Dan dari dalam sebuah mobil hitam yang baru saja menepi di sebuah rumah yang cukup bagus, keluar seorang wanita cantik berambut hitam lurus sepinggang. Membawa sebuah buket bunga yang ukurannya cukup besar.
Wanita itu tampak tersenyum bahagia. Dia berjalan masuk ke arah pintu rumah yang memang sudah selama hampir empat tahun ini dia sering kunjungi.
Dia adalah Bella, wanita cantik berusia 24 tahun. Yang akan menemui tunangannya Vero, 25 tahun. Pria yang selama ini sudah menjalin kasih dengannya 2 tahun, dan menjadi tunangannya selama 2 tahun. Hubungan yang cukup lama.
Hari ini Vero ulang tahun, makanya Bella datang dengan buket bunga di tangannya itu. Dia juga sudah menyiapkan makan malam spesial di restoran yang sudah di reservasi jauh-jauh hari. Bahkan Bella baru saja pulang dari perjalanan dinas selama satu minggu di luar kota. Namun, dia langsung bergegas ke tempat ini. Bukan pulang ke rumahnya dulu.
Bella masuk ke dalam rumah, wajahnya masih tampak begitu ceria. Dia bahkan sudah menyiapkan banyak sekali kata-kata ucapan selamat dan juga doa yang ingin dia sampaikan sendiri kepada Vero. Dia akan mendoakan yang terbaik, karena memang satu bulan lagi mereka berencana membawa hubungan mereka ini ke tahap yang lebih serius lagi.
"Vero"
"Bibi Wenny!"
Bella memanggil Vero dan ibunya. Tapi tidak ada jawaban. Hingga dia mendengar suara tepuk tangan dari arah taman samping.
"Oh, mungkin mereka semua ada disana. Pasti dengan mengadakan makan malam bersama untuk ulang tahun Vero" gumam wanita itu.
Bella pun bergegas ke arah taman samping. Senyum lebar jelas terlihat di wajahnya. Namun setelah dia sampai ke tempat itu, langkah Bella segera terhenti. Buket bunga di tangan Bella terjatuh begitu saja.
Bugh
Dengan mata kepalanya sendiri, Bella melihat Vero menyematkan sebuah cincin sambil berlutut dengan satu kakinya ke seorang wanita cantik yang satu bulan lalu baru saja menjadi direktur pemasaran di perusahaan tempat mereka bekerja.
Bella tak bisa berkata-kata. Hanya matanya yang terlihat berkaca-kaca.
Bella terkejut bukan main. Vero, tunangannya itu tersenyum dan mencium Elena di depan semua orang yang ada disana. Ada kedua orang tua Vero, adik Vero dan juga para pelayan.
Air mata Bella jatuh, dia tidak bisa menerima apa yang dia lihat itu.
"Vero" panggil Bella dengan suara lantang.
Bella memanggil pria yang sepertinya tengah merasa sangat bahagia karena sudah melamar wanita yang masih ada di pelukannya itu.
Mata semua orang tertuju pada Bella.
Wenny ibu Vero yang melihat kedatangan Bella, segera menghampiri Bella dan menarik tangan wanita itu mengikutinya.
"Bibi, apa-apaan itu tadi? Vero..."
Wenny menghentakkan tangan Bella begitu saja dengan kasar.
Bella dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, tidak mengerti dengan semua yang terjadi di depannya ini.
"Vero sudah bertunangan dengan Elena. Dan mulai saat ini, detik ini juga. Kalian tidak punya hubungan apa-apa lagi!"
Bella tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini. Dia tidak mengerti apa yang salah. Dia hanya pergi dinas keluar kota selama satu minggu. Dan mendadak semua jadi seperti ini.
"Bibi, aku mau bertemu dengan Vero! dia harus menjelaskan semua ini padaku!" kata Bella yang masih tidak bisa menerimanya.
Bella ingin pergi ke taman samping itu, dan bicara dengan Vero. Namun ayahnya Vero, juga adik perempuan Vero, menyusul mereka di ruangan tengah itu dengan tatapan yang membuat Bella merasa keluarga ini benar-benar berubah dalam satu minggu saja.
