yang paling tua tiba-tiba muncul dan nyeletuk. "Oy! Udah gede masih hujan-hujanan!"

"Sembarangan kalau ngomong. Aku ini gak hujan-hujanan tapi kehujanan di jalan tadi!" Aku abaikan dia karena aku tahu dia cuma bercanda.

Setelah mandi aku berkumpul dengan kakak dan ibuku di meja makan yang mana meja itu sudah penuh oleh makanan.

"Oh iya!?..." Aku baru ingat kalau aku menemukan sesuatu tadi dan langsung menunjukkannya pada keluargaku.

"Tadi ketika aku jalan benda ini jatuh menimpa kepalaku!" Ibu dan kakakku terlihat terkejut ketika melihat barang berharga seperti cincin itu.

"Kamu yakin benda seberharga ini jatuh dan bukan kamu ambil dari seseorang?!" Tanya kakakku dengan tatapan curiga.

Aku tentu kesal di sini.

Karena secara tidak langsung dia menuduhku mencuri benda ini dari seseorang.

"Itu mulut di jaga ya. Aku ini tahu dosa jadi tidak akan aku mencuri!" Dengan nada sedikit marah aku membalas.

"Tapi kamu dulu suka mencuri mangga tetangga sampai bapak kita di tegur. Dan sekarang pun kamu masih mencuri!" Ugh... Aku kebanjiran fakta.

"Tapi aku sudah tidak pernah lagi mencuri mangga sejak kejadian itu dan tidak pernah lagi mencari!"

"Atas dasar apa Mas bilang aku masih mencuri sekarang!?" Ia kemudian tersenyum dan berkata.

"Tapi hampir setiap Minggu datang perempuan ke sini kamu tahu tidak!?" Aku bingung dan bertanya-tanya di sini.

"Hah? Apa hubungannya aku mencuri dan datang banyak perempuan ke sini?!" Alis mataku terangkat sebelah.

"Itu artinya kamu telah mencuri hati mereka!" Seketika aku terdiam dengan wajah tak habis pikir.

Aku kira pembicaraan ini serius, ternyata dia cuma bercanda doang.

"Bisa serius gak?!"

"Tapi Mas lagi serius!"

"Kalau kamu kebanyakan mencuri hati perempuan nanti kamu yang bakal repot kedepannya dan mempermainkan perasaan itu adalah perbuatan yang sangat salah!" Ia terlihat serius tapi aku bisa melihat sudut bibirnya berkedut.

Artinya dia masih bercanda sekarang ini.

"Husen, Raihan. Kalian berdua diam dulu!" Tadinya aku mau lanjut marah-marah tapi karena Ibuku sudah bicara apa boleh buat.

"Benda ini kelihatannya sangat mahal jadi kemungkinan pemiliknya sedang mencari-cari benda ini!"

"Kamu harus kembalikan ini pada yang punya. Kamu tahu siapa?!" Lanjut aku menjawab. "Lah, Bu. Kalau aku tahu sudah aku kembali sedari awal dan tidak akan di bawa pulang!"

"Masalahnya tempat itu sedang sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa jadi mau tanya ke orang lain juga tidak bisa!"

"Meskipun begitu tapi kita berkewajiban mengembalikannya. Kamu cari orang yang punya ini di sekitar tempat kamu menemukannya!"

"Ibunda yakin kalau orang itu akan mencari-cari di sekitar sana kalau memang benda ini berharga!" Aku langsung mengangguk.

"Baik Bu, akan aku kembalikan!" Aku mengambil lagi benda itu untuk di simpan dan di kembalikan pada yang punya.

Namun pada keesokan harinya aku tidak menemukan siapa-siapa di tempat aku menemukan barang ini.

"... Apa aku datang ke pagian ya?..." Aku melihat-lihat sekeliling dan menunggu untuk beberapa saat tapi tidak ada siapa-siapa.

