POV Reyna
"Sssssttt, sssssttt ahh, ahh,aaahh...Aaaahhhk."
Aku terbangun saat waktu sudah menunjukan pukul 23:25. Sebab Mas Saka tidak ada di sebelahku. Ntah kemana dia, aku tidak tahu. Baru saja aku akan melangkah menuju keluar, namun aku mendengar suara aneh dari kamar mama, yang aku dengar seperti suara desahan dan lenguhan panjang.
Aku sampai bergidik ngeri mendengarnya, suara apakah itu? Aku tidak tahu pasti itu suara apa? Namun aku menebak, itu seperti suara orang yang sedang berhubungan. Apakah mamaku itu sedang menonton film??
Aku tidak ingin berfikiran yang macam-macam. Aku lewati saja kamar mamaku itu. Aku terus berjalan menuju depan untuk mencari mas saka.
Krieet.
Aku membuka pintu, mana tahu saja mas Saka sedang duduk di depan teras. Karena sudah menjadi kebiasaan suamiku, jika malam mas Saka sering sekali izin keluar untuk sekedar mencari angin.
Dan terkadang mas Saka juga kumpul-kumpul bersama dengan bapak-bapak komplek. Tidak ada orang, bahkan malam ini terlihat sangat sepi dan sunyi sekali di luar, aku pun masuk kembali untuk menuju kamar anakku yang bernama Kiara. Usia putriku sudah 8 tahun, sehingga kini putriku sudah tidur di kamarnya sendiri.
Namun saat aku melewati kamar mamaku lagi, aku heran, mengapa suara-suara desahan itu tidak terdengar lagi? Tidak mau lagi menaruh rasa curiga kepada mama. Aku pun langsung menuju kamar Kiara.
Aku membuka pintu dengan pelan. Takut saja putriku itu akan terbangun.
Ceklek.
Aku terkejut saat mendapati mas Saka berada di kamar Kiara yang keduanya sama-sama terlelap. Aku pun mendekat dan langsung membangunkan mas Saka. Aku fikir suamiku yang berada di dalam kamar mama.
Namun nyatanya bukan. Fikiranku sudah keterlaluan mencurigai mama dan suamiku sendiri. Aku beristighfar di dalam hati!
"Mas, mas Saka. Bangun." ucapku dengan lirih, takut saja jika Kiara akan ikut terbangun.
Laki-laki itu mengerjap kan matanya. Lalu ia menatapku dengan mata yang menyipit, layaknya seperti orang bangun tidur.
"Kok tidur disini mas?" tanyaku.
"Maaf sayang, aku ketiduran," ucap mas Saka yang bangkit dari tidurnya dan duduk dengan tegap.
"Kok bisa? Kamu kan tadi tidur di kamar mas, dan ini kenapa celana kamu basah?" tanyaku sambil mengusap pelan celana tidur suamiku yang basah itu.
"Owh, itu, aku tadi terbangun karena haus. Terus aku ke kamar mandi. Sekalian aku mengecek Kiara, apakah dia sudah tidur.! Eh aku malah ketiduran disini." ucap mas Saka dengan bibir yang bergetar.
Apakah dia gugup? Aku hanya mengangguk saja. Aku percaya dengan suamiku, karena kami sudah menjalani rumah tangga hampir sembilan tahun.
"Ya sudah. Ayo kita keluar, nanti malah Kiara terbangun." ucapku sambil menggandeng tangan mas Saka.
Aku dan mas Saka keluar dari kamar Kiara, dan saat kami sedang berjalan menuju kamar, terlihat mama yang keluar juga dari kamarnya. Ternyata mama kandungku itu juga belum tidur.
"Belum tidur ma?" sapaku.
"Um, belum nak, mama lapar, mau ke dapur dulu ya." ucap mama dengan pakaian tidurnya yang seatas lutut, aku hanya mengangguk saja.
"Ayo sayang, kok bengong?" ucap mas Saka.
Akhirnya aku pun mengikuti langkah mas Saka masuk ke dalam kamarnya.
"Kok kamu bangun sih?" ucap mas Saka.
Aku langsung menatap ke arah samping suamiku.