"Mau ngapain? mau ngapain lagi ketemu kak Vero! Mata kamu masih bisa melihat dengan baik kan? lihat kan tadi kalau kak Vero itu melamar kak Elena. Mereka akan menikah. Kamu itu siapa?" kata Kikan, adik perempuan Vero yang satu minggu lalu masih bicara sangat manis padanya, meminta dibawakan oleh-oleh yang banyak dari luar kota.
Bella menatap gadis berusia 20 tahun yang bahkan bisa masuk kuliah di universitas terbaik atas bantuannya, membujuk ayahnya yang merupakan teman baik salah satu dosen disana karena memang otak Kikan kurang memadai.
Gadis itu sekarang mengatakan 'Kamu itu siapa?' pada Bella. Bella sungguh kehabisan kata-kata.
"Kak Elena itu adik kandung pemilik perusahaan tempat kakak bekerja. Kamu itu tidak ada apa-apanya di banding dengan kak Elena!" ujar Kikan lagi.
"Iya, kamu sadar diri juga dong Bella. Kamu itu cuma manager marketing. Sedangkan Vero, dia itu kepala divisi pemasaran. Kamu harus tahu diri. Kamu dan dia sekarang sudah beda level!" ujar pria yang merupakan ayah Vero.
Yang tiga bulan lalu, minta Bella mengalah dan memberikan kesempatan pada Vero untuk direkomendasikan menjadi kepala divisi pemasaran, jabatan yang seharusnya menjadi milik Bella. Tapi karena bujuk ayah dan ibu Vero, yang mengatakan toh sebentar lagi mereka akan menikah. Dan sebaik-baik istri adalah yang melayani suaminya di rumah. Makanya Bella mengalah. Dia merekomendasikan Vero pada atasannya.
Dan sekarang, pria itu bilang. Mereka tidak lagi selevel.
Bella merasa dibodohi, dia benar-benar merasa seperti sampah yang di singkirkan begitu saja setelah tidak berguna.
"Kalian keterlaluan! kalau bukan aku yang meminta tolong pada pamanku, apa mungkin Vero bisa masuk ke perusahaan itu? jika aku tidak merekomendasikannya dan memilih tidak ikut seleksi, apa Vero akan naik jabatan..."
"Hais, sudah sudah! kamu ini melantur apa? kenyataannya sekarang kamu itu jauh di bawah Vero jabatannya. Apalagi sama Elena! sebaiknya kamu pergi baik-baik lalu berkaca di rumahmu sana! kalian keluar Panji, sekarang tidak ada apa-apanya lagi di mata kami" Wenny bicara dengan sangat sombong.
Tatapannya sungguh merendahkan Bella. Bella merasa, bahkan sudah tidak ada gunanya lagi dia berada di tempat ini.
Saat tatapannya menoleh ke arah belakang, ke arah dimana bisa saja Vero mendengar semua ini. Tapi pria itu tak kunjung terlihat. Seolah memang sudah tidak ingin lagi bertemu dengannya.
"Kalian keterlaluan" lirihnya menyeka air matanya.
"Pergi! pergi!" kata Wenny memberikan sedikit dorongan pada Bella.
Hati Bella sakit, tapi jika memang dia sudah tidak lagi di terima di tempat ini. Dia juga tidak mungkin terus berada di tempat ini.
"Pergi!" bentak Kikan.
Bella menghela nafas panjang, lalu segera pergi dari tempat itu. Saat keluar dari rumah itu, Bella berbalik.
"Kalian keterlaluan! kalian semua keterlaluan!" ucapnya begitu emosional.
***
Bersambung...
"Apa katamu?" tanya Lulu rekan kerja Bella dan temannya sejak SMA, "dia memutuskan hubungan kalian yang sudah empat tahun. Demi seorang wanita yang baru dia kenal 4 Minggu?" ujar wanita yang berbeda tiga bulan usianya dari Bella itu.
Bella yang masih terus menangis, sambil memegang gelas minuman di tangannya mengangguk sedih.