Dan berhubung aku harus pergi ke sekolah jadi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

"... Akan aku coba datang lagi sore nanti, mana tahu orangnya akan ada di sini ketika sudah sore!" Aku pergi meninggalkan tempat itu.

Dan beberapa saat setelah aku meninggalkan jalan sempit di antara dua gedung itu muncul seseorang.

Orang itu dalam keadaan terluka dan lemas.

Tapi meskipun begitu ia terlihat cukup baik-baik saja seakan luka seperti itu bukan hal yang aneh lagi baginya.

"Syukurlah aku selamat.... Tapi sekarang dimana aku menjatuhkan cincin itu semalam?!..." Ia langsung mencari-cari benda yang di jatuhkan semalam.

Di sisi lain aku tiba di sekolah yang mana aku ketika aku tiba aku hampir saja terlambat gara-gara menunggu orang.

"Pak tunggu pak!!" Aku berteriak pada pak satpam yang hendak menutup pintu gerbang.

"Tumben kamu hampir telat Raihan. Apa ada masalah!?" Tanya pak satpam padaku dengan ramah.

Kebetulan satpam ini berasa dari komplek yang sama dengan komplek tempat tinggalku dan pak satpam juga sering datang ke pengajian rutin bapakku jadi aku dan pak satpam saling kenal.

"Iya pak. Tadi malam saya menemukan barang jadi pagi ini saya menunggu untuk mengembalikan barang itu di tempat saya menemukan karena mana tahu yang punya akan mencari!"

"Tapi setelah di tunggu sejak pagi malah tidak ada siapa-siapa jadi saya pergi saja!"

"Oh begitu!"

Setelah berbincang sejenak dengan pak satpam aku pun masuk ke dalam dan langsung berjalan menuju kelasku.

Di kejar-kejar bunga sekolah

Dalam perjalanan lorong sekolah sudah agak sepi karena kebanyakan orang sudah masuk ke kelas mereka masing-masing.

Setelah beberapa langkah aku tiba di kelasku.

"Assalamualaikum Bu! Maaf saya agak terlambat!" Aku datang sambil tersenyum dengan rasa bersalah.

"Oh! Tumben terlambat?"

"Tadi ada urusan Bu, jadi saya agak terlambat!" Si Ibu hanya bisa tersenyum dan menghembuskan nafas.

"Yasudah. Kamu bisa duduk karena kelas juga belum benar-benar di mulai!" Aku pun duduk di tempatku.

Dan tempat dudukku sendiri ada di barisan belakang dan dekat dengan jendela yang terbuka.

Ketika aku sudah duduk tiba-tiba ada yang mencolek pundakku hingga aku menoleh seketika. "Hm!?.."

Di samping ada seorang siswa yang bisa di bilang adalah yang paling cantik di kelas ini dan dia tersenyum padaku. "Apa kamu sudah mikir-mikir lagi buat pacaran sama aku Raihan!?"

Wajahku langsung berubah malas.

Singkatnya beberapa hari yang lalu perempuan ini nembak aku untuk jadi pacarnya tepat pada hari dia masuk sekolah ini.

Namanya adalah Devina dan dia murid pindahan dari sekolah lain.

"Kan aku bilang kalau aku ini gak akan pernah pacaran karena aku berniat ta'aruf, jadi aku tidak mau pacaran!" Aku menjawab.

Entah sudah berapa kali sebenarnya aku mengatakan ini tapi cewek satu ini tidak mau mengerti juga.

"Kan cuma pacaran apa salahnya sih?!"

"Bagiku itu salah karena pacaran itu adalah perkara yang mendekati zina jadi aku tidak mau pacaran!"

"Ya kalau begitu yang salah orangnya yang gak bisa menahan hawa nafsu, gak ada hubungannya sama pacaran!"

Aku terdiam tapi bukan karena tidak bisa menjawab tapi karena sudah capek menjawab pertanyaan itu.

'Tidak sedikit orang yang terbilang alim yang pada akhirnya terjerumus pada perzinahan karena menyepelekan hal kecil hingga akhirnya tergoda bujukan setan.'