"Hem bagaimana aku tidak bangun, kamu saja tidak ada di sebelahku." ucapku sambil memiringkan badan membelakangi suamiku.
Tidak ada jawaban lagi dari mas Saka. Aku mengingat suara desahan dari kamar mama yang baru tadi aku dengar, suara apakah itu? Aku masih sangat penasaran, apakah mama sedang menonton film dewasa?
Ya, wajar saja jika mama memang ingin, sebab beliau sudah dua tahun di tinggal oleh papa. Ya, papaku sudah meninggal dunia akibat terkena serangan jantung.
Dulu sebelum aku tinggal di rumah mama. aku dan mas Saka mengontrak rumah, ya selama pernikahan kami, kami belum mempunyai apa-apa, sebab dengan gaji mas Saka yang pas hanya untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari saja, membuat aku menjadi tidak bisa menabung untuk membeli ini dan itu.
Namun semenjak papa meninggal, aku dan mas Saka di minta untuk tinggal dengan mama. Akhirnya kami pindah dari rumah kontrakan. dan memilih tinggal bersama mama yang bernama Rieta. Karena mama yang meminta, dengan alasan beliau sendirian tidak ada teman.
Mama Rieta adalah mama kandungku, yang mengandung dan melahirkanku, beliau juga sangat sangat menyayangi aku dan Kiara. Dulu satu bulan setelah menikah, aku langsung di karuniai sang buah hati, yang kini sudah tumbuh besar menjadi gadis kecil yang cantik.
Aku sangat bersyukur. Meskipun rumah tanggaku terbilang cukup pas-pasan dalam masalah ekonomi, namun tidak pernah ada problem di antara aku dan mas Saka. Kami selalu saling memahami dan mengerti. Mas Saka adalah laki-laki yang baik, dia juga ayah dan suami yang bertanggung jawab untuk aku dan Kiara.
Tidak ada kata tidak. Jika putrinya menginginkan sesuatu, mas Saka pasti selalu mengusahakannya. Bukan sombong, tetapi Papa dan mamaku adalah orang kaya, beliau mempunyai perusahaan di bidang makanan frozen food.
Berkali-kali alm papa menawarkan mas Saka untuk bekerja di perusahaanya. Namun mas Saka menolak, sebab mas Saka tidak ingin di sangka orang hanya memanfaatkan kekayaan sang mertua saja.
Itulah mas Saka. Aku sangat bangga sekali mempunyai suami seperti dia. Meskipun hanya bergaji kecil di salah satu Pabrik plastik. Tetapi hidup kami bahagia semalam 8 tahun ini.
Mama sendiri juga sering sekali menawariku rumah, mobil dan kendaraan yang lain, namun aku selalu menolaknya. Aku tidak mau itu semua. Aku hanya ingin mempunyai segalanya dari hasil kerja keras mas Saka yang notabene adalah suamiku sendiri.
Dengan aku yang sekarang tinggal di rumah mama, alhamdulilah gaji mas Saka bisa aku sisihkan untuk di tabung. Sebab kami tidak mengeluarkan biaya besar untuk kehidupan kami. Karena di rumah ini semua biaya mama yang menanggungnya.
Aku dan mas Saka sudah pernah menolaknya. Namun mama marah dengan alasan agar gaji mas saka bisa aku tabung untuk keperluan yang lain.
Setelah aku fikir-fikir. akhirnya aku pun menurut apa kata sang mama. Tidak ada kesibukan yang aku lakukan di setiap harinya. Berbeda dengan mama Rieta. Beliau sibuk dengan perusahaanya. Karena semenjak papa meninggal, mama yang menghandel semua masalah perusahaan.
Ya, seperti itulah mama. Beliau selalu sibuk dengan urusan pekerjaan nya, dulu saat sebelum menikah dengan alm papa, mama adalah wanita karir. Sehingga saat di usianya yang tidak lagi muda dirinya semakin tambah bersemangat.
Aku pun mulai memejamkan mata, karena kantuk sudah mulai menyerang diriku, hingga tibalah aku benar-benar terlelap.
POV Reyna
Suara adzan berkumandang, aku terbangun dari tidurku, terlihat mas Saka yang masih terlelap, aku pun bangkit menuju kamar mandi. Setelah melakukan kewajibanku, aku bergegas menuju dapur.