Dia yang merasa sangat putus asa. Menghubungi Lulu dan mengajak temannya itu bertemu di klub malam.
"Iya, dia bilang aku tidak selevel lagi dengannya, hiks..."
Wanita berambut cokelat ikal sebahunya itu tampak begitu kesal.
"Tidak tahu diri! coba aku ada disana. Biar aku jambak itu mokondo menyebalkan!"
Lulu menepuk bahu Bella. Sebenarnya dia tidak mau menambah luka hati temannya itu. Yang namanya orang sudah jatuh cinta, pasti akan melakukan apapun demi orang yang dia cintai. Lulu juga sempat menahan Bella saat akan mundur seleksi kepala divisi pemasaran di kantornya itu. Tapi, karena dia berpikir hubungan empat tahun itu memang sudah sangat serius. Lulu tidak ikut campur lagi.
Tidak di sangka. Setelah semua yang dilakukan oleh Bella. Vero dan keluarganya main lepeh begitu saja sahabatnya itu setelah mendapatkan menantu yang lebih kaya raya.
"Hais, seharusnya kamu tampar pria itu sebelum pergi!" kata Lulu lagi.
Bella terlihat sangat tidak bersemangat. Dia hanya terus minum dan menangis. Dia benar-benar patah hati. Sangat sedih sampai mengangkat kepalanya saja terasa begitu berat.
"Aku tulus mencintainya, aku bahkan sudah menyiapkan makan malam romantis. Aku bahkan sudah beli ini..."
Mata Lulu melebar. Ketika dia melihat apa yang ada di tangan Bella. Yang baru saja dia keluarkan dari dalam tasnya.
"Komdommm!"
Lulu bahkan segera menutup mulutnya, ketika dia mengatakan benda apa itu.
"Memangnya selama ini kalian belum..." Lulu menyatukan dua ujung jari telunjuknya dengan posisi horizontal di depan wajah Bella.
Bella menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak berani, ayahku bisa menghabisiku kalau aku jadi wanita yang murah seperti itu. Tapi, karena bulan depan dia bilang akan melamarku, aku rasa tidak masalah. Tapi dia malah memutuskan hubungan kami. Empat tahun itu tak ada artinya lagi, hiks"
Lulu segera memasukkan kembali benda itu ke dalam tas Bella.
"Untung saja kalian putus sekarang!" kata Lulu.
Bella yang mendengar ucapan sahabatnya itu terdiam. Beberapa detik dia masih terdiam, sampai kemudian kembali menangis lagi.
"Hiks... hiks... kenapa kamu malah bilang untung. Aku menghabiskan 4 tahun sia-sia Lulu. Apanya yang untung, hiks..."
Lulu mengambil gelas minuman yang ada di tangan sahabatnya itu. Sepertinya sahabatnya itu sudah mabukk.
"Kamu dengarkan aku dulu, bagus kalian putus sekarang. Jika kamu sudah menyerahkan harga diri kamu. Lalu kamu baru putus, itu lebih memalukan kan? mereka akan lebih merendahkan kamu!"
Sambil menyeka air matanya. Bella mengangguk setuju.
"Kamu benar! tapi dia jahat sekali! aku sampai bertengkar dengan ayahku karena terus memintanya memasukkan Kikan ke kampus terbaik di kota ini. Padahal otaknya tidak sampai. Aku meminta paman Anton, sampai paman Anton harus memohon pada atasannya agar bisa menerima Vero di kantor. Kenapa mereka jahat sekali!"
Lulu menghela nafas. Dia menepuk bahu Bella yang sudah bicara tanpa mengangkat kepalanya. Bella meletakkan kepalanya di atas meja. Dan terus menangis dengan posisi itu.
"Sudah sudah! tidak apa-apa. Masih banyak laki-laki tampan di dunia ini Bella. Lagipula kamu cantik, masih muda. Pasti banyak pria di luar sana yang mencintai kamu dengan tulus nanti. Tidak seperti Vero!"
Lulu berusaha menenangkan Bella.
Bella yang merasa kesal, dan merasa hubungannya yang sudah 4 tahun itu benar-benar sia-sia. Merasa marah, merasa ingin melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya itu.