Pelajaran pun akhirnya di mulai dimana itu berlangsung hingga hari agak siang.

Waktu istirahat pun tiba di mana ketika semua orang pergi ke kantin aku malah pergi ke tempat lain yaitu tempat yang jarang di kunjungi oleh orang lain.

Aku ke sana untuk makan.

Tapi alasan aku mencari tempat sepi bukan karena aku pelit dan tidak mau berbagi makanan.

Hanya saja kalau di tempat lain itu berisik dan aku tidak suka sesuatu yang berisik seperti itu apalagi kalau yang di bicarakan tidak baik untuk di dengar.

Selang beberapa saat kemudian datang seseorang ke sini dan langsung menyapa.

"Yo! Ternyata lu ada di sini ya. Sudah gua duga sih!" Datang seorang pemuda kepala plontos mendatangiku.

Orang ini adalah Eric dan dia teman dekatku sekaligus juga santrinya bapakku.

"Tumben lu datang ke sini. Biasanya gak bisa diam dan keluyuran terus di luar sekolah!" Aku berkata bersamaan dengan Eric yang duduk di samping.

Aku menawarkannya makanan tapi langsung di tolak. "Mau!?..."

"Enggak, udah kenyang makan ketoprak tadi...!" Wajahnya berubah seakan dia punya masalah dan ingin meminta bantuan.

Yah, itu sudah jelas terlihat sih.

"Bilang saja kalau ada masalah!" Ia terkejut seakan tak menyangka kalau aku sudah tahu apa niatnya mendatangiku.

"Hahaha, lu bisa aja... Tapi gua memang ada masalah!" Dengan sok segan dan malu-malu dia berkata.

"Jadi gini... Gua kan suka sama salah satu cewek di kelas lu jadi...!" Segera aku menutup mulutnya dengan cara di comot.

"Aku tahu ke mana arah pembicaraannya ini jadi langsung saja aku tolak!" Eric terkejut kemudian bertanya setelah menyingkirkan tanganku dari mulutnya.

"Tapi kenapa? Gua cuma mau minta bantuan antarkan surat cinta ini padanya, hanya itu!" Ia langsung mengeluarkan surat yang sebelumnya dia buat.

"Gua gak mau ikut-ikutan terlibat kalau masalah seperti itu!" Langsung aku bangun untuk pergi.

"Han! Bentar dulu!" Eric tak langsung menyerah dan masih membujukku untuk menjadi perantara antara mereka berdua.

Tapi aku bersikeras menolak hingga akhirnya dia menyerah sendiri dan mengantarkan surat itu sendiri saja pada orang yang dia sukai yang tidak lain adalah Devina di dalam kelas.

Dan endingnya seperti ini.

"Maaf, tapi aku pikir pacaran itu akan mengganggu pelajaranku dan aku niatnya mau ta'aruf jadi aku tolak surat ini!" Si Eric langsung di tolak bahkan sebelum suratnya di baca.

Dia membeku di dalam kelas karena syok langsung di tolak mentah-mentah.

Tak lama aku datang dan agak terkejut melihatnya ada di kelasku dengan ekspresi kosong karena syok.

'Biar aku tebak. Dia di tolak mentah-mentah di hadapan orang sebanyak ini bukan...'

Aku hanya bisa menghela nafas kemudian menyadarkannya dan langsung mengirimnya kembali ke kelasnya.

Singkat cerita waktu pulang sekolah pun tiba segera setelah itu aku langsung pulang dengan harapan orang yang aku cari-cari sedang ada di tempat dimana aku menemukan cincin ini.

Tapi di jalan aku malah bersama dengan Devina yang mana itu membuatku bingung kenapa dia malah jalan denganku padahal rumah kita berbeda.

"Kamu ngapain malah ikut aku? Rumah kita kan berbeda jalannya?!" Ia langsung menjawab sambil tersenyum tipis padaku.

'"Aku ada urusan di rumahmu jadi aku ikut kamu saja karena aku tidak tahu rumah kamu di mana!" Alis mataku seketika berkerut.