Di rumah besar orang tuaku ini tidak memiliki pembantu, karena sudah di keluarkan sejak satu tahun lalu. Aku juga tidak mengerti mengapa mama memecat para pekerja.
Padahal sedari dulu mama itu paling anti turun ke dapur. Pasti saja selalu bibi yang mengerjakan. Tetapi sudah satu tahun belakangan ini tidak ada pembantu lagi, sehingga semuanya pun aku yang mengerjakan.
Tetapi aku senang, sebab setelah mengantar putriku sekolah, aku tidak ada kegiatan lain, selain membereskan rumah, seperti masak, nyuci, nyapu, ngepel dan lain-lain. Aku pernah bertanya kepada mama, mengapa para pekerja di berhentikan.
Mama mengatakan jika pembantu jaman sekarang suka menggoda majikannya. Sehingga mama pun menjadi takut jika para bibi akan menggoda mas Saka. Masuk akal juga, tetapi aku merasa janggal dengan alasan mama itu. Akhirnya aku memilih untuk tidak memikirkan nya.
Saat aku berkutat di dapur, mama keluar dari kamar dengan rambut yang di lilit handuk! Aku menatap mama dengan serius. Sebab tumben sekali pagi-pagi mama keramas, padahal ini masih pukul lima. Apakah mama tidak merasa dingin?
"Reyna, bikin sarapan apa hari ini." ucap mama sambil mengambil minuman herbal nya di dalam kulkas.
"Ini ma, nasi goreng sama telur ceplok saja. Mama tumben pagi-pagi begini sudah keramas, apa tidak dingin?" ujarku bertanya.
Seketika mama menghentikan aktivitas tangan nya. Beliau langsung menatapku. Ku akui mamaku ini sangat cantik sekali, aku saja yang sebagai anak merasa kalah cantiknya. Meskipun mama sudah berumur, tetapi badan dan kulitnya masih sangat halus dan kencang, bahkan terlihat masih seperti umur 30-an.
Berbeda dengan aku, yang sehari-hari hanya menggunakan baju panjang serta hijab. Ya, dulu aku tidak berhijab seperti mama ku, namun setelah menikah, aku mengikuti sebuah ajaran dari kajian. Jika wanita itu harus menggunakan hijab. Akhirnya aku memutuskan untuk berhijrah, ya meskipun belum 100%.
"Um, gerah nak. Lagian rambut mama Juga sudah lepek." jawab mamaku.
Aku pun hanya mengangguk saja. Ingin bertanya tentang suara aneh yang semalam, tetapi aku takut, takut akan membuat mama tersinggung.
"Kiara belum bangun?" ucap mamaku.
"Oh itu dia ma." ucapku yang melihat Kiara berjalan ke arahku dan mama.
"Aduh, cucu oma kok belum mandi?" ucap mama Rieta.
"Masih dingin oma. Jawab putriku.
"Anak cewe itu harus biasain mandi pagi, biar badannya segar." ucap mama.
Putriku hanya diam saja dan langsung menatapku yang sedang mengoseng nasi goreng.
"Wangi banget ma?" ucap Kiara.
Aku tersenyum dan menyuruhnya untuk segera mandi kemudian sarapan, karena hari ini pasti akan di antar sekolah oleh mas Saka dan juga mama.
Terlihat mas Saka yang berjalan ke arah meja makan. Suamiku itu sudah sangat rapih dengan pakaian kerjanya. Aku tersenyum melihatnya, sebab suamiku itu sangat tampan sekali.
"Pagi ma." ucap suamiku.
"Pagi juga Saka. Sudah rapi ya. Tunggu ya, mama ganti baju dulu." ucap mama dan langsung bergegas menuju kamarnya.
Aku mendekat ke arah mas Saka yang tampan itu.
"Mas, sarapan dulu." ucapku sambil meletakan nasi goreng di atas meja.
Namun reaksi wajah mas Saka membuatku terkejut, ia langsung menutupi hidungnya.
"Rey, kamu bau bawang banget sih?" ucap mas Saka.