Bella berusaha mengangkat kepalanya. Meski itu rasanya berat sekali. Sesekali dia oleng ke kanan dan oleng ke kiri.
"Kamu benar! kamu benar Lulu. Dia bisa bahagia setelah putus denganku. Kenapa aku harus menangis dan meratapi kandasnya hubungan kami karena pengkhianatannya yang tak punya hati itu. Laki-laki jahat itu bisa tertawa sekarang. Kenapa aku harus menangis. Aku juga harus bahagia!"
Lulu mengangguk sambil tersenyum. Dia berpikir kalau pikiran Bella sudah terbuka. Dan temannya itu tidak akan lagi meratapi kandasnya hubungannya dengan pria yang hanya memanfaatkannya itu saja. Bahkan bukan hanya pria itu, tapi juga seluruh anggota keluarganya.
Sayangnya senyum Lulu itu harus berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa, ketika Bella berkata.
"Lulu, carikan seorang pria tampan untukku. Aku akan gunakan uang yang seharusnya aku keluarkan untuk ulang tahun pria jahat itu, untuk bersenang-senang sendiri!"
Rahang Lulu nyaris jatuh. Karena memang apa yang dipikirkan oleh Bella. Jomplang sekali dengan apa yang dipikirkan oleh Lulu.
Lulu bahkan sama sekali tidak menduga. Kalian hal itu yang akan dipikirkan Bella.
"Bella, pikirkan lagi. Ayahmu akan menghabisimu kalau tahu kamu mencari pria penghibur..."
"Ssssttttt! jangan katakan pada ayahku. Dia tidak akan tahu. Aku hanya ingin ditemani minum. Ayo, carikan aku seorang pria. Ini kartuku, pakai kartu ini. Aku ke kamar mandi dulu, kirimkan nomor kamarnya ke ponselku!"
Bella berjalan gontai menuju kamar mandi. Lulu yang mendapatkan kartu dari Bella itu, menggaruk kepalanya bingung.
"Dia serius?" gumamnya.
Tapi beberapa saat kemudian, Lulu mengangguk beberapa kali.
"Tapi tidak masalah kali ya, kan cuma menemani minum. Bella tidak mungkin berani lebih dari itu. Dia sangat takut pada ayahnya!"
Lulu pun pergi ke bartender, dia bertanya bagaimana caranya menyewa seorang pria penghibur di klub malam ini. Setelah mendapatkan satu orang pria yang fotonya cukup tampan. Lulu segera mengirimkan nomor kamar pria itu kepada Bella.
Dan saat itu, Lulu juga mengatakan kalau dia harus pulang. Ibunya menghubunginya.
Bella membuka pesan itu. Tapi karena matanya juga sudah tidak terlalu jelas melihat. Dia sudah mabukk. Bella melihat angka delapan itu seperti angka nol.
Bella melihat atau persatu nomor kamar di klub malam itu. Hingga dia menemukan angka yang dia pikir sama dengan yang dikirimkan oleh Lulu. Padahal bukan.
"Pria tampan, temani aku minum lagi!"
Brukkk
Bella merasa menabrak seseorang. Bella mendongak, menatap wajah pria itu dengan matanya yang sudah kabur pandangannya.
"Tampan sekali! kamu mau tidur denganku?" tanya Bella yang pikirannya sudah tidak lagi dalam kendali kesadarannya.
Pria tampan dengan jas mahal itu meraih dagu Bella.
'Dasar wanita nakal, kita sudah lama tidak bertemu. Sekalinya bertemu kamu seperti ini?' batin pria yang rupanya telah mengenal Bella itu.
"Siapa namamu?" tanya pria itu.
"Ck, apalah arti sebuah nama. Tunjukkan kemampuanmu padaku. Aku akan bayar mahal" kata Bella yang benar-benar mengira pria itu adalah pria penghibur.
"Jangan menyesal!" kata pria itu segera mengangkat tubuh Bella.
***
Bersambung...