"Kalau kamu saja gak tahu rumahku ada di mana terus urusan macam apa yang kamu punya di rumahku?!"

"Sebenarnya adikku tidak mau sekolah dan maunya masuk pondok pesantren jadi aku mau melihat seperti apa pesantren bapak kamu karena orang-orang bilang pesantren bapak kamu cukup terkenal!"

"Oh, begitu...!" Aku percaya untuk sekarang dan membiarkannya jalan dan samping.

Meskipun sesekali ia selalu mencoba lebih dekat denganku yang mana itu membuat

ku agak risih.

Singkat cerita tibalah kami di lokasi dimana aku menemukan cincin itu namun ketika sampai tidak ada siapa-siapa di sana.

"... Lagi-lagi tidak ada orang yang mencari ya?... Apa aku serahkan saja barang ini ke polisi?!" Aku bergumam sambil melihat-lihat sekitar.

Namun tidak ada siapa-siapa di sini.

"Apa yang kamu gumamkan Raihan?!" Devina bertanya padaku yang membuat fokusku teralihkan padanya.

"Aku menemukan barang di sini jadi aku pikir aku akan mengembalikannya kalau menemukan orang yang mencarinya di sini!"

"Tapi sejak pagi tidak ada siapa-siapa!"

"Kenapa seserius itu? Kalau tidak ada yang mencari berarti kamu bisa memiliki barang itu bukan!?"

"Mana bisa. Barang ini bukan hakku jadi aku tidak mungkin mengambilnya!" Setelah itu aku membawanya ke pondok pesantren.

Dimana pada saat yang bersamaan bapakku baru pulang setelah menginap di tempat orang yang mengundangnya untuk ceramah.

"Assalamualaikum!!" Kedua orang tuaku yang sedang duduk langsung bangun dan menghampiriku sambil menjawab salam.

"Waalaikum salam!"

"Loh! Kamu bawa siapa ke ini?!" Bapakku tanya sambil melihat ke arah Devina yang berdiri di samping sambil tersenyum.

"Ini orang katanya mau melihat pesantren ini untuk memastikan karena dia berencana menitipkan adiknya di sini!" Aku menjelaskan.

"Ya. Saya berencana menitipkan adik laki-laki saya di sini kalau pak ustadz tidak keberatan!" Dengan senyuman sopan ia berkata.

Di depan orang tuaku orang ini beda sekali sikapnya dengan dia yang di sekolah.

Padahal kalau di sekolah ia biasanya bersikap liar dan ceplas-ceplos kalau ngomong tanpa di saring dulu.

Dan tingkahnya juga agak centil tapi di sini kayak perempuan baik-baik.

"Kalau begitu aku masuk dulu!" Aku sendiri langsung masuk ke dalam kamar meninggalkan Devina dengan orang tuaku.

Cincinnya nyangkut

Sejenak kita pindah tempat ke sebuah tempat yang sangat jauh di luar negeri sana.

Di tengah-tengah yang di penuhi gedung-gedung tinggi pencakar langit terlihat ada satu yang paling mencolok.

Itu karena gedung itu adalah yang paling tinggi dari semua gedung yang ada di sekitarnya.

Di lantai paling tinggi terlihat ada seorang pria yang sedang berdiri menghadap ke jendela besar dan melihat kota dari ketinggian.

Ia hanya berdiri diam dengan segelas kopi di tangannya dengan tatapan yang dalam selama sedang berpikir.

Dan tak lama datang seorang perempuan cantik ke sana kemudian berkata.

"Tuan besar, saya punya berita buruk!?" Dengan wajah tegang ia berkata dan kepala juga menunduk.

"Katakan!" Ucap si pria dengan nada dingin.

"Orang itu telah membawa kabur cincin itu dan sampai sekarang kami belum bisa menangkapnya!"

"Namun untuk sekarang ia terlihat berada di wilayah Indonesia tepatnya di kota B!" Setelah mengatakan itu ia langsung terdiam.