Tidak biasanya mas Saka bersikap seperti itu. Sudah bertahun-tahun tinggal dan hidup bersama. Mengapa baru hari ini mas Saka komplen tentang aku yang bau bawang. Jujur hatiku sedikit tersinggung, namun aku tidak mau memperbesar masalah.
"Namanya juga habis dari dapur mas. Ya bau bawang." ucap ku dengan santai.
"Ya sudah sana mandi dulu, gak enak banget kan kalau sarapan campur bau asam seperti ini." ucapnya masih tetap menutupi hidungnya menggunakan tangan.
"Iya, aku mandi dulu." ucapku yang melangkah berlalu.
Aku masih mendengar ocehan mas Saka.
"Contoh mama mu tuh lho Rey. Wangi, segar, modis. Lha ini! Mau ngelayanin suami kok bau bawang. "ucapnya yang ku dengar.
Tak ku hiraukan, aku terus melangkah kan kakiku, hingga aku dan mama pun saling berpapasan.
"Loh tidak sarapan Rey? Kamu mau kemana." tanya mama yang sudah sangat rapi dan wangi.
Memang berbeda sekali, aku dan mama itu bagaikan langit dan bumi.
"Mama ke kantor hari ini?" tanyaku.
"Iya dong, setiap hari kan memang mesti begitu." ucap mama.
Aku hanya mengangguk saja dan langsung menuju kamar untuk membersihkan Aku tidak mau telat untuk melihat anaku berangkat sekolah.
Tidak sampai setengah jam aku keluar dengan pakaian yang sudah rapih dan wangi. Terlihat mama, mas Saka dan Kiara yang hendak akan berangkat, mereka semua keluar menuju mobil milik mama. Aku pun langsung mengikutinya.
"Mama." teriak Kiara yang langsung memelukku dan salam tangan kepadaku.
"Hati-hati ya, yang pintar sekolahnya." ucapku sambil mencium pelan kepalanya.
"Iya ma." jawab putriku dan langsung menyusul omanya masuk ke dalam mobil.
Sedangkan mas Saka mencium keningku, tak lupa juga aku mencium tangannya.
"Hati- hati ya mas.. Mama hati-hati." ucapku juga kepada mama.
Akhirnya mereka pun berlalu, aku hanya bisa menatap mobil mereka yang menjauh. Sebenarnya aku yang selalu mengantar jemput Kiara untuk sekolah. Namun entah mengapa sudah satu bulan ini mama dan suamiku yang mengantar Kiara sekalian mereka berangkat bekerja.
Ya, maunya mama memang seperti itu, mas Saka berangkat bersama dengan mama, agar tidak boros ongkos. Biasanya mas Saka memang selalu berangkat kerja menggunakan ojek online. Namun sudah satu bulan ini mas Saka selalu berangkat bersama dengan mama.
"Mbak Rey, tunggu." ucap sang tetangga rumah mama.
Aku yang hendak akan masuk pun menoleh ke arahnya.
"Eh ibu Mira, ada apa bu?" tanyaku dengan sopan.
Wanita paruh baya berhijab itu menatap ke arah dalam rumah, aku pun ikut menatap ke arah sana.
"Mama mu sudah pergi ya?" tanyanya.
Aku mengangguk dengan senyum. "Sudah bu, ibu ada keperluan sama mama?" tanyaku yang tidak mengerti ada tujuan apa ibu Mira dengan mama.
"Itu, ibu hanya ingin bilang sama kamu. Rieta kan sudah tua, dan juga ada anak mantu laki-lakinya. Lho kok pakaiannya seperti itu lho, apa kamu tidak menegurnya ya Rey, namanya juga manusia. Takut saja akan khilaf." ucap ibu Mira kepadaku.
Aku terdiam mencoba mencerna ucapan ibu Mira. Mungkin kah begitu? Aku rasa mas Saka dan mama tidak akan mungkin tega sampai melakukan khilaf seperti itu. Akhirnya dari pada panjang dan menjadi omongan para Tetangga, aku pun mengangguk saja.
"Iya bu, nanti akan saya bilang sama mama." ucapku dengan senyum.