Bella menepuk kuat bahu pria yang berada di atas tubuhnya itu. Pria itu mencium Bella dengan sangat rakus, sampai tidak bisa bernafas.
"Hahhh, hahhh... aku ingin kamu menyenangkanku, kenapa malah membuatku tak bisa bernafas?" protes Bella pada pria tampan di atasnya itu.
Pria itu terkekeh pelan.
"Baru pertama kali?"
Bella terdiam.
'Aduh, kalau dia tahu ini memang baru pertama kali. Nanti dia meremehkan aku. Jangan-jangan dia akan minta bayaran yang lebih mahal, tidak bisa. Aku tidak bisa diremehkan. Cukup si jahat itu saja dan keluarganya!' batin Bella kembali melow.
"Tidak, aku sudah sering... agkhhh!" Bella memekik kesakitan, karena pria itu mengisapp kuat lehernya.
"Katanya sudah sering, hal seperti ini saja tidak tahu?" tanya pria itu memancing Bella .
"Siapa bilang tidak tahu?"
"Kalau begitu buktikan!" kata pria itu membuka kemejanya.
Bella yang memang dalam keadaan setengah mabuk. Lantas menyentuh dada pria yang ada di hadapannya itu.
'Keras...' gumamnya dalam hati.
Tapi saat Bella akan menyentuh semakin ke bawah. Pria itu menahan tangannya.
"Aku akan mengajarimu!"
Pria itu membuka blouse yang di pakai oleh Bella. Membuatnya menutupi dua benda keramat di depannya itu dengan kedua telapak tangannya.
"Kenapa ditutupi? aku benar kan? ini yang pertama kalinya?"
Entah otaknya erorr karena dia kesal pada mantan tunangannya itu. Atau karena pengaruh minuman, mungkin juga karena gengsi tidak mau dikatain pertama kali. Bella malah menurunkan tangannya.
"Siapa bilang.... agkhhh!"
Pria itu meraup dengan begitu rakus salah satu dari dua benda kenyal dan padat yang terpampang nyata di hadapannya.
Bella sungguh tak berdaya, pria itu kembali menciumnya, dan mencumbu seluruh tubuhnya. Dalam kondisi setengah mabuk, Bella merasa sudah tak bisa mengendalikan tubuhnya. Dan malam itu, adalah malam dimana dia menghabiskan malam dengan pria yang bahkan tidak dia ketahui namanya.
**
Di rumahnya, Lulu terbangun pagi-pagi sekali karena suara ponsel yang terus berdering.
"Halo..."
[Nona, temanmu yang kamu bilang akan menyewaku itu belum datang sampai sekarang. Ini sudah waktunya aku pulang kerja. Bukan salahku ya, temanmu yang tidak datang. Tidak ada pengembalian uang. Bye]
Tut Tut Tut
Lulu melihat layar ponselnya yang sudah kembali ke menu utama.
"Hah, bye... apanya yang bye? apa maksudnya? Bella membatalkan keinginannya itu? hais, bagus sekali! aku sudah berpikir yang aneh-aneh. Mana mungkin Bella melakukan hal senekat itu hanya karena patah hati dan kesal pada Vero. Baguslah!" kata Lulu yang pada akhirnya kembali menutup wajahnya dengan selimut. Itu benar-benar terlalu pagi untuk dia bangun tidur.
**
Sementara beberapa jam kemudian, karena sinar matahari begitu menyilaukan matanya. Bella membuat perlahan kelopak mata dengan bulu mata yang lentik itu.
Saat membuka matanya, dia merasakan tubuhnya remuk redam. Bahkan ketika dia melihat ke arah langit-langit, dia baru sadar itu bukan kamarnya.
"Hahh, dimana aku?" gumamnya panik yang langsung berusaha bangkit, tapi pinggangnya sakit bukan main, "aughk!" ujarnya sambil memegang pinggangnya dan membuat selimut yang berada di atas tubuhnya melorot.
Bella juga terkejut, kenapa dia tidak pakai baju. Dan seluruh tubuhnya, banyak tanda kemerah-merahan.
'Apa yang terjadi?' gumamnya bingung.
"Ingin menggodaku lagi?"