"Kalau tahu pencuri itu ada di sana lalu kenapa kamu masih di sini?... Segera pimpinan orang-orangku dan tangkap pencuri itu dan bawa kembali cincinnya!"

"Karena tanpa cincin itu aku tidak akan bisa mewarisi kekayaan keluargaku ini!"

"Baik. Saya akan berangkat sesegera mungkin dan membawa banyak orang untuk mencari pencuri itu!" Perempuan itu pun pergi dari sana.

Si Pria yang sekarang tinggal sendirian di ruangannya kemudian duduk di kursi kerjanya dan bergumam sendiri.

"Orang tua sialan itu benar-benar menyebalkan!"

"Saking tidak maunya dia mewariskan hartanya padaku dia sampai membuat syarat konyol yaitu membuat sebuah wasit kalau kekayaannya akan di warisan pada orang yang memegang cincin itu!"

"Dan di sana bersamaan dia juga menyembunyikan cincin tersebut agar aku tidak bisa secara penuh mengambil alih kekayaan ini!"

"... Tapi jangan kira aku akan menyerah. Cincin itu akan aku dapatkan apapun bayarannya!" Dengan tatapan penuh ambisi ia berkata.

Kembali padaku yang mana sore itu aku sedang bermain bola dengan santri lainnya di lapangan yang masih bagian dari wilayah pesantren kami.

Sore itu kami bermain dengan penuh kegembiraan hingga aku terpaksa berhenti karena teringat sesuatu yang perlu aku beli.

"Ah!?..." Seketika aku yang sedang berlari langsung terdiam karena sesuatu yang baru teringat itu.

"Ada apa Rai!?" Tanya kakakku yang tak jauh dariku.

"Aku perlu beli sesuatu di toko elektronik jadi aku pergi dulu ya!" Aku langsung pergi dari sana sambil berlari.

"Mau beli apa hingga terburu-buru begitu?!" Langsung aku jawab. "Jam tanganku perlu di ganti batrenya!"

"Itu kan bisa nanti saja!"

"Gak bisa, aku butuh soalnya karena kadang-kadang suka teledor dan terlambat kalau tidak melihat jam!" Aku pun pergi sementara mereka lanjut bermain bola.

Singkat cerita aku telah membeli batre baru untuk jam tanganku dan sedang dalam perjalanan pulang.

Tapi karena lelah jadi aku istirahat sejenak di samping saluran air.

Tanpa sengaja kotak cincin yang ada di kantongku tiba-tiba jatuh tapi untungnya aku sadar.

Aku ambil kotaknya dan aku buka untuk melihat lebih jelas cincin yang aku temukan itu dari berbagai sisi.

"Ini cincin kayaknya sangat mahal. Tapi kenapa bisa jatuh di jalan sepi dan sempit sepri itu ya?..."

"Apa jangan-jangan jatuh dari jarak yang lebih tinggi seperti jatuh dari pesawat?.. Kayaknya agak berlebihan tapi bukanya gak mungkin sih!..."

"Tapi kalau jatuhnya dari jarak setinggi itu kepalaku pasti pecah atau setidaknya terluka parah!"

"Jadi kemungkinan kedua benda ini jatuh dari seseorang melompat dari satu gedung ke gedung lainnya...!"

"Eh, bentar!?...."

"Ngapain orang orang loncat-loncat di atas gedung ketika cuaca sedang hujan?"

"Apa orang itu maling?!..." Aku pun mulai berpikir kalau benda ini di jatuhkan oleh maling secara tidak sengaja.

"Kalau ini di jatuhkan oleh maling makan gak aneh kalau gak di cari lagi karena maling itu mungkin tidak sadar kalau salah satu barangnya ada yang jatuh kalau barang yang dia curi itu banyak!" Sejenak aku terdiam dan memikirkan kemungkinan yang mana yang benar.

Kemudian karena penasaran aku malah memakai cincin itu dan hasilnya...