Ibu Mira pun tersenyum lega. Memang tidak bisa di pungkiri, pakaian yang mama pakai itu sangat sexi-sexi sekali. Bahkan dulu pernah mama lupa tidak memakai pakaian dalam. Beruntung saja aku langsung menegurnya. Dan mas Saka juga belum pulang kerja. Sehingga semuanya pun menjadi aman.
Sore tiba, mas Saka sudah lebih dulu pulang dengan menggunakan taksi. Aku juga heran. Biasanya mas Saka selalu pulang dengan mama. Namun kali ini dia malah menaiki taksi sendiri.
Siang tadi aku juga sempat untuk menjemput anakku di sekolah, sebab mama sedang ada meeting. Begitupun dengan mas Saka yang tidak bisa di ganggu. Hingga pada akhirnya aku yang menjemput Kiara sendiri.
"'Sudah pulang mas?" ucapku sambil meraih dan mencium tangan nya.
"Sudah.. Huh, lelah sekali." ucapnya.
"Kok tumben, pulang tidak bersama mama?" tanyaku.
Mas Saka langsung menatapku datar. Sepertinya aku salah dalam berucap.
"Kamu tuh aneh ya Rey, aku pulang sore begini, kamu heran. Giliran aku pulang bersama mama malam, kamu curiga. Hemm." ucap mas Saka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bukan maksud aku seperti itu mas." ucapku yang tidak ingin membuat mas Saka marah.
"Sudahlah, aku capek. Oh ya, Kiara mana?" ucap mas Saka .
"Ada di kamarnya, pulang sekolah langsung makan siang tadi, terus aku suruh dia tidur. Mungkin saja sudah bangun di kamarnya." ucapku yang akan menuju ke kamar Kiara.
Tetapi mas Saka langsung mencekal tanganku.
"Tunggu Rey, aku ingin bicara sama kamu." ucap mas Saka .
Aku pun mengernyitkan dahi dan duduk di samping mas Saka . Entah apa yang akan di bicarakan. Sepertinya serius sekali.
"Ada apa mas?" tanyaku.
"Aku ingin berhenti bekerja!"ucap mas Saka yang membuatku terkejut.
"Apa? Berhenti?" pekikku.
Aku Tidak mengerti, mengapa mas Saka ingin berhenti bekerja! Apakah dia sudah mendapatkan pekerjaan yang baru? Atau kenapa?
"Iya, aku ingin berhenti bekerja dari pabrik plastik itu, dan akan bekerja di perusahaan mama kamu saja." ucapnya dengan pelan.
Hah? Apa aku tidak salah mendengar? Mengapa sangat tiba-tiba sekali. Sudah bertahun-tahun lamanya kenapa mas Saka baru menerimanya. Aku menjadi bingung sendiri.
"Tapi mengapa tiba-tiba mas?" ucapku sambil mengerutkan dahi.
Mas Saka menggeleng. "Ini bukan tiba-tiba Rey, sebenarnya aku sudah memikirkan ini matang-matang. Setelah mas fikir-fikir, kita tidak bisa hidup seperti ini terus. Gaji bekerja di pabrik tidak seberapa Rey, makanya aku ingin berhenti dan bekerja di perusahaan mama kamu. Lagian kemarin mama menawari aku lagi untuk bekerja disana. Katanya sih kekurangan karyawan." ucap mas Saka.
Sedangkan Aku hanya diam mendengarkan saja. Memang jika hanya terus mengandalkan gaji mas Saka dari pabrik saja hidup kami tidak akan cukup, aku setuju saja jika mas Saka akan bekerja di perusahaan peninggalan alm papa.
Namun yang aku bingung! Mengapa mas Saka baru menerima nya sekarang! Padahal sudah bertahun-tahun lamanya papa dan mama terus menawarkan pekerjaan untuknya. Tetapi mas Saka selalu saja menolak.
"Oke mas. Aku setuju saja." ucapku.
Mas Saka tersenyum dan langsung mencium keningku Aku pun langsung bangkit untuk menyiapkan makan malam. Karena pasti sebentar lagi mama pulang. Tidak enak jika aku masih bersantai ria.
Meskipun ini adalah rumah orang tuaku sendiri. Namun aku sebagai anak, aku sadar, kini aku sudah berumah tangga. Dan mempunyai keluarga sendiri. Tentu aku tidak mau sampai harus merepotkan mama.