Sebuah suara, yang dia yakin adalah suara pria. Membuat Bella segera meraih selimut dan menutupi tubuhnya sampai lebar. Matanya melebar, dan Bella menelan salivanya dengan susah payah saat akan menoleh ke arah sumber suara.
Seorang pria dengan wajah tampan, tubuh bersih, putih dan berotot. Menggunakan jubah mandi dan duduk santai di sofa sambil menyesap cangkir minumannya.
'Gilaa, aku benar-benar sudah gilaa. Ayahku akan menghabisiku kalau tahu aku menyewa seorang pria penghibur. Matilahh aku!' gumamnya dalam hati.
Ayahnya adalah seseorang yang sangat protektif, dan idealis. Ayahnya pasti tidak akan membiarkannya hidup karena sudah melakukan sesuatu yang mencoreng nama baik keluarganya.
Melihat pria penghibur yang dia sewa itu, Bella merasa sedikit kalah aura. Aura pria itu terlalu mendominasi.
"Ekhem" Bella menyibak rambut hitam lurus panjangnya itu ke belakang.
Dia tidak mau di anggap remeh oleh pria penghiburnya itu.
"Tugasmu sudah selesai, kamu bisa pergi!" kata Bella sambil mengangkat dagunya.
Tapi alih-alih pergi, pria tampan itu malah terkekeh.
Bella yang mendengar pria itu terkekeh, dan berdiri lalu berjalan ke arahnya segera memasang sikap waspada.
Pria itu meletakkan tangannya di tepi tempat tidur, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Bella.
"Kamu kejam sekali nona, aku sudah melayanimu sampai hampir pagi..."
Bella ingin protes, dia sudah mengangkat tangannya. Menunjuk ke arah pria itu. Namun pria itu malah ingin menggigitt ujung telunjuk Bella itu. Membuat Bella menarik kembali tangannya.
"Aku tidak ingat!" kata Bella mengelak.
"Mau aku ingatkan lagi?"
Bella langsung mendorong pria itu menjauh, dan hal itu mengakibatkan selimutnya melorot lagi.
Dan tatapan pria yang bahkan meski sudah di dorong dengan dua tangan oleh Bella. Pria itu sama sekali tidak berpindah dari posisinya. Tubuhnya kuat sekali. Tatapannya bahkan kembali ke arah dua melon yang menggantung itu. Bella pun menjadi kembali panik.
"Agkhhh!" pekik Bella yang langsung kembali meraih selimut itu, "Oke oke, aku kirim lagi, kamu mau berapa?" tanya Bella panik.
Dia tidak mau mencari masalah dengan pria kuat di depannya itu. Ya, Bella mengakuinya. Pria itu sangat kuat. Sampai seluruh tubuh Bella remuk redam rasanya.
"Yakin ingin tahu berapa tarifku?" tanya pria itu dengan nada suara rendah tapi berat.
Setiap kali pria itu bicara sambil menatapnya, Bella merasa seluruh tubuhnya merinding.
Bella meraih tasnya, dia mengeluarkan ponselnya.
"Katakan..."
"1 milyar"
"Apaaaaa???" pekik Bella yang matanya terbelalak lebar nyaris melompat dari kelopak matanya.
Bella tak bisa berkata-kata, dia kehabisan kata-kata. 1 milyar? yang benar saja? memang ada pria penghibur dengan tarif sebesar itu? skillnya sih oke? kekuatannya juga tidak diragukan lagi. Tapi harga segitu? itu seluruh tabungan Bella selama kerja hampir 3 tahun di perusahaan Meyer.
"Jangan bercanda dong. Aku lihat di internet, tarif pria penghibur paling besar 10 juta di klub ini. Kenapa mahal sekali?" tanya Bella mencoba bernegosiasi.
"Baiklah, karena nona pelanggan pertamaku. Aku beri diskon 10 persen. 900 juta!"
'Oh ya ampun, aku bersumpah. Tidak akan menyewa pria penghibur lagi seumur hidupku!' batin Bella yang cukup menyesal sudah menyewa pria di depannya itu.
***
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!