"Walah! Cincinnya ternyata ukurannya kecil dan sekarang tidak bisa di lepas!" Aku mulai panik ketika aku tarik-tarik cincinnya tidak mau terlepas.

Mau seberapa keraspun mencoba cincinnya tetap tidak mau terlepas.

"Haahh... Tahu begini aku tidak akan iseng-iseng buat make cincin ini!" Aku hanya bisa menghela nafas kemudian pulang.

Niatnya ketika pulang aku mau mengoleskan minyak agar cincin ini bisa terlepas dengan mudah.

Tapi ketika aku tiba di pondok malah terjadi sesuatu yang tidak terduga yaitu rumah tetangga di sebelah pondok kebakaran.

"Astaghfirullah!!" Segera aku berlari untuk membantu memadamkan api bersama para warga dan santri-santri.

Butuh waktu lama sekali sampai kami bisa memadamkan apinya dan itu sangat melelahkan.

"Akhirnya padam juga!..." Setelah itu aku langsung membungkuk dan mengelus-elus pinggangku karena pegal bolak-balik bawa air.

"Tapi ini kok bisa tiba-tiba kebakaran sih!?" Aku bertanya pada kakakku yang ada di samping.

"Entahlah, gak tau juga karena belum di selidiki. Tapi setidaknya dalam tragedi ini tidak ada korban jiwa!" Ucap kakaku yang berjongkok karena sama-sama capek.

Kemudian aku lihat yang punya rumah hanya bisa menangis tersedu-sedu melihat rumahnya yang terlihat terbakar.

Aku turut sedih dan mendoakan yang terbaik untuk tetanggaku ini.

Karena kejadian tadi aku bahkan sampai lupa untuk melepas cincin yang menempel di jariku ini bahkan ketika aku hendak pergi ke sekolah.

Ketika di jalan aku melihat ada seorang siswi yang sedang celingak-celinguk melihat sekeliling seakan dia sedang tersesat.

Aku penasaran makanya langsung aku hampiri orang itu kemudian bertanya dengan nada sopan.

"Maaf. Apa kamu butuh bantuan!?" Namun ia orang itu malah menatapku dengan tatapan sinis.

"Hah? Apa urusannya denganmu!?" Mana bicaranya begitu dingin dan sinis seakan aku berbuat salah.

"Um.. Aku cuma mau membantu kalau kamu sedang dalam masalah!"

"Jangan sok akrab. Aku tidak butuh bantuanmu jadi pergi sekarang atau aku akan membunuhmu!" Wala we. Ini cewek cantik-cantik mulutnya berbahaya sekali.

Bisa-bisanya kata-kata semacam itu keluar dari mulut seorang perempuan.

"Kalau tidak mau di bantu ya sudah, aku permisi dulu kalau begitu!" Aku pun hendak pergi tapi ketika aku mulai berjalan tiba-tiba...

"Tunggu!... Sepertinya kamu seorang siswa SMA. Jadi kamu harusnya tahu dimana SMA ******* Berada bukan!?" Ketika aku aku tak habis pikir pada orang yang ada di hadapanku ini.

Tadi dia marah-marah padaku ketika aku mau bantu dan sekarang dia malah tanya alamat sekolahku.

"SMA yang kamu sebutkan tadi adalah tempatku bersekolah jadi bagaimana kalau kita bareng saja!?" Seketika ia memasang wajah jengkel.

"Hah!?"

Tidak tahu lagi salah aku apa di sini hingga orang satu ini begitu kesal padaku.

Bahkan ketika aku mau mengajaknya bareng saja ke sekolah dia malah memasang wajah yang mengatakan kalau dia tak sudi.

Jadi aku beritahu saja alamat sekolahnya dan dia pun jalan... Tepat di hadapanku.

"... Kalau begini apa bedanya dengan kita jalan bersama ke sekolah?..." Aku bergumam dan di saat itu juga si cewek langsung menoleh dengan tatapan tajam.

Tentu saja aku terkejut di sini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!