Saat sudah siap semua, ku menuju kamar Kiara untuk menemaninya belajar, sedangkan mas Saka berada di kamarnya.
"Mama, oma sudah pulang?" tanya putriku.
Aku menggelengkan kepala sambil terus menatap buku yang sedang di kerjakan oleh Kiara.
"Belum, paling sebentar lagi oma pulang. Memangnya kenapa?" ucapku sambil terus menatap pelajaran putriku.
Kiara tidak menjawab. Dia hanya diam saja. Aku pun langsung menatap putriku itu, wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu.
"Ra, kamu kenapa? Kok seperti gugup gitu." ucapku menatap lekat putriku.
"Um, ma,, Kiara itu kalau malam suka takut." ucap putriku dengan tiba-tiba.
Tentu aku mengerutkan dahiku.
"Takut? Takut ada apa sayang. Di kamar ini tidak ada apa-apa kok." ucapku sambil menatap sekeliling kamar Kiara.
Namun putriku menggeleng. Aku semakin mengerut bingung. Enah apa yang di maksud putriku itu.
"Setiap malam, Kiara selalu mendengar suara desahan nafas ma.. Kiara takut," ucap Kiara.
"Desahan nafas? Dimana nak?" ucapku sambil menenangkan putriku.
"Di kamar oma ma. Suaranya sangat keras sekali. Seperti ini. Sssssttt, aahh, aaahh, ahh. Ssssttt, begitu." ucap putriku.
"Astaghfirrullahalladzim." pekikku.
Aku terkejut, sebab apa yang Kiara dengar sama seperti aku yang juga mendengarnya semalam. Aku yakin sekali jika itu bukan suara hantu, atau setan dan lain-lain. Tetapi aku yakin jika itu adalah suara desahan orang yang sedang melakukan!
Tapi siapa? Mama dengan siapa? Apakah iya mama menonton film dewasa, sehingga suaranya sampai terdengar keluar? Ahh, aku rasa tidak mungkin.
Saat ini aku tidak bisa berfikir. Aku pun berusaha menenangkan Kiara. Takut saja anak itu akan tahu, bahwa itu bukan suara hantu atau yang lainnya. Melainkan suara desahan orang.
"Kamu tidak usah takut ya. Suara itu bukan suara apa-apa. Mungkin saja suara orang yang sedang ronda. Kan kamu dengar sendiri kalau malam itu ada yang berkeliling, mungkin saja iseng dengan temannya yang lain." ucapku agar Kiara tidak kepikiran lagi.
Putriku itu mengangguk. Terdengar suara deru mesin mobil, itu artinya mama sudah pulang.
"Nak, kita makan malam dulu yuk." ucapku sambil mengelus pucuk kepala putriku.
Kiara pun mengangguk dan kami sama-sama keluar dari kamar. Hingga pandangan ku pun tertuju kepada mas Saka dan mama yang keluar dari balik tembok ruang tamu.
Mas Saka langsung mengusap bibirnya dengan gugup saat melihat aku dan Kiara yang keluar kamar.
"Mama sudah pulang." .ucapku.
Mama tersenyum dan berjalan ke arahku dan Kiara.
"Sudah dong sayang. Gimana? Sekolahnya pintar gak?" ucap mama ku sambil mencium kening Kiara.
"Pintar dong oma. Dapat nilai seratus." celetuk Kiara dengan senang.
"Pintar, ya udah, sana makan malam duluan. Oma mau bebersih badan dulu, lengket." ucap mama dan langsung menuju kamarnya.
Aku menatap mas Saka yang juga menatap mama, suamiku itu kok malah bengong disitu.
"mas, kok bengong. Ayo kita makan." ucapku, ia pun seperti terkaget.
"Papa ngelihatin oma terus sih, waktu di mobil juga papa dan oma saling pegangan tangan." celetuk Kiara.
Aku yang tidak begitu mendengar pun hanya mengerutkan dahiku. Sedangkan mas Saka langsung membelalakkan matanya. Kini kami sudah duduk di kursi meja makan.
"Apa katamu Ra?" tanyaku lagi yang memang kurang mendengar